Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

OKSIGENASI

Disusun Oleh :

SHAFA WIMALA (151911913056)

3B LAMONGAN

PROGRAM STUDY DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2020/2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh gangguan pemenuhan kebutuhan


oksigenasi masih menduduki peringkat tertinggi sebagai penyebab utama naiknya angka
morbiditas dan mortalitas. Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan dasar fisiologis
manusia. Pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan komponen yang paling penting
karena bertujuan untuk menjaga kelangsungan proses metabolisme sel dalam tubuh,
mempertahankan kehidupannya, dan melakukan aktivitas bagi organ dan sel (Iqbal,
2008).

Oksigen sangat dibutuhkan oleh tubuh dan harus selalu dipenuhi dengan segera.
Tanpa adanya oksigen yang cukup, sel dalam tubuh akan mengalami kerusakan bahkan
kematian. Sebagai contoh organ otak. Otak adalah suatu organ yang sensitive akan
kurangnya oksigen. Otak mampu menoleransi kurangnya oksigen dalam jangka waktu
tiga sampai lima menit. Apabila lebih dari itu, sel otak akan mengalami kerusakan secara
permanen (Haswita & Sulistyowati, 2017).

Kurangnya oksigen dalam tubuh juga dapat menyebabkan penurunan berat badan.
Tubuh akan sulit berkonsentrasi karena proses metabolism terganggu akibat kurangnya
suplai oksigen dalam darah yang akan mengedarkan makanan ke seluruh tubuh,
akibatnya nafsu makan berkurang dan berat badan mengalami penurunan. Hal ini
membuktikan bahwa oksigen berperan penting dalam proses metabolism dan
kelangsungan hidup manusia (Iqbal, 2008).

Ada beberapa proses fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi, salah satunya


adalah ileus paralitik dengan post operasi laparatomi yang membutuhkan bedrest dalam
jangka waktu minimal 6 jam, ditambah dengan nyeri post operasi dengan skala 3 yang
semakin membatasi geraknya. Imobilisasi yang cukup lama inilah yang merupakan faktor
pencetus menumpuknya sekret di jalan nafas pasien(Potter & Perry, 2010).
Masalah keperawatan yang sering muncul dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi yaitu gangguan pertukaran gas, ketidakefektifan pola nafas, dan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Nanda, 2015). Dari beberapa masalah keperawatan
tersebut, ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan masalah paling urgent yang
harus segera mendapatkan penanganan karena bisa mengancam nyawa (Mancini & Gale,
2011).

Sumbatan pada jalan nafas merupakan salah satu gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan oksigen asi yang menduduki peringkat pertama pemicu kematian terbesar
yang masih dapat diatasi dengan berbagai cara. Penolong harus bisa menganalisis gejala
dan tanda adanya sumbatan jalan nafas dan mampu memberikan pertolongan segera
dengan atau tanpa alat bantuan (Mancini & Gale, 2011).

Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidak efektifan


bersihan jalan nafas antara lain adalah dengan melakukan suction, mengajarkan batuk
efektif, melakukan fisioterapi dada, dan lain sebagainya (Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Wagner, 2016).

Namun pada studi kasus ini penulis melakukan fisioterapi dada dengan melihat
keadaan pasien yang tidak bisa melakukan batuk efektif dikarenakan terdapat luka post
operasi laparatomi hari ke IV, terpasang kantong kolostomi, terdapat suara nafas
tambahan ronchi pada paru sebelah kiri atas dengan frekuensi pernafasan 30x/menit.
Indikasi dilakukannya fisioterapi dada secara umum adalah pada pasien dengan sumbatan
jalan nafas, terutama sekret (Hidayat & Uliyah, 2013).

