Anda di halaman 1dari 6

TAFSIR TARBAWI

TAFSIR AR-RAHMAN 3&4

Disusun Oleh :

Monesa Amalia 180101030715

Dosen :

Mardhiya Agustina S.Th.I, M.Pd.I

ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF ANTASARI

FACULTY OF TARBIYAH AND TEACHER

ENGLISH EDUCATION DEPARTMENT

BANJARMASIN

2020
A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi


manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya
pribadi manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan
dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses
pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia
selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan
masyarakat luas. Ketika menjadi pendidik yang baik dan sebagai panutan
Siswa dan Siswi atau Peserta didik maka kita harus mengetahui subjek
pendidikan yang baik dan memiliki kualitas yang tinggi, maka dengan
memahami Qur’an surat Ar-Rahman Ayat 3-4 kita sebagai calon pendidik
akan mengetahui sikap yang harus dimiliki seorang pendidik

B. Pembahasan
1. Ayat

2. Terjemahan

3. Dia menciptakan manusia.


4. Mengajarnya pandai berbicara.

3. Tafsir Ayat 3 dan 4

a. Tafsir Ayat 3

1) Tafsir Al-Misbah

Menurut Quraish Shihab Allah Ar-Rahman yang mengajarkan Al-


Qur‟an itu Dialah yang menciptakan manusia makhluk yang paling
membutuhkan tuntunan-Nya, sekaligus yang paling berpotensi
memanfaatkan tuntunan itu dan mengajarinya ekspresi yakni kemampuan
menjelaskan apa yang ada dalam benaknya, dengan berbagai cara utamanya
adalah becakap dengan baik dan benar. Kata Al-Insan pada ayat ini
mencakup semua jenis manusia, sejak Adam as hingga akhir zaman.1

2) Tafsir Al-Maragi

Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi bahwasannya Allahlah yang telah


menciptakan umat manusia ini dan mengajarinya mengungkapkan apa yang
terlintas dalam hatinya dan terbetik dalam sanubarinya. Sekiranya tidak
demikian, maka Nabi Muhammad SAW takkan dapat mengajarkan Al-


1
Shihab, Op. Cit. h. 278
Qur‟an kepada umatnya.2

b. Tafsir Ayat 4

1) Tafsir Al-Misbah

Menurut M. Quraish Shihab Kata Al-bayan pada mulanya berarti jelas.


Kata tersebut disini dipahami oleh thabathaba‟i dalam arti “Potensi
Mengungkap”, yakni kalam/ucapan yanng dengannya dapat terungkap apa
yang terdapat dalam benak.
Lebih lanjut, ulama ini menyatakan bahwa kalam bukan sekadar
mewujudkan suara, dengan menggunakan rongga dada, tali suara dan
kerongkongan. Bukan juga hanya dalam keanekaragaman suara yanng keluar
dari kerongkongan akibat perbedaan Makharij al- huruf (tempat-tempat
keluarnya huruf) dari mulud, tetapi juga Allah Yang Maha Esa menjadikan
manusia dengan mengilhaminya, mampu memaknai suara yang keluar itu,
yang dengannya dia dapat menghadirkan sesuatu dari alam nyata ini,
betapapun besar atau kecilnya, yang wujud atau tidak wujud, yang berkaitan
dengan masa lampau atau datang, juga menghadirkan dalam benaknya hal-
hal yang bersifat abstrak yanng dapat dijangkau oleh indranya. Itu semua
dihadirkan oleh manusia kepada pendengar dan ditampilkan ke indranya
seakan-akan pendengar itu melihatnya dengan mata kepala.
Disisi lain, kita tidak perlu menyatakan bahwa pengajaran Allah
melalui ilhamnya itu adalah pengajaran bahasa. Ia adalah penciptaan potensi
pada diri manusia dengan jalan menjadikannya tidak dapat hidup sendiri, atau
dengan kata lain menciptakannya sebagai mahluk sosial. Itulah yang
mendorong manusia untuk saling berhubungan dan ini pada gilirannya
melahirkan aneka suara yang disepakati bersama maknanya oleh satu
komunitas, dan aneka suara itulah yang merupakan bahasa mereka.

