Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tekanan Darah


2.1.1 Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat
mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh
manusia. Darah yang dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi
sangat penting sebagai media pengangkut oksigen serta zat-zat lain yang
diperlukan bagi kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai
sarana pengangkut sisa hasil metabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan
tubuh (Gunawan, 2001).
Tekanan darah diukur dalam milimeter merkuri (mmHg) dan dicatat
sebagai dua angka biasanya ditulis salah satu diatas yang lain. Jumlah atas adalah
tekanan darah sistolik yaitu tekanan tertinggi dalam pembuluh darah dan terjadi
ketika jantung berkontraksi, atau berdenyut. Angka yang lebih rendah adalah
tekanan darah diastolik yaitu tekanan terendah di pembuluh darah di antara detak
jantung ketika otot jantung rileks. Tekanan darah orang dewasa normal
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 120 mmHg dan tekanan darah
diastolik 80 mmHg (World Health Organization, 2013).
Menurut Gunawan (2001) tekanan darah manusia biasa diukur secara
tidak langsung dengan alat tensimeter (sphygmomanometer air raksa). Pengukuran
tekanan darah dilakukan dengan memasang manset di lengan atas, kira-kira 4 cm
di atas lipatan siku. Dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a) Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan
santai.

7
8

b) Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang
agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring, meskipun selisihnya
relatif kecil.
c) Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang
baru bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah, yang
dinamakan tekanan darah basal. Tekanan darah yang diukur setelah berjalan
kaki atau aktivitas fisik lain akan memberi angka yang lebih tinggi dan
disebut tekanan darah kasual. Oleh karena itu, sebelum pengukuran tekanan
darah, orang sebaiknya beristirahat duduk santai minimal 10 menit.
Disamping itu juga tidak boleh merokok atau minum kopi, karena merokok
atau minum kopi akan menyebabkan tekanan darah sedikit naik.
d) Pada suatu pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3
kali berturut-turut. Jika hasilnya berbeda, maka nilai yang dipakai adalah nilai
yang terendah.
e) Ukuran manset (cuff) harus sesuai dengan lingkaran lengan, bagian yang
mengembang harus melingkari 80% lengan dan mencakup dua pertiga dari
panjang lengan atas. Untuk itu, sebaiknya digunakan ukuran manset yang
berbeda untuk anak, dewasa dan orang gemuk.

2.1.2 Klasifikasi Tekanan Darah


Pada tahun 1997, National Institutife of Health mempublikasikan suatu
metode hasil revisi untuk mengklasifikasi tekanan darah berdasarkan stadiumnya.
Kategori sebelumnya ringan, sedang, berat, dan sangat berat, masing-masing
diganti dengan stadium satu hingga empat. Penggantian kategori ini sebagian
dilakukan karena istilah “ringan” dan “sedang” yang lama tidak berhasil
menyampaikan dampak sebenarnya darah tinggi pada risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular.
9

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut National Institutife of Health


Kategori Sistolik Diastolik
Optimal < 120 mmHg < 80 mmHg
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Hipertensi
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3 ≥ 180 mmHg ≥ 110-119 mmHg
Sumber: Kowalak, Welsh, Mayer, 2011

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah


a) Jenis kelamin
Jenis kelamin memiliki pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin.
Secara umum tekanan darah pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada
perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang
menunjukkan adanya pengaruh hormon (Julius, 2008).
b) Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin
tinggi umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan
elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur.
Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55
tahun tekanan darah pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur
65 tahun tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan
demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur (Gray,
et al. 2005).
c) Stres
Ansietas, takut, nyeri, dan stres emosi mengakibatkan stimulasi simpatis,
yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung, dan tahanan vaskuler perifer
(Potter & Perry, 2005).
10

d) Medikasi
Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi tekanan darah, seperti diuretik dan vasodilator. Golongan lain
yang mempengaruhi tekanan darah adalah analgesik narkotik, yang dapat
menurunkan tekanan darah (Potter & Perry, 2005).