Menurut Potter dan Perry (2010) dalam buku Fundamental of Nursing,


menyatakan bahwa fisioterapi dada adalah suatu bentuk terapi yang digunakan untuk
memobilisasi sekret pulmonal. Terapi tersebut meliputi postural drainase, perkusi dan
vibrasi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sevgi Ozalevli, dkk tahun (2009)
tentang “the effect of in patient chest physiotherapy in lung cancer patients” bahwa
fisioterapi dada dengan latihan relaksasi yang efektif dapat mengurangi beban kerja otot
pernafasan dengan mengurangi gejala seperti sesak nafas dan nyeri dan membantu
mengeluarkan sekret. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan penulis, kondisi pasien
atas nama Tn. K dengan post operasi laparatomi hari ke IV yang terpasang selang
drainase dan kantong kolostomi,penulis telah melakukan fisioterapi dada pada pasien
tersebut, tetapi produksi sekret yang keluar belum maksimal. Berdasarkan penjelasan di
atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Fisioterapi
Dada dalam Mengatasi Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas” pada Tn. K dengan Ileus
Paralitik Post op Relaparatomy di Ruang Baitussalam 1 RSI Sultan Agung Semarang.

2. Tujuan
a. Penulis mampu mendeskripsikan problem keperawatan beupa gangguan oksigenasi
b. Penulis mampu mendeskripsikan prosedur tindakan oksigenasi
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan


Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea, karina,
bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis,
bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus,
dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2
lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal
yang membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique membagi lobus
media dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus
superior dan lobus inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis
(luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum
pleura).
A. Sistem pernapasan Atas
a. Hidung
Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan, humidifikasi
dan penghangatan.
b. Faring
Faring merupakan saluran yang terbagi dua, untuk udara dan makanan. Faring
terdiri atas nasoraing dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi
menangkap dan menghancurkan kuman patogenyang masuk bersama udara.
c. Laring
Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang biasa disebut jakun.
Selain berperan dalam menghasilkan suara, laring berfungsi mempertahankan
kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas bawah dari air dan makanan yang
masuk.
B. Sistem Pernapasan Bawah
a. Trakea
Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam paru, bronkus
utama terbagi menjadi bronku-bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus
terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon brokus.
b. Paru-paru
Terdapat 2 buah, terletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-masing paru terdiri atas
beberapa lobus (patu kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh 1 bronkus.
Jaringan paru sendiri terdiri atas serangkaian jalan napsa yang bercababg-cabang, yaitu
alveolus, pembuluh darah paru dan jaringan ikat elastis. Permukaan luar paru dilapisi
oleh kantong tertutuup berdinding ganda yang disebut pleura. Pleura parietal
membatasi toraks dan permukaan diafragma, sedangkan pleura viseral membatasi
permukaan luar paru. Di antara ertutuup berdinding ganda yang disebut pleura. Pleura
parietal membatasi toraks dan permukaan diafragma, sedangkan pleura viseral
membatasi permukaan luar paru. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah friksi selama gerakan
bernapas.
2. Respon fisiologi terkait dengan kekurangan oksigen
A. Pernapasan Eksternal
Pernapasan ekstrenal ( pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan pertukaran
O₂ dan CO₂ antara lingungan ekstrenal dan sel tubuh. Secara umum, proses ini
berlangsung dalam langkah, yakni ventilasi pulmoner, pertukaran gas alveolar, serta
transpor oksigen dan karbondioksida.

