Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANGSA

PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI


DI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG

(Analysis of Factors Affecting The Share of Food Expenditure Household of


Farmers in Subdistrict Suruh Semarang Region)
M. A. Rachmah, Mukson, S. Marzuki

Program Studi Agribisnis Fakultas Peternakan dan Pertanian


Universitas Diponegoro, Semarang
Penulis korespondensi : email : malin_aptika@yahoo.co.id

ABSTRACT
The aim of research to determine the factors that affect household food expenditure share of farmers
in subdistrict Suruh regency Semarang. The research was conducted from November to December
2016 in the District Suruh. The method used in the study was a survey method. The location
determination is done purposively based on the number of farmers the most. The sampling method is
based on a certain percentage, as much as 3% of the total population of 70 respondents farmers.
Analysis of the data using calculations of household food expenditure share and multiple linear
regression. Percentage share of food expenditure <60% 75.7% 24.3% ie the remaining share of food
expenditure ≥ 60%. Simultaneously regression analysis showed that the factors of income, dependents,
education homemaker, nutritional knowledge, the price of the staple rice, animal protein consumption
and dummy daily consumption of vegetable and animal protein very significant effect on the share of
household spending (P <0.01 ).

Keywords : the share of food expenditures, food security

PENDAHULUAN menguasai lahan kurang dari 0,50 ha. Kondisi


tersebut timbul akibat semakin meningkatnya
Indonesia merupakan negara agraris
keadaan ekonomi yang tidak disesuikan dengan
yang sebagian besar dari penduduknya bekerja
kondisi masyarakat khususnya para petani. Saat
pada sektor pertanian. Sektor pertanian ini,
ini, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
dinilai masih belum mampu memenuhi
dinilai belum mampu meningkatkan ketahanan
kebutuhan hidup sebagian besar petani di
pangan rumah tangga petani.
Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Menurut Peraturan Pemerintah No. 68
merilis hasil Sensus Pertanian (ST) 2013
Tahun 2002 ketahanan pangan adalah kondisi
menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga
dimana terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
usaha pertanian sebanyak 26.135.469. Sebagian
yang dicerminkan dari ketersediaan pangan
besar dari para pekerja di sektor pertanian hidup
yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya,
di bawah garis kemiskinan karena sebesar 55,33
aman, merata dan terjangkau (BKP, 2013).
persen atau sekitar 14.248.870 rumah tangga
Pangsa pengeluaran pangan merupakan salah
merupakan petani gurem yaitu petani yang

17
satu indikator yang dapat dijadikan sebuah pangan rumah tangga petani di Kabupaten
ketahanan pangan rumah tangga. Pangsa Semarang.
pengeluaran pangan merupakan ratio antara
METODOLOGI
pengeluaran pangan dengan pengeluaran total
rumah tangga perbulan. Hukum working (1943) Waktu dan Lokasi Penelitian
seperti dikutip oleh Pakpahan et al., (1993)
Penelitian dilaksanakan pada bulan
dalam Ariningsih dan Handewi (2008)
November sampai Desember 2016. Lokasi
menyatakan bahwa pangsa pengeluaran pangan
pelaksanaan penelitian adalah Kecamatan
dan pengeluaran rumah tangga mempunyai
Suruh. Pemilihan Kecamatan Suruh sebagai
hubungan yang negatif, begitu pula dengan
lokasi penelitian karena Kecamatan Suruh
ketahanan pangan dan pangsa pengeluaran
merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
pangan mempunyai hubungan negatif juga.
Semarang yang memiliki jumlah petani
Artinya apabila suatu rumah tangga semakin
terbanyak yaitu 12.747 (BPS, 2013) dan
besar pangsa pengeluaran pangan untuk pangan
memiliki jumlah rumah tangga usaha pertanian
berarti semakin rendah ketahanan pangannya.
tertinggi yaitu 7.735 dengan jenis usaha utama
Sedangkan makin tinggi nya kesejahteraan suatu
yang diusahakan adalah tanaman padi (BPS,
rumah tangga maka pangsa pengeluaran pangan
2013).
rumah tangganya semakin kecil. Pangsa
pengeluaran pangan dapat dipengaruhi oleh Metode Penelitian
beberapa faktor diantaranya yaitu pendapatan,
Metode yang digunakan dalam
jumlah tanggungan keluarga, pendidikan ibu
penelitian ini adalah survey yaitu penelitian
rumah tangga, harga bahan pokok beras,
dengan pengambilan sampel dari satu populasi
pengetahuan gizi, konsumsi protein hewani serta
dan menggunakan kuisioner sebagai alat
dummy konsumsi harian protein nabati dan
pengumpulan data yang pokok (Singarimbun
hewani.
dan Effendi, 1995).
Tujuan penelitian adalah mengetahui
proporsi rumah tangga yang tahan pangan dan Metode Pengambilan Sampel
tidak tahan pangan serta untuk mengetahui
Metode yang digunakan dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa
pengambilan sampel adalah dengan memakai
pengeluaran pangan rumah tangga petani di
presentasi tertentu. Menurut Surakhmad (1989)
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
penentuan sampel menggunakan presentasi
Manfaat penelitian ini adalah dapat menjadi
tertentu adalah sampel diambil secara acak
pertimbangan untuk menyusun kebijakan
dengan menggunakan presentasi sebanyak 3%.
khususnya yang terkait masalah ketahanan
Kriteria sampel yang diambil yaitu rumah

