Anda di halaman 1dari 4

JURNAL PERKULIAHAN

Mata Kuliah : Paradigma-Paradigma Kebenaran Dalam Filsafat

Dosen : Prof. Dr. H. Marzuki Noor, M.S

Tanggal : 31 Oktober 2020 (Kuliah Minggu IV)

Topik : Filsafat Ilmu (Manajemen), Kebudayaan dan Kemaslahatan

Metode : Daring dengan diskusi.

Deskripsi

Paradigma adalah pandangan yang mendasar dari para ilmuan mengenai apa yang seharusnya
menjadi kajian dalam ilmu pengetahuan, apa yang menjadi pertanyaannya dan bagaimana
cara menjawabnya.

Paradigma tentang suatu ilmu pengetahuan akan selalu berubah dan kelahiran paradigma baru
tidak akan pernah terlepas dari paradigma sebelumnya dan akan selalu berusaha memperbaiki
kekurangan dari paradigma sebelumnya.

Baik buruknya suatu paradigma tergantung pada sudut pandang penganutnya dalam
memahami paradigma tersebut.

Pada dasarnya para peneliti mengembangkan paradigmanya berdasarkan 4 dimensi ilmu


pengetahuan yaitu :

1. Dimensi Ontologis
2. Dimensi Epistemologis
3. Dimensi Aksiologis
4. Dimensi Metodologis

Dalam tradisi filsafat, kebenaran memiliki berbagai bentuk tergantung perspektif yang
digunakan. Teori kebenaran dalam filsafat yaitu :

