Anda di halaman 1dari 7

SURAH AL-ANKABUT AYAT 19

MATA KULIAH TAFSIR TARBAWI

Dosen Pengampu:

Mardhiya Agustina, S.Th.I, M.Pd.I

Disusun Oleh:

Nur Fajrina (180101030751)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

2020

a
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak manusia didunia ini yang mengingkari allah dan mengingkari semua
ciptaannya. Padahal manusia setiap hari telah melihat panorama semesta dan fenomena-
fenomena yang selalu ada dan pernah hilang dari pandangannya. Namun keseriusannya
telah hilang karena sudah biasa melihatnya dan juga sering terulang.

Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tafsir surat al- ankabut ayat
19 ini. Pada ayat 19, manusia disuruh merenungkan segala yang terjadi dialam semesta
ini, mulai dari permulaan penciptaan sampai penciptaan tersebut terulang-ulang. Al-
qur’an menjadikan alam semesta sebagai media pemaparan ayat- ayat keimanan dan
petunjuknya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa isi ayat dan terjemah surah Al – Ankabut ayat 19 ?


2. Bagaimana penafsiran dari surah Al – Ankabut ayat 19 ?
3. Bagaimana analisis implikasi surah Al – Ankabut ayat 19 dengan pendidikan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui isi ayat dan terjemah dari surah Al – Ankabut ayat 19
2. Untuk mengetahui penafsiran dari surah Al – Ankabut ayat 19
3. Untuk mengetahui analisis implikasi surah Al – Ankabut ayat 19 dengan
pendidikan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Surah Al- Ankabut ayat 19 dan Terjemahan

َ
ٞ ‫ٱّللِ يَس‬ ََ َ َ َ َ ۡ َُ ُ ُۡ ََۡ ْۡ ََ َۡ ََ
ُ ‫خ ۡل َق ُث َم يُ ِع‬
﴾٩١ ‫ِير‬ ‫يدهُ ۚٓۥ إِن ذَٰل ِك على‬ ‫﴿أو لم يروا كيف يبدِئ ٱّلل ٱل‬
Terjemah :
19. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia)
dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah.

ۡ َ ۡ َُ ‫ٱ‬ ُ َ َ ْۡ ََ َ َ
‫ٱلخل َق‬ ‫ّلل‬ ‫ُي ۡبدِئ‬ ‫ك ۡيف‬ ‫يروا‬ ‫أ َو ل ۡم‬
makhluk Allah memulai bagaimana mereka ataukah
menciptakan memperhatikan tidak
َ َ َ َ َ َُ
ِ‫ٱّلل‬ ‫َعلى‬ ‫ذَٰل ِك‬ ‫إِن‬ ُ ‫يُع‬
‫ِيدهُ ۚٓۥ‬ ‫ثم‬
Allah atas/bagi demikian itu sesungguhnya Dia kemudian
mengulanginya
ٞ ‫يَس‬
‫ِير‬
mudah

B. Tafsir surah Al- Ankabut ayat 19


1. Tafsir Al- Mishbah

Kata (‫ ) يروا‬yarau terambil dari kata (‫ ) رأى‬ra’a yang dapat berarti melihat dengan
mata kepala atau mata hati/memikirkan atau memperhatikan.Kejadian manusia dan
kematiannya atau munculnya tumbuhan dan layunya, dapat terlihat sehari-hari dengan
mata kepala manusia. Demikian juga ia dapat dipikiran dan direnungkan oleh siapa pun,
walau tidak melihatnya dengan mata kepala.

Allah Yang memulai penciptaan dipahami dalam arti “Dia Yang menciptakan
segala sesuatu pertama kali dan tanpa contoh sebelumnya.” Ini mengandung arti bahwa
Allah ada sebelum adanya sesuatu. Dia yang mencipta dari tiada, maka wujudlah segala
sesuatu yang dikehendaki-Nya.

Ayat yang ditafsirkan bagaikan menyatakan: Sebenarnya menciptakan pertama


kali, sama saja bagi Allah dengan menghidupkan kembali. Keduanya adalah memberi
wujud kepada sesuatu. Kalau pada penciptaan pertama yang wujud belum pernah ada,

2
dan ternyata dapat wujud, maka penciptaan kedua juga memberi wujud dan ini dalam
logika manusia tentu lebih mudah serta lebih logis daripada penciptaan pertama itu.1

2. Tafsir fii zhilalil – qur’an

Manusia melihat seluruh ciptaan Allah seperti pertumbuhan pohon atau


perkembangbiakan hewan dan segala sesuatu yang tidak ada dan kemudian ada. Semua
itu tidak dapat dilakukan oleh seluruh manusia,sendirian maupun bersamaan,untuk
menciptakannya atau mengklaim bahwa mereka menciptakannya! Rahasia kehidupan itu
sendiri sudah merupakan mukjizat yang ada dan yang terus ada.

“ sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alllah “. Dalam ciptaan
Allah tidak ada sesuatu yang sulit baginya. Namun, dia mengukur bagi manusia dengan
ukuran – ukuran mereka. Karena mengulang itu lebih mudah daripada memulai dalam
pandangan mereka. Sementara dalam ukuran kekuasaan Allah, memulai itu seperti
mengulang dan mengulang itu seperti memulai, keduanya sama saja. Karena Dia cukup
mengarahkan kehendak-Nya dan memberi perintah, “jadilah! “. Maka jadilah.