18
tangga petani di Kecamatan Suruh. Pengambilan pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total
responden dilakukan di tiga desa Kecamatan rumah tangga petani, hasilnya dapat
Suruh yang memiliki jumlah petani terbanyak menunjukkan tingkat ketahanan pangan rumah
yaitu di desa Dadapayam ( 936 petani diambil 28 tangga tersebut.
responden), Cukilan (749 petani dimabil 22 PF = PP t x 100 %
TP t
responden), Sukorejo (671 petani dimabil 20
dimana:
responden). Sehingga total responden yang
PF = Pangsa pengeluaran pangan (%)
diambil dari 3 desa tersebut adalah 70
PPt = Pengeluaran untuk belanja pangan
responden.
(Rp/bulan)
Pengumpulan Data TPt = Total pengeluaran (Rp/bulan)
Jika pangsa pengeluaran pangan kurang
Pengumpulan data dilakukan dengan
dari 60% maka rumah tangga tersebut tahan
cara observasi dan wawancara menggunakan
pangan, tetapi jika pangsa pengeluaran pangan
kuisioner secara langsung. Data yang diperoleh
lebih dari sama dengan 60% maka rumah tangga
dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
tersebut rawan pangan (Maxwell et.al 2000).
data sekunder. Data primer diperoleh dengan
Analisis statistik yaitu regresi linier
cara wawancara langsung dengan petani
berganda digunakan menurut Algifari (2000):
responden menggunakan kuisioner yang telah
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
dibuat sebelumnya. Data sekunder diperoleh
+ b6X6 + b7X7 + e
dari penelitian terdahulu, literatur serta
Dimana :
pendukung lainnya dan beberapa instansi-
Y = Pangsa pengeluaran pangan rumah
instansi yang terkait.
tangga (%)
a = Konstanta
Metode Analisis Data b1....b7 = Koefisien regresi
X1 = Pendapatan (Rp/bulan)
Analisis yang digunakan adalah analisis X2 = Jumlah tanggungan keluarga (Jiwa)
X3 = Pendidikan ibu rumah tangga (Tahun)
statistik yaitu menggunakan regresi linier
X4 = Harga bahan pokok beras (Rp/kg)
berganda dan analisis deskriptif yang meliputi X5 = Pengetahuan gizi (skor)
X6 = Konsumsi protein hewani
penggunaan rumus pangsa pengeluaran pangan.
(Gram/kapita/minggu)
Sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan X7 [(dumy)]=
1 = Selalu ada protein hewani dan nabati
menggunakan analisis grafik dan uji asumsi
0 = Tidak selalu ada protein nabati dan hewani
klasik yang meliputi multikolinearitas, e = Variabel Pengganggu
autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Pengujian hipotesis pertama : diduga secara
Pangsa pengeluaran pangan dapat
bersama-sama faktor pendapatan, jumlah
dihitung dengan rumus pembagian antara
tanggungan keluarga, pendidikan ibu rumah

