Anda di halaman 1dari 17

“LAPORAN MINI RISET”

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Ekonomi Moneter Islam

Dosen Pengampu: lda Roza, SE., MEI.

APLIKASI AKAD MUDHARABAH DALAM BISNIS FRANCHISE


DENGAN SISTEM BAGI HASIL
(Studi Kasus Franchise Rumah Makan Padang Sari Bundo)

Nur Khakiki Rokhipah


(1805026091)

EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Mini
Riset ini. Dan juga tidak lupa saya berterima kasih kepada Dosen mata kuliah Ekonomi
Moneter Islam.
Penulis sangat berharap tugas laporan mini riset ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis harapkan.
Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga tugas sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun bagi
orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Semarang, 7 Juni 2020

Nur Khakiki Rokhipah


NIM : 18050226091
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat komprehensif dan universal


yang mengatur segala aspek, baik sosial, ekonomi dan politik maupun kehidupan
yang bersifat spiritual. Di dalam perkembangan kehidupan manusia yang diikuti oleh
perkembangan kebutuhan hidup, ekonomi dan kependudukan. Pertumbuhan ekonomi
juga diikuti dengan berbagai kelompok pekerjaan dan kelompok jabatan, baik yang
bersifat formal maupun informal. Pertumbuhan penduduk juga membentuk pola-pola
kehidupan manusia baru, letak geografis penduduk serta kepadatan penduduk
merubah fungsi dan peran manusia.

Dalam perekonomian yang marak sekarang ini menggunakan sistem bagi hasil
baik dalam perbankan maupun usaha produktif. Sistem bagi hasil merupakan sistem
pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara
pemilik modal (Shahibul mal) dan pengelola (Mudharib) dalam melakukan perjanjian
atau ikatan bersama guna melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara
kedua belah pihak. Pada penerapannya prinsip yang digunakan dalam sistem bagi
hasil salah satunya adalah konsep mudharabah.

Mudharabah adalah akad antara dua belah pihak yang salah satunya
menyerahkan dana kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan keuntungan yang
kemudian dibagi dua berdasarkan kesepakatan. Mudharabah disyariatkan dan
dibolehkan Islam untuk mempermudah manusia. Sebab, kadang sebagian orang punya
modal tapi tidak bisa mengembangkan modal yang ada, sementara yang lain tidak
punya modal tapi memiliki kemampuan untuk mengembangkan harta. Karena itu,
Allah membolehkan muamalah ini agar masing-masing dari keduanya saling
mendapatkan manfaat.

Mudharabah hukumnya boleh baik secara mutlak atau pun terikat,


sebagaimana tercermin dalam Qur’an Surah An-Nisa ayat 29:
‫ض ِّمن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُ ٓو ۟ا‬ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ٍ ‫وا اَل تَأْ ُكلُ ٓو ۟ا أَ ْم ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِٱ ْل ٰبَ ِط ِل إِٓاَّل أَن تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرةً عَن تَ َرا‬
َ ُ‫أَنف‬
‫م ۚ إِنَّ ٱهَّلل َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬iْ ‫س ُك‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Pembagian keuntungan mudharabah harus jelas persentasenya, untuk pihak


pekerja dan pemilik modal, seperti setengah, sepertiga dan seperempat, sesuai dengan
kesepakatan bersama. Sebaliknya jika usaha mengalami kerugian yang ditimbulkan
karena proses normal dan tidak terbukti kesalahan dari pengelola dana, maka kerugian
ditanggung pemilik modal.

Konsep kerja sama antara pemilik modal dan pengelola dana ini sudah
diterapkan sejak zaman Rasulullah hingga saat ini. Salah satu bentuk kerjasama yang
sedang popular adalah bentuk kerjasama yang sering disebut dengan istilah (franchise
atau waralaba). Jenis bisnis ini, menjadi semakin dikenal masyarakat dengan hadirnya
perusahaan-perusahaan baru dengan konsep serta produk yang berbeda dari
perusahaan-perusahaan waralaba yang sudah lebih dulu ada di pasaran.

