Anda di halaman 1dari 11

RESUME MATERI

Tugas ini di Susun untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pembimbing : Pak Gathut Pringgotomo,S.Kep., Ners., M.Kep

Di Susun Oleh :
NAMA: VIA GESTI ARDIYANTI
NIM: A2R17036

PRODI SARJANA KEPERAWATAN SEMESTER 7-A


STIKes HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN 2020/2021
Resume Materi !
Tingkat kesadaran dan mental status
Cara memonitor tekanan intra kranial
Palpasi, perkusi refleks tendon dalam respon lain

A. TINGKAT KESADARAN DAN STATUS MENTAL

Glasgow Coma Scale atau GCS adalah skala yang dipakai untuk mengetahui tingkat
kesadaran seseorang. Dahulu, GCS hanya dipakai untuk mengetahui tingkat kesadaran orang
yang mengalami cedera kepala. Namun, saat ini GCS juga digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran saat memberikan pertolongan darurat medis. Tingkat kesadaran seseorang dapat
dinilai dari tiga aspek yaitu mata, suara (kemampuan bicara), dan gerakan tubuh.

Penyebab Turunnya Tingkat Kesadaran Seseorang


Otak merupakan organ utama yang bertugas menjaga kesadaran. Agar bekerja dengan baik,
otak membutuhkan asupan oksigen dan glukosa yang cukup. Minuman seperti kopi, cokelat,
teh, dan minuman energi yang mengandung kafein, memiliki efek stimulan pada otak, yang
dapat membuat seseorang lebih terjaga. Sebaliknya, alkohol, dan obat-obatan tertentu, seperti
obat penenang, obat penghilang rasa sakit, obat epilepsi, atau obat stroke, dapat memberikan
efek mengantuk dan mengurangi tingkat kesadaran.
Kondisi tertentu seperti demensia (pikun), cedera kepala berat, syok, penyakit jantung,
penyakit hati, gagal ginjal, hipoglikemia, dan stroke juga bisa merusak sel-sel otak sehingga
memengaruhi kesadaran seseorang. Penurunan tingkat kesadaran terparah adalah ketika
seseorang dalam kondisi koma.

Cara Mengukur Tingkat Kesadaran


Tingkat kesadaran tertinggi atau bisa dibilang terjaga sepenuhnya, berada di skala 15.
Sementara yang terendah atau yang dikatakan koma, berada di skala 3.

Untuk mengetahuinya skala GCS, tim medis akan melakukan pengecekan sebagai berikut:

Mata
Nilai GCS yang dievaluasi melalui pemeriksaan mata:
- Jika tim medis meminta membuka mata dan merangsang seseorang dengan nyeri tapi mata
orang tersebut tidak bereaksi dan tetap terpejam, maka poin GCS yang didapat yaitu 1.
- Jika mata terbuka akibat rangsang nyeri saja, poin GCS yang didapat yaitu 2.
- Jika mata seseorang terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat mengikuti perintah
untuk membuka mata, poin GCS yang didapat yaitu 3.
- Jika mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan, maka poin yang didapat
yaitu 4.

Suara
Nilai GCS yang dievaluasi dalam pemeriksaan respons suara:
- Jika seseorang tidak mengeluarkan suara sedikitpun, meski sudah dipanggil atau dirangsang
nyeri, maka orang tersebut mendapat poin 1.
- Jika suara yang keluar seperti rintihan tanpa kata-kata, poin yang didapat yaitu 2.
- Seseorang dapat berkomunikasi tapi tidak jelas atau hanya mengeluarkan kata-kata tapi
bukan kalimat yang jelas, poin GCS yang didapat yaitu 3.
- Jika seseorang dapat menjawab pertanyaan dari tim medis tapi pasien seperti kebingungan
atau percakapan tidak lancar, maka poin yang didapat adalah 4.
- Seseorang dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan benar dan sadar penuh
terhadap orientasi lokasi, lawan bicara, tempat, dan waktu, maka poin yang didapat yaitu 5.

