7senyawa Organik Sintetis
7senyawa Organik Sintetis
PCBs dan PBBs adalah bahan kimia industri bersifat lipofilik yang sangat stabil
baik secara kimia maupun biokimia, dan dapat mengalami proses biokonsentrasi dan
bioakumulasi yang sangat kuat yang dapat secara cepat mencapai konsentrasi yang
tinggi dalam jaringan tubuh organisme, terutama predator puncak. Karena konsekuensi
ekologisnya yang sangat tinggi, bahan-bahan kimia tersebut dilarang secara total atau
penggunaannya sangat dibatasi di banyak negara (Walker, 2001). PCBs adalah
kelompok dari sekitar 209 bahan/unsur penyusun (congeners) yang diproduksi oleh
industri kimia. PCBs dengan 5 atau lebih kelompok klorin adalah yang terbanyak dan
terluas diproduksi oleh fabrikan bahan kimia (Walker et al., 1996). PCBs umumnya
digunakan dalam industri elektronika, penerus panas, sistem hydraulic, penyusun
minyak pelumas, bahan pencampur cat dan tinta pada kertas cetak tanpa karbon
(Walker, 2001). Pemaparan pada PCBs dapat berdampak pada perubahan proses
biokimia, struktur sel, dan juga berdampak pada kapasitas reproduksi ikan dan hewan
periaran lainnya (Niimi, 1990). PCBs menjadi penyebab penurunan populasi beberapa
jenis burung pemakan ikan, mamalia laut di Laut Utara (Walker, 2001).
PCBs telah digunakan dalam industri sejak tahun 1930-an, pada peralatan listrik,
pabrik cat, plastik, senyawa-senyawa pelapis dan produksi kertas copy tanpa karbon
(sensitif terhadap tekanan). PCB memiliki sifat-sifat fisika-kimia yang luar biasa seperti
sangat stabil, kemampuan menahan dan menyimpan listrik dan panas. Hal ini yang
membuat PCBs menjadi sangat popular dalam industri dengan nama-nama dagang
yang berbeda: Aroclor (Monsanto, AS), Clophen (Bayer, Jerman), Phenoclor (Caffaro,
Italia), Pyralene (Prodelec, Perancis), Kanechlor (Kanegafushi, Jepang), Sovol (Rusia).
Bentuk PCBs komersial bervariasi dari minyak bening hingga bubuk halus, tergantung
kebutuhan aplikasi industrinya. Komposisi senyawa PCBs juga sangat bervariasi,
mengandung antara 20-60% Chlorine (w/w), dengan atom Chlorine yang bervariasi per-
molekulnya.
Secara teoritis, PCBs terdiri atas sekitar 209 senyawa penyusun (dikenal sebagai
congeners) dengan berbagai variasi dalam pola-pola substitusi Chlorine-nya. PCBs
mulai terdeteksi pada sampel lingkungan pada tahun
1960-an. Kelimpahan relatif PCBs dalam lingkungan
banyak ditentukan oleh banyaknya congeners pada
produk komersial, jumlah produk yang terjual dan
terpakai serta persistensi relatif dan transportasi
senyawa di lingkungan. Karena memiliki daya tahah
(persistensi) dan volatilitas yang relatif tinggi, maka
dalam jangka panjang PCBs diprediksi dapat
menjangkau tempat-tempat yang sangat jauh sebagai
konsekuensi transportasi baik di udara/atmosfir maupun
dalam air. Oleh karena pola transportasi tersebut, PCBs sudah terdeteksi di Kutub
Selatan dan Kutub Utara, Laut dalam di Atlantik Utara, dimana tidak ada sumber emisi
dari penggunaan langsung di wilayah-wilayah tersebut (AMAP, 1998). .
Data tentang produksi global dan penggunaan PCBs telah dikumpulkan selama
lebih dari 4 dekade, dan dari data-data tersebut besar kemungkinan PCBs akan tetap
berada di lingkungan untuk jangka waktu yang sangat lama. Pada penghujung tahun
1980, estimasi mengindikasikan bahwa masih terdapat sekitar 374.000 ton PCBs di
lingkungan, dimana 232.000 ton terdapat dalam perairan laut, 3.500 ton dalam perairan
tawar dan sekitar 1.580 ton tersirkulasi dalam atmosfir (Tanabe, 1988). Masih menurut
Tanabe, diestimasi masih ada sekitar 783.000 ton PCBs yang masih tersimpan dalam
65
gudang atau bunker bawah tanah, yang sewaktu-waktu
berpotensi untuk memasuki lingkungan.
66
Nama Dagang, Pabrik dan Negara Penghasil PCBs
67
PCBs dalam Organisme Laut
Sebagai konsekuensi dari sifat hidrofobik dan persistensi tinggi dari PCBs, maka
laju bioakumulasi dengan konsentrasi tinggi PCBs banyak ditemukan pada biota
(Stebbing et al., 1992; OSPAR, 2000) . PCBs secara efisien terakumulasi oleh
organisme laut yang diabsorpsi melalui permukaan tumbuh (mis. insang, kulit,
karapaks) atau melalui ingesti makanan yang terkontaminasi, menelan air atau partikel
sedimen.