Pada bentuk kerjasama ini pihak yang akan melakukan investasi dalam suatu
usaha atau perusahaan tidak lagi melakukan penyertaan modal atau saham dalam
bentuk setoran tunai ataupun memasukkan sesuatu barang atau benda yang berwujud,
melainkan cukup menyerahkan penggunaan hak milik intelektual (intellectual
property right) kepada suatu perusahaan atau badan usaha berdasarkan suatu
perjanjian. Bagi pihak yang menerima hak untuk menggunakan hak milik intelektual
tersebut mendapat keuntungan dengan nama besar hak merek dan hak cipta yang telah
dikenal luas oleh para masyarakat, sehingga tingkat kegagalan dalam menjalankan
bisnis sangat kecil dan dapat meminimalisir risiko usaha. Bentuk perjanjian kerjasama
inilah yang saat ini dikenal dengan nama waralaba (franchise).

Setiap perjanjian waralaba mempunyai ketentuan masing-masing mengenai


royalty, baik dalam konsep hukum perdata maupun hukum Islam. Dalam konsep
hukum Islam sistem pembagian keuntungannya yaitu dengan menggunakan sistem
bagi hasil atau nisbah. Di dalam sistem bagi hasil ini sebelum para pihak
melaksanakan perjanjian, mereka melakukan penawaran mengenai besarnya
keuntungan yang akan diperoleh kedua belah pihak hingga tercapai kesepakatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem bagi hasil pada bisnis waralaba/franchise menurut ekonomi
Islam?
2. Bagaimana sistem bagi hasil pada bisnis waralaba/franchise Rumah Makan
Padang Sari Bundo?
C. Tujuan Laporan
1. Memahami sistem bagi hasil pada bisnis waralaba/franchise menurut ekonomi
Islam.
2. Memahami sistem bagi hasil pada bisnis waralaba/franchise Rumah Makan
Padang Sari Bundo.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Mudharabah
1) Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah
bepergian atau berjalan. Mudharabah adalah akad antara pemilik modal (harta)
dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua
belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Melakukan mudharabah adalah boleh
(mubah).1
Mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik dana (shahib al-mâl)
dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama.
Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan nisbah
yang disepakati sebelumnya. Pemilik modal tidak dibenarkan membuat usulan dan
melakukan pengawasan. Apabila usaha yang di awasi mengalami kerugian, maka
kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung pemilik modal, kecuali kerugian itu
terjadi penyelewengan atau penyalah gunaan penguasa.
2) Jenis Mudharabah
Ada 2 jenis Mudharabah, yaitu (1) mudharabah Mutlaqah, di mana
pemilik dana (shahib almâl) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola
(mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya
baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk
melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat
(uruf). (2) mudharabah muqayyadah, dimana pemilik dana menentukan syarat dan
pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka
waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
3) Prinsip Mudharabah
1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Bandung: PT Rajagrafindo Persada, 2010), hlm., 135-141.
Prinsip yang digunakan dalam akad Mudharabah adalah (1) shâhib al-mâl
sudah aqil-baligh dan tidak ikut campur pengelolaan usaha; (2) mudharib juga
sudah aqil-baligh dan bersedia menggunakan dana sesuai perjanjian dengan
shâhib al-mâl; (3) dana adalah dalam bentuk dana (monetary form), dalam jumlah
tertentu, dan diserahkan kepada mudharib;, (4) proyek atau usaha memenuhi
ketentuan tidak bertentangan dengan syarî’ah dan tidak dibenarkan masuk kepada
mudharabah lain tanpa seijin shâhib al-mâl; (5) laba atau rugi dengan ketentuan
laba dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, nisbah bagi hasil disetujui
dalam kontrak, kerugian finansiil menjadi beban pemilik dana, dan kerugian
akibat salah urus atau kelalaian mudharib menjadi beban mudharib; (6) akad
(kontrak) harus ada ijab-qabul dalam menentukan jumlah modal, jangka waktu
penempatan, dan nisbah bagi hasil.2
B. Bagi Hasil
Islam memaknai bunga sebagai riba yang diharamkan oleh syariah. Sehingga
bunga tidak ditetapkan dalam ekonomi berbasis syariah dan sebagai gantinya
diterapkan sistem bagi hasil. Bagi hasil menurut istilah adalah suatu sistem yang
meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana
(Rofiq, 2004: 153). Menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil dikenal dengan
profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan sebagai distribusi
beberapa bagian dari laba (profit) pada para pegawai dari suatu perusahaan (Pass, et
al, 1997: 537).
Pendapatan bagi hasil berlaku untuk produk-produk penyertaan, baik
penyertaan menyeluruh maupun sebagian, atau bentuk bisnis korporasi (kerja sama).
Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis yang disebut tadi, harus
melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal, sebab semua
pengeluaran dan pemasukan rutin untuk kepentingan pribadi yang menjalankan
proyek (Muhammad, 2001: 15).
Keuntungan yang dibagi hasilkan harus dibagi secara proporsional antara
shāhibul māl dengan muḍarrib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang
berkaitan dengan bisnis muḍārabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat
dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara
shāhibul māl dan muḍarrib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan

2
Rudy Haryanto, Bagi Hasil dan Bank Syariah (Solusi terhadap Bunga Bank), Jurnal al-Ihkam. Vol. V.
No.2. 2010, hlm., 250-251.
secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai
semua kerugian telah ditutup dan equiti shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada
pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai
pembagian keuntungan di muka.
Adapun metode penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam
pendekatan, yaitu:
a) Pendekatan bagi laba, adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari
pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha untuk
memperoleh pendapatan tersebut.
b) Pendekatan bagi pendapatan, adalah penghitungan laba didasarkan pada
pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum
dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Oleh karena itu, Ekonomi Syariah menjabarkan konsep pembagian hasil
sebagai berikut:
a) Pemilik dana menanamkan dananya melalui lembaga keuangan yang bertindak
sebagai pengelola dana
b) Pengelola mengelola dana tersebut dengan sistem yang dikenal dengan sistem
penghimpunan dana, selanjutnya pengelola dana menginvestasikan dana-dana
tersebut ke dalam usaha yang layak menguntungkan dan yangmemenuhi
ketentuan aspek syariah.
c) Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerja
sama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan.
C. Franchise atau Bisnis Waralaba
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007
tentang Waralaba, bahwa waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam
rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Yang dimaksud dengan ciri khas usaha adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan
atau perbedaan yang tidak mudah ditiru, dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan
membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen,
cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan
karakteristik khusus dari pemberi waralaba.3
Menurut Salim HS (2003: 165), pengertian waralaba/franchise secara yuridis
adalah suatu kontrak yang dibuat antara franchisor dan franchisee, dengan ketentuan
pihak franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk menggunakan merek
barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu dan pembayaran sejumlah royalty
tertentu kepada franchisor.
Pengertian menurut konsultan waralaba Amir Karamoy, waralaba adalah suatu
pola kemitraan usaha antara perusahaan yang memiliki merek dagang terkenal dan
sistem manajemen, keuangan, dan pemasaran yang telah mantap, yang disebut
pewaralaba, dengan perusahaan atau individu yang memanfaatkan atau menggunakan
merek dan sistem bisnis milik pewaralaba, yang disebut terwaralaba. Pewaralaba
wajib memberikan bantuan teknis, manajemen dan pemasaran kepada terwaralaba dan
sebagai timbal baliknya, terwaralaba membayar sejumlah biaya (fee) kepada
pewaralaba. Hubungan Kemitraan usaha antara kedua pihak dikukuhkan dalam suatu
Perjanjian Lisensi atau Perjanjian Waralaba (dalam Marimbo, 2007: 4).
Bedasarkan definisi-definisi tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa
waralaba/franchise adalah kegiatan bisnis yang didasarkan perjanjian atau perikatan
antara pemberi waralaba atau pewarlaba atau franchisor dengan pihak penerima
waralaba atau terwaralaba atau franchisee. Perjanjian atau perikatan waralaba ini juga
tunduk pada ketentuan hukum perjanjian atau perikatan yang ada dalam KUH Perdata
seperti aturan tentang syarat sahnya perjanjian dan asas- asas perjanjian.