Kemudian mengajak mereka untuk berjalan dibumi dan memperhatikan ciptaan


Allah dan tanda – tanda kekuasaaan-Nya dalam ciptaan-Nya, baik dalam bentuk benda
mati maupun makhluk hidup. 2

3. Tafsir Ibnu Athiyyah dalam Al-Muharrrar Al Wajiz

Kata (‫ ) يروا‬terambil dari kata (‫ ) رأى‬yang dapat berarti melihat dengan mata
kepala atau mata hati/memikirkan atau memperhatikan, maka jawaban dari keraguan
atas hari kebangkitan tersebut jawabannya adalah melihat, memperhatikan dan
merenungkan tentang penciptaan. Maksudnya adalah, apakah mereka tidak
memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan, Dia ciptakan dari bayi, kemudian
anak-anak, kemudian remaja, kemudian dewasa atau tua renta. Lafazh tersebut berasal
dari yang abdaa wa a’ada dan badaa wa’aada artinya memulai, kemudian
mengulanginya. Dua bentuk kalimat yang bermakna sama. Tsumma yu‟iiduh yang
artinya Kemudian mengulanginya (kembali), maksudnya adalah, kemudian Allah
mengulanginya setelah hancur binasa, sebagaimana Dia memulainya pertama kali. Dia
ciptakan sebagai makhluk yang baru. Semua itu tidak sulit bagi Allah. Bisyr
menceritakan kepada kami, ia bekata: Sa‟id menceritakan kepada kami dari Qatadah,
tentang ayat yang berbunyi awa lam yaraw kayfa yubdi-u allaahu alkhalqa tsumma
yu‟iiduhu yang artinya dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali), ia
berkata, “maksudnya adalah, dengan membangkitkan mereka setelah kematian mereka.

1
Quraish shihab,Tafsir Al- Mishbah,( Jakarta: Lentera Hati,2002 ),Hal 464.
2
Syekh asy-syahid Sayyid Quth, Tafsir fii zhilalil qur-an, ( Jakarta : Gema insani press, 2003 ) , Hal 97
3
Inna dzaalika alaa allaahi yasiirun yang artinya Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.”3

C. Analisis implikasi surah Al – Ankabut ayat 19 dengan pendidikan

Dalam surah Al- Ankabut ayat 19 menyebutkan, Allah adalah pendidik yang
memberitahukan bahwa diciptakan manusia dari permulaan kemudian mengulangimya
(kembali). Yang mana kaitannya dengan pendidikan adalah Allah memberikan
pendidikan kepada manusia melalui proses kehidupan yang mana pembelajaran
kehidupan terjadi dari kita lahir hingga ke liang lahat.
Dalam dunia pendidikan guru haruslah mendidik bukan hanya menyampaikan
materi saja seperti pada ayat di atas adalah pengarahan Allah untuk melakukan riset
tentang asal usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti. Dan sebagai peserta
didik bukan hanya bermain bermain saja akan tetapi mengutamakan diri kita untuk
mencari ilmu. Karena perjuangan mencari ilmu pengetahuan merupakan tugas atau
kewajiban bagi setiap muslim baik bagi laki-laki maupun wanita. Dengan demikian,
para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid dipandang sebagai
orang-orang terpilih dalam masyarakat yang telah termotivasi secara kuat oleh agama
untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan mereka.4

3
Prasetyo Rumondor, “Urgensi Belajar Mengajar (Studi Surah AL-Ankabut Ayat 19-20)” , Jurnal Pendidikan (
2017 ).
4
Ibid
4
BAB III

KESIMPULAN

Sebagai makhluk yang berakal, terkhusus kita sebagai umat islam diperintahkan untuk
menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas selama kita masih hidup di alam semesta ini.
Islam telah mengatur bagaimana seharusnya sikap seorang pendidik dalam mendidik peserta
didiknya, diantaranya telah dijelaskan Al-Qur’an dalam surah Al-Ankabuut ayat 19 yang mana
isinya adalah Allah mengajarkan bahwa manusia diciptakan dari permulaan lalu mengulanginya,
Dan sesunggunya itu mudah bagi-Nya. Itulah hikmah dalam surah al-Ankabuut ayat 19 bahwa
bagaimana seharusnya sikap kita sebagai guru yaitu dengan mendidik dengan sebaik- baiknya
bukan hanya memberikan materi dan kita peserta didik kita harus mengutamakan tugas kita
selama di dunia yaitu mencari ilmu.

5
DAFTAR PUSTAKA

Quth, S. a.-s. ( 2003). Tafsir fii zhilalil qur-an. Jakarta : Gema insani press.

Rumondor, P. (2017 ). URGENSI BELAJAR MENGAJAR (STUDI SURAH AL-ANKABUUT


AYAT 19-20). Jurnal Pendidikan .

Shihab, M. (2002). Tafsir Al- Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.

Anda mungkin juga menyukai