2.2 Konsep Penyakit Hipertensi


2.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg
(Smeltzer & Bare, 2001).
Hipertensi adalah peningkatan sistole, yang tingginya tergantung umur
individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu,
tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami. Hipertensi dengan
peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan tekanan diastole lebih
sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan diastole tanpa disertai
peningkatan tekanan sistole lebih sering terdapat pada dewasa muda (Tambayong,
2000)

2.2.2 Etiologi Hipertensi


2.2.2.1 Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau hipertensi esensial yang tidak diketahui
penyebabnya disebut juga hipertensi idiopatik, terdapat sekitar 95% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas
sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekresi Na,
peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko
seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya
timbul pada umur 30-50 tahun (World Health Organization, 2005).
11

2.2.2.2 Hipertensi Sekunder


Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus.
Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing,
feokromositoma, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain
(World Health Organization, 2005).

2.2.3 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Hipertensi


Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat
dikontrol, antara lain:
2.2.3.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikontrol
a) Keturunan.
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai
orangtua atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut
mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang
kedua orangtuanya normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat
keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun
dan laki-laki dibawah 55 tahun (Julius, 2008).
b) Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Harrison,
Wilson, dan Kasper (2005) mengatakan bahwa wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis.
c) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi
orang yang lebih tua cenderung memepunyai tekanan darah yang tinggi dari
orang yang berusia lebih muda. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
12

hormon sesudah menopause. Bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi


lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun.

2.2.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol


a) Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan
tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan
kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam
pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh
darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung
bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran
darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer
(Gray, et al. 2005).
b) Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya
dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada
besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah
parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi
tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing-masing
individu. Peningkatan darah di atas nilai normal optimal yaitu >120/80 mmHg
akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler (Haffner, 1999).
c) Kurang Olahraga
Kurangnya aktivitas fisik dapat mengakibatkan hipertensi yaitu karena
terjadinya penurunan cardiac output (curah jantung) sehingga pemompaan ke
jantung menjadi lebih kurang. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan
terjadinya kekakuan pembuluh darah, sehingga aliran darah tersumbat dan dapat
menyebabkan hipertensi.
13

d) Minum Alkohol
Banyak penelitian mmebuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung
dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol
berlebihan termasuk salah satu faktor risiko hipertensi (Aisyah, 2009)
e) Mengkonsumsi Garam Berlebih
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditasrik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi (Basha, 2004).

2.2.4 Manifestasi Klinis Hipertensi


Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,
seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang
menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun.
Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh
darah bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang
paling menyertai hipertensi (Smeltzer & Bare, 2001).
Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja,
maka dapat terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
azotemia (peningkatan nitrogen urea [BUN] dan kretinin). Keterlibatan pembuluh
darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang
termanifestasi sebagi paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau
gangguan tajam penglihatan. Pada penderita stroke, dan pada penderita hipertensi
disertai serangan iskemia, insidens infark otak mencapai 80% (Smeltzer & Bare,
2001).
14