3
Puji Sulistyaningsih, dkk, Sistem Bagi Hasil Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise) Perspektif Hukum
Islam. Jurnal Hukum Novelty. Vol. 8 No. 1, 2017, hlm. 146
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka (library
research) yang menggunkan buku-buku dan literatur-literatur lainnya sebagai objek yang
utama. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yaitu penelitian yang
menghasilkan informasi berupa catatan dan data deskriptif yang terdapat di dalam teks
yang diteliti.
Dengan penelitian kualitatif, perlu dilakukan analisis deskriptif. Metode analisis
deskriptif memberikan gambaran dan keterangan yang secara jelas, objektif, sistematis,
analitis dan kritis mengenai sistem bagi hasil dalam bisnis franchise. Pendekatan
kualitatif yang didasarkan pada langkah awal yang ditempuh dengan mengumpulkan
data-data yang dibutuhkan, kemudian dilakukan klasifikasi dan deskripsi.
B. Sumber Data
Ada dua sumber data yang dugunakan peneliti dalam skripsi ini, yaitu:
a) Data Primer, yaitu suatu referensi yang dijadikan sumber utama acuan penelitian.
Dalam penelitian ini, sumber primer yang digunakan adalah buku Fiqh Muamalah
karya Hendi Suhendi.
b) Data Sekunder, yaitu referensi-referensi pendukung dan pelengkap bagi sumber
primer. Dalam penelitian ini sumber sekunder berupa jurnal-jurnal sebagai berikut:
1. Skripsi Sistem Bagi Hasil Dalam Pengelolaan Mesin Padi Keliling Dikalangan
Masyarakat Kuta Baro Menurut Konsep Mudharabah karya Safira Mistaqillah.
2. Skripsi Bisnis Waralaba (Franchise) Dalam Pendekatan Sistem Ekonomi Islam
karya M. Azwar Nur Akbar.
3. Jurnal Sistem Bagi Hasil Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise) Perspektif
Hukum Islam karya Puji Sulistyaningsih, dkk.
4. Jurnal Bagi Hasil dan Bank Syariah (Solusi terhadap Bunga Bank) karya Rudy
Haryanto.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian kepustakaan, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian berupa data-data kepustakaan yang telah dipilih, dicari, disajikan dan
dianalisis. Sumber data penelitian ini mencari data-data kepustakaan yang substansinya
membutukan tindakan pengolahan secara filosofis dan teoritis. Studi pustaka di sini
adalah studi pustaka tanpa disertai uji empirik.
Data yang disajikan adalah data yang berbentuk kata yang memerlukan
pengolahan supaya ringkas dan sistematis. Pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mengumpulkan jurnal-jurnal tentang Mudharabah, bagi hasil,
dan bisnis franchise/waralaba. Kemudian dipilih, disajikan dan dianalisis serta diolah
supaya ringkas dan sistematis.
D. Teknik Analisis Data
Analisis adalah serangkaian upaya sederhana tentang bagaimana data penelitian
pada gilirannya dikembangkan dan diolah ke dalam kerangka kerja sederhana. Data yang
sudah terkumpul kemudian dianalisis untuk mendapatkan informasi, namun terlebih
dahulu data tersebut diseleksi atas dasar reliabilitasnya.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisi data berupa analisis isi (content
analysis). Analisis isi merupakn analis ilmiah tentang isi pesan suatu data.
Jadi, sebagai bahan analisis dan komparatif terhadap bisnis waralaba/franchise
adalah data sekunder, sehingga dapat diketahui bagaimana sistem bagi hasil dalam bisnis
waralaba/franchise tersebut.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sistem Bagi Hasil Pada Bisnis Franchise Menurut Ekonomi Islam
Dalam bisnis franchise, terdapat hubungan kemitraan usaha antara
franchisor dan franchisee yang dituangkan dalam kerjasama diantara keduanya.
Kerjasama dalam konsep Islam sangat dianjurkan, dengan adanya kerjasama maka
seseorang yang memiliki kemampuan dalam berbisnis dapat membantu
saudaranya yang tidak memiliki kemampuan dalam berbisnis. Dengan konsep
kerjasama ini, maka akan tercipta insan-insan yang produktif, dapat memberikan
kesempatan kerja pada siapapun, hingga pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.4
Pada konsep aplikasi atau prakteknnya, bila diperhatikan dari sudut bentuk
perjanjian yang diadakan waralaba (franchising) dapat dikemukakan bahwa
perjanjian itu sebenarnya merupakan pengembangan dari bentuk kerjasama. Hal
ini disebabkan karena dengan adanya perjanjian franchising, maka secara otomatis
antara franchisor dan franchisee terbentuk hubungan kerjasama untuk waktu
tertentu (sesuai dengan perjanjian). Kerjasama tersebut dimaksudkan untuk