a. Ventilasi
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi sehingga
terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas yang bersih, sistem saraf pusat dan
sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan
berkontraksi dengan baik, serta komplian paru yang adekuat.
b. Pertukaran Gas di alvoli
Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul
dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan
rendah. Proses ini berlangsung di alveollus dan membran kapiler dan dipengaruhi oleh
ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.
c. Transport Oksigen
Tahap ketiga pada proses pernafasan adalah transport gas-gas pernafasan pada proses
ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbondioksida diangkut dari
jaringan kembali menuju paru.
• Transport O2
Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru. Normalnya,
sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan Hb dan diangkut
keseluruh jaringan dalam bentuk oksihemmoglobin (HbO₂), dan sisanya terlarut
dalam plasma. Proses ini dipengaruhi oleh ventilasi (jumlah oksigen yang
masuk dalam ke paru) dan perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan). Kapasitas
darah yang membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O₂ dalam plasma,
jumlah hemoglobin dan ikatan oksigenasi dengan hemoglobin.
• Transport CO 2
Karbondioksida sebagai hasil metabolisme sel terus menerus produksi dan
diangkut menuju paru dalam 3 cara:
a. Sebagian besar karbondioksida (70%) diangkut dalam sel darah merah dalam
bentuk bikarbonat
b. Sebanyak 23% karbondoksida berikatan dengan Hb membentuk
karbaminohemoglobin
c. Sebanyak 7% diangkut dalam bentuk larutan di dalam plasma dan dalam
bentuki asam karbonat.
d. Respirasi seluler
a) Fisiologi ventilasi paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan udara
ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh: 1. Tekanan pleura : tekanan cairan
dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura
normal sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk
mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian
selama inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru ke arah
luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih
negatif (sekitar -7,5 cm H2O). 2. Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian
dalam alveoli paru. Ketika glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke
dalam atau keluar paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli,
semuanya sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas)
yaitu tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus sedikit di
bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar
0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan
yang berlawanan. 3. Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli
dan tekanan pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam
paru yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang disebut
tekanan.
3. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen
a. Faktor fisiologi
• Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti pada anemia.
• Menurunnya konsentrasi O2 yang di inspirasi seperti pada obstruksi saluran
nafas bagian atas.
• Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2
terganggu. - Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu
hamil, luka, dan lain-lain.
• Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, penyakit kronik TB paru.
b. Faktor perkembangan
• Bayi prematur : yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan. –
• Bayi dan toddler : adanya risiko saluran pernafasan akut
• Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernafasan dan merokok.
• Dewasa muda dan pertengahan : Diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
• Dewasa tua : Adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun
c. Faktor Perilaku
• Nutrisi: Misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang
tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
• Exercise: exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
• Merokok: Nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
• Alkohol dan obat-obatan : Menyebabkan intake nutrisi/ Fe menurun
mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat
pernafasan.
• Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat
d. Faktor Lingkungan
• Tempat kerja (polusi)
• Suhu lingkungan
• Ketinggian tempat dari permukaan laut
4. Macam – macam cara pemberian oksigen
a. Nasal kanul
Menurut Suparmi dalam Liberty (2018), nasal kanul adalah alat sederhana yang
sering digunakan untuk menghantarkan oksigen. Pemberian O2 sistem aliran rendah
ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan
pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan
kecepatan pernafasan 16– 20 kali permenit dengan kecepatan aliran 1–6 liter/menit
serta konsentrasi 22–44%, dengan cara memasukkan selang yang terbuat dari plastik
ke dalam hidung hanya berkisar 0,6–1,3 cm dan mengaitkannya di belakang telinga
(Kusnanto,2016).
Alat dan bahan pemberian oksigen nasal kanul :
a) Tabung oksigen (O2) lengkap dengan manometer.
b) Pengukur aliran flow meter dan humidifier.
c) Kanul nasal.
d) Selang oksigen.
e) Plester / pita.
Prosedur pelaksanaan

Langkah-langkah :

a) Tahap pra interaksi :


1) Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien.
2) Cuci tangan.
3) Siapkan alat.
b) Tahap orientasi :
1) Beri salam, panggil klien dengan namanya.
2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
3) Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
c) Tahap kerja :
1) Bantu klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, untuk memberikan
kemudahan ekspansi dada dan pernafasan lebih mudah.
2) Pasang peralatan oksigen dan humidifier.
3) Nyalakan oksigen dengan aliran sesuai advis.
4) Periksa aliran oksigen pada selang.
5) Sambung nasal kanul dengan selang oksigen.
6) Pasang nasal kanul pada hidung.
7) Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan selang serta kaitkan
dibelakang telinga atau mengelilingi kepala. Yakinkan kanul masuk lubang
hidung dan tidak ke jaringan hidung.
8) Plester kanul pada sisi wajah, selipkan kasa di bawah selang pada tulang pipi
untuk mencegah iritasi.
9) Kaji respon klien terhadap oksigen dalam 15-30 menit, seperti warna,
pernafasan, gerakan dada, ketidaknyamanan dan sebagainya.
10) Periksa aliran dan air dalam humidifier dalam 30 menit.
11) Kaji klien secara berkala untuk mengetahui tanda klinik hypoxia, takhikardi,
cemas, gelisah, dyspnoe dan sianosis.
12) Kaji iritasi hidung klien. Beri air / cairan pelumas sesuai kebutuhan untuk
melemaskan mukosa membran.
13) Catat permulaan terapi dan pengkajian data.
d) Tahap terminasi :
1) Evaluasi hasil / respon klien.
2) Dokumentasikan hasilnya.
3) Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
4) Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat.
5) Cuci tangan.
b. Masker RM