2) Tafsir Al-Maragi

Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi Manusia itu makhluk sosial


menurut tabiatnya, yang tak bisa hidup kecuali bermasyarakat dengan
sesamanya, maka haruslah ada bahasa yang digunakan untuk saling
memahamkan sesamanya, dan untuk menulis kepada sesamanya yang berada
di tempat-tempat jauh dan negeri-negeri seberang, disamping untuk
memelihara ilmu-ilmu orang terdahulu, supaya dapat diambil manfaatnya
oleh generasi berikut, dan supaya ilmu-ilmu itu dapat ditambah oleh generasi
mendatang atas hasil usaha yang diperoleh oleh generasi yang lalu. Ini adalah
nikmat ruhani terbesar yang takbisa ditandingi dengan nikmat lainnya dalam
kehidupan ini. Oleh karena itu, Allah SWT, Mendahulukan penyebutan atas
nikmat-nikmat lain yang akan disebutkan nanti.


2
Al-Maragi, Op. Cit., h. 188

4. Analisis Ayat Ketiga

Pada ayat ini Allah menyebutkan nikmat-Nya yang lain yaitu penciptaan
manusia. Nikmat itu merupakan landasan nikmat-nikmat yang lain. Sesudah
Allah menyatakan nikmat mengajarkan Al-Qur‟an pada ayat yang lalu, maka
pada ayat ini Dia menciptakan jenis Makhluk-Nya yang terbaik yaitu manusia
dan diajari-Nya pandai mengutarakan apa yang tergores dalam hatinya dan apa
yang terpikir dalam otaknya, karena kemampuan berpikir dalam otaknya,
karena kemampuan berpikir dan berbicara itulah Al-Qur‟an bisa diajarkan
kepada umat manusia.3
Tujuan Allah mengadakan dan menghidupkan manusia di muka bumi
ini adalah agar manusia mengabdi kepada Allah dengan kata lain tujuan
hidup manusia adalah menjadi pengabdi Allah.4
Tujuan ini merupakan tujuan tertinggi di dalam pendidikan dalam
Islam. 5 Bahwasannya Allah menciptakan manusia dimuka bumi ini untuk
beribadah kepada Allah, untuk menjalankan semua perintah Allah dan
meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah, selain itu untuk menjadi
Khalifah dimuka bumi. Manusia diciptakan oleh Allah dengan berbagai
macam potensi yanng dimilliki olehnya. Dengan demikian, manusia pada
mulanya sudah memiliki potensi dasar, namun belum dikembangkan. Seiring
pada kehidupannya, ia butuh pengembangan potensi tersebut sebagai sarana
untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

5. Analisis Ayat Keempat

Manusia adalah makhluk yang berbudaya, tidak dapat hidup kecuali


dengan berjamaah, maka haruslah ada alat komunikasi yang dapat
menghubungkan antara dia dan saudaranya yang menulis kepadanya dari
penjuru dunia yang jauh dan dari benua-benua serta dapat memelihara ilmu-
ilmu terdahulu untuk dimanfaatkan oleh orang-orang kemudian dan
menambah kekurangan –kekurangan yang terdapat dari orang-orang terdahulu.
Ini adalah suatu anugerah rohaniah yang sangat tinggi nilainya dan tidak
ada bandingannya dalam hidup, dari itu nikmat ini didahulukan sebutannya
dari nikmat-nikmat lainnya.
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Ia dijadikan-Nya
tegak, sehingga tangannya lepas. Dengan tangan yang lepas, otak bebas
berpikir, dan tangan dapat merealisasikan apa yang dipikirkna oleh otak. Otak
menghasilkan ilmu pengetahuan, dan tangan menghasilkan teknologi. Ilmu
dan tteknologi adalah peradaban, dengan demikian hanya manusia yang
memiliki peradaban.
Kemampuan berbicara merupakan potensi dasar kemanusiaan yang
dapat membedakannya dengan jenis makhluk lainnya yang juga membutuhkan

