Anda di halaman 1dari 11

Tugas Presentasi Kasus 18 Mei 2020

Nama : Tizander Mayvians


NIM : 406192080
Stase Kepanitraan : Ilmu Kesehatan Anak
Periode : 11 Mei - 22 Mei 2020
Pembimbing : dr. Melani Rakhmi Mantu, Sp. A., M. Kes

1. Sskrining pendengaran OAE dan BERA


ABR/BERA (Brainstem Evoked Response Auditory)
Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Auditory (BERA) merupakan pemeriksaan untuk
deteksi dini gangguan pendengaran dan sudah dapat dilakukan sejak bayi. Pemeriksaan BERA
merupakan pemeriksaan elektrofisiologik yang obyektif dan non invasif untuk menilai respons
sistim auditorik, termasuk batang otak terhadap bunyi, sehingga dapat diketahui ambang
pendengaran maupun letak lesi pada sistim auditorik tersebut. BERA telah terbukti berguna
dalam menentukan status pendengaran bahkan pada pasien yang tidak kooperatif atau pasien
yang masih sangat muda.
Respon terhadap stimulus auditorik berupa respon auditory evoked potential yang sinkron
direkam melalui elektroda permukaaan (surface electrode) yang ditempel pada kulit kepala.
Respon auditory evoked potential yang berhasil direkam kemudian diproses melalui program
komputer dan ditampilkan sebagai 5 gelombang defleksi positif (gelombang I sampai V) yang
terjadi sekitar 2-12 ms setelah stimulus diberikan.
ABR dapat digunakan untuk mendeteksi neuropati pendengaran atau gangguan konduksi
saraf pada bayi baru lahir. Karena ABR mencerminkan fungsi saraf pendengaran dan batang
otak, bayi-bayi ini dapat memiliki hasil skrining ABR yang abnormal bahkan ketika pendengaran
perifer normal.

Komponen Gelombang
 Gelombang I
Respon gelombang I ABR adalah representasi medan jauh dari potensial aksi senyawa
saraf pendengaran di bagian distal saraf kranial (CN) VIII. Respons tersebut diyakini
berasal dari aktivitas aferen dari serat CN VIII (neuron tingkat pertama) ketika mereka
meninggalkan koklea dan memasuki kanal pendengaran internal.
 Gelombang II
Gelombang ABR II dihasilkan oleh saraf VIII proksimal saat memasuki batang otak.
 Gelombang III
Gelombang ABR III muncul dari aktivitas neuron tingkat dua (di luar CN VIII) di atau
dekat nukleus koklea. Literatur menunjukkan gelombang III dihasilkan di bagian ekor
pons pendengaran. Inti koklea mengandung sekitar 100.000 neuron, yang sebagian besar
dipersarafi oleh serabut saraf kedelapan.
 Gelombang IV
Gelombang ABR IV, yang sering memiliki puncak yang sama dengan gelombang V,
diperkirakan muncul dari neuron orde ketiga pontine yang sebagian besar terletak di
kompleks olivari superior, tetapi kontribusi tambahan mungkin berasal dari nukleus
koklea dan nukleus lemniskus lateral.
 Gelombang V
Gelombang V kemungkinan mencerminkan aktivitas beberapa struktur pendengaran
anatomi. Gelombang ABR V adalah komponen yang paling sering dianalisis dalam
aplikasi klinis ABR. Meskipun ada beberapa perdebatan mengenai generasi gelombang V
yang tepat, diyakini berasal dari sekitar colliculus inferior.
 Gelombang VI dan VII
Thalamic (medic geniculate body) diperkirakan sebagai pembangkit gelombang VI dan
VII, tetapi lokasi pembangkitan yang sebenarnya tidak diketahui secara pasti.
OAE (Otoaccoustic Emission)
Emisi otoakustik merupakan suara dengan intensitas rendah yang dihasilkan pada koklea yang
normal, baik secara spontan maupun respon dari rangsang akustik. Skrining pendengaran pada
bayi-bayi dapat dilakukan dengan menggunakan alat emisi otoakustik, karena metoda ini
obyektif, aman, tidak memerlukan prosedur yang invasif atau pengobatan sebelum dilakukan
pemeriksaan, pemeriksaannya cepat, hanya memerlukan waktu beberapa detik sampai menit;
caranya mudah, tidak memerlukan keahlian khusus, biaya alat yang relatif murah.
Tes OAE digunakan untuk mengetahui seberapa baik telinga bagian dalam Anda, atau
koklea, bekerja. Tes mengukur emisi otoacoustic, atau OAEs. Hal ini adalah suara yang
dikeluarkan oleh telinga bagian dalam ketika merespons suara. Adanya sel-sel rambut di telinga
bagian dalam merespons terhadap suara dengan bergetar. Getaran menghasilkan suara yang
sangat pelan dan menggema kembali ke telinga tengah. Suara ini adalah OAE yang diukur.
Prosedur untuk pemeriksaan ini dengan memasangkan sebuah probekecil di telinga. Probe
menempatkan suara ke telinga Anda dan mengukur suara yang kembali. Pasien tidak perlu
melakukan atau mengatakan apa pun selama ujian. Pemeriksa dapat melihat hasilnya di layar
monitor.