Gerakan
Nilai GCS yang dievaluasi dalam pemeriksaan respons gerakan:
- Tidak ada respons gerakan tubuh walau sudah diperintahkan atau diberi rangsangan nyeri,
poin GCS yang didapat yaitu 1.
- Seseorang hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki, atau menekuk kaki dan tangan
saat diberi rangsangan nyeri, poin yang didapatkan adalah 2.
- Seseorang hanya menekuk lengan dan memutar bahu saat diberi rangsangan nyeri, poin
GCS yang didapat yaitu 3.
- Seseorang dapat menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika dirangsang nyeri, poin
GCS yang diperoleh yaitu 4. Contohnya, seseorang dapat menjauhkan tangan ketika dicubit.
- Bagian tubuh yang tersakiti dapat bergerak dan orang yang diperiksa dapat menunjukkan
lokasi nyeri, poin GCS yang didapat yaitu 5. Contohnya ketika tangan diberi rangsangan
nyeri, tangan akan mengangkat.
- Seseorang dapat melakukan gerakan ketika diperintahkan, poin GCS yang didapatkan yaitu
6.

Skala GCS didapat dari menjumlahkan tiap poin yang diperoleh dari ketiga aspek
pemeriksaan di atas. Skala ini dipakai sebagai tahap awal mengevaluasi kondisi seseorang
yang pingsan atau baru mengalami kecelakaan kemudian tidak sadarkan diri, sebelum diberi
pertolongan lebih lanjut. Meski bisa dilakukan untuk menentukan tingkat kesadaran, GCS
tidak bisa dipakai untuk mendiagnosis penyebab penurunan kesadaran atau koma.

Bentuk-bentuk tingkat kesadaran meliputi :


1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
Pemeriksaan status mental ( MSE ) merupakan bagian penting dari proses penilaian klinis
dalam praktik neurologis dan psikiatri . Ini adalah cara terstruktur untuk mengamati dan
menggambarkan fungsi psikologis pasien pada titik waktu tertentu, di bawah domain
penampilan, sikap , perilaku, suasana hati, dan pengaruh, ucapan, proses berpikir, isi pikiran,
persepsi , kognisi , wawasan , dan penilaian.
Tujuan MSE adalah untuk mendapatkan deskripsi penampang lintang yang komprehensif
tentang keadaan mental pasien, yang bila digabungkan dengan informasi biografis dan
sejarah dari riwayat psikiatri , memungkinkan dokter untuk membuat diagnosis dan formulasi
yang akurat, yang diperlukan untuk perencanaan pengobatan yang koheren.

a. Deskripsi Umum :

1.Penampilan : Posture, sikap, pakaian, perawatan diri, rambut, kuku,sehat, sakit, marah,
takut, apatis, bingung, merendahkan, tenang, tampaklebih tua, tampak lebih muda,
bersifat seperti wanita, bersifat sepertilaki-laki, tanda-tanda kecemasan–tangan basah,
dahi berkeringat,gelisah, tubuh tegang, suara tegang, mata melebar, tingkat
kecemasanberubah-ubah selama wawancara atau dengan topik khusus.

2.Perilaku dan aktivitas psikomotorik : Cara berjalan, mannerisme, tics,gerak–isyarat,


berkejang-kejang (twitches), stereotipik, memetik,menyentuh pemeriksa, ekopraksia,
janggal / kikuk(clumsy), tangkas(agile), pincang (limp), kaku, lamban, hiperaktif, agitasi,
melawan(combative), bersikap seperti lilin (waxy)

3.Sikap terhadap pemeriksa :Kooperatif, penuh perhatian, menarikperhatian, menantang


(frack), sikap bertahan, bermusuhan, main-main,mengelak (evasive), berhati-hati
(guarded)

b. Bicara :Cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu-ragu (hesitant),emosional, monoton,


keras, membisik (whispered), mencerca (slurred),komat-kamit (mumble), gagap,
ekolalia, intensitas, puncak (pitch),berkurang (ease), spontan, bergaya (manner), bersajak
(prosody)

c. Mood dan Afek :

