Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS RA2

KOLELITIASIS

OLEH :

Diko Saragih (130100397)


Nandini (130100398)
Abrian Nor Hasan Nasution (130100036)
Ulfa Chairani (13010048)
Reno Juanda (130100313)

Pembimbing:
dr. Meivina R. Pane, Sp.PD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul “Kolelitiasis”.
Penyelesaian penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan sebesar-besarnya kepada dr. Meivina R. Pane, Sp.PD sebagai
pimpinan sidang, dr. Triyono dan dr. Hartono sebagai chief of ward (COW), dan
kepada dr. Risna Wati sebagai dokter ruangan yang telah bersedia membimbing
dan memberikan masukan dan kritikan hingga laporan kasus ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari dalam penyelesaian laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun dari semua pihak di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap kiranya laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat dan sumbangsih bagi institusi dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya tentang Kolelitiasis.

Medan, 2 Juni 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Penyakit batu empedu (kolelitiasis) sudah merupakan masalah kesehatan
yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian
di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat.
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan
autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8%
pria.1 Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita
kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu
empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap
penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-
orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan
batu empedu tidak mempunyai keluhan.2

1
2

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui anatomi dan
fisiologi kandung empedu, definisi, faktor resiko dan epidemiologi kolelitiasis,
patogenesis dan tipe batu empedu, gejala klinis dan keluhan penderita berdasarkan
lokasi batu empedu, diagnosis kolelitiasis, penatalaksanaan kolelitiasis dan nutrisi
pada kolelitiasis. Penyusunan makalah ini sekaligus dilakukan untuk memenuhi
persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
memberikan informasi mengenai kolelitiasis.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu


Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas
anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.3 Kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus
kanan hati.4,5 Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus
bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di
atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum
adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
daerah duktus sistika.3
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus. 4,6
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang
ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan
empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya
dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah
diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke
dalam empedu.2,4 Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu.
Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung
empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi
setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan
ke

3
4

kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh


darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu
dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan
empedu hati.7,6
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. 4 Pengaliran cairan empedu
diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu,
dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi
akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu
berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.5
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum,
yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan
kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah
dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan
maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu
secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya
disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan
fosfolipid.8
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan
hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum
memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu
berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan
bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan
lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu
merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya,
bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah
dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang
dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.9

4
5

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati
dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik.9 Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi
sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu
masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam
empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. 9 Hanya sekitar 5% dari asam empedu
yang disekresikan dalam feses.8
2.2. Kolelitiasis
2.2.1. Definisi, Faktor Resiko dan Epidemiologi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi
lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu
dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh
hati serta saluran empedu dan kandung empedu.2 Pembentukan dan ekskresi
empedu merupakan fungsi utama hati.4 Kandung empedu adalah sebuah kantung
terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia
dilepaskan ke dalam usus.10,11
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,
tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.5 3 Batu empedu
bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik
karena adanya penyempitan saluran.5,11 Batu empedu di dalam saluran empedu
bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan
infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.11
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu

5
6

empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa
merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. 5,3 Penyebab paling
utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan
peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di
kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya
tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit
ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu
dibanding penyebab terbentuknya batu.7

1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang

Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka


prevalensi orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi
di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3%
hingga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar,
seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini:

a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total
beratnya beberapa ton.

b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun,
dengan dua pertiganya menjalani pembedahan.2

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et


al dalam pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di
Kanchi kamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang
mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung
empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan
batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik dan
hanya 2 anak dengan gejala.12

6
7

2. Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan
pada anak-anak jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika
Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20%
wanita dan 8% pria.10 Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3%
yang menderita kolelitiasis.13 Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda
mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase
penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai
ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu
empedu adalah 80%.14
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan
batu empedu tidak mempunyai keluhan.15
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:

a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya


usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. 2,16 Di Amerika Serikat,
20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. 16 Semakin meningkat
usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.

2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan


bertambahnya usia.

3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.9

7
8

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis


dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.9,5 Hingga dekade
ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.5

c. Berat badan (BMI).

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.2,5
d. Makanan.

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani


berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas
normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. 5
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.9
e. Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko


terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.9

2.2.2. Patogenesis dan Tipe Batu Empedu


Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
garam empedu.2 Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen
kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang

8
9

sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut


dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.17,18
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi
sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.2
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.4 Batu empedu kolesterol dapat
terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati
dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.3,7 Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum
dimengerti sepenuhnya.4
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan
garam bilirubin kalsium.6 Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah
merah.1
Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:

1. Batu Empedu Kolesterol


Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya
adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya
lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di
dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya
mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.5,19
Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu
tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam
kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi
batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu

9
10

kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah
proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.

2. Batu Empedu Pigmen


Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau
batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur,
kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat,
kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.5,19
Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang
sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit
infeksi.6,17

3. Batu Empedu Campuran


Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas
kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan
sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.5,19

2.2.3. Gambaran Klinis


Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak
masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk
ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita.
Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati
duktus koledokus dan masuk ke duodenum.3

Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.


Gejalanya mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap
maupun seperti kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan)
jika ductus sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang
berat dan menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan muntah sering kali berkaitan
dengan serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini
cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya.
Karakteristik kolik bilier antara lain :
 Nyeri kuadran kanan atas atau epigastrium
 Kadang menjalar ke area interskapularis, scapula kanan atau bahu

10
11

 Episodik, remiten, mendadak


 Berlangsung 15 menit-5 jam
 Hilang perlahan dengan sendirinya
 Disertai mual dan muntah
Kolik bilier dapat dicetuskan dengan makan makanan berlemak, konsumsi
makanan dalam porsi besar setelah puasa berkepanjangan, atau dengan makan
makanan normal, seringkali pada malam hari. Nyeri menetap>5 jam atau disertai
demam mengindikasikan adanya kolesistitis akut. Gejala yang lain seperti demam,
nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung, dan
lain-lain.10,6
Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu
Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya.5
Terbentuknya batu empedu tidak selalu memunculkan gejala pada penderitanya.
Gejala yang dirasakan pada penderita batu empedu tergantung dari lokasi tempat
batu empedu berada. Batu empedu dapat masuk ke dalam usus halus ataupun ke
usus besar lalu terbuang melalui saluran cerna sehingga tidak memunculkan
keluhan apapun pada penderitanya.6
Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung empedu, maka tidak perlu
dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi
dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu
kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan
perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk pemeriksaan lanjut. 19 Batu empedu
yang berada dalam kandung empedu bisa bertambah besar dan berisiko
menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan komplikasi (kolesistisis,
hidrops, dan empiema). Kandung empedu dapat mengalami infeksi. Akibat
infeksi, kandung empedu dapat membusuk dan infeksi membentuk nanah.6,19
Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu tersebut bermigrasi ke saluran
empedu.19 Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang besar.
Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain.19

11
12

Nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada saluran empedu memiliki


sensasi yang hampir sama dengan nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada
bagian kandung empedu. Apabila batu empedu menyumbat di dalam saluran
empedu utama, maka akan muncul kembali sensasi nyeri yang bersifat hilang-
timbul. Lokasi nyeri yang terjadi biasanya berbeda-beda pada setiap penderita,
tetapi posisi nyeri paling banyak yang dirasakan adalah pada perut atas sebelah
kanan dan dapat menjalar ke tulang punggung atau bahu. Penderita seringkali
merasakan mual dan muntah.19 Peradangan pada saluran empedu atau yang
disebut dengan kolangitis dapat terjadi karena saluran empedu tersumbat oleh batu
empedu.18 Jika terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan
timbul demam.17
2.2.4. Diagnosis
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri
di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang
baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-
lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas
dalam.5
2. Pemeriksaan Fisik
1. Batu kandung empedu
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.

12
13

2. Batu saluran empedu


Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

3. Pemeriksaan Penunjang a.
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan
banyak tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes
fungsi hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung
dan langsung dari reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik.
Walaupun sering peningkatan bilirubin serum menunjukkan kelainan
hepatobiliaris, bilirubin serum bisa meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada
banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskular
dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul
sekunder terhadap kolestatis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim
hati atau kolestatis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu
akibat batu empedu, keganasan, atau pankreas jinak.
Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak
25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi bilirubin sama dengan
produksi harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan
hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan ekstrahepatik paling
sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg per 100 ml),
sedangkan

13
14

batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian, dengan bilirubin serum


jarang melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml.
Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-oksalat
transaminase) dan Aspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum glutamat-piruvat
transaminase) merupakan enzim yang disintesisi dalam konstelasi tinggi di dalam
hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel
hati, tetapi peningkatan enzim ini ( 1-3 kali normal atau kadang-kadang cukup
tinggi tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu,
terutama obstruksi saluran empedu.
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel saluran
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel
duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, sangat
menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatasi alkali juga ditemukan
di dalam tulang dan dapat meningkat pada kerusakan tulang. Juga meningkat
selama kehamilan karena sintesis plasenta.

b. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi


USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk
menegakkan diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat
mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi.17
c. CT Scanning
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam
saluran empedu.17
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit
kuning.17

14
15

2.2.5. Pencegahan dan Penatalaksanaan Kolelitiasis


1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada
orang sehat yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer
yang dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi
adalah dengan menjaga kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya
S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh,
meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan
mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi
cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk
menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.20,21
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap
penderita kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang
tepat. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun bedah.
Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL.
Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi.20,21

1. Penatalaksanaan non bedah


a. Disolusi Medis
Pada pasien yang kantung empedunya masih berfungsi dengan baik dan
batu radiolusennya berdiameter < 10 mm, dapat dilakukan disolusi total dalam
waktu 6 bulan sampai 2 tahun. Untuk mendapatkan hasil yang baik dengan batas
waktu yang dapat dimaksimalkan, maka terapi ini sebaiknya hanya dibatasi untuk
batu radiolusen berdiameter < 5 mm. Dosis pengobatan yang diberikan adalah
UDCA (ursodeoxycholic acid) 10–15 mg/kgBB per hari. Jenis batu yang termasuk
ke dalam “pigment stones” tidak akan responsive terhadap pemberian UDCA.
Setidaknya ≤ 10% pasien dengan cholelithiasis simptomatik dapat dijadikan
kandidat dalam pengobatan ini. Tetapi bagaimanapun juga, karena adanya peluang
untuk terjadinya rekurensi (30-50% dalam waktu 3-5 tahun follow up) pada pasien

15
16

sehingga memungkinkan mereka untuk akhirnya mengonsumsi obat-obatan yang


cukup mahal selama 2 tahun. Keuntungan yang diperoleh dengan melakukan
laparoscopic cholecystectomy membuat teknik disolusi batu empedu tidak lagi
menjadi pilihan pasien. Tapi bagaimanapun juga, pasien dengan batu empedu
kolestrol yang mengalami rekurensi choledocholithiasis setelah dilakukannya
cholecystectomy wajib berada dalam pengobatan UDCA dalam jangka waktu
yang lama.22

b. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)


Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik
dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang
sejak tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk
batu saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan
dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut
menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu
saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu
yang terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.21
c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu
dengan gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang
lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini
hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.3

2. Penatalaksanaan bedah, yaitu:


a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.3

16
17

b. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan
puluh sampai sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara
ini. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut.3 Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila
simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau
berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan
kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil. 5,3 Kolesistektomi
laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung
empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi
luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.3

2.3. Managemen Nutrisi pada Kolelitiasis


Fungsi utama kandung empedu adalah untuk mengkonsentrasikan dan
menyimpan empedu yang diproduksi dari hati. Penyakit kantung empedu seperti
kolelitiasis membutuhkan diet khusus. Tujuan diet tersebut adalah untuk mencapai
dan mempertahankan status gizi optimal dan memberi istirahat pada kandung
empedu.23
Syarat-syarat diet penyakit kandung empedu adalah :23
1. Energi sesuai kebutuhan. Hindari penurunan berat badan terlalu cepat.
2. Protein agak tinggi, yaitu 1 – 1,25 gr/kgBB.
3. Pada keadaan akut, lemak tidak diperbolehkan sampai keadaan akutnya
mereda, sedangkan pada keadaan kronis dapat diberikan 20 – 25% dari
kebutuhan energi total.
4. Bila perlu diberikan suplemen vitamin A, D, E, K.
5. Serat tinggi terutama dalam bentuk pektin yang dapat mengikat kelebihan
asam empedu dalam saluran cerna.
6. Hindari bahan makanan yang dapat menimbulkan rasa gembung dan tidak
nyaman.

17
18

Jenis diet penyakit kandung empedu adalah sebagai berikut :23


1. Diet lemak rendah I
Diet ini diberikan kepada pasien kolelitiasis dengan kolik akut. Makanan
yang diberikan berupa buah-buahan dan minuman manis. Makanan ini
rendah energi dan semua zat gizi kecuali vitamin A dan C.

Bahan Makanan Sehari


Bahan Makanan Berat (gr) urt

buah 1000 2 potong sedang pepaya


sirup 400 2 gelas
gula pasir 100 2 sdm

Nilai Gizi
Energi : 996 kkal
Protein : 5 gr
Lemak : 0 gr
Karbohidrat : 244 gr
Kalsium : 200 mg
Besi : 17 mg
Vitamin A : 1100 RE
Tiamin : 0,4 mg
Vitamin C : 780 mg

18
19

Pembagian Bahan Makanan Sehari


Pukul 07.00 teh 1 gelas

Pukul 08.00 pisang 1 buah sedang


Pukul 10.00 pepaya 2 potong sedang
Pukul 12.00 pisang 2 buah sedang
sirup 1 gelas
Pukul 15.00 pepaya 2 potong sedang
Pukul 18.00 pisang 2 buah sedang
sirup 1 gelas
Pukul 20.00 pisang 1 buah sedang
teh manis 1 gelas

2. Diet lemak rendah II


Diet ini diberikan secara berangsur bila keadaan akut sudah dapat diatasi
dan perasaan mual sudah mulai berkurang atau kepada pasien kolelitiasis
yang terlalu gemuk. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam
bentuk cincang, lunak, atau biasa.
Bahan Makanan Sehari
Bahan Makanan Berat (gr) urt

beras 100 4 gelas bubur


telur ayam 50 1 butir
daging 100 2 potong sedang
tempe 100 4 potong sedang
sayuran 200 2 gelas
buah 400 4 potong sedang papaya
margarin 10 1 sdm
gula pasir 30 3 sdm

19
20

Nilai Gizi
Energi : 1250 kkal
Protein : 56,2 gr
Lemak : 34 gr
Karbohidrat : 187 gr
Kalsium : 335 mg
Besi : 21 mg
Vitamin A : 12248 RE
Tiamin : 0,7 mg
Vitamin C : 184 mg

Pembagian Bahan Makanan Sehari


Pagi

beras 30 gr = 1 gelas bubur


telur ayam 50 gr = 1 butir
sayuran 50 gr = ½ gelas
gula pasir 10 gr = 1 sdm
Siang dan Malam

beras 35 gr = 1 gelas bubur


daging 50 gr = 1 potong sedang
tempe 50 gr = 2 potong sedang
sayuran 75 gr = ¾ gelas
pepaya 100 gr = 1 potong sedang
margarin 5 gr = ½ sdm

Pukul 10.00 dan 16.00

pepaya 100 gr = 1 potong sedang


gula pasir 10 gr = 1 sdm

20
21

3. Diet lemak rendah III


Diet ini diberikan pada pasien kolelitiasis yang tidak gemuk dan cukup
nafsu makan. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk
lunak atau biasa. Makanan ini cukup energy dan semua zat gizi.
Bahan Makanan Sehari
Bahan Makanan Berat (gr) urt

beras 100 4 gelas bubur


maizena 20 4 sdm
telur ayam 50 1 butir
daging 100 2 potong sedang
tempe 100 4 potong sedang
sayuran 250 2 ½ gelas
buah 200 2 potong sedang papaya
margarin 10 1 sdm
gula pasir 80 8 sdm
susu skim bubuk 20 4 sdm

Nilai Gizi
Energi : 2073 kkal
Protein : 74 gr
Lemak : 34 gr
Karbohidrat : 369 gr
Kalsium : 700 mg
Besi : 21,8 mg
Vitamin A : 14049 RE
Tiamin : 0,9 mg
Vitamin C : 143 mg

21
22

Pembagian Bahan Makanan Sehari


Pagi

beras 50 gr = 1 gelas tim


telur ayam 50 gr = 1 butir
sayuran 50 gr = ½ gelas
gula pasir 20 gr = 2 sdm

Siang dan Malam

beras 100 gr = 2 gelas tim


daging 50 gr = 1 potong sedang
tempe 50 gr = 2 potong sedang
sayuran 100 gr = 1 gelas
pepaya 100 gr = 1 potong sedang
margarin 5 gr = ½ sdm

Pukul 10.00

susu skim bubuk 20 gr = 4 sdm


maizena 20 gr = 4 sdm
gula pasir 40 gr = 4 sdm

Pukul 16.00
gula pasir 20 gr = 2 sdm

Bahan Makanan yang Tidak Dianjurkan


Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk diet kolelitiasis adalah semua
makanan dan daging yang mengandung lemak, gorengan, dan makanan yang
menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian,
dan nangka.23

22
BAB 3
STATUS PASIEN

Nomor Rekam Medis : 00.70.60.62


Tanggal Masuk : 22/05/2017 Dokter Ruangan :
Dr. Risna Wati
Jam : 22.28 WIB Dokter Chief of Ward :
dr. Triyono dan dr. Hartono
Ruang : RA2 - 2.3.4 Dokter Penanggung Jawab
Pasien :
dr. Ilham Sp.PD-KGEH

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Sapparudin
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl Iskandar Muda, Sianjo-anjo

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah : Hal ini dialami pasien selama kurang lebih satu
bulan ini. Nyeri perut dialami pasien secara terus
menerus selama kurang lebih setengah jam
kemudian hilang timbul, disertai dengan perasaan
menyesak dan penuh pada perut bagian kanan atas.
Penjalaran rasa nyeri kearah punggung tidak
dijumpai. Rasa nyeri tidak dipengaruhi oleh gerakan
maupun posisi tertentu. Rasa nyeri juga tidak
berkurang dengan buang angin. Pasien mengeluh
merasakan nyeri perut kanan atas terjadi sehabis

23
memakan makanan yang berlemak. Riwayat mual
dan muntah dijumpai pada pasien ini. Pasien
memuntahkan semua yang dia makan. Riwayat
berkeringat tidak dijumpai. Riwayat demam tidak
dijumpai. Riwayat batuk dan sesak nafas tidak
dijumpai. Riwayat mata kuning dijumpai pada
pasien sejak satu bulan ini dan diikuti dengan badan
yang menguning. Pada pasien juga ditemukan perut
membesar dalam satu bulan ini, dimulai secara
perlahan-lahan. Pada pasien dijumpai muka pucat
dan badan yang terasa lemah. Buang air kecil
berwarna seperti teh pekat disadari pasien sejak 1
bulan lalu. Buang air besar dikeluhkan pasien
berwarna kehitaman selama 3 minggu terakhir.
Pasien tidak ada mengonsumsi obat-obat penghilang
nyeri maupun jamu-jamuan. Pasien mengaku sering
mengonsumsi alkohol sejak usia muda.
RPT : Perdarahan saluran makan bagian bawah.
RPO : Tidak jelas.

ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak nafas : ( -) Edema : ( -)
Angina pectoris : ( -) Palpitasi : ( -)
Lain-lain :(-)

Saluran Pernafasan Batuk-batuk : ( -) Asma, bronkitis: ( - )


Dahak :(-) Lain-lain : (-)

Saluran Pencernaan Nafsu makan :↓ Penurunan BB :


5kg dalam 1 bulan
terakhir

24
Keluhan mengunyah : (-) Keluhan defekasi:
BAB hitam
Keluhan perut : (+) Lain-lain :(-)

Saluran Urogenital Sakit buang air kecil : ( - ) BAK tersendat :(-)


Mengandung batu :(-) Keadaan urin :(-)
Lain-lain : ( -)

Sendi dan Tulang Sakit pinggang : ( - ) Keterbatasan gerak: (-)


Keluhan persendian : ( - ) Lain-lain :(-)

Endokrin Haus/Polidipsi : ( -) Gugup : (- )


Poliuri : ( - ) Perubahan suara :(-)
Polifagi : ( -) Lain-lain :(-)

Saraf Pusat Sakit kepala : ( - ) Hoyong :(-)


Lain-lain :(-)

Darah dan Pucat : ( + ) Perdarahan :(-)


Pembuluh Darah Petechie : ( - ) Purpura :(-)
Lain-lain :(-)

Sirkulasi Perifer Claudicatio intermitten : ( - ) Lain-lain :(-)

ANAMNESA FAMILI
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah: Lemah

25
Tekanan darah : 110/70 mmHg Sikap paksa :(-)

Nadi : 96x/menit, reguler, Refleks fisiologis: ++ / ++


t/v cukup Refleks patologis : - / -
Pernafasan : 20x/menit
Temperatur : 36⁰C

Anemia (+), Ikterus (+), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik
Keadaan Gizi : Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan :160 cm

BB BB
BW = x 100 % BMI =
TB−100 (TB)
2

45 45
BW = x 100 % BMI =
160−100 (1.6)2
BW =75 % BMI = 17.57 kg/m2
Kesan : underweight

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (+/+), pupil isokor,
ukuran Ø 3mm/3mm, refleks cahaya direk (+/+)/indirek (+/+),
kesan: ikterik dan anemis palpebra inferior
Lain-lain : ( - )
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal
LEHER
Struma tidak membesar, tingkat : (-)

26
Pembesaran kelenjar limfe : (-)
Posisi trakea : Medial, TVJ : R- 2 cmH2O
Kaku kuduk : (-), lain-lain : (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Ketinggalan pernafasan ( - )
Lain-lain : (-)

Palpasi
Nyeri tekan : ( -)
Fremitus suara : stem fremitus kanan = kiri
Iktus : Tidak teraba
Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V-VI
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS II-III Sinistra
Batas kiri jantung : 1 cm medial LMCS ICS V
Batas kanan jantung : LPSD ICS V
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : -/-
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), S3 gallop (-), lain-lain
(-) HR: 96x/menit, reguler, intensitas: cukup

27
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-/-)

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)

Palpasi
Dinding abdomen : Soepel
HATI
Pembesaran : ( + ), 5cm teraba BAC
Permukaan : Tidak teraba
Pinggir : Tidak teraba
Nyeri tekan :(+)
LIMPA
Pembesaran :(-)
GINJAL
Ballotement :(-)
TUMOR :(-)

Perkusi
Pekak hati :(+)
Pekak beralih :(+)

28
Auskultasi
Peristaltik usus : ( + ) normoperistaltik
Lain-lain : (-)

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (-)

INGUINAL : Dalam batas normal

GENITALIA LUAR : Dalam batas normal

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sphincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lumen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan
Deformitas sendi : (-) Edema : - -
Lokasi : (-) Arteri femorais : + +
Jari tabuh : (-) A. tibialis post : + +
Tremor ujung jari : (-) A. dorsalis pedis : + +
Tel. tangan sembab: (-) Refleks KPR : ++ ++
Sianosis : (-) Refleks APR : ++ ++
Eritema Palmaris : (-) Refleks fisiologis : ++ ++
Lain-lain : (-) Refleks patologis : - -
Lain-lain : - -

29
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah Kemih Tinja
Hb : 7.5 g/dL Warna : teh pekat Warna :
Eritrosit : 2,69 x Protein :- coklat
106/mm3 Reduksi :- Konsistensi : lunak
Leukosit : 13630/mm3 Bilirubin :+ Eritrosit : 10-
Trombosit : 392000/μL Urobilinogen : - 12
Ht : 24 % Leukosit : 1-2
Hitung Jenis : Sedimen Amoeba/Kista: -/-
Eosinofil : 0,2 % Eritrosit :0-1 /lpb
Basofil : 0,1 % Leukosit :0-1 /lpb Telur Cacing
Neutrofil : Silinder :- /lpb Ascaris :-
79,3% Epitel : 3-5/lpb Ankylostoma : -
Limfosit : 12 % T. Trichiura :-
Monosit : 8,4 % Kremi :-

RESUME
ANAMNESA Keluhan utama : Nyeri hipokondrium kanan
Telaah : Hal ini dialami pasien selama
kurang lebih satu bulan ini. Nyeri
hipokondrium dialami pasien
secara terus menerus selama
kurang lebih setengah jam
kemudian hilang timbul, disertai
dengan perasaan menyesak dan
penuh pada hipokondrium kanan.
Penjalaran rasa nyeri kearah
punggung tidak dijumpai. Rasa
nyeri tidak dipengaruhi oleh
gerakan maupun posisi tertentu.
Rasa nyeri juga tidak berkurang

30
dengan flatus. Pasien mengeluh
merasakan nyeri hipokondrium
kanan terjadi sehabis memakan
makanan yang berlemak. Riwayat
nausea dan vomitus dijumpai pada
pasien ini. Pasien memuntahkan
semua yang dia makan. Riwayat
diaphoresis tidak dijumpai.
Riwayat demam tidak dijumpai.
Riwayat batuk dan dyspnoe tidak
dijumpai. Riwayat sclera ikterik
dijumpai pada pasien sejak satu
bulan ini dan diikuti dengan
jaundice. Pada pasien juga
ditemukan perut membesar dalam
satu bulan ini, dimulai secara
perlahan-lahan. Pada pasien
dijumpai wajah anemis dan
malaise. Buang air kecil berwarna
seperti teh pekat disadari pasien
sejak 1 bulan lalu. Buang air besar
dikeluhkan pasien berwarna
kehitaman selama 3 minggu
terakhir. Pasien tidak ada
mengonsumsi obat-obat
penghilang nyeri maupun jamu-
jamuan. Pasien mengaku sering
mengonsumsi alkohol sejak usia
muda.
RPT : PSMBB
RPO : Tidak jelas

31
Keadaan Umum : Sedang
STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Berat
Keadaan Gizi : Jelek
TANDA VITAL
Sens : CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 96x/i
RR : 20 x/i
Suhu : 36°C
Anemia (+), Ikterus (+), Dispnoe (-), Sianosis (-),
Edema (-), Purpura (-)

STATUS LOKALISATA
Kepala : Konjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik (+/+)
PEMERIKSAAN FISIK
Leher : Pembesaran KGB (-), TVJ: R-2
cmH2O
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF kanan= kiri
Perkusi : Sonor pada kedua
lapangan paru.
Auskultasi : SP = Vesikuler (+/+)
ST = (-/-)
Abdomen : Hepatomegali, 5cm di BAC
Nyeri tekan (+)
Shifting dullness (+)
Ekstremitas : dbn
LABORATORIUM Darah : Anemia, leukositosis
Kemih : warna teh pekat, bilirubin (+)
RUTIN
Tinja : melena
DIAGNOSA  Kolelitiasis dd/ kolesistitis + Hepatoma dd/

BANDING Sirosis Hepatik + Hepatitis B Kronis + Anemia ec

32
perdarahan ec varises esophagus dd/ penyakit
kronis
 Kolesistitis dd/ cholangitis + Hepatoma dd/
Sirosis Hepatik + Hepatitis B Kronis + Anemia ec
perdarahan ec varises esophagus dd/ penyakit
kronis
 Kanker kantong empedu + Hepatoma dd/ Sirosis
Hepatik + Hepatitis B Kronis + Anemia ec
perdarahan ec varises esophagus dd/ penyakit
kronis
 Dyspepsia organic ec peptic ulcer disease +
Hepatoma dd/ sirosis hepatic + Hepatitis B Kronis
+ Anemia ec perdarahan dd/ penyakit kronis
 Inflammatory Bowel Syndrome dd/ Inflammatory
Bowel Disease + Hepatoma dd/ Sirosis Hepatik +
Hepatitis B Kronis + Anemia ec perdarahan dd/
penyakit kronis
 Kolelitiasis dd/ kolesistitis + Hepatoma dd/
DIAGNOSA Sirosis Hepatik + Hepatitis B Kronis + Anemia ec
SEMENTARA perdarahan ec varises esofagus dd/ penyakit
kronis
PENATALAKSANAA Aktivitas : Tirah Baring
N Diet : Diet MB rendah lemak, diet hati
III
Tindakan Suportif : IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i, O2
2-4L/i nasal canule
Medikamentosa :
 Inj Ceftriaxone 1 g / 12 jam iv
 Inj Ketorolac 30 g / 8 jam iv
 Inj Omeprazole 40 mg / 12 jam / IV
 Inj Vitamin K 1 amp / 24 jam / IM
 Inj Transamine 500 mg / 8 jam / IV

33
 Drip Octreotide 50 µg / jam dengan infuse
kontinu (jika ada)
 Tab Propranolol 3 x 10 mg

RENCANA PENJAJAKAN

1. USG upper abdomen 6. Renal function test


2. CT scan whole abdomen dengan
7. Liver function test
kontras
3. ERCP 8. Viral marker
4. Complete Blood Count 9. Urinalisa dan faeces rutin
5. Faal Hemostasis 10. Esofagogastroduodenoskopi

34
BAB 4
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal S O A P
23/5 - Nyeri Sens = CM - Kolelitiasis - Tirah baring
sampai perut (+) TD = 100/60 - dd/ - Diet MB rendah
dengan VAS = 4 130/700 kolesistitis lemak, diet hati
26/5-17 - Mual (+) HR = 80 – 104 - Hepatoma III
- BAB x/i dd/ Sirosis - IVFD NaCl
hitam RR = 20 - 24 x/i Hepatik 0,9% 10 gtt/i,
T˚ = 37oC- - Hepatitis B O2 2-4L/i nasal
36,3˚C Kronis canule
Mata - Varises - Inj Ceftriaxone
anemis (+/+) esophagus 1 g / 12 jam iv
ikterik (+/+) - Inj Ketorolac 30
Leher g / 8 jam iv
TVJ R-2 cm H2O - Inj Omeprazole
Thorax 40 mg / 12 jam /
sp : vesikuler IV
st : (-) - Inj Vitamin K 1
Abdomen amp / 24 jam /
simetris, hepar IM
teraba 5cm BAC, - Inj Transamine
nyeri tekan (+), 500 mg / 8 jam /
P(+) N IV
Ekstremitas - Drip Octreotide
Dbn 50 µg / jam
dengan infuse

- Permintaan CT
scan whole
abdomen
dengan kontras

23

35
Tanggal S O A P
27/5 - Nyeri Sens = CM - Kolelitiasis - Tirah baring
sampai perut (+) TD = 100/60 - dd/ - Diet MB rendah
dengan VAS = 4 130/700 kolesistitis lemak, diet hati
31/5-17 - Mual (+) HR = 80 – 104 - Hepatoma III
- BAB x/i dd/ Sirosis - IVFD NaCl
hitam RR = 20 - 24 x/i Hepatik 0,9% 10 gtt/i,
T˚ = 37oC- - Hepatitis B O2 2-4L/i nasal
36,3˚C Kronis canule
Mata - Varises - Inj Ceftriaxone
anemis (+/+) esophagus 1 g / 12 jam iv
ikterik (+/+) - Inj Ketorolac 30
Leher g / 8 jam iv
TVJ R-2 cm H2O - Inj Omeprazole
Thorax 40 mg / 12 jam /
sp : vesikuler IV
st : (-) - Inj Vitamin K 1
Abdomen amp / 24 jam /
simetris, hepar IM
teraba 5cm BAC, - Inj Transamine
nyeri tekan (+), 500 mg / 8 jam /
P(+) N IV
Ekstremitas - Drip Octreotide
Dbn 50 µg / jam
dengan infuse

- Permintaan cek
faal hati, faal
ginjal dan
elektrolit

36
BAB 5
DISKUSI KASUS

TEORI DISKUSI
Gejala Klinis Gejala Klinis yang terdapat pada
 Batu empedu mungkin pasien :
tidak menimbulkan gejala  Nyeri hipokondrium kanan
selama berpuluh tahun.  Ikterus

-Karakteristik kolik bilier antara


lain :
 Nyeri kuadran kanan atas
atau epigastrium
 Kadang menjalar ke area
interskapularis, scapula
kanan atau bahu
 Episodik, remiten,
mendadak
 Berlangsung 15 menit-5
jam
 Hilang perlahan dengan
sendirinya
 Disertai mual dan muntah

Kolik bilier dapat dicetuskan


dengan makan makanan berlemak,
konsumsi makanan dalam porsi
besar setelah puasa
berkepanjangan, atau dengan
makan makanan normal,
seringkali pada malam hari. Nyeri
menetap>5 jam atau disertai
demam mengindikasikan adanya
kolesistitis akut.
Faktor Resiko Faktor Resiko yang terdapat pada
 Ras kulit putih pasien:
 Jenis kelamin wanita  Usia > 40 tahun
 Obesitas IMT > 30 kg/m2  Sirosis Hepar

37
 Fertilitas
 Usia > 40 tahun
 Sirosis Hepar
 Riwayat keluarga

Diagnosis Diagnosis kasus


-Anamnesis Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga Pada anamnesis dijumpai nyeri perut
penderita kolelitiasis adalah kanan atas yang dipicu makan
asimtomatis. Keluhan yang makanan berlemak.
mungkin timbul adalah dispepsia Pemeriksaan fisik
yang kadang disertai intoleran Sklera ikterik dan palpebra inferior
terhadap makanan berlemak. Pada anemis.
yang simtomatis, keluhan utama Nyeri tekan abdomen (+)
berupa nyeri di daerah Hepatomegali 5 cm BAC
epigastrium, kuadran kanan atas Shifting dullness (+)
atau perikomdrium. Rasa nyeri Pemeriksaan Penunjang
lainnya adalah kolik bilier yang Pemeriksaan USG : kolelitiasis
mungkin berlangsung lebih dari Pemeriksaan CT scan abdomen :
15 menit, dan kadang baru penebalan sebagian dinding usus ec.
menghilang beberapa jam DD/ Neoplasma, infeksi, inflamasi +
kemudian. Timbulnya nyeri lymphadenopathy paraaorta +
kebanyakan perlahan-lahan tetapi cholestasis + multiple cholelithiasis +
pada 30% kasus timbul tiba-tiba. ascites.
. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ditemukan
nyeri tekan dengan punktum
maksimum didaerah letak
anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti

38
menarik nafas.
Batu saluran empedu tidak
menimbulkan gejala dalam fase
tenang. Kadang teraba hati dan
sklera ikterik.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
 USG atau Pemeriksaan
Ultrasonografi
 CT Scanning
 Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
Penatalaksanaan Aktivitas : Tirah baring
a. Penanggulangan non bedah Supportif : IVFD NaCl 0,9%
1. Disolusi Medis 10gtt/I, O2 2-4L/i nasal canule
2.Endoscopic Retrograde Medikamentosa :
Cholangio Pancreatography  Inj Ceftriaxone 1 g / 12 jam iv

(ERCP)  Inj Ketorolac 30 g / 8 jam iv


 Inj Omeprazole 40 mg / 12
b. Penanggulangan bedah, yaitu: jam / IV
1. Kolesistektomi terbuka  Inj Vitamin K 1 amp / 24 jam /
IM
 Inj Transamine 500 mg / 8 jam /
IV
 Drip Octreotide 50 µg / jam
dengan infuse kontinu (jika ada)
 Tab Propranolol 3 x 10 mg

39
BAB 6
KESIMPULAN
Laporan kasus dengan pasien atas nama S, laki-laki, usia 49 tahun,
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
ini didiagnosis dengan Kolelitiasis dd/ kolesistitis + Hepatoma dd/ Sirosis
Hepatik + Hepatitis B Kronis + Anemia ec perdarahan ec varises esofagus dd/
penyakit kronis. Selama dirawat inap pasien diterapi dengan :
Aktivitas fisik : Tirah baring
Diet : Diet makan biasa rendah lemak, diet hati III
Supportif : IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i, O2 2-4L/i via nasal kanul
Medikamentosa :
 Inj Ceftriaxone 1 g / 12 jam iv
 Inj Ketorolac 30 g / 8 jam iv
 Inj Omeprazole 40 mg / 12 jam / IV
 Inj Vitamin K 1 amp / 24 jam / IM
 Inj Transamine 500 mg / 8 jam / IV
 Drip Octreotide 50 µg / jam dengan infuse kontinu (jika ada)
 Tab Propranolol 3 x 10 mg

Pasien kemudian meninggal dunia tanggal 1 Juni 2017.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Reeves, C ,dkk., 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Salemba


Medika. Jakarta
2. Lesmana A., L.2009. Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I edisi V. Jakarta : Interna Publishing
3. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta
4. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
5. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
6. Murwani, A., 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Penerbit Buku
Kesehatan Mitra Cendikia. Jogjakarta
7. Richard, S., 2002. Anatomi klinik. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
8. Jing-Sen Shi,dkk., 2001. Studies on Gallstone in China. World Journal of
Gastroenterology. http://www.wjgnet.com. Akses 5 Februari 2017
9. Hayes, P, Mackay,T., 1997. Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
10. Arkanda., 1989. Ringkasan Ilmu Bedah. Penerbit Bina Aksara. Jakarta
11. Nucleus precise news letter. 2011. Batu Empedu.
http://www.mirbrokers.com. Akses 4 Februari 2017
12. Hatfield, P, Wise, R., 1976. Radiologi of The Gallbladder and Bile Ducts.
Waferly Press, Inc. U.S.A
13. Gips, W., 1989. Diagnosis dan Terapi, Penyakit Hati dan Empedu.
Penerbit Hipokrates. Jakarta
14. Oswari, E., 2006. Penyakit dan Penanggulangannya. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
15. Tina., 2011. Kolelitiasis. http://www.scribd.com. Akses 5 Februari 2017

26

41
27

16. Cunningham, F, dkk., 2005. Obstetri Williams. Volume 2. Edisi 21.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
17. Guyton, H., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta
18. Masrurotunn., 2010. Etiologi dan Faktor Risiko. http://www.scribd.com.
Akses 6 Februari 2017
19. Tengadi, K, dkk., 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Bagian
III. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
20. Farmacia., 2010. Cholangiolithiasis. http://www.majalah-farmacia.com.
Edisi Juni 2010 (Vol.9 No.11). Akses 5 Februari 2017
21. Medica, D., Kenali Manajemen Batu Empedu. http://www.dexa-
medica.com. Akses 5 Februari 2017
22. Greenberger NJ, Paumgartner G. Diseases of the gallbladder and bile
ducts.
Dalam: Kasper DL, dkk, penyunting. Harrison’s principles of internal
medicine. Edisi 19. USA: McGraw-Hill Education. 2015. h. 2075-2086.

23. Almatsier, S. 2006. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

42

Anda mungkin juga menyukai