2.2.5 Penatalaksanaan Hipertensi


Menurut Muttaqin (2009) tujuan penatalaksaan medis pada klien
hipertensi adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan
mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya
perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
2.2.5.1 Penatalaksanaan Farmakologis
a) Diuretik tiazid
Mekanisme kerja diuretik tiazid dalam hipertensi belum jelas dan tidak
dapat dihubungkan hanya dengan efeknya pada keseimbangan garam dan
air. Diuretik yang lebih efektif, seperti furosemid, bukan merupakan obat
antihipertensi yang lebih efektif (Staf Pengajar Departemen Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008). Diuretik mempunyai
efek langsung pada otot polos vaskular, dan vasodilatasi yang ditimbulkan
tampaknya berkaitan dengan penurunan sedikit tetapi persisten kadar Na+
tubuh (Neal, 2006).
b) β-bloker (antagonis β-adrenoseptor)
Obat β-bloker memiliki efek sentral, yang mengubah tonus simpatis atau
mereka menghambat pelepasan renin dari ginjal (Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008). Hipotesis
lainnya mengatakan, β-bloker awalnya menyebabkan penurunan tekanan
darah melalui penurunan curah jantung. Kelemahan β-bloker adalah efek
samping yang sering terjadi, seperti tangan dingin dan fatigue, dan efek
yang jarang terjadi namun serius, seperti provokasi asma, gagal jantung,
atau blok konduktansi (Neal, 2006).
c) Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menghambat konversi Angiotensin I menjadi angiotensin II.
Hambatan terhadap ACE tidak hanya terjadi dalam plasma tetapi juga di
dalam endotelium vaskular, menghasilkan vasodilatasi, penurunan resitensi
perifer, dan penurunan tekanan darah (Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008).
15

d) Antagonis reseptor angiotensin


Menurunkan tekanan darah dengan memblok reseptor angiotensin. Obat ini
mempunyai sifat yang sama dengan inhibitor ACE, tetapi tidak
menyebabkan batuk, kemungkinan karena obat-obat ini tidak mencegah
degradasi bradikinin (Neal, 2006).

2.2.5.2 Penatalaksanaan Nonfarmakologis


a) Modifikasi gaya hidup
Adopsi gaya hidup sehat oleh semua individu sangat penting dalam
pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian tak terpisahkan
dari manajemen hipertensi. Modifikasi gaya hidup menurunkan tekanan
darah, meningkatkan khasiat obat antihipertensi dan menurunkan risiko
kardiovaskular. Pasien dengan prehipertensi dan ada indikasi kuat
(termasuk gagal jantung, infark miokard sebelumnya atau stroke, status
risiko koroner tinggi, diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis) merespon
dengan baik untuk modifikasi gaya hidup dan biasanya tidak memerlukan
terapi obat. Untuk semua kategori tekanan darah normal, terapi obat
diindikasikan jika tekanan darah tujuan tidak tercapai dengan modifikasi
gaya hidup saja (Khatib & El-Guindy, 2005).
b) Penghentian merokok
Ini mungkin adalah ukuran gaya hidup yang paling kuat untuk pencegahan
penyakit non-kardiovaskular dan penyakit kardiovaskular, termasuk stroke
dan penyakit jantung koroner. Selain itu, merokok dapat mengganggu efek
dari beberapa obat antihipertensi seperti β-adrenergik blocker. Bila perlu,
penggantian atau terapi nikotin harus dipertimbangkan karena mereka
tampaknya aman pada hipertensi dan untuk memfasilitasi berhenti
merokok (Khatib & El-Guindy, 2005).
c) Penurunan berat badan dan latihan fisik
Penurunan berat badan mengurangi tekanan darah pada pasien kelebihan
berat badan dan memiliki efek menguntungkan pada faktor-faktor risiko
yang terkait seperti resistensi insulin, diabetes, hiperlipidemia, dan
16