19
tangga, harga bahan pokok beras, pengetahuan independen tidak berpengaruh terhadap
gizi, konsumsi protein hewani serta dummy variabel dependen
konsumsi harian protein nabati dan hewani Koefisien determinasi (R2) digunakan
(variabel independen) dapat mempengaruhi untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel
pangsa pengeluaran pangan rumah tangga petani independen terhadap variabel dependen. Jika
(variabel dependen) dilakukan menggunakan nilai dari Koefisien determinasi (R2) kecil
Uji Serempak (Uji F) yaitu : artinya kemampuan variabel independen dalam
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh menjelaskan variabel dependen terbatas.
variabel independen terhadap variabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
dependen secara serempak atau bersama-sama.
Kriteria Pengujian : Keadaan Umum Daerah Penelitian
a. Jika signifikansi > 0,05 H0 diterima H1 Kecamatan Suruh merupakan
ditolak berarti berarti variabel independen Kecamatan di Kabupaten Semarang yang
secara serempak tidak berpengaruh merupakan lokasi penelitian. Secara
terhadap variabel dependen. administratif, wilayah Kecamatan Suruh
b. Jika signifikansi ≤ 0,05 H1 diterima H0 berbatasan dengan : sebelah barat : Kecamatan
ditolak berarti variabel independen secara Tengaran, sebelah timur : Kecamatan Boyolali,
serempak berpengaruh terhadap variabel sebelah utara : Kecamatan Bancak dan
dependen. Kecamatan Pabelan, sebelah selatan :
Pengujian hipotesis kedua: Diduga secara Kecamatan Susukan. Wilayah Kecamatan Suruh
parsial pendapatan, jumlah tanggungan yaitu 6.401,48 ha yang terdiri dari lahan
keluarga, pendidikan ibu rumah tangga, harga pertanian sawah, lahan pertanian bukan sawah
bahan pokok beras, pengetahuan gizi, konsumsi dan lahan bukan pertanian. Sebagian besar
protein hewani serta dummy konsumsi harian Kecamatan Suruh digunakan untuk lahan
protein nabati dan hewani (variabel independen) pertanian sawah mencapai 2.951,63 ha,
dapat mempengaruhi pangsa pengeluaran sedangkan sisanya digunakan untuk lahan
pangan rumah tangga petani (variabel pertanian bukan sawah dan lahan bukan
dependen). Kriteria Pengujian : pertanian yaitu 1.379,08 ha dan 2.070,77 ha
a. Jika nilai sig ≤ 0,05, maka H1 diterima (H0 (BPS, Kabupaten Semarang, 2012). Jenis
ditolak) berarti masing-masing variabel tanaman padi yang umumnya diusahakan di
indepeden berpengaruh terhadap variabel Kecamatan Suruh yaitu padi sawah.
dependen. Produktivitas padi sawah di Kecamatan Suruh
b. Jika nilaisig >0,05, maka H1 ditolak (H0 pada tahun 2015 yaitu 6,10 ton/ha (BPS,
diterima) berarti masing-masing variabel Kabupaten Semarang, 2015)

20
Identitas Responden Sukarejo Kecamatan Suruh. Jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 70 orang.
Responden dalam penelitian ini adalah
Identitas responden dapat dilihat di tabel 1
petani yang mengusahakan tanaman padi serta
berikut ini :
buruh tani di Desa Dadapayam, Cukilan,

Tabel 1. Identitas Responden di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun 2016