4
M. Azwar Nur Akbar, Bisnis Waralaba (Franchise) Dalam Pendekatan Sistem Ekonomi Islam. Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, 2013, hlm. 82
memperoleh keuntungan bagi kedua belah pihak. Dalam waralaba diterapkan
prinsip keterbukaan dan kehati-hatian, hal ini sesuai dengan prinsip transaksi
dalam Islam yaitu prinsip-prinsip dasar transaksi bisnis Islam.
Dapat dikemukakan bahwa sistem waralaba (franchising) ini tidak
bertentangan dengan syariah Islam, selama objek perjanjian waralaba tersebut
tidak merupakan hal yang minuman yang haram. Jika objek tidak sesuai syariat,
maka perjanjian tersebut otomatis batal menurut hukum Islam dikarenakan
bertentangan dengan syariat Islam. Bisnis waralaba ini pun mempunyai manfaat
yang cukup berperan dalam meningkatkan pengembangan usaha kecil. Dari segi
kemaslahatan usaha waralaba ini juga bernilai positif sehingga dapat dibenarkan
menurut syariat Islam.
Kebolehan tersebut diberikan franchisor kepada franchisee harus
membayar royalty fee serta menjaga amanat supaya hak kekayaan intelektual yang
telah diberikan tidak membawa dampak buruk bagi pemiliknya. Untuk
pembayaran royalty fee ditetapkan jika akad yang digunakan menggunakan akad
ijarah atau sewa-menyewa. Namun, dalam penelitian kali ini, penulis ingin
mengkaji bisnis franchise yang menggunakan akad Mudharabah, sehingga sistem
yang digunakan adalah bagi hasil (nisbah), bukan royalty fee lagi.
Dengan demikian, bisnis yang bertaraf franchise (waralaba) ini tergolong
sebagai jenis usaha kerjasama dengan akad Mudharabah, yaitu kerjasama antara
dua orang dalam mengelola sebuah produk, dimana pemilik asli dari produk itu
disebut franchisor dan pihak kedua yang mengelola produk itu disebut franchisee.
B. Sistem Bagi Hasil Pada Bisnis Franchise Rumah Makan Padang Sari Bundo
Pada perjanjian waralaba yang dijalankan sesuai syariat, tujuan utamanya
adalah kemaslahatan atau kesejahteraan pihak-pihaknya bahwa dengan melakukan
usaha melalui perjanjian tersebut terjadi keuntungan di antara keduanya yaitu
pihak franchisor/shāḥibul māl (pemberi modal) dapat memperoleh keuntungan
dari modal diberikannya kepada franchisor/muḍarrib (pemberi waralaba),
sedangkan franchisee/muḍarrib dapat menjalankan usahanya melalui modal
tersebut5. Salah satu waralaba/franchise yang penulis kaji yaitu Rumah Makan
Padang Sari Bundo.