hipertrofi ventrikel kiri. Tekanan darah yang turun adalah 1,6/1,1 mmHg
untuk setiap kilogram berat badan. Penurunan tekanan darah efek
penurunan berat badan dapat ditingkatkan dengan peningkatan simultan
oleh latihan fisik. Dengan demikian, pasien menetap harus disarankan
untuk mengambil tingkat sederhana latihan aerobik secara teratur seperti
jalan cepat selama minimal 30 menit per hari, beberapa hari dalam
seminggu. Latihan berat dapat memiliki efek pressor dan harus dihindari.
Ketika hipertensi tidak terkontrol, dan untuk hipertensi berat, latihan fisik
yang berat harus ditunda sampai pengobatan yang tepat telah ditentukan
dan agar efektif (Khatib & El-Guindy, 2005).
d) Pengurangan asupan garam dan perubahan pola makan lainnya
Mengurangi asupan natrium diet untuk tidak lebih dari 100 mEq/l (2,4 g
natrium atau 6 gram natrium klorida) mengurangi tekanan darah rata-rata
4-6 mmHg. Pasien harus dianjurkan untuk menghindari garam tambahan,
menghindari makanan asin (terutama makanan olahan) dan makan lebih
banyak makanan yang dimasak langsung dari bahan-bahan alami yang
mengandung lebih banyak kalium. Pasien hipertensi juga harus disarankan
untuk makan lebih banyak buah dan sayuran, makan lebih banyak ikan dan
mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol. Hal ini juga dicapai
dengan penerapan Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH).
DASH diet kaya buah-buahan, sayuran dan makanan susu rendah lemak
termasuk biji-bijian, unggas, ikan dan kacang-kacangan, dan berkurang
dalam lemak, daging merah, minuman manis dan mengandung gula
(Khatib & El-Guindy, 2005).
e) Penghentian konsumsi alkohol
Ada hubungan linear antara konsumsi alkohol, tingkat tekanan darah dan
prevalensi hipertensi pada populasi. Tingginya tingkat konsumsi alkohol
berhubungan dengan risiko tinggi stroke, terutama untuk minuman keras.
Selain itu, alkohol melemahkan efek terapi obat antihipertensi. Pasien
hipertensi yang minum alkohol harus disarankan untuk berhenti minum.
Jika mereka bersikeras untuk terus minum mereka harus disarankan, dalam
17

hal apapun, untuk mengkonsumsi tidak lebih dari 30 ml etanol (setara


dengan dua gelas per hari) pada pria dan tidak lebih dari 15 ml etanol (satu
minuman per hari) pada wanita dan lebih ringan-berat badan seseorang.
Satu minuman adalah 360 ml bir, 150 ml anggur, dan 45 ml dari 80%
minuman keras (Khatib & El-Guindy, 2005).

2.3 Terapi Alternatif Komplementer


2.3.1 Definisi
Terapi alternatif komplementer adalah sebuah kelompok dari bermacam-
macam sistem pengobatan dan perawatan kesehatan, praktek dan produk yang
secara umum tidak menjadi bagian dari pengobatan konvensional (U.S National
Institutes of Health, 2007). Istilah terapi alternatif komplementer mendeskripsikan
tentang praktek-praktek dan produk-produk dimana masyarakat memilihnya
sebagai sebuah tambahan atau alternatif dalam pendekatan pengobatan.

2.3.2 Jenis Terapi Alternatif Komplementer


The United States National Institutes of Health mengelompokkan terapi
alternatif menjadi 5 kelompok:
a) Biologically based practice
Jenis pengobatan ini termasuk suplemen makanan, tumbuhan, ekstrak
dari hewan, vitamin, mineral, asam lemak, asam amino, protein, prebiotics dan
probiotik. Suplemen diet adalah bagian dari jenis pengobatan alternatif ini.
Namun studi baru-baru ini menunjukkan dengan jelas bahwa interaksi antara
produk dan obat-obatan terjadi. Beberapa kasus telah dilaporkan peningkatan
perdarahan yang berhubungan dengan penggunaan ginkgo dengan obat-obatan
yang memiliki efek antikoagulan atau antiplatelet.
b) Manipulative and body-based approaches
Jenis pendekatan ini meliputi pijat (massages), osteopathic chiropractic,
Tui Na, refleksiologi, rolfin, bowen technique. Manipulative and body-based
practice berfokus terutama pada struktur dan sistem tubuh, termasuk tulang dan
sendi, jaringan lunak, dan peredaran darah dan sistem limfatik.
18