No. Uraian Rata-rata
1. Umur (tahun)
a. Suami 49
b. Istri 46
2. Pendidikan
a. Suami SD
b. Istri SD
3. Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) 3
4. Luas Kepemilikan Lahan (ha) 0,44
Sumber : Data Primer Penelitian, 2016
dewasa tidak tinggal bersama dengan orang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuanya karena bekerja diluar daerah ataupun
rata-rata umur kepala rumah tangga responden telah menikah. Besarnya jumlah tanggungan
adalah 49 tahun sedangkan untuk umur istri rata- keluarga akan berpengaruh terhadap konsumsi
rata 46 tahun. Rata-rata umur responden baik pangan rumah tangga. Semakin banyak jumlah
kepala keluarga maupun istri masih termasuk tanggungan keluarga maka konsumsi pangannya
dalam kelompok umur produktif. Sehingga juga akan meningkat. Rata-rata luas lahan petani
rumah tangga responden masih dapat responden sebesar 0,44 ha. Sebagaian besar
mengerjakan pekerjaan bertaninya dengan lahan yang dikerjakan petani responden
maksimal maupun pekerjaan sampingan lainnya merupakan lahan milik sendiri. Dua responden
yang akan meningkatkan pendapatan. Tingkat yang status kepemilikan lahannya milik sendiri
pendidikan kepala keluarga yang paling banyak dan sewa. Luas lahan yang dikuasi oleh petani
adalah tamat SD begitu pula dengan tingkat menggambarkan kemampuan modal finansial
pendidikan istri. Hal ini menunjukkan bahwa petani dalam melakukan usahatani. Umumnya
tingkat pendidikan responden masih tergolong lahan yang luas akan memberikan pendapatan
rendah, sehingga mempengaruhi cara berpikir yang besar, sehingga luas lahan yang diusahakan
dalam melakukan usahatani. merupakan cerminan tingkat kesejahteraan
Rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani.
responden sebanyak 3 orang. Umumnya, hanya
terdiri dari kepala keluarga, istri dan satu orang
anak. Umumnya anak-anak petani yang telah

21
Gambaran Umum Pengeluaran Pangan dan memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Non Pangan
Umumnya, pengeluaran rumah tangga terdiri
Pengeluaran rumah tangga merupakan dari dua kelompok yaitu pengeluaran pangan
biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk dan non pangan.

Tabel 2. Rata-rata Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Responden di
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun 2016

Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan


No.
Rata-rata Prosentase Rata-rata Prosentase
(Rp/bln) --(%)-- (Rp/bln) --(%)--
1 Beras 178.171 30,20 Listrik 55.429 7,80
Minyak
2 61.171 10,40 Air 15.321 2,20
goreng
Pendidikan/
3 Gula Pasir 34.942 6,20 249.500 35,30
Sekolah
4 Teh 4.897 0,80 Rokok 69.600 9,80
5 Kopi 9.200 1,60 Kesehatan 11.643 1,60
6 Telur 48.857 8,30 Pajak 8.689 1,20
7 Daging Ayam 65.857 11,10 Gas/kayu 36.314 5,10
8 Daging Sapi 12.857 2,20 Bayar Pinjaman 213.429 30,10
9 Tempe 25.943 4,40 Lain-lain 47.000 6,60
10 Tahu 12.514 2,10
11 Ikan 18.686 3,20
12 Sayur 48.571 8,20
13 Buah 19.600 3,30
14 Susu 9.314 1,60
15 Lain-lain 39.842 6,70
Jumlah 590.426 100,00 706.924 100,00
Sumber : Data Primer Penelitian, 2016.
untuk pengeluaran non pangan tertinggi yaitu
Tabel di atas menunjukkan bahwa rata- untuk biaya pendidikan/ sekolah sebesar Rp.
rata jumlah pengeluaran pangan responden 249.500,- (35,30%) hal ini menunjukkan bahwa
perbulan lebih kecil dibandingkan jumlah responden sudah sadar akan pendidikan
pengeluaran non pangan. Jumlah pengeluaran sehingga diharapkan kedepannya bisa semakin
pangan yaitu Rp. 590.426,- dengan rata-rata sejahtera. Pengeluaran non pangan terbesar
pengeluaran terbesar untuk konsumsi beras kedua yaitu untuk bayar pinjaman sebesar Rp.
sebesar Rp. 178.171,- (30,20%) pengeluaran 213.429,- (30,10%) bayar pinjaman ini meliputi
pangan tersebesar selanjutnya yaitu untuk bayar sewa lahan, kredit seperti motor, barang
konsumsi daging ayam, telur dan sayur yaitu elektronik, bayar untuk pelunasan hutang dan
sebesar Rp. 65.857,- (11,10%), Rp. 48.857,- lain sebagainya.
(8,30%) dan Rp. 48.571,- (8,20%). Sedangkan

22
Proporsi Pengeluaran Pangan dan Non salah satu indikator untuk mengukur ketahanan
pangan rumah tangga. Jonsson dan Toole (1991)
Pangan Responden
dalam Maxwell et al., (2000) menyatakan
Pangsa pengeluaran pangan merupakan
bahwa jika pangsa pengeluaran > 60% maka
ratio antara pengeluaran pangan dengan
rumah tangga tersebut tahan pangan, tetapi jika
pengeluaran total rumah tangga perbulan.
pangsa pengeluaran pangan ≥60% maka rumah
Pangsa pengeluaran pangan dapat dijadikan
tangga tersebut rawan pangan.

