Anda di halaman 1dari 4

1. Jelaskan ciri-ciri dan model-model dari sistem!

Ciri-ciri sistem adalah sebagai berikut.


1. Sistem mempunyai Komponen
Komponen-komponen sistem biasanya berupa subsistem baik berupa fisik maupun abstrak.
2. Komponen Sistem harus Terintegrasi
Dalam melakukan pekerjaannya, komponen-komponen dalam sistem harus saling
terintegrasi satu sama lain. Sebagai ilustrasi sistem X memiliki 3 subsistem, di mana
subsistem 1 harus berhubungan dengan subsistem 2 dan 3, sedangkan subsistem 2
berhubungan dengan subsistem 1 dan 3, dan subsistem 3 berhubungan dengan subsistem 1
dan 2.
3. Sistem mempunyai Batasan Sistem
Batas sistem biasanya digunakan untuk menilai kompleksitas sebuah sistem. Semakin sedikit
batas sistem maka semakin kompleks system tersebut, dan sebaliknya semakin luas batas
sistem maka kompleksitas sistem tersebut akan semakin sempit. Sistem mempunyai Tujuan
Sistem yang Jelas Tujuan sistem harus fokus, karena tujuan sistem akan mempengaruhi
batasan, komponen-komponen sistem, dan hubungan kerja dari sistem tersebut.
4. Sistem mempunyai Lingkungan
Lingkungan sistem dapat dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan luar sistem (external) dan
lingkungan dalam sistem (internal).
5. Sistem mempunyai Input, Proses, Output
Untuk mencapai tujuannya, sistem memerlukan inputan dari pengguna sistem. Inputan
tersebut akan dijadikan parameter sebagai bahan baku untuk pengolahan data. Setelah sistem
menerima inputan dari user maka sistem akan memproses data tersebut sesuai dengan
perintah ataupun program yang sudah ditanamkan dalam sistem. Kemudian sistem akan
memberikan output dari hasil pengolahan data yang sudah diinputkan.

Sedangkan model-model system sebagai berikut.


1. Model phisik, penggambaran entitas dalam bentuk tiga dimensi.
2. Model naratif, penggambaran entitas dalam bentuk lisan atau tulisan. Pendengar atau
pembaca dapat memahami entitas dari narasi atau cerita.
3. Model grafik, penggambaran suatu entitas dalam bentuk simbol, garis, atau bentuk lainnya.
4. Model matematika, penggambaran suatu entitas dalam bentuk persamaan atau formula
matematik.

2. Gambarkan dan jelaskan hubungan antara sistem dengan lingkungan internal maupun
dengan lingkungan ekternalnya!
Lingkungan sistem dapat dibagi menjadi dua, yaitulingkungan luar sistem (external) dan
lingkungan dalamsistem (internal). Di mana lingkungan luar sistem adalah lingkungan di luar
batas-batas sistem, sedangkan lingkungan dalam sistem adalah lingkungan yang mewadahi
komponen-komponen (subsistem) yang ada dalam sistem. Sistem mempunyai lingkungan luar
sistem (external), dimana pada lingkungan ini sistem akan berinteraksi dengan sistem lain yang
berada diluar batas sistem, misalnya sistem X dapat berinteraksi dengan sistem Y atau sistem Z.
sedangkan untuk lingkungan dalam sistem (internal) adalah lingkungan di mana komponen-
komponen saling berinteraksi.
3. Jelaskan bagaimana hubungan sistem informasi akuntansi dan sistem informasi
manajemen!
Sistem informasi manajemen berkepentingan dengan penyediaan informasi yang menyeluruh
dan terintegrasi untuk membantu pengambilan keputusan bagi berbagai tingkatan manajemen
dalam suatu organisasi atau perusahaan. Ditinjau dari hal tersebut, maka sistem informasi
akuntansi merupakan subsistem dari sistem informasi manajemen.Setiap sistem informasi
akuntansi akan melaksanakan lima fungsi utamanya yaitu :
a. Mengumpulkan dan menyimpan data dari semua aktivitas dan transaksi perusahaan
b. Memproses data menjadi informasi yang berguna pihak manajemen.
c. Memanajemen data-data yang ada kedalam kelompok-kelompok yang sudah ditetapkan oleh
perusahaan.
d. Mengendalikan kontrol data yang cukup sehingga aset dari suatu organisasi atau perusahaan
terjaga.

Penghasil informasi yang menyediakan informasi yang cukup bagi pihak manajemen untuk
melakukan perencanaan, mengeksekusi perencanaan dan mengkontrol aktivitas.