Setelah masuk ke dalam organisme, PCBs akan terakumulasi dalam jaringan lemak
atau pada lokasi-lokasi yang mengandung lemak seperti membrane sel atau
lipoprotein. Untuk jangka panjang, penggunaan persediaan lemak dapat terjadi pada
saat terjadi kelangkaan bahan makanan, maka terjadi pelepasan PCBs yang akan
berbarengan dengan munculnya toksisitas bagi organisme. Hal ini karena pada saat
kelaparan tersebut, konsentrasi PCBs naik hingga beberapa kali lipat, dan konsentrasi
tinggi ini yang bersifat toksik pada organisme.
Dari kenyataan tersebut, bahwa PCBs lebih menyukai untuk terakumulasi pada organ-
organ tertentu dan jaringan lemak, maka dalam melakukan pemantauan pencemaran
pada jenis-jenis organisme yang berbeda, hal ini harus diperhatikan. Akumulasi PCBs
juga dipengaruhi oleh factor-faktor: usia, kelamin, stadia kematangan gonad, kebiasaan
makan, dsbnya. Patut dicatat, bahwa bioakumulasi merupakan bahan dasar (precursor)
dari seluruh toksisitas bahan kimia, karena tanpa akumulasi, sekecil apapun, maka aksi
toksik pada lokasi/organ target pada organisme tidak akan dapat terjadi.
B. PBBs
C. PFCs
D. Dioxins
E. Organotin
Organotins (OT) pertama kali disintesis pada abad ke-19, namun produksi masal
industry meningkat sejalan dengan meledaknya produksi produk-produk plastic sesaat
setalah Perang Dunia II selesai. Dari temuan-temuan yang ada, terbukti bahwa dioctyl
dan dibutyltin merupakan bahan additive sebagai stabilisator PVC (paralon), yang
ditambahkan untuk melawan proses pelapukan khususnya dari terik matahari dan
panas hal ini terkait dengan daya mengikat yang kuat dari Tin pada donor atom seperti
Oksigen dan Sulfur. Karena sifatnya yang sangat mempengaruhi reaksi-reaksi fisiologis
organisme, maka Tri-organotin (TOT) juga digunakan sebagai pestisida, disinfektan
dan fungisida, yang sempat dipasarkan pada tahun 1950-an, namun kemudian dilarang
produksi dan peredarannya. Tri-organotin sebagai Tri-butyltin (TBT) dan Tri-phenyltin
(TPhT) dianggap wajar dan tetap dipasarkan karena sifat toksiknya yang rendah pada
mamalia (Stab, 1995). Pada era 1960-an, cat anti-fouling mengandung TBT mulai
dipasarkan yang kemudian memiliki dampak luas pada organisme laut.
Struktur senyawa Organotin umumnya tetra atau divalent dengan satu atau lebih ikatan
kovalen kelompok organik. Struktur ini membentuk
senyawa yang secara kimia stabil yang
mengandung kelompok-kelompok alifatik dan
aromatik. Pada fase cair, Tri-organotin mencapai
kesetimbangan dengan anion-anion seperti Cl - dan
OH- yang bergantung pada komposisi ion dan pH.
70
Proses peluruhan TBT dan TPhT umumnya bermula dari proses spesiasi sebagai
hydroksida, lalu dilanjtkan dengan proses sorpsi senyawa organotin ke dalam sedimen.
Degradasi dalam cairan (fase aqueous) lebih cepat dibanding dalam sedimen aerobik
maupun sedimen anaerobik.
TBT dalam sedimen dapat terakumulasi oleh organisme bentik, dan proses mobilisasi
TBT dalam sedimen dapat rejadi akibat pengadukan sedimen, yang dapat
mempengaruhi toksisitas TBT dalam lingkungan laut. Sumber utama dari senyawa
organotin dalam lingkungan laut adalah dari penggunaan cat anti-fouling berbasis
trialkyltin (TBT and TPhT). Di- dan mono-organotins muncul sebagai hasil perombakan
TBT dan TPhT dan penggunaan senyawa-senyawa di- dan monoalkylated (butyl,
cyclohexyl dan octyl) sebagai stabilisator PVC dan sebagai katalis dalam produksi
polymer. Produksi dunia organotin disajikan dalam gambar di sebelah kiri atas.
71
Pustaka
Clark RB, 1992. Marine Pollution. Oxford University Press, 161 pp.
Garabetian F, Romano JC, Paul R, Sigoillot JC, 1993. Organic matter composition and
pollutant enrichment of sea surface microlayer inside and outside slicks. Mar
Environ Res 35!:323-339
Moore MR, Vetter W, Gaus C, Shaw GR, Müller JF, 2002. Trace organic ccompound
sin the marine environment. Mar Pollut Bull 45:62-68
OSPAR Commission for the Protection of the Marine Environment of the North-East
Atlantic, 2000. Quality Status Report for the North-East Atlantic, OSPAR
Commission, London, 108 pp.
Tanabe S, 1988. PCB problems in the future : foresight from current knowledge.
Environ Poll 50:5-28.
Walker, C.H., Hopkin, S.P., Sibly, R.M., Peakall, D., 1996. Principles of Ecotoxicology.
Taylor & Francis, London.
72