1.Mood : (Suatu emosi yang meresap dan bertahan yang mewarnaipersepsi seseorang
terhadap dunianya) : Bagaimana pasien menyatakanperasaannya, kedalaman, intensitas,
durasi, fluktuasi suasana perasaan–depresi, berputus asa (despairing), mudah
tersinggung(irritable), cemas,menakutkan (terrify), marah, meluap-luap (expansived),
euforia, hampa,rasa bersalah, perasaan kagum (awed), sia-sia (futile), merendahkan
dirisendiri (self– contemptuous),anhedonia,alexithymic

2.Afek :(ekspresi keluar dari pengalaman dunia dalam pasien),Bagaimana pemeriksa


menilai afek pasien–luas, terbatas, tumpul ataudatar, dangkal (shallow), jumlah dan
kisaran dari ekspresi perasaan ;sukar dalam memulai, menahan (sustaining) atau
mengakhiri responsemosinal, ekspresi emosi serasi dengan isi pikiran, kebudayaan,

3.Keserasian :keserasian respon emosional pasien dapat dinilai dalamhubungan dengan


masalah yang sedang dibahas oleh pasien. Sebagaicontoh, pasien paranoid yang
melukiskan waham kejarnya harus marahatau takut tentang pengalaman yang sedang
terjadi pada mereka. Afekyang tidak serasi, ialah suatu mutu respons yang ditemukan
padabeberapa pasien skizofrenia; afeknya inkongruen dengan topik yangsedang mereka
bicarakan. (contohnya : mereka mempunyai afek yangdatar ketika berbicara tentang
impuls membunuh

d. Pikiran dan Persepsi :


1.Bentuk Pikiran :
a. Produktivitas :Ide yang meluap-luap (overabundance of ideas),kekurangan ide (paucity
of ideas), ide yang melompat-lompat (flightof ideas), berpikir cepat, berpikir lambat,
berpikir ragu-ragu (hesitantthinking), apakah pasien bicara secara spontan ataukah
menjawab hanya bila ditanya, pikiran mengalir (stream of thought), kutipan daripasien
(quotation from patient)
b.Arus pikiran :Apakah pasien menjawab pertanyaan dengansungguh-sungguh dan
langsung pada tujuan, relevan atau tidakrelevan, asosiasi longgar, hubungan sebab akibat
yang kurang dalampenjelasan pasien; tidak logis, tangensial, sirkumstansial,
melantur(rambling), bersifat mengelak (evasive), perseverasi, pikiranterhambat
(blocking) atau pikiran kacau (distractibility).

c. Gangguan Berbahasa :Gangguan yang mencerminkan gangguanmental seperti


inkoheren, bicara yang tidak dimengerti (word salad),asosiasi bunyi (clang association),
neologisme.

2.Isi Pikiran :
a.Preokupasi :Mengenai sakit, masalah lingkungan, obsesi, kompulsi,fobia, rencana
bunuh diri, membunuh, gejala-gejala hipokondrik,dorongan atau impuls-impuls
antisosial.

3.Gangguan Pikiran :
a.Waham :Isi dari setiap sistim waham, organisasinya, pasien yakinakan kebenarannya,
bagaimana waham ini mempengaruhikehidupannya, ; waham penyiksaan–isolasi atau
berhubungan dengankecurigaan yang menetap, serasi mood (congruent) atau tak
serasimood (incongruent)
b.Ideas of Reference dan Ideas of influence :Bagaimana ide mulai,dan arti/ makna yang
menghubungkan pasien dengan diri mereka.

4.Gangguan Persepsi :
a.Halusinasi dan Ilusi :Apakah pasien mendengar suara atau melihatbayangan, isi, sistim
sensori yang terlibat, keadaan yang terjadi,halusinasi hipnogogik atau hipnopompik ;
thought brocasting.
b.Depersonalisasi dan Derealisasi :Perasaan yang sangat berbedaterhadap diri dan
lingkungan.