4. Jelaskan bagaimana cara pengambilan keputusan dalam sistem informasi akuntansi!


Kata-kata “sistem” dan “organisasi” tak pernah lekang dari kata “informasi”, terutama ketika
para peneliti teori sistem berhasil mengidentifikasi satu unsur penting lainnya, yaitu
“pengambilan keputusan” (decision making). Saat ini, semua orang yang mempelajari organisasi
dan manajemen sudah mahfum bahwa sekumpulan manusia dapat bekerjasama dan mencapai
sebuah tujuan jika ada tata-kelola dalam soal pengambilan keputusan. Tanpa pengambilan
keputusan, sebuah organisasi kehilangan arah dan akhirnya bubar.
Menarik untuk diketahui, kalau kita “mengambil keputusan” maka sebenarnya kita melalukan
proyeksi dan mengandaikan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi. Pengambilan keputusan selalu
terjadi sebelum kita melakukan aksi atau aktivitas tertentu. Dengan kata lain, pengambilan
keputusan selalu mendahului “kejadian” (events). Selain itu, kalau kita “mengambil keputusan”
dalam sebuah organisasi maka ada prasyarat kebersamaan di dalamnya. Setiap keputusan yang
diambil dalam sebuah organisasi biasanya berlaku untuk semua orang. Memang, ada keputusan
yang diambil oleh satu orang, ada keputusan yang diambil oleh lebih dari satu orang, dan bahkan
oleh jutaan orang sekaligus (misalnya, keputusan untuk memilih SBY sebagai presiden). Siapa
pun dan apa pun keputusannya, orang lain diharapkan mengikuti keputusan itu.
Lebih menarik lagi untuk diketahui, sebagai sebuah proyeksi yang mengandung dugaan tentang
sesuatu yang akan terjadi, maka setiap keputusan memerlukan “bahan mentah” atau “masukan”
berupa informasi.
Setiap pengambil keputusan memerlukan gambaran tentang apa saja yang sudah terjadi untuk
membayangkan apa yang akan terjadi setelah keputusan diambil.
Dalam kehidupan berorganisasi, setiap pengambilan keputusan berdasarkan pada keadaan yang
terjadi di dalam (internal) maupun di luar (eksternal) organisasi. Itu sebabnya, pengambilan
keputusan langsung berkaitan dengan pengelolaan informasi. Setiap organisasi selalu melakukan
pengambilan keputusan, dan selalu mengelola informasi untuk membantu pengambilan
keputusan. Organisasi besar (misalnya sebuah negara) maupun organisasi mini (misalnya sebuah
warung di pinggir jalan) memerlukan pengambilan keputusan dan pengelolaan informasi.
Persoalan pengelolaan informasi untuk pengambilan keputusan di sebuah organisasi inilah yang
jadi objek kajian kita. Salah satu teori yang dapat kita pakai untuk penelitian tentang objek kajian
ini datang dari O’Reilly (1982, 1983). Secara khusus, O’Reilly mengajak kita memeriksa
kemampuan manusia mengelola informasi (human information processing capacity) dalam
konteks kehidupan berorganisasi.
Ia mengaitkan kemampuan ini dengan perilaku informasi dan komunikasi, jenis informasi yang
digunakan, dan peran informasi tersebut dalam pengambilan keputusan. Dalam asumsi dasarnya,
O’Reilly melihat pengambilan keputusan sebagai salah satu wujud dari aplikasi informasi.
Artinya, dalam keadaan aslinya “informasi” adalah sesuatu yang hanya berupa potensi. Kalau
sebuah organisasi ingin mewujudkan potensi ini, salah satu caranya adalah dengan mengubah
informasi menjadi keputusan.
Dalam pembahasannya, O’Reilly juga mempersoalkan “relevansi” informasi yang akan dijadikan
masukan bagi pengambilan keputusan. Maksudnya, setiap pengambilan keputusan didahului oleh
sebuah upaya mencari dan menemukan informasi yang relevan.
Itu sebabnya, pengambilan keputusan langsung berkaitan dengan perilaku informasi
(information behavior). Ketika kita meletakkan semua ini dalam konteks kehidupan organisasi,
maka terlihatlah kompleksitas yang amat menarik untuk dikaji.
Salah satu aspek yang menjadi pusat perhatian O’Reilly adalah kaitan antara perilaku informasi
dan hubungan kekuasaan (power relations) di dalam sebuah organisasi. Menurut teorinya,