Daftar pustaka:
1. Azwar. Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.
2013; 13(1)
2. Auditory Brainstem Response Audiometry: Overview, Physiology, Applications
[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2020 [cited 18 May 2020]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/836277-overview#a4
3. Lin HC, Chou YC, WangCH, et al. Correlation between auditory brainstem response and
hearing prognosis in idiopathic sudden sensorineural hearing loss patients. Auris Nasus
Larynx. 2017.
4. Otoacoustic Emissions (OAEs) [Internet]. Asha.org. 2020 [cited 18 May 2020]. Available
from: https://www.asha.org/public/hearing/Otoacoustic-Emissions/
5. Abiratno S.F. Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa ditinjau dari Bidang THT.
Seminar Keterlambatan Bicara dan Bahasa pada Anak. RS Fatmawati Jakarta. 26 Januari
2002

2. Terapi sensori intergrasi


Terapi sensori integrasi, sebagai bentuk terapi okupasi, mulai populer diberikan untuk tata
laksana anak dengan berbagai gangguan perkembangan, belajar, maupun perilaku. Terapi
sensori integrasi bertujuan untuk menimbulkan, meningkatkan, atau memperbaiki tingkat
kemandirian seseorang yang mengalami gangguan fisik maupun mental.Terapi sensori
integrasi sebagai bentuk okupasi dan treatment pada anak dengan kondisi tertentu seringkali
digunakan sebagai cara untuk melakukan upaya perbaikan, baik untuk perbaikan
gangguan perkembangan atau gangguan belajar, gangguan interaksi sosial, maupun perilaku
lainnya. Terapi itu sendiri merupakan suatu proses mengenal, mengubah, membedakan
sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respon berupa “Perilaku Adaptif
Bertujuan”
Terapi sensori integrasi menekankan stimulasi pada tiga indera utama, yaitu taktil,
vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensori ini memang tidak terlalu familiar
dibandingkan indera penglihatan dan pendengaran, namun sistem sensori ini sangat penting
karena membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan. Terapi ini dapat
dilaksanakan dengan pemberian sistem reward dan punishment. Bila anak melakukan apa yang
diperintahkan dengan benar, maka diberikan pujian. Sebaliknya anak dapat hukuman jika anak
melakukan hal yang tidak benar.

Sistem taktil
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang
mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan.
Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama
dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Hipersensitif terhadap stimulasi taktil, yang
dikenal dengan tactile defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan, berupa
respons menarik diri saat disentuh, menghindari kelompok orang, menolak makan makanan
tertentu atau memakai baju tertentu, serta menggunakan ujungujung jari, untuk memegang benda
tertentu. Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi iritabel.
Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau
perabaan suatu obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang,
perabot, atau dengan mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan
anak berada dalam bahaya

Sistem vestibular
Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi gerakan serta
perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot, keseimbangan, dan
koordinasi bilateral. Anak yang hipersensitif terhadap stimulasi vestibular mempunyai respons
fight atau flight sehingga anak takut atau lari dari orang lain. Anak dapat bereaksi takut terhadap
gerakan sederhana, peralatan bermain di tanah, atau berada di dalam mobil. Anak dapat menolak
untuk digendong atau diangkat dari tanah, naik lift atau eskalator, dan seringkali terlihat cemas.
Anak yang hiposensitif cenderung mencari aktivitas tubuh yang berlebihan dan disengaja, seperti
bergelinding, berputar-putar, bergantungan secara terbalik, berayun-ayun dalam waktu lama,
atau bergerak terus-menerus.