Tabel 3. Sebaran Rumah Tangga Responden Berdasarkan Indikator Ketahanan Pangan di


Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun 2016

Kategori Jumlah Prosentase Keterangan


----(jiwa) ---- ----(%)----
Pangsa Pengeluaran Pangan < 60% 53 75,70 Tahan pangan
Pangsa Pengeluaran Pangan ≥ 60% 17 24,30 Tidak tahan pangan
Jumlah 70 100,00
Sumber : Data Primer Penelitian, 2016.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pendapatan, harga bahan pokok, jumlah
bahwa, jumlah rumah tangga responden dengan tanggungan keluarga, tingkat pendidikan,
kategori pangsa pengeluaran pangan < 60% atau pengetahuan gizi, konsumsi akan protein hewani
tahan pangan sebanyak 53 (75,70%) responden, dan nabati serta lingkungan tempat tinggal.
sedangkan jumlah rumah tangga dengan pangsa Yunastiti et al., (2010) berpendapat bahwa
pengeluaran pangan ≥ 60% atau rawan pangan lingkungan tempat tinggal dan pola konsumsi
sebanyak 17 (24,30) responden. Hal ini berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah
menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga contohnya seperti rumah tangga
tangga responden di Kecamatan Suruh termasuk diwilayah perkotaan umumnya mempunyai
dalam kategori tahan pangan. Hal ini berbeda proporsi pengeluaran beras yang cenderung
dengan penelitian yang dilakukan oleh lebih sedikit sehingga pangsa pengeluaran
Amaliyah dan Handayani (2011) bahwa kondisi pangannya akan rendah dan memiliki tingkat
ketahanan pangan rumah tangga petani padi di ketahanan pangan yang tinggi, akan tetapi
Kabupaten Klaten sebagian besar adalah rentan berbeda dengan rumah tangga yang tinggal
pangan yaitu sebesar 53,33 persen, sisanya diwilayah pedesaan karena umumnya pada
rawan pangan 20,00 persen, tahan pangan 16,67 masyarakat pedesaan proporsi pengeluaran
persen dan rawan pangan 10,00 persen. Tingkat beras cukup tinggi sehingga mengakibatkan
ketahanan pangan rumah tangga petani dapat pangsa pengeluaran pangannya tinggi dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat ketahanan pangannya rendah.

23
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pangsa layak digunakan. Pada uji asumsi klasik
Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani didapatkan hasil bahwa tidak terjadi
Berdasarkan uji normalitas data dengan multikolonieritas, autokorelasi dan
menggunakan analisis grafik menunjukkan data heteroskedastisitas.
berdistribusi normal sehingga analisis regresi

Tabel 4. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pangsa Pengeluaran Pangan
Rumah Tangga Petani

Variabel b t-hitung Signifikansi


Pendapatan (X1) -4,09E-6 -3,410 0,001***
Jumlah Tanggungan Keluarga (X2) 2,285 2,226 0,030**
Pendidikan ibu rumah tangga (X3) -1,256 -3,575 0,001***
Harga Bahan Pokok Beras (X4) 0,001 0,181 0,857
Pengetahuan Gizi (X5) 2,058 3,678 0,000**
Konsumsi Protein hewani (X6) 0,005 0,351 0,727
Dummy konsumsi harian protein nabati dan hewani (X7) -5,156 -1,781 0,080*
(Constant) 45,318 1,519 0,134
R-Square 0,601
F-hitung 13,322 0,000***
Sumber : Data Primer Penelitan, 2016.