5.Mimpi dan Fantasia.Mimpi :satu yang menonjol, jika ia iingin menceritakan,


mimpiburuk.b.Fantasi :berulang, kesukaan, lamunan yang tak tergoyahkan

e. Sensorium dan Fungsi Kognitif:


1.Kesadaran :Kesadaran terhadap lingkungan, jangka waktu perhatian,kesadaran berkabut,
fluktuasi tingkat kesadaran, somnolen, stupor,kelelahan, keadaan fugue.

2.Orientasi :
a.Waktu :Apakah pasien mengenal hari secara benar, tanggal, waktudari hari, jika dirawat
di rumah sakit dia mengetahui sudah berapalama ia dia berbaring disitu,
b.Tempat :Apakah pasien tahu dimana dia beradac. Orang :Apakah pasien mengetahui
siapa yang memeriksa dan apaperan dari orang-orang yang bertemu denganya.
3.Konsentrasi dan Perhitungan :Pengurangan 7 dari100 dan hasilnyatetap dikurangi 7. jika
pasien tidak dapar dengan pengurangan 7. pasiendapat tugas lebih mudah – 4 x 9; 4 x 5 ;
Apakah cemas atau beberapgangguan mood atau konsentrasi yg bertanggung jawab
terhadapkesulitan ini.
4.Daya ingat :Gangguan, usaha yang membuat menguasai gangguan itu –penyangkalan,
konfabulasi, reaksi katastropik, sirkumstansialitas yangdigunakan untuk menyembunyikan
kekurangannya, apakah prosesregistrasi, retensi, rekoleksi material terlibat.

a.Daya ingat jangka panjang (remote memory) : data masa kanak-kanak, peristiwa penting
yang terjadi ketika masih muda atau bebasdari penyakit, persoalan-persoalan pribadi.
b.Daya ingat jangka pendek (Recent past memory, recent memory) :beberapa bulan atau
beberapa hari yang lalu, apa yang dilakukanpasien kemarin, sehari sebelumnya, sudah
sarapan, makan siang,makan malam.
c.Daya ingat segera (immediate retention and recall) : kemampuanuntuk mengulangi enam
angka setelah pemeriksa mendiktekannya –pertama maju, kemudian mundur, sedudah
beberapa menit interupsi,tes pertanyaan yang lain, pertanyaan yang sama, jika
diulang,sebutkan empat perbedaan jawaban pada empat waktu.
d.Pengaruh atau kecacatan pada pasien : mekanime pasienmengembangkan kemampuan
menguasai kecacatan

5.Tingkat Pengetahuan :Tingkat pendidikan formal, perkiraankemampuan intelektual


pasien dan apakah mampu berfungsi padatingkat dasar pengetahuan. : jumlah,
perhitungan, pengetahuan umum,pertanyaan harus relevan dengan latar belakang
pendidikan dankebudayaan pasien.

6.Pikiran Abstrak :Gangguan dalam formulasi konsep; cara pasien


mengkonsepsualisasikan atau menggunakan ide-idenya, (misalnyamembedakan antara
apel dan pear, abnormalitas dalam mengartikanperibahasa yang sederhana.

f. Tilikan :
1.Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit
2.Sedikit kesadaran diri akan adanya penyakit dan meminta pertolongantetapi
menyangkalinya pada saat yang bersamaan
3.Sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan orang lain, faktor luar,medis atau faktor
organik yang tidak diketahui.
4.Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahuipada dirinya.
5.Tilikan Intelektual :Pengakuan sakit dan mengetahui gejala dankegagalan dalam
penyesuaian sosial oleh karena perasaan irrasional atauterganggu, tanpa menerapkan
pengetahuannya untuk pengalaman dimasamendatang
6.Tilikan Emosional yang sebenarnya :kesadaran emosional terhadapmotif-motif perasaan
dalam, yang mendasari arti dari gejala; adakesadaran yang menyebabkan perubahan
kepribadian dan tingkah lakudimasa mendatang; keterbukaan terhadap ide dan konsep
yang barumengenai diri sendiri dan orang-orang penting dalam kehidupannya.