c) Mind-body medicine
Jenis pendektan ini meliputi pendekatan spiritual seperti meditasi dan
teknik relaksasi. Contohnya biofeedback, meditation, guided imagery, yoga,
hypnosis, Tai chi, Qi gong. Mind-body medicine menggunakan kekuatan pikiran
dan emosi mempengaruhi kesehatan fisik. Kunci untuk mind-body medicine
adalah untuk “melatih” pikiran untuk memusatkan perhatian pada tubuh tanpa
gangguan. Dalam keadaan ini “fokus konsentrasi” seseorang dapat meningkatkan
kesehatan mereka.
d) Alternative medical system
Contohnya adalah acupunture, ayurveda, cupping therapy, homeopathic
tratment, naturopathy. Ayurveda menggunakan rempah, pijat, yoga, dan terapi
eliminasi (enema, minyak pijat, atau nasal lavage) untuk mengembalikan
keseimbangan dalam tubuh dan dengan alam. Homepathy didasarkan pada prinsip
bahwa tubuh bisa menyembuhkan, namun homeopathy memiliki sedikit resiko
dan jarang terjadi suatu reaksi alergi atau beracun. Naturopathy menekankan
pencegahan dan pengobatan penyakit melalui gaya hidup sehat, perawatan pasien
secara komprehensif, dan kemampuan tubuh dalam penyembuhan alami. Sistem
ini juga berfokus pada menemukan penyebab penyakit bukan hanya mengobati
gejala. Acupunture adalah salah satu pengobatan alternatif yang paling banyak
diterima di dunia barat. Titik-titik tertentu pada tubuh dirangsang, biasanya
dengan memasukkan jarum tipis ke dalam kulit dan jaringan dibawahnya.
e) Energy medicine
Pendekatan ini menggunakan terapi yang meliputi penggunaan energi
seperti biofield atau bioelectromagnetic atau keduanya dalam melakukan
intervensi. Para praktisi mempercayai bahwa aliran dan keseimbangan energi
kehidupan diperlukan untuk menjaga kesehatan dan merupakan alat untuk
menjelaskan dalam pemulihan kesehatan.
19

2.4 Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage


2.4.1 Definisi Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage
Pijat adalah salah satu terapi komplementer yang telah digunakan oleh
perawat sejak zaman Florence Nightingale. Pijat memiliki istilah yang luas.
Upaya untuk mengoperasionalkan definisi yang meliputi, seni, ilmu pengetahuan,
dan juga mencakup interpretasi dari budaya. American Massage Therapy
Association mendefinisikan pijat sebagai manipulasi jaringan lunak manual, dan
termasuk memegang, menggosok, gerakan, dan/atau tekanan yang berlaku untuk
tubuh (Fletcher, 2009, 59 dalam Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013).
Sederhananya, pijat adalah manipulasi terapi jaringan lunak tubuh dengan tujuan
mencapai normalisasi jaringan tersebut (Wieting & Cugalj 2011 dalam Lindquist,
Snyder, & Tracy, 2013).
Slow stroke back massage adalah tindakan masase punggung dengan
usapan yang perlahan dan berirama dengan gerakan sirkular dengan kecepatan 60
kali usapan permenit selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005). Gerakan dimulai
pada bagian tengah punggung bawah kemudian ke arah atas area belahan bahu
kiri dan kanan. Tindakan ini meredakan ketegangan, merilekskan pasien dan
meningkatkan sirkulasi (Ester, 2005).

2.4.2 Dasar ilmiah


Rawlins (1933) menyatakan, "pijat adalah ilmu, bukan sebuah trend
zaman. Florance Nightingale berdasarkan penggunaan intervensi nonfarmakologi
seperti pijat di Teori Adaptasi Lingkungan. Nightingale percaya bahwa perawat
harus mempromosikan lingkungan yang terbaik yang akan memungkinkan hukum
alam untuk meningkatkan proses penyembuhan (Dossey, Selanders, Beck &
Attewell, 2005 dalam Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013). Pijat digunakan oleh
perawat untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Hal ini digunakan
untuk meningkatkan sirkulasi, mengurangi rasa sakit, membantu tidur,
mengurangi kecemasan atau depresi, dan meningkatkan kualitas hidup (Rose,
2010 dalam Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013).
20