Teknik non-rebreathing oxygen mask (NRM) yang benar meliputi pemasangan selang
ke sumber oksigen, memastikan kantung reservoir mengembang, dan memastikan
terdapat katup satu arah yang berfungsi baik. Ubah laju aliran oksigen menjadi 10-15
liter per menit dan letakkan sungkup pada wajah pasien, menutupi hidung dan mulut.
Gunakan tali elastis untuk menahan sungup.
Teknik pemberian NRM juga mencakup penilaian kondisi klinis pasien yang berisiko
mengalami hipoksia atau hipoksemia, disertai pencatatan bukti klinis yang
mendukung penilaian dokter (misalnya pencatatan kondisi di rekam medis secara
lengkap, hasil pengukuran oksimeter, dan analisis gas darah). Pengamanan segala
instrumen yang terhubung dengan NRM dan penghubung ke suplai oksigen utama
dan pemantauan perkembangan kondisi klinis berkala juga harus dilakukan.

PERALATAN :

1) Suplai oksigen dan flow meter

2) Humidifier dan air suling

3) Masker yang adan digunakan

4) Gas atau elastic pad

PROSEDUR

1) Jelaskan tujuan da prosedur pemasangan atau penggunaan


2) Cuci tangan
3) Sambungkan masker dengan set oksigen
4) Letakkan masker pada wajah diatas hidung dan mulut. Gunakan tali elastis agar
masker tidak lepas
5) Gunakan gas untuk mengurangi iritasi pada telinga dan belakang kepala
6) Cuci tangan
7) Angkat masker dan keringkan kulit setiap 2 – 3 jam bila oksigen diberikan terus
menerus
8) Kaji atau lakukan observasi respon klien terhadap pemberian terapi oksigen.
5. Penyakit yang berhubungan dengan oksigenasi
1) Takipnea
Frekuensi pernafasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi demam,
asidosis metabolic, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau hipoksemia.
2) Bradipnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya terlihat pada orang
yang baru menggunakan obat-obatan seperti morfin dan pada kasus alkalosis
metabolic, dan lain-lain.
3) Apnea
Biasanya juga disebut dengan henti napas.
4) Hiperventilasi
Peningkatan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini terjad saat
kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolic untuk pembuangan karbondioksida.
5) Hipoventilasi
Penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini terjadi saat
ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic untuk
penyaluran oksigen dan pembuangan karbondioksida.
6) Pernapasan Kusmal
Salah satu jenis hiperventilasi yang menyertai asidosis metabolic.
7) Orthopnea
Ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi tegak atau berdiri.
8) Dispnea
Kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas.
6. Cara menentukan kebutuhan oksigen
Cara menentukkan kebutuhan oksigen dilihat daru kebutuhan jumlah oksigen yaitu
besarnya daya muat udara dalam paru- paru 4.500 ml – 5000 ml. Udara yang diproses
dalam paru – paru ( inspirasi dan ekskresi) hanya 10 %, kurang lebih 500 ml yaitu yang
dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa.
7. Patofisiologi gangguan oksigenasi (pathway sampai muncul diagnosa)
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi
(proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru),
apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik
dan sumbatan tersebut akan direspons jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan
pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang
terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada
proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi
pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002). Patofisiologi oksigenasi dapat dijelaskan pada
bagan berikut:
Pathway :
Obstruksi dispenu yang disebabkan oleh berbagai etiologi

Fungsi pernapasan terganggu

Obstruksi jalan napas/pengeluaran


Mucus yang banyak

Ventilasi pernapasan
Perubahan volume
sekuncup, pre load
Bersihan jalan napas tidak efektif
dan after load serta
kontraktilitas
Hipoventilasi/hiperventilasi

Terganggu difusi
pertukaran O2 dan
CO2 di alveolus
Takipneu/bradipneu

Pola Napas Tidak Efektif

Gangguan
pertukaran
gas

Pathway kebutuhan oksigenasi: (NANDA, 2012)

8. Asuhan keperawatan gangguan oksigenasi (sampai pada rencana intervensi)

A. Pengkajian

. Pengkajian (tgl 14 desember 2020, pukul:10.00.WIB)

1.1 Identitas Klien


Nama : Tn. N

Umur : 55 thn

Jenis Kelamin : Laki – laki

Agama : Islam

Suku/ Bangsa : Indonesia

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Petani

Penghasilan : 500000

Alamat : Jl.Sudirman

MRS tgl/ jam : 14 Desember 2020/10.00 WIB


Ruangan : Mawar

No. Reg : 00876

Dx. Medis : Efusi Pleura

1.2 Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. T

Umur : 40 thn

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam.