g. Daya nilai :
1.Daya nilai Sosial : Manifestasi perilaku yang tidak kentara yang membahayakan pasien
dan berlawanan dengan tingkah laku yang dapatditerima budayanya
2.Uji daya nilai :pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukandalam bayangan
situasi
3.Penilaian Realitas :kemampuan membedakan kenyataan dengan fantasi

B. CARA MEMONITOR TEKANAN INTRA KRANIAL

Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial


Penyebab paling umum seseorang mengalami peningkatan tekanan intrakranial adalah cedera
kepala, misalnya akibat pukulan atau hantaman keras di kepala.
Pada bayi atau anak-anak, kondisi ini sering kali terjadi akibat cedera kepala ketika mereka
terjatuh dari tempat tidur, kecelakaan, atau karena tindak kekerasan pada anak. Selain itu,
salah satu penyebab umum terjadinya peningkatan tekanan intrakranial pada anak adalah
kelainan bawaan lahir, misalnya hidrosefalus kongenital.
Peningkatan tekanan intrakranial juga bisa disebabkan oleh peningkatan tekanan pada cairan
serebrospinal, yaitu cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Peningkatan
tekanan intrakranial juga dapat terjadi karena jaringan otak membengkak akibat luka atau
penyakit.
Kondisi atau penyakit yang dapat menjadi penyebab peningkatan tekanan intrakranial, di
antaranya:
 Infeksi otak, misalnya meningitis dan abses otak
 Stroke
 Tumor atau kanker pada otak
 Aneurisma otak
 Hidrosefalus
 Hipoksemia atau berkurangnya kadar oksigen dalam darah
 Status epilektikus pada penderita epilepsi
 Perdarahan otak karena tekanan darah yang terlalu tinggi
 Pembengkakan atau edema otak
Mengenali Gejala yang Timbul
Peningkatan tekanan darah intrakranial dapat dikenali dari gejala-gejala sebagai berikut:
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Penglihatan ganda
 Tekanan darah meningkat
 Merasa bingung, linglung, gelisah atau timbul perubahan perilaku

Pemantauan TIK digunakan untuk mencegah terjadinya fase kompensasi ke fase


dekompensasi. Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang sangat
penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak begitu juga dengan
oksigenasi otak
Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara langsung) dan non invasive
(tidak langsung). Metode non invasif (secara tidak langsung) dilakukan 8
pemantauan status klinis, neuroimaging dan neurosonology (Trancranial Doppler
Ultrasonography/TCD). Sedangkan metode invasif (secara langsung) dapat dilakukan di
beberapa lokasi anatomi yang berbeda yaitu intraventrikular, intraparenkimal,
subarakhnoid/subdural, dan epidural. Metode yang umum dipakai yaitu intraventrikular dan
intraparenkimal (microtransducer sensor). Pada pasien yang dicurigai peningkatan TIK
sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT scan kepala dan MRI.
Pemantauan TIK secara langsung

Subarachnoid Screw Subarachnoid screw


dihubungkan ke tranducer eksternal melalui tabung. Alat ini ditempatkan ke dalam
tengkorak berbatasan dengan dura. Ini adalah sekrup berongga yang memungkinkan CSF
untuk mengisi baut, memungkinkan tekanan untuk menjadi sama. Keuntungan metode ini
adalah infeksi dan risiko perdarahan rendah. Aspek negatif termasuk kemungkinan kesalahan
permantauan TIK, salah penempatan sekrup, dan oklusi oleh debris.

Kateter subdural / epidural


Kateter subdural / epidural adalah metode lain untuk memantau TIK. Metode ini kurang
invasif tetapi juga kurang akurat. Hal ini tidak dapat digunakan untuk mengalirkan CSF,
namun kateter memiliki risiko yang lebih rendah dari infeksi atau perdarahan.