informasi yang akan dipakai sebagai bahan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh hal-hal
berikut:
1. Kekuasaan si pemberi informasi (atau si sumber informasi) atas si pengambil keputusan.
Semakin berkuasa pihak yang memberi informasi, semakin mungkin informasi itu digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan. Ini kedengarannya lumrah banget. Informasi dari big
boss sudah pasti diprioritaskan oleh semua bawahan yang berwenang mengambil keputusan.
Kalau si pengambil keputusan itu sendiri adalah seorang big boss, mungkin dia akan mencari
orang tertentu yang dianggapnya lebih berkuasa, walau orang ini berada di luar organisasi.
Banyak big boss yang punya “dukun” untuk membantunya mengambil keputusan
2. Relevansi informasi terhadap tugas yang harus dilakukan seorang pengambil keputusan. Ini
juga lumrah. Seorang pengambil keputusan akan mendahulukan informasi yang relevan untuk
tugas-tugasnya terlebih dahulu, baru mempertimbangkan informasi yang relevan untuk tugas
orang lain.
3. Kaitan antara informasi dengan sistem insentif dan dis-insentif. Secara bercanda, kita bisa
mengatakan bahwa informasi yang menguntungkan kedudukan seseorang pasti lebih
diprioritaskan, apalagi kalau informasi itu tidak menguntungkan bagi saingan di kantor .
4. Kontribusi informasi terhadap tindakan yang akan menimbulkan imbalan positif. Berkaitan
dengan butir 3 di atas, setiap pengambil keputusan akan mendahulukan informasi yang
menurutnya akan menghasilkan reaksi positif dari rekan-rekan sesama kantor, apalagi kalau
hasilnya menimbulkan pujian kepada si pengambil keputusan.
5. Kontribusi informasi bagi keuntungan pribadi. Masih berkaitan dengan butir 3 dan 4, setiap
orang di semua lapisan organisasi pasti memikirkan keuntungan pribadi, dan jika ada informasi
yang nantinya akan menguntungkan secara pribadi, maka informasi itulah yang jadi prioritas
untuk dijadikan landasan pengambilan keputusan.
6. Kaitan antara informasi dengan potensi konflik. Berkaitan dengan butir 4, semakin sedikit
konflik yang ditimbulkan oleh sebuah informasi, semakin mungkin informasi itu digunakan
dalam pengambilan keputusan. Pada dasarnya O’Reilly beranggapan bahwa anggota-anggota
sebuah organisasi cenderung menghindari konflik.
7. Kemudahan penggunaan informasi, dilihat dari segi kepampatan (compact) dan kejelasan.
Tentu saja, semakin mudah sebuah informasi dicerna, semakin mungkin informasi itu dipilih
untuk mengambil keputusan.
8. Hubungan antara pemberi informasi dan pengguna informasi, khususnya jika informasi ini
bersifat lisan. Dalam situasi yang sesungguhnya, menurut O’Reilly banyak sekali pengambilan
keputusan yang dilakukan berdasarkan informasi lisan dari orang-orang yang dianggap “dekat”.
9. Keterpercayaan. Berkaitan dengan butir 8, seorang pengambil keputusan akan cenderung
menggunakan informasi dari “sumber-sumber yang dapat dipercaya”. Seringkali, pertimbangan
ini bersifat subjektif, walau juga dipengaruhi oleh pengalaman dan situasi hubungan inter-
personal di dalam sebuah organisasi.

5. Apabila ada 7 buah subsistem yang masing-masing berjalan atau berfungsi dengan baik.
Ketujuh subsistem tersebut merupakan komponen dari sistem X. Apakah karena ketujuh
buah subsistem berfungsi dengan baik, maka sistem X pun akan berfungsi dengan baik?
Coba Anda jelaskan!
Pernyataan ini belum tentu benar, karena walaupun ketujuh subsistem berjalan dengan baik, tapi
tanpa disertai hubungan sistem yang baik antar sistem dan pengaruh lingkungan sistem yang
buruk maka tidak akan menghasilkan sistem yang berfungsi dengan baik. Hubungan antar sistem
sangat berpengaruh terhadap hasil dari fungsi sub sistem masing-masing.

Sumber Referensi :
1. BMP EKSI4312/MODUL 1 Sistem Informasi Akuntansi
2. http://ariefmuliadi30.blogspot.com/2014/05/pengambilan-keputusan-dalam.html
3. http://mimieconomy.blogspot.com/2015/06/hubungan-sistem-akuntansi-dengan-
sistem.html

Anda mungkin juga menyukai