Suku/ Bangsa : Indonesia

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Penghasilan : 200.000

Alamat : Jl.Sudirman

Hub. Dengan klien : Istri

1.3 Keluhan Utama : Pasien mengatakan merasa sesak nafas yang tidak kunjung
sembuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum dibawa ke rumah sakit.

1.4 Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan sangat sesak nafas, dada terasa berat.
1.5 Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami riwayat penyakit yang
serius.
1.6 Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengatakan kedua orang tua pasien tidak
mengalami penyakit yang sama dengan pasien

1.7 Riwayat Psiko, Sosio, Spiritual:


Riwayat Psiko : Pasien mengatakan merasa sangat tidak nyaman dengan
penyakitnya

Riwayat Sosial : Pasien mengatakan hubungan dengan orang lain baik

Riwayat Spiritual : Selama sakit pasien tidak pernah ke sholat karena sesak nafas

1.8 ADL (Activity Daily of Life):


1. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Sebelum sakit 3 kali/hari, 1 porsi

Selama sakit : - Sesudah sakit 3 kali/hari, setengah porsi

2. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien buang air besar 2 hari sekali dan BAK 3 kali sehari

Selama sakit : Pasien buang air besar 1 hari sekali dan BAK 2 kali sehari

3. Pola Istirahat
Sebelum sakit : klien mengtakan sebelum sakit bisa tidur dengan tenang dan
nyenyak selama kurang lebih 8 jam/hari

Selama sakit : klien mengatakan tidak nyenyak tidurnya karena sesak nafas.

4. Pola Personal Higiene


Sebelum sakit : Pasien mengatakan mandi 2 kali sehari

Selama sakit : pasien mengatakan mandi 1 hari sekali selama sakit.

5. Pola Aktivitas
Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit klien bisa melakukan semua
aktivitasnya dengan mandiri

Selama sakit : pasien mengatakan selama sakit klien perlu bantuan sebagian
aktivitasnya.

2. Pemeriksaan

2.1 Pemeriksaan Umum

Kesadaran:Compos Mentis, GCS: 14

Suhu : 36,6 C

Nadi : 98x/mnt
RR : 28x/mnt

BB : 52 kg

TB : 165 cm

2.2 Pemeriksaan Fisik:


Kepala : - Bentuk : Simetris

- Ubun-ubun : Tepat ditengah

- Kulit kepala : Bersih

Mata : - Kelengkapan dan kesimetrisan : Mata lengkap, normal dan simetris kiri kanan

- Palpebra : Simetris, normal tidak ada pembengkakan

- Konjunctiva dan sklera : Konjunctiva anemis, sclera tidak icterus

- Pupil : Isokor

- Visus : Kabur

- Tekanan bola mata : Tidak ada sakit pada mata

Hidung : - Tulang hidung dan posisi septum nasi : Normal, simetris

- Lubang hidung : Normal, simetris, dan terdapat rambut

- Cuping hidung : Ada pernafasan cuping hidung

Mulut : - Keadaan bibir : Pucat, kering

- Keadaan gusi dan gigi: Bersih

- Keadaan lidah : Normal

Telinga : - Bentuk telinga : Normal, simetris

- Ukuran telinga : Tidak diukur

- Lubang telinga : Normal, bersih


- Ketajaman pendengaran : Klien mampu mendengar dengan baik

Leher : - Posisi trachea : Normal

- Thyroid : Tidak ada pembesaran

- Suara : Jelas - Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran

- Denyut nadi karotis : Teraba cepat

Thorax :

I: Bentuk thoraks burrel chest.

P: Vokal fremitus frekuensi getaran lebih lemah pada bagian dada sebelah
kiri.