Sistem proprioseptif
Sistem proprioseptif terdapat pada serabut otot, tendon, dan ligamen, yang memungkinkan anak
secara tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Pekerjaan motorik halus, seperti
menulis, menggunakan sendok, atau mengancingkan baju bergantung pada sistem propriosepsif
yang efisien. Hipersensitif terhadap stimulasi proprioseptif menyebabkan anak tidak dapat
menginterpretasikan umpan balik dari gerakan dan mempunyai kewaspadaan tubuh yang rendah.
Tanda disfungsi sistem proprioseptif adalah clumsiness, kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh
yang aneh, makan yang berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil, seperti kancing.
Hiposensitif sistem proprioseptif menyebabkan anak suka menabrak benda, menggigit, atau
membentur-benturkan kepala.

Para ahli terapi sensori integrasi dari Amerika Serikat telah menyusun konsensus tentang elemen
inti terapi sensori integrasi.

Pada penelitian oleh Yahya A. dikatakan permasalahan penting pada terapi pada anak
autis berkaitan dengan perilaku tidak adaptif yang ditunjukan anak jika tidak diterapi.
Ketidakmampuan otak menerima dan memproses stimulus atau input. sensorik dari lingkungan
di sekitar dan dari dalam tubuhnya sendiri akan berdampak pada respon anak yang tidak adaptif.
Hal ini disebabkan karena ada masalah pada 7 indra yang meliputi pendengaran (telinga),
penglihatan (mata), penciuman (hidung), pengecapan (lidah), sentuhan (kulit), kesigapan tubuh
(vestibular), dan posisi dalam ruang (proprioceptive). Apabila anak di usia dini mengalami
masalah di salah satu dari 7 indra ini dan tidak segera ditangani/terapi, maka di kemudian hari
anak tersebut akan mengalami keterlambatan dalam proses tumbuh kembangnya

Daftar Pustaka
1. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/soedjatmiiko/publication/sensori_integrasi_dasar_d
an_efektivitas_terapi_sp_agustus_2011.pdf
2. Understanding sensory processing issues. Diunduh dari:
http://media.wiley.com/product_ data/excerpt/6X/04703912/047039126X.pdf. Diakses
tanggal 22 Mei 2010.
3. Komariah F. Program Terapi Sensori Integrasi bagi Anak Tunagrahita di Yayasan
Miftahul Qulub. INKLUSI. 2018;5(1):45.
4. Yahya A, Kurniawan A, Samawi A. Pengaruh Terapi Sensori Integrasi Terhadap
Kemampuan Motorik Kasar Berjalan Di Atas Garis Siswa Autis. Jurnal Ortopedagogia,
2015;1(4):325-329
5. Petrin K. Efektifitas Sensori Integrasi Untuk Meningkatkan Kemampuan
Menulis Permulaan Pada Anak Autis Di Ti-ji Home Schooling Padang. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Khusus, (online). 2012.

3. Tingkatan IQ disabilitas intelektual

The American Association of Intellectual and Developmental Disabilities AAIDD


mendefinisikan ID sebagai kecacatan yang ditandai oleh "keterbatasan signifikan dalam fungsi
intelektual dan perilaku adaptif" dengan timbulnya defisit sebelum usia 18 tahun.

Diagnosis Disabilitas Intelektual menurut DSM-5 membutuhkan dari tiga kriteria:


1. Defisit dalam fungsi intelektual "penalaran, pemecahan masalah, perencanaan, pemikiran
abstrak, penilaian, pembelajaran akademis, dan pembelajaran dari pengalaman" -
dikonfirmasi oleh evaluasi klinis dan uji IQ standar individual.
2. Defisit dalam fungsi adaptif yang secara signifikan menghambat kepatuhan terhadap
standar perkembangan dan sosiokultural untuk kemandirian individu dan kemampuan
untuk memenuhi tanggung jawab sosial mereka
3. Terjadinya defisit ini selama masa kanak-kanak.