1. Teori Korespondensi
Teori korespondensi ialah teori kebenaran yang didasarkan pada fakta obyektif
sebagai dasar kebenarannya. Teori ini menyatakan sebuah pernyataan dianggap benar
apabila pernyataan tersebut berhubungan dengan fakta obyektif yang ada.
Jadi teori dianggap benar jika ada faktanya. Jika tidak maka teori tersebut bukan
kebenaran.
Teori ini digunakan oleh para empiris karena mengandalkan pengalaman inderawi
dalam menangkap fakta. Contohnya : sebuah pernyataan “Hari ini cuaca cerah”
Peristiwa cerahnya cuaca harus bisa ditangkap oleh panca indera, jika tidak bisa
ditagkap oleh panca indera maka peristiwa tersebut bukan merupakan fakta,
melainkan hanya peristiwa delusive yang hanya berada dalam imajinasi pemberi
pernyataan. Kadar kebenaran akan semakin tinggi apabila banyak pihak yang
mengiyakan dan menyaksikan bukti faktual yang berhubungan dengan sebuah
pernyataan
2. Teori Koherensi
Teori yang dibuktikan secara berulang-ulang dalam hal ini teori Korespondensi akan
melahirkan sebuah aksioma yang berwujud sebagai kebenaran umum.
Teori Koherensi berpandangan bahwa sebuah pernyataan dianggap benar apabila
tidak bertentangan dengan pernyataan sebelumnya yang sudah terbukti benar
(Koheren). Konsistensi merupakan syarat untuk sebuah teori dianggap benar.
Contohnya : pada hari pertama wawancara, sumber data mengatakan jumlah barang
yang terjual sebanyak 3000 barang, maka besok atau lusa pun sumber data ketika
ditanya akan tetap mengatakan bahwa jumlah barang yang terjual sebanyak 3000.
Teori koherensi memiliki kelemahan yaitu data reliabel yang ditunjukan belum tentu
menunjukan sebuah validitas. Sugiono dalam buku Metodologi Penelitian Bisnis
(2007) mengatakan bahwa data yang reliable belum tentu valid. Contohnya : manajer
SDM suatu perusahaan sering mengatakan bahwa karyawannya tidak produktif dalam
kerjanya. Hal ini dikatakan secara konsisten tapi bohong. Sehingga data tersebut
terlihat reliable (konsisten) tetapi tidak valid.
3. Teori Pragmatis
Teori ini meletakan kebenarannya pada manfaat praktis dalam memecahkan masalah
kehidupan. Tidak hanya empiris tapi juga lebih lanjit bisa diterapkan pada obyek
pengetahuan metafisik. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap kaum positifistik
yang menyatakan bahwa peryataan metafisik sebagai pernyataan tidak bermakna
karena tidak mempunyai dasar factual di dunia empiris. Menurut kaum pragmatis,
pernyataan metafisik bisa menjadi pernyataan yang benar selama ia memiliki manfaat
dalam kehidupan. Contohnya : Neraka ada bagi manusia yang berperilaku jahat.
Terlepas dari ketiadaan bukti empiris tentang neraka, pernyataan itu bisa dianggap
sebagai pernyataan yang benar karena memiliki manfaat dalam menurunkan angka
kejahatan.
4. Teori Performatif
Teori kebenaran performatif muncul dari konsepsi J. L. Austin yang membedakan
antara ujaran konstatif dan ujaran performatif. Menurut tokoh filsafat analitika Bahasa
dari Inggris ini, pengujian kebenaran (truth-evaluable) secara faktual seperti yang
dapat diterapkan dalam teori korespondensi hanya bisa diterapkan pada ujaran
konstatif. Ucapan konstatif adalah ucapan yang yang mengandung sesuatu yang
konstatif dalam ujaran itu sehingga ia memiliki konsekuensi untuk dibuktikan
kebenarannya.
Sementara itu, terdapat beberapa hal yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya
karena keterbatasan masyarakat untuk mengakses fakta yang terjadi. Selain
keterbatasan akses kepada fakta, ketidakbisaan sebuah ujaran untuk dibuktikan juga
bisa disebabkan karena sebuah ujaran berkaitan dengn kondisi atau aktivitas mental
seseorang. Ketika seseorang berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama
kelak di kemudian hari, kita tidak bisa membuktikan apakah ia berjanji sungguh-
sungguh seperti yang ia ucapkan atau tidak. Kesungguhan dalam janji adalah aktivitas
mental dan oleh karena itu tidak bisa dibuktikan. Untuk hal-hal ini, Austin
mengenalkan jenis ujaran performatif.
Ujaran-ujaran ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan fakta obyektif
maupun konsistensi logis yang dikandungnya, melainkan berkaitan dengan layak atau
tidaknya ujaran tersebut dikeluarkan oleh sang penutur. Atas dasar itulah kebenaran
performatif mengandalkan otoritas penutur sebagai dasar kebenarannya. Otoritas ini
bisa dimaknai sebagai adanya wewenang, kepakaran atau kompetensi sang penutur
dalam hal yang diungkapkan dalam ujarannya.

Refleksi:

Secara substantif, setelah mengikuti perkuliahan Minggu ke IV ini, dapat disimpulkan bahwa
paradigm dalam ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk memperpaiki kekurangan dari
paradigma sebelumnya. Baik buruknya suaru paradigma sifatnya subjektif karena tergantung
sudut pandang peneliti.
Teori korespondensi memiliki kelemahan yaitu teori korespondensi tidak berlaku bagi objek
non empiris. Kelemahan lainnya adalah bisa saja peneliti melakukan kesalahan atau
kekhilafan karena kurang cermatnya pengindraan peneliti
Teori Koherensi memiliki kelemahan dalam kevalidan data yang disampaikan karena
reliabelnya suatu pernyataan tidak menjamin kevalidan data tersebut.
Teori Pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati
hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis.

DAFTAR LITERATUR
Budiono, Umar dkk. 2020. Paradigma-Paradigma Kebenaran dalam Filsafat, Makalah
dipresentasikan pada Presentasi Kelompok Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan
Kemuhammadiyahan secara Daring.
Faradi, Abdul Aziz. 2019. Teori-Teori Kebenaran dalam Filsafat : Urgensi dan
Signifikansinya dalam Upaya Pemberantasan Hoaxs. Jurnal Ilmu-ilmu Ushuluddin.
07(1), h. 10-14.
Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung

Anda mungkin juga menyukai