Intraparenkimal (microtransducer sensor)


Pemantauaan TIK intraparenkimal menggunakan microtransducer yang diletakkan di
parenkim otak melalui lubang kecil dan baut tengkorak yang memungkinkan pemantauan
TIK simultan, mikrodialisis serebral dan oksigenasi jaringan otak. Posisi pilihan perangkat
tersebut adalah pada subtansia alba regio frontal nondominan pada cedera otak difus, atau
parenkim perikontusional pada cedera otak fokal. Probe tekanan intraparenkimal ditempatkan
pada hemisfer kontralateral dari hematoma intraserebral. Monitor TIK Neurovent-P adalah
kateter serbaguna yang menggabungkan TIK, oksigenasi jaringan otak dan pemantauan
temperatur otak. Nilai TIK harus diinterpretasikan dengan hati-hati dan berhubungan dengan
penilaian klinis dan radiologis pasien. Ketika ada perbedaan yang signifikan antara nilai
pemantauan dan gejala klinis, penggantian atau penempatan kembali probe harus
dipertimbangkan.

Kateter intraventrikuler/Ventriculostomy
Tehnik intraventrikular merupakan gold standard pemantauan TIK, yaitu kateter diinsersikan
ke dalam ventrikel lateral biasanya melalui burr hole kecil di frontal kanan. Tehnik ini juga
dapat digunakan untuk mengalirkan LCS dan memberikan obat intratekal seperti pemberian
antibiotika pada kasus ventrikulitis yang kemungkinan disebabkan oleh pemasangan kateter
itu sendiri.
Sistem tranduser kateter ventrikular eksternal tradisional hanya memungkinkan pemantauan
TIK intermiten bila saluran ventrikel ditutup. Kateter ventrikel tersedia secara komersial
memiliki transduser tekanan dalam lumennya, sistem ini memungkinkan pemantauan TIK
dan drainase LCS simultan. Beberapa komplikasi bisa terjadi akibat pemasangan kateter
ventrikel antara lain kebocoran LCS, masuknya udara ke ruang subarachnoid dan ventrikel,
drainase LCS yang berlebihan dapat menyebabkan kolaps ventrikel dan herniasi, atau terapi
tidak sesuai berkaitan dengan pembacaan TIK dengan gelombang kecil, kegagalan
elektromekanikal, dan kesalahan operator. Lubang-lubang kecil di ujung kateter dapat
tersumbat oleh gumpalan darah atau deposit fibrin, dan kateter dapat berpindah sehingga
sebagian atau seluruh ujung kateter terletak dalam parenkim otak bukan dalam ventrikel.
Dalam kasus tersebut, drainase LCS akan menghasilkan gradien tekanan signifikan antara
lumen kateter ventrikel dan ventrikel. Jika diduga ada obstruksi kateter, irigasi dengan NaCl
0,9% 2 ml dapat mengembalikan patensi kateter. Prosedur ini harus dilakukan dengan
memperhatikan asepsis, dimana manipulasi berulang berhubungan dengan tingginya insiden
infeksi sistem saraf pusat. Jadi irigasi rutin tidak dianjurkan. Ventrikulitis dan meningitis
adalah komplikasi yang berpotensi mengancam nyawa, yang disebabkan oleh kontaminasi
langsung kateter selama pemasangan atau secara retrograde oleh kolonisasi bakteri pada
kateter. Kejadian infeksi dilaporkan sekitar 5-20%. Penggunaan sistem drainase tertutup dan
sampling LCS aseptik dan pembilasan kateter dan pengangkatan yang benar kateter yang
tidak dibutuhkan dapat meminimalkan risiko infeksi terkait kateter. LCS dapat mencetuskan
infeksi karena pengulangan akses ke sistem drainase. Sampling LCS lebih diindikasikan
karena kriteria klinis khusus daripada menjadi sampling rutin.8 Posisi pasien saat pengukuran
ditinggikan 30-45 derajat. Tranduser harus sama tinggi dengan titik referensi. Titik referensi
yang paling umum adalah foramen Monro. Titik referensi 0 adalah garis imajiner anatara
puncak telinga dan kantus bagian luar mata.9
Lamanya waktu pemakaian kateter ventrikuler bervariasi. Secara umum lama waktu
pemakaian adalah dua minggu atau tergantung kondisi pasien. Risiko infeksi meningkat pada
pemakaian yang lebih lama. Pemberian antibiotik profilaksis dikaitkan dengan tingginya
insiden infeksi LCS yang resisten antibiotika. Sebaliknya, penggunaan antibiotik dapat
menurunkan kejadian infeksi berhubungan dengan kateter. Setelah dicabut, ujung kateter
harus dikirim untuk kultur, dimana pertumbuhan bakteri berkaitan dengan risiko tinggi terjadi
meningitis, dan tes sensitivitas antibiotika berdasarkan atas analisis mikrobiologi dapat
menjadi pedoman terapi.