Tabel berikut menunjukkan klasifikasi dari derajat keparahan disabilitas intelektual

DSM-V dan AAIDD mencirikan tingkat keparahan ID berdasarkan fungsi adaptif seseorang dan
jumlah dukungan yang dibutuhkan seseorang. Tabel berikut menunjukan tingkat dari keparahan
Intellectual Disability (ID)
PROJECTED
LEVEL OF ID LEVEL OF SUPPORT (IN ASSOCIATED ULTIMATE
(% CHILDREN CONCEPTUAL, SOCIAL, ESTIMATED IQ ACADEMIC
WITH ID) PRACTICAL DOMAINS) SCORE ACHIEVEMENT

Mild (85%) Intermittent 55–70 Up to sixth-grade level

Up to second-grade
Moderate (10%) Limited 40–55 level

Severe (3%–4%) Extensive 25–40 Preschool level

Profound (1%–
2%) Pervasive <25 --

Mild ID
Seseorang dengan ID ringan dapat memanifestasikan kesulitan di akhir prasekolah atau tahun
usia awal sekolah. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam pengaturan akademik (membaca
awal, menulis, berhitung, waktu, dan uang) dan tampaknya lebih dewasa secara sosial
dibandingkan dengan anak-anak lain seusia mereka. Komunikasi dan pemikiran mungkin lebih
konkret dan kurang matang daripada rekan-rekan mereka. Meskipun mereka dapat berfungsi
secara tepat dalam hal perawatan pribadi dan banyak bahkan akhirnya hidup secara mandiri,
mereka mungkin membutuhkan dukungan sesekali, khususnya dalam situasi kehidupan sehari-
hari yang kompleks. Beberapa mungkin dapat mencapai tingkat enam dalam fungsi akademik.

Moderate ID
Seseorang dengan ID moderat umumnya datang lebih awal daripada mereka dengan ID ringan,
bermanifestasi dengan kesulitan belajar dan bahasa pada tahun-tahun prasekolah dan defisit
dalam perilaku sosial dan komunikasi, yang memerlukan dukungan yang terbatas walaupun
mungkin substansial. Mereka yang terkena dampak pada akhirnya dapat melakukan tugas-tugas
dasar untuk perawatan pribadi (misalnya, berpakaian, toilet, dan makan secara mandiri), tetapi
waktu dukungan dan pengajaran yang signifikan mungkin diperlukan. Selama masa dewasa,
mereka dapat dipekerjakan dalam pekerjaan yang membutuhkan keterampilan komunikasi dan
kognitif minimal dan mungkin dapat berpartisipasi dalam semua tugas rumah tangga tetapi
dengan dukungan dan pengajaran yang berkelanjutan. Beberapa mungkin dapat mencapai tingkat
dua dalam fungsi akademik.

Severe ID
Seseorang dengan ID parah memiliki kapasitas terbatas untuk memahami bahasa tertulis dan
konsep angka dan waktu dan akan membutuhkan dukungan luas dari pengasuh sepanjang hidup.
Bahasa lisan juga sangat terbatas, dan mereka mungkin memiliki pemahaman yang terbatas
tentang percakapan / bahasa dan komunikasi gestural. Anak-anak dengan ID parah akan
membutuhkan dukungan dan pengawasan yang luas untuk semua kegiatan kehidupan sehari-hari.
Beberapa mungkin mencapai level pra-K dalam fungsi akademik.

Profound ID
Seseorang dengan ID mendalam memiliki keterampilan konseptual yang tidak melampaui beton,
dan kemampuan terutama melibatkan manipulasi objek, di terbaik. Mereka memiliki pemahaman
yang sangat terbatas tentang bahasa simbolik, meskipun mereka mungkin dapat memahami
instruksi dasar. Seseorang dengan ID mendalam membutuhkan dukungan luas dan tergantung
pada semua aspek perawatan pribadi dan kehidupan sehari-hari.

Daftar Pustaka :

1. Boat T, Wu J. Mental disorders and disabilities among low-income children.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK332882/
2. Pipan M. Intellectual Disability. Journal of Developmental & Behavioral Pediatrics.
2012;33(5):386.
3. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition. Arlington, VA: American Psychiatric Association; 2013
4. Fussell JJ, Reynolds AM. Cognitive development. In: Voigt RG, Macias MM, Myers
SM, eds. Developmental and Behavioral Pediatrics. Elk Grove Village, IL: American
Academy of Pediatrics; 2011
5. American Association of Intellectual and Developmental Disabilities. Intellectual
disability. Available at: https://aaidd.org/intellectual-disability.

Anda mungkin juga menyukai