5
Puji Sulistyaningsih, dkk, Sistem Bagi Hasil Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise) Perspektif Hukum Islam.
Jurnal Hukum Novelty. Vol. 8 No. 1, 2017, hlm. 150
Rumah makan Padang Sari Bundo merupakan salah satu waralaba
(franchise) berdasarkan prinsip syariah dengan pembagian keuntungan
menggunakan sistem profit sharing. Investasi atau modal awal sejumlah Rp
1.500.000.000 untuk paket flagship dan Rp. 500.000.000 untuk paket tipikal
ruko.6 Modal tersebut diserahkan franchisee Rumah Makan Padang Sari Bundo
kepada franchisor untuk kemudian dengan modal tersebut membuka outlet
Rumah Makan Padang yang dikelola oleh franchisee dengan tujuan memperoleh
profit/keuntungan. Keuntungan (laba bersih) yang diperoleh tersebut dibagi dua
dengan nisbah keuntungan antara franchisor dan franchisee sebesar 20:80.
Contoh pembagian keuntungan misalnya, pada bulan Agustus memperoleh
keuntungan sebesar Rp 10.000.000 maka nominal pembagian keuntungan adalah
franchisor sebesar Rp 2.000.000 dan franchisee Rp 8.000.000, jika pada bulan Juli
memperoleh keuntungan sebesar Rp 7.500.000 maka franchisor menerima Rp
1.500.000 dan franchisee menerima sebesar Rp. 6.000.000. Jadi, secara terperinci
keuntungan dan ketentuan waralaba Rumah makan Padang Sari Bundo dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
1. Keuntungan bagi franchisee yaitu, bebas royalty fee setiap bulan; outlet
dikelola penuh oleh franchisee, keuntungan lebih terjamin, dan sistem
kerjasama profit sharing 20:80 setiap bulan.
2. Ketentuan bahwa, seluruh biaya pengelolaan outlet (BPO) dibebankan pada
total omzet; dan biaya pengelolaan outlet tersebut meliputi: a) pemakaian
bahan baku (termasuk packaging); b) komisi dan gaji pegawai; c) sewa
tempat; d) transportrasi kurang lebih Rp 10.000/hari; e) biaya operasional,
seperti gas LPG, perbaikan atau penambahan perlengkapan outlet; f) laba
bersih diperoleh dari total omzet dikurangi BPO; g) franchisee menyediakan
fasilitas sepeda motor untuk operasional operator outlet; dan h) jangka waktu
waralaba 5 tahun dan dapat diperpanjang. Dari ketentuan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa jika terdapat hutang maka hutang itu termasuk BPO yang
dapat dikurangkan pada total omzet.
Melihat sistem yang diterapkan oleh Rumah makan Padang Sari Bundo ini
pembagian keuntungan dalam perjanjian waralaba (franchise) menggunakan
sistem muḍārabah, yaitu kekuasaan pemberian modal di pihak franchisor dan
pengelola modal (muḍarrib) ada di pihak franchisee.
6
https://www.saribundo.biz/
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pembagian
keuntungan perjanjian waralaba menurut ekonomi Islam adalah persentase
(nisbah) dan pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak yang berserikat
ini ditentukan pada saat berlangsungnya akad. Keuntungan yang dimaksud
merupakan keuntungan yang diambilkan dari hasil laba bersih usaha yang dikelola
oleh franchisee dan bukan dari harta lain. Jikalau terdapat hutang akan
dikurangkan pada hasil keuntungan/laba sebelum dibagikan antara pihak muḍarrib
dan shāḥibul māl berdasarkan akad. Dengan demikian sistem pembagian
keuntungan/bagi hasil yang diterapkan pada Rumah Makan Padang Sari Bundo
tersebut termasuk dalam jenis bagi hasil muḍārabah, yaitu akad kerja sama antara
pemilik dana dan pihak pengelola yang keuntungan bagi hasilnya dibagi sesuai
nisbah yang telah disepakati pada saat berlangsungnya akad. Oleh karena itu
konsep waralaba Syariah merupakan sistem pembagian keuntungan dengan
menggunakan sistem bagi hasil/muḍārabah.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep bisnis franchise dengan menggunakan sistem bagi hasil
merupakan antara kerjasama antara dua orang dalam mengelola sebuah produk,
dimana pemilik asli dari produk itu disebut franchisor dan pihak kedua yang
mengelola produk itu disebut franchisee.
Pembagian keuntungan pada bisnis waralaba/franchise menurut ekonomi
Islam adalah persentase (nisbah) dan pembagian keuntungan untuk masing-
masing pihak yang berserikat ini ditentukan pada saat berlangsungnya akad.
Keuntungan yang dimaksud merupakan keuntungan yang diambilkan dari hasil
laba bersih usaha yang dikelola oleh franchisee dan bukan dari harta lain.
Pembagian keuntungan pada franchise Rumah Makan Padang Sari Bundo
antara franchisor dan franchisee sebesar 20:80, dengan modal investasi sebesar
Rp 1.500.000.000 untuk paket flagship dan Rp. 500.000.000 untuk paket tipikal
ruko. Untuk jangka waktu pada waralaba tersebut adalah 5 tahun dan dapat
diperpanjang.

DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Bandung: PT Rajagrafindo Persada.

Haryanto, Rudy. 2010. Bagi Hasil dan Bank Syariah (Solusi terhadap Bunga Bank).
Jurnal al-Ihkam. Vol. V. No. 2.

Mistaqillah, Safira. 2018. Sistem Bagi Hasil Dalam Pengelolaan Mesin Padi Keliling
Dikalangan Masyarakat Kuta Baro Menurut Konsep Mudharabah. Fakultas
Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-raniry Darussalam-banda
Aceh.
Akbar, M. Azwar Nur. 2013. Bisnis Waralaba (Franchise) Dalam Pendekatan Sistem
Ekonomi Islam. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam
Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

Sulistyaningsih, Puji, dkk. 2017. Sistem Bagi Hasil Dalam Perjanjian Waralaba
(Franchise) Perspektif Hukum Islam. Jurnal Hukum Novelty. Vol. 8 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai