Pengertian
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada
keluarnya urin tak terkendali yang dapat didemonstrasikan secara obyektif dan
B. Klasifikasi
a. Inkontinensia Dorongan
pengluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih.
b. Inkontinensia Total
c. Inkontinensia Stres
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urin kurang dari 50 ml, terjadi
dengan peningkatan tekanan abdomen
d. Inkontinensia refleks
dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih
e. Inkontinensia fungsional
C. Etiologi
a. Poliuria, nokturia
b. Gagal jantung
d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan oleh :
3) Obesitas
1) Inkontinensia Dorongan :
a) Sering miksi
2) Inkontinensia total
3) Inkontinensia stres
c) Sering miksi.
4) Inkontinensia refleks
5) Inkontinensia fungsional
E. Patofisiologi
1. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika Urinaria
(Kandung Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml.
Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350 ml. Berkemih dapat
ditundas 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan berkemih
atau miksi terjadi pada otot detrusor kontraksi dan sfingter internal dan sfingter
ekternal relaksasi,yang membuka uretra. Pada orang dewasa muda hampir semua
urine dikeluarkan dengan proses ini.Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi
residu urine 50 ml atau kurang dianggap adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml
adalah terjadinya kontrasi kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi
penurunan produksi esterogen menyebabkan atrofi jaringan uretra dan efek akibat
Patricia, 2006).
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak
dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu
F. Pemeriksaan penunjang
Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin.
Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi
tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan
untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau
berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara
lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung
a. Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan
b. Catatan Berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakan
untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urine dan tidak
berkemih tersebut dilakukan selam 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk
memantau respons terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena
G. Penatalaksanaan
Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :Pemanfaatan
kartu catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan
jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak
tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
a. Terapi non farmakologi
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula
darah tinggi, dan lain-lain.Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan
relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan
untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya
kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal
kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila
ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif
cara :
± 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar
dilakukan ± 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan
c. Terapi pembedahan
retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
d. Modalitas lain
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari dengan
rentan yang lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan asumsi tidak ada
kondisi kontraindikasi. Lansia yang kontinen dapat membatasi asupan cairan secara
cairan sebelum waktu tidur dapat mengurangi inkontinensia pada malam hari, tetapi
cairan harus diminum lebih banyak selama siang hari sehingga total asupan cairan
Pengkajian
Adapun data-data yang akan dikumpulkan dikaji pada asuhan keperawatan klien dengan
1) Identitas Klien
2) Keluhan Utama
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan, usaha yang
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK (Infeksi Saluran Kemih) yang
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
Hipertensi.
6) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
b) B2 (blood)
c) B3 (brain)
d) B4 (bladder)
supra pubik lesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat berkemih
pelvis, seperti rasa terbakar di uretra luar sewaktu kencing / dapat juga di luar
waktu kencing.
e) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
pada ginjal.
f) B6 (bone)
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu yang lama.
3. Resiko kerusakan integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine.
4. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Intervensi
1) Diagnosa 1
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan bisa melaporkan
Intervensi :
R: Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan beri distensi kandung kemih
3. Bila masih terjadi inkontinensia kurangi waktu antara berkemih yang telah direncanakan
R: Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
4. Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran, ulangi dengan
posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada
5. Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan 2000 ml,
6. Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan kemungkinan
inkonteninsia.
2) Diagnosa 2
Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat berkemih dengan
nyaman.
Kriteria Hasil :
Urine jernih, urinalisis dalam batas normal, kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
Intervensi :
1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci
2. Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian
dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar.
R: Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke
saluran perkemihan.
3. Ikuti kewas padaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaian
sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi (memberikan
Pertahankan teknik aseptik bila melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari
kateter indwelling.
4. Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan
R: Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah berri diperlukan
untuk mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan cairan sari buah
3) Diagnosa 3
Resiko kerusakan integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keruskan integritas kulit teratasi.
Kriteria Hasil :
Suhu 37° C.
Intervensi :
2. Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi. Yakinkan kulit
bersih dan kering sebelum memasang wafer yang baru. Potong lubang wafer kira-kira
setengah inci lebih besar dar diameter stoma untuk menjamin ketepatan ukuran
kebocoran urine. Pemajanan menetap pada kulit periostomal terhadap asam urine
4) Diagnosa 4
Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Intervensi
1. Awasi TTV
R: Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko
kelebihan cairan
R: Membantu periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan inkontinensia dapat dinilai dari adanya kemampuan
dalam :
a) Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan asupan
cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada kandung