3
Moh roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan
masyarakat, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 45
4
135Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, untuk Falkutas Tarbiyah Komponen
MKK, (Bandunng: Pustaka Setia, 1998), h. 66
5
136Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analia Psikologi, Filsafat dan Pendidikan,
(Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), h. 57

makan, minum, dan berkembang baik, dan juga membutuhkan materi untuk
mempertahankan hidup. Kemampuan berbicara ini yang membedakan
manusia dari jenis makhluk lainnya, maka sesungguhnya kemampuan
berbicara merupakan kemampuan dasar dalam berkomunikasi dengan
masyarakat luas. Bila diperhatikan, ucapan manusia memiliki nilai untuk
menjelaskan, aktivitas mendengarkannya bernilai untuk memahami dan
mencerna sesuatu, sedang aktivitas melihatnya bernilai untuk membedakan.
Ke tiga proses tersebut merupakan serangkaian cara manusia untuk berpikir,
sehingga ia dapat menuangkan pikirannya dengan cara berbicara.
Penjelasan al-Bayan kaitannya dengan proses pendidikan adalah
seorang pendidik apapun pelajaran yang hendak disampaikan, maka
sampaikanlah dengan jelas dan rinci, sampai pada tahap anak didiknya benar-
benar paham. Dalam memahamkan anak didiknya, selain pendidik menguasai
materi dengan baik, ia harus memiliki kecakapan berinteraksi dalam
penyampaian materi yang diajarkan.
Allamahul Bayan mengajarkan dengan jelas. Ayat ini kaitanya dengan
proses pendidikan adalah seorang guru apapun pelajaran yang disampaikan,
sampaikanlah dengan sejelas-jelasnya, sampai pada tahap seorang siswa
benar- benar paham jangan sampai seorang siswa belum betul-betul paham
pada materi yang diajarkan sudah pindah kemateri yang lain. banyak kasus di
negeri ini, demi mengejar target pencapaian kurikulum, prinsip memberi
kepahaman diabaikan, efeknya adalah sangat fatal karena siswa yang diajar
belum benar- benar menguasai materi yang diberikan oleh pendidiknya.
Ketika sedang belajar rasulullah SAW beliau berbicara dengan
gamblang, jelas, rinci, teratur, sehingga terdengar jelas dan mudah diulangi
jika diinginkan. Hal ini penting, mereka akan meriwayatkan (menyampaikan)
setiap ucapannya kepada orang lain, sehingga tidak boleh ada keraguan dan
ketidak jelasan sedikitpun.
Seorang pendidik harus mempunyai bahasa yang baik dan menggunakan
sebaik mungkin, sehingga dengan bahasa itu anak tertarik kepada
pelajarannya. Dan dengan bahasanya itu dapat menimbulkan perasaan yang
halus dengan anak.

C. Penutup

Setelah kita mempelajari Surat Ar-Rahman Ayat 3&4 kita dapat


mengambil beberapa pelajaran yang terdapat dalam surat itu, dimana Allah itu
Sebagai pendidik pertama dimuka bumi dan alam semesta ini.
Dalam surat ar-Rahman ayat 3&4 kita diajarkan menjadi sebagai
seorang pendidik yang sebenarnya, yang harus memilik sifat rahman kasih
syang, dan sebagai seorang pendidik kita harus mengajarkan apaun dengan
sejelas-jelasnya, seperti ayat ke 4 dalam surat ar-Raham yang berbunyi ُ‫َﻋﻠﱠ َﻤﮫ‬
َ‫ا ْﻟﺒَﯿَﺎن‬.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maragi, Op. Cit., h. 188

Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, untuk Falkutas Tarbiyah
Komponen MKK, (Bandunng: Pustaka Setia, 1998), h. 66

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analia Psikologi, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), h. 57

Moh roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,


Keluarga dan masyarakat, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 45

Mustofa, A., & Saifulloh, R. (2017). Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 1-4: Karakteristik
Guru. qolamuna: Jurnal studi islam, 3(1), 79-100.

Anda mungkin juga menyukai