Pijat menghasilkan efek terapi pada beberapa sistem tubuh:


muskuloskeletal, kardiovaskuler, getah bening, dan saraf. Memanipulasi kulit dan
otot yang membuat kulit kenyal. Meningkatkan pijat atau meningkatkan gerakan
dalam sistem muskuloskeletal dengan mengurangi pembengkakan, melonggarkan,
dan peregangan tendon, dan membantu dalam penurunan adhesi jaringan lunak.
Gesekan ke kulit dan jaringan subkutan mengeluarkan histamines yang
menghasilkan vasodilatasi pembuluh dan meningkatkan aliran balik vena (Snyder
& Taniguki, 2010 dalam Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013).
Studi menunjukkan bahwa pijat menghasilkan indikator fisiologis dan
psikologis untuk respon relaksasi (Harris & Richards, 2010). Menggunakan pijat
kaki dengan pasien jantung (Hattan, Raja dan Griffiths, 2002) menemukan bahwa
subjek yang menerima terapi ini dilaporkan merasa jauh lebih tenang. Pijat adalah
terapi holistik yang meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, termasuk
kesejahteraan emosional (Currin & Meister, 2008); mengurangi rasa sakit dan
kecemasan selama persalinan (Chang, Wang, & Chen, 2002); dan meningkatkan
kualitas hidup (Williams et al., 2005 dalam Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013).

2.4.3 Metode
Berbagai pijatan halus digunakan untuk menghasilkan gesekan dan
tekanan pada jaringan kulit dan subkutan. Jenis pijatan halus dan jumlah tekanan
yang dipilih tergantung pada hasil yang diinginkan dan bagian tubuh yang dipijat.
Lingkungan di mana pijat diberikan penting. Ruangan harus cukup hangat bagi
orang untuk merasa nyaman karena menggigil bisa meniadakan efek dari pijat.
Selain itu, privasi perlu dipastikan. Menambahkan musik dan aromaterapi untuk
sesi pijat bisa mebantu untuk meningkatkan efektivitas pijat. Sebelum pemberian
pijat, perawat harus menjelaskan intervensi, mencatat riwayat, dan memperoleh
izin pasien (Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013). Metode stimulus kutaneus SSBM
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
21

Gambar 2.1 Gerakan sirkular dalam pemberian stimulus kutaneus SSBM

Gambar 2.2 Area Usapan Stimulus


Kutaneus SSBM
Sumber: Caldwell & Hegner. (2003)

Gambar 2.3 Arah usapan stimulus kutaneus SSBM


22

Sumber: Ester, M (2005)


2.4.4 Tahap Pelaksanaan Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage
Intervensi slow stroke back massage diberikan selama 15 menit. Adapun
prosedur slow stroke back massage sebagai berikut:
2.4.4.1 Tahap Orientasi
a) Identifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang vertebra,
luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka.
b) Pada klien yang mempunyai riwayat hipertensi, kaji denyut nadi dan
tekanan darah.
c) Jelaskan prosedur dan posisi yang diinginkan klien.
d) Persiapan bahan dan instrumen massage meliputi lotion, handuk,
selimut, dan jam tangan atau stopwatch.
e) Ruangan harus berada pada suhu yang nyaman
f) Lampu harus diredupkan
g) Kebisingan harus dihilangkan
h) Perawat mencuci tangan.
2.4.4.2 Persiapan Pasien
a) Minta pasien apakah ada kebutuhan untuk menggunakan kamar mandi
atau apakah ada yang ingin ditanyakan pasien pada perawat sebelum
memulai pemijatan.
b) Pasien harus dibantu untuk posisi yang nyaman
c) Pakaian harus dilepas sehingga punggung terbuka
d) Kesopanan harus dijaga
2.4.4.3 Tahap Pelaksanaan Slow Stroke Back Massage
a) Telapak tangan dan jari-jari yang digunakan
b) Perawat mengahangatkan tangannya
c) Tuang sedikit lotion nonallergenic ke tangan. Jelaskan pada responden
bahwa lotion akan terasa dingin dan basah. Gunakan lotion sesuai
kebutuhan.
d) Telapak tangan ditempatkan di daerah sakral di setiap sisi tulang
belakang
23

e) Gunakan tekanan lembut


f) Pijatan harus panjang, lambat, rhytmic, halus melingkar bergerak ke
atas pada setiap sisi tulang belakang ke arah pangkal leher
g) Kemudian berpindah ke bawah pada setiap sisi tulang belakang menuju
wilayah sakral.
h) Pemijat menerapkan 60 kali pijat halus per menit untuk melakukan
gerakan rhytmic
i) Pijat terus sampai selesai tanpa melepaskan tangan dari punggung
j) Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa
perawat mengakhiri usapan
k) Bersihkan sisa lubrikan dari punggung klien dengan handuk mandi
2.4.4.4 Tahap Terminasi
a) Bantu responden memakai baju
b) Anjurkan pasien bangun perlahan-lahan
c) Anjurkan pasien untuk tetap terhidrasi
d) Evaluasi hasil tindakan kepada pasien
e) Dokumentasikan setiap tindakan dan catat hasil
f) Rapikan alat dan cuci tangan

2.4.5 Hal-hal yang Harus Diperhatikan


Riwayat pasien pijat yang dikumpulkan oleh perawat sebelum intervensi
menyediakan informasi tentang penggunaan pijat dan setiap tanggapan yang
merugikan. Hal ini juga penting untuk mengetahui keseluruhan respon seseorang
ketika disentuh. Beberapa orang mungkin menolak untuk disentuh karena
pengalaman negatif di masa lalu. Lain halnya mungkin hipersensitif terhadap
sentuhan. Salah satu metode untuk mengatasi sensitivitas ini diawali dengan
sentuhan ringan dan perlahan-lahan meningkatkan tekanan. Daerah yang akan
dipijat harus dinilai untuk kemerahan, memar, edema, atau ruam sebelum
melakukan pijat (Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013).
Perubahan-usia sangat penting dipertimbangkan untuk pijat. Orang
dewasa yang lebih tua kulitnya lebih rapuh dan dapat mengambil antikoagulan,
24

yang dapat menyebabkan memar dengan pijat. Osteoporosis dan kortikosteroid


juga menempatkan dewasa yang lebih tua berisiko patah tulang. Perawat mungkin
perlu memodifikasi teknik pijat, posisi, dan standar waktu ketika
mempertimbangkan perubahan yang berkaitan dengan usia dan komorbiditas
(Rose, 2010). Terapis pijat dan perawat sudah menggunakan pijat pada pasien
kanker (Gescedi, 2002) karena keyakinan bahwa terapi dapat memulai atau
mempercepat metastasis. Pedomannya sedang dikembangkan untuk mengatur
penggunaan pijat pada pasien kanker. Petunjuk dari seorang ahli dibutuhkan untuk
menentukan daerah tubuh dan teknik yang akan digunakan. Faktor-faktor yang
dipertimbangkan adalah lokasi tumor, stadium kanker, dan lokasi lesi metastasis.
Tekanan di daerah kanker itu harus dihindari (Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013).
Karena tekanan darah dapat turun selama pijat, pemantauan untuk pusing
disarankan mengikuti sesi pijat awal, terutama pada orang dewasa yang lebih tua.
Jika pusing itu terjadi, biarkan pasien untuk tetap berbaring selama beberapa
menit setelah pijat selesai dapat membantu untuk mengurangi kemungkinan
hipotensi dan jatuh. Pemantauan tekanan darah dan denyut nadi yang diperlukan
pada pasien dengan kondisi jantung, untuk menentukan apakah efek samping
yang sedang dialami (Lindquist, Snyder, & Tracy, 2013).