P: Bunyi perkusi redup pada lapang tengah sampai bagian bawah paru
sebelah kiri

A: Vesikuler melemah pada lapang tengah sampai bagian bawah paru sebelah
kiri, tidak ada suara tambahan.

Abdomen :

I: Bentuk normal, simetris, tidak ada benjolan

A: Peristaltik (+)

P: (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien): Tidak ada

P: Tymphani

Genetalia : normal

Ekstremitas :

- Jumlah ekstremitas atas dan bawah lengkap, simetris kanan dan kiri

- Kekuatan otot : Derajat 3


– Edema : Tidak ada

2.3 Pemeriksaan Penunjang: (tanggal:.............................)


Pemeriksaan neurologi (nervus cranialis) :
- Nervus Olfaktorius/N I Mampu mengidentifikasi bau dengan baik
- Nervus Optikus/ N II Penglihatan pasien kabur
- Nervus Okulomotoris/ N III, Trochlearis/ N IV, Abdusens/ N V
Reaksi pupil mengecil saat dilakukan pencahayaan
- Nervus Trigeminus/ N V
Mampu membedakan panas dingin, tajam tumpul, getaran
- Nervus fasialis/ N VII
Pasien mampu menahan tekanan pada pipi saat melakukan penekanan
- Nervus Vestibulocochlearis/ N VIII
Pasien tidak mampu berdiri sendiri harus dibantu
- Nervus Glossopheringeus/ N IX, Vagu/ N X
Mampu menelan, menguyah dan membuka mulut dengan baik
- Nervus Asesorius/ N XI
Pasien mampu menggerakkan kedua bahu
- Nervus Hipoglossus/ N XII
Mampu menjulurkan dan menggerakkan lidah
Lamongan ,14 Desember 2020

Mahasiswa

Yang mengkaji

SHAFA WIMALA

----------------------------------------

NIM. 151911913056

B. Analisa data
NO Data Penyebab Masalah
keperawatan
DS: Efusi pleura Gangguan
• Klien mengatakan ↓ Pertukaran Gas
sesak nafas Tekanan intra pleura
DO: meningkat
• Warna kulit pucat ↓
• Konfusi Ekspansi paru tidak

• Gelisah maksimal

• Takikardia ↓S

• HR 98x/menit uplai oksigen


menurun
• RR 28x/menit

• Irama nafas cepat
Distribusi oksigen ke
dan dangkal
seluruh tubuh
• pH darah 7,506
menurun
• pO2 = 71,6 mmHg

• pCO2 = 38 mmHg
Hiperventilasi
• SaO2 = 95,5 %

• Takikardia Eliminasi CO2
• Pernafasan cuping berlebihan saat
hidung ekspirasi

C. Diagnosa keperawatan
D.0003 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efusi pleura, ekspansi paru
tidak
maksimal, suplai oksigen menurun ditandai dengan dispneu, kulit pucat,
sakit kepala, gelisah, konfusi, takikardia, RR 28x/menit, nadi 98x/menit.
D. Intervensi
No.Dx Perencanaan
1. Tujuan/Kriteria hasil:
a. Kulit tidak pucat
b. Tidak menggunakan otot bantu nafas
c. Tidak ada pernafasan cuping hidung
d. Tidak mengalami nafas dangkal
e. Tidak ada dispneu pada saat istirahat
dan aktivitas
Pasien dapat menunjukkan peningkatan perubahan
pertukaran gas seperti: tanda vital, AGDA, ekspresi
wajah
Rencana Tindakan Rasional
• Monitor adanya • Data dasar untuk
pucat, kesulitan pengkajian lanjut
bernafas, retraksi • Menjaga
sterna, penggunaan keseimbangan
otot bantu nafas, cairan
penggunaan • Melonggarkan
oksigen, catat tanda saluran pernafasan
vital
• Monitor pemasukan • Meningkatkan
cairan pengembangan
• Beri terapi inhalasi paru
seperti tarik nafas • Untuk menghemat
dalam energi
• Beri posisi
fowler/semi fowler
• Anjurkan klien
istirahat