C. PALPASI, PERKUSI REFLEKS TENDON DALAM RESPON LAIN

Tingkat reflek

Peringkat Deskripsi

4+ Hiperaktif(dengan klonus)

3+ Lebih cepat dari rata-rata,tidak perlu diangap abnormal

2+ Rata-rata,normal

1+ Berkurang, normal rendah

0 Tidak ada respon

Refleks peregangan , saat regangan dibuat oleh pukulan pada tendon otot. Ini adalah definisi
umum dari istilah tersebut. Contoh umum adalah refleks patela standar atau respons
spontan.  Tes refleks regangan digunakan untuk menentukan integritas sumsum tulang
belakang dan sistem saraf tepi, dan tes tersebut dapat digunakan untuk menentukan adanya
penyakit neuromuskuler. 

Perhatikan bahwa istilah " refleks tendon dalam " (DTR), karena mengacu pada refleks
peregangan otot (MSR), adalah keliru . "Tendon tidak ada hubungannya dengan respons,
selain bertanggung jawab untuk secara mekanis mentransmisikan regangan tiba-tiba dari
refleks palu ke spindel otot. Selain itu, beberapa otot dengan refleks regangan tidak memiliki
tendon (mis.," Jaw brengsek "dari masseter otot) " 

Refleks tendon Golgi , yang merupakan refleks dari ketegangan yang ekstensif pada
tendon; berfungsi untuk melindungi integritas muskuloskeletal. Reseptor sensorik untuk
refleks ini secara anatomis terletak jauh di dalam tendon. Ini sementara reseptor sensorik
untuk MSR sebenarnya berada di dalam otot yang tepat. Oleh karena itu, sebenarnya refleks
tendon Golgi yang bisa disebut sebagai DTR, bukan MSR.

Untuk menguji refleks, ketuk tendon . Pada individu yang sehat, intensitas di kedua sisi
sama. Ini berarti hubungan antara sumsum tulang belakang dan otot tidak rusak. 
Akar Saraf Tulang Belakang Utama yang Terlibat:
 Bisep (C5, C6)
 Brachioradialis (C6)
 Trisep (C7)
 Patela (L4)
 Achilles Tendon (S1)
Refleks tendon Golgi adalah respons terhadap ketegangan ekstensif pada tendon.  Ini
membantu menghindari kontraksi otot yang kuat yang dapat merobek tendon baik dari otot
atau tulang.  Dalam olahraga, gerakan cepat dapat merusak tendon sebelum refleks
terjadi.  Refleks tendon juga membantu menyebarkan beban kerja secara lebih merata ke
seluruh otot dengan mencegah "serabut otot yang terhubung dengan organ tendon yang
terlalu terstimulasi sehingga kontraksi mereka lebih sebanding dengan kontraksi otot lainnya"

Trenggalek, 07 Oktober 2020

VIA GESTI ARDIYANTI


REFERENSI:

https://www.honestdocs.id/penilaian-tingkat-kesadaran-berdasarkan-nilai-gcs#:~:text=Tingkat
%20kesadaran%20adalah%20ukuran%20dari,melakukannya%20dan%20menginterpretasikan
%20nilai%20GCS%3F
https://translate.google.com/translate?
u=https://en.wikipedia.org/wiki/Mental_status_examination&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev
=search

Anda mungkin juga menyukai