2.4.6 Kontraindikasi
Ernst (2003) meninjau literatur untuk menentukan reaksi merugikan dari
memijat. Review lain dari literatur (Batavia, 2004) menunjukkan kontraindikasi
berikut untuk melakukan pijat termasuk: arteritis, varices esofagus, hipotensi tidak
stabil, gagal nafas, infark miokard, aneurisma, emboli, aritmia, terapi / penyakit
antikoagulan, gagal jantung, radang, varises pembuluh darah, penyumbatan
pembuluh darah, aterosklerosis, tumor, dan kanker (Lindquist, Snyder, & Tracy,
2013). Menurut Braun & Simonson (2014) beberapa kontraindikasi terapi pijat
yaitu dibawah ini:
a) Memijat area yang terlihat meradang, melepuh, atau memiliki ruam
b) Mencoba untuk memindahkan sendi melampaui resistensi
c) Memijat luka terbuka
25

d) Memijat klien dengan demam


e) Memijat daerah yang menunjukkan peradangan atau kondisi rematik akut
f) Pijat mendalam pada betis dari klien lansia, hal ini dapat menyebabkan
trombosis atau pembekuan darah
g) Memijat vena yang mengalami varises (vena daerah sekitarnya bisa
disentuh dengan lembut)
h) Memberikan pijatan mendalam pada daerah leher rahim atau adanya
osteoarthritis
i) Memijat setiap individu yang tampaknya sakit akut, menampilkan tanda-
tanda seperti keringat berlebihan, kebingungan, dll.
j) Menggunakan traksi yang kuat atau gerakan tanpa menilai kondisi fisik
klien. Traksi lembut mungkin tepat, dan gerakan lembut dari samping
lebih baik. Gerakan yang kuat pada kaki tidak disarankan. Gerakan-
gerakan ini dapat meningkatkan ketegangan pada lutut, pinggul, dan sendi
tulang belakang.

2.4.7 Mekanisme Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Terhadap Penurunan


Tekanan Darah
Manfaat masase adalah memperlancar peredaran darah dan getah bening.
Dimana masase akan membantu memperlancar metabolisme dalm tubuh. Masase
akan mempegaruhi kontraksi dinding kapiler sehingga terjadi keadaan vasodilatasi
atau melebarnya pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Aliran
oksigen dalam darah meningkat, pembuangan sisa-sisa metabolik semakin lancar
sehingga memacu hormon endorphin yang berfungsi memberikan rasa nyaman
(Jurch, 2009). Masase juga merupakan salah satu teknik relaksasi yang ditujukan
untuk menangani faktor psikologis dan stress yang dapat menyebabkan hipertensi.
Hormon epinephrin dan kortisol, yang dilepaskan saat stress menyebabkan
peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan pembuluh darah dan
meningkatkan denyut jantung. Besarnya peningkatan tekanan darah tergantung
pada beratnya stress dan sejauh mana kita dapat mengatasinya.
26

2.5 Kerangka Teori

Faktor yang
mempengaruhi Klasifikasi tekanan
tekanan darah darah:
Optimal
Normal Penatalaksanaan
Normal tinggi Hipertensi
Tekanan darah Farmakologi
4. Hipertensi
Stadium satu
Stadium dua Penatalaksanaan
Stadium tiga Hipertensi
Nonfarmakologi

Terapi Komplementer
Alternative Medical System
Energy Medicine
Mind-Body Medicine
Biologically Based
Practice

Stimulasi Kutaneus:
Slow Stroke Back 5. Manipulative And Body-
Massage Based Approaches

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Sumber: Smeltzer & Bare (2001), Muttaqin (2009), Kowalak,Welsh & Mayer
(2011), Tambayong (2000), Baughman & Hackley (2000), Baradero, Dayrit &
Siswadi (2008)
27

Anda mungkin juga menyukai