9. Tindakan-tindakan keperawatan mandiri yang berhubungan dengan gangguan oksigenasi


(fisioterapi dada, batuk efektif, nafas dalam, nebulizer)

a. TINDAKAN FISIOTERAPI DADA


a) Pengertian

Fisioterapi dada adalah suatu tindakan keperawatan yang bertujuan untuk


mengeluarkan secret dari saluran nafas bagian bawah. Jalan nafas dimulai dari hidung, mulut,
dan tenggorokan.

b) Tujuan
1. Membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret
2. Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi secret
c) Peralatan
1. Bantal 2-3
2. Tisu wajah
3. Segelas air hangat
4. Masker
5. Sputum pot berisi cairan desinfektan
6. Handuk kecil
7. Bengkok
d) Prosedur
a. Postural Drainase
1) Pilih area yang tersumbat yang akan didrainase
2) Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat
3) Letakkan bantal sebagai penyangga
4) Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 10 – 15 menit
5) Selama dalam posisi ini, lakukan perkusi dan vibrasi dada di atas area yang
didrainase
6) Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk efektif.
Tampung sekresi dalam sputum pot.
7) Istirahatkan pasien, minta klien minum sedikit air
8) Ulangi untuk area tersumbat lainnya. Tindakan tidak lebih dari 30 – 60 menit.
b. Cleping (Perkusi )
tutup area yang akan diperkusi dengan menggunkan handuk
1) Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
2) Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk
3) Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara cepat
menepuk dada
4) Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan pada area yang
mudah cedera
c. Vibrasi
1) Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang didrainase,
satu tangan di atas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama dan
ekstensi.
2) Anjurkan klien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat lewat mulut ( pursed
lip breathing )
3) Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan, dan gunakan hamper
semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan ke arah bawah. Hentikan getaran
saat klien inspirasi
Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang terserang.

b. TINDAKAN BATUK EFEKTIF

1. Meletakkan kedua tangan di atas abdomen bagian atas (dibawah mamae) dan
mempertemukan kedua ujung jari tengah kanan dan kiri di atas processus xyphoideus.
2. Menarik nafas dalam melalui hidung sebanyak 3-4 kali, lalu hembuskan melalui bibir
yang terbuka sedikit (purs lip breathing).
3. Pada tarikan nafas dalam terkahir, nafas ditahan selama kurang lebih 2- 3 detik.
4. Angkat bahu, dada dilonggarkan dan batukkan dengan kuat.
5. Lakukanlah 4 kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

c. TINDAKAN NEBULIZER
Nebulizer adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk mengencerkan dahak dan
menlonggarkan jalan nafas. Nebulizer suatu tindakan pemberian inhalasi uap dengan
obat/ tanpa obat menggunakan nebulator
- Prosedur Tindakan
1. Menjaga privasi pelanggan
2. Mengatur pelanggan dalam posisi duduk
3. Menempatkan meja/troli di depan pelanggan yang berisi set
nebulizer
4. Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai ukuran
5. Memastikan alat berfungsi dengan baik
6. Memasukkan obat sesuai dengan dosisi
7. Memasang masker pada pelanggan
8. Menghidupkan nebulizer dan meminta pelanggan nafas dalam
sampai obat habis
9. Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Oksigen (02) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa
menghirup udarm dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta
menghembuskan Karbondiok sida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Penyampaian
oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan), kardiovaskuler
dan hematolbgy. Sistem permfasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan
sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding otot-otot pernafasan, diagfragma, isi
perut, dinding perut, dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi
pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi,
perfusi paru dan difus.
B. Saran
- Dengan selesainya makalah ini diminta oleh pembaca agar dapat kbih
memperdalam lagi pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan oksigeni pada
Rumah Sakit serta dapat mengaplikasikannya dalam keperawatan dunia.
- Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan hinnya manpu memahami dan
mendalami Kebutuhan fisiobo gis oksigenasi yang merupakan kebutuhan dasar
yang sangat mendasar

Daftar pustaka

Hudak, Carolyn M & Gallo, Barbara M. (1997). Keperawatan kritis pendekatan holistik. :
Penerbit : Kedokteran EGC . Jakarta

Syaifuddin, (2002). Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Penerbit : Widya Medika . Jakarta

Taylor Carol, dkk (1989). Fundamental of Nursing : the Art and Acience of Nursing Care .
Piladelphia : J .B Lippioncott Co.

Anda mungkin juga menyukai