Keterangan : *** = sangat signifikan (1%)


** = signifikan (5%)
* = signifikan (10%)

Sedangkan persamaan regresi yang diperoleh satuan maka pangsa pengeluaran pangan akan
sebagai berikut : turun sebesar 1,256. Hal ini sesuai dengan
Y = 45,318 – 0,409X1 + 2,285X2 – 1,256X3 + penelitian yang dilakukan oleh Sianipar et al.,
0,001X4 + 2,058X5 + 0,005X6 – 5,156X7
(2012) bahwa pada uji t pendapatan berpengaruh
Koefisien regresi pendapatan sebesar - pada ketahanan pangan dengan tingkat
4,090 yang artinya jika pendapatan naik sebesar kesalahan 1 persen dan pendidikan petani
satu satuan maka pangsa pengeluaran pangan berpengaruh terhadap ketahanan pangan dengan
akan turun sebesar 4,090. Koefisien regresi tingkat kesalahan 5 persen, akan tetapi varibel
jumlah tanggungan keluarga sebesar 2,285. Hal jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh
ini berarti setiap kenaikan jumlah tanggungan nyata. Harga bahan pokok beras secara
keluarga sebesar satu satuan maka pangsa signifikan tidak berpengaruh terhadap pangsa
pengeluaran pangan akan naik sebesar 2,285. pengeluaran pangan rumah tangga, namun
Koefisien regresi pendidikan ibu rumah tangga memiliki koefisien regresi sebesar 0,001 artinya
sebesar -1,256 yang berarti bahwa jika jika harga bahan pokok beras naik sebesar satu
pendidikan ibu rumah tangga naik sebesar satu satuan maka pangsa pengeluaran pangan akan

24
naik sebesar 0,001. Darwanto (2005) hewani sebesar 0,005 yang berarti jika konsumsi
menyatakan bahwa semakin tinggi bahan pokok protein hewani naik sebesar satu satuan maka
maka akan semakin mempengaruhi pengeluaran pangsa pengeluaran pangan akan naik sebesar
pangan rumah tangga. Sehingga dapat 0,005. Hal ini sama dengan penelitian yang
disimpulkan bahwa semakin tinggi harga bahan dilakukan oleh Ilham dan Sinaga (2008)
pokok maka akan berpengaruh terhadap menunjukkan bahwa ada hubungan linier antara
pengeluaran pangan yang semakin tinggi pula pangsa pengeluaran pangan dan ketahanan
sehingga pangsa pengeluaran pangan akan pangan yang diproksi dari konsumsi energi dan
meningkat yang berarti ketahanan pangan konsumsi protein per kapita penduduk artinya
semakin rendah. bahwa semakin meningkatnya konsumsi energi
Koefisien regresi pengetahuan gizi dan protein maka pangsa pengeluaran semakin
sebesar 2,058 yang berarti bahwa jika menurun, tetapi ketahanan pangan akan semakin
pengetahuan gizi naik sebesar satu satuan maka meningkat.
pangsa pengeluaran pangan akan naik sebesar Peningkatan konsumsi akan protein
2,058. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi hewani seperti telur, daging ayam dan daging
terutama ibu rumah tangga maka akan sapi secara langsung mempengaruhi anggaran
cenderung lebih konsumtif terhadap kebutuhan pengeluaran pangan rumah tangga yang semakin
pangan dari pada kebutuhan non pangan meningkat juga. Hal ini menyebabkan anggaran
sehingga pengeluaran untuk pangannya akan pengeluaran pangan lebih besar dibandingkan
lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk non dengan anggaran pengeluaran non pangan,
pangannya. Hal ini menyebabkan pangsa sehingga pangsa pengeluaran rumah tangga
pengeluaran pangan rumah tangga akan semakin tersebut akan semakin naik dan
naik yang berarti bahwa rumah tangga tersebut mengindikasikan bahwa rumah tangga tersebut
rawan pangan jika dilihat dari penggunaan rawan pangan jika dilihat dari indikator pangsa
pangsa pengeluaran pangan sebagai indikator pengeluaran pangan untuk mengukur ketahanan
untuk mengukur ketahanan pangan rumah pangan rumah tangga. koefisien regresi untuk
tangga. Hal ini tentu saja berbeda dengan dummy konsumsi harian protein nabati dan
pendapat Warih (2012) yang menyatakan bahwa hewani sebesar -5,515. Hal ini berarti bahwa
semakin baik pengetahuan gizi ibu maka dalam jumlah rumah tangga petani yang konsumsi
memilih makanan akan melakukan hariannya selalu ada protein hewani dan nabati
pertimbangan dan pengetahuan tentang nilai gizi lebih rendah dibandingkan jumlah rumah tangga
makanan sehingga kebutuhan gizi rumah tangga petani yang konsumsi hariannya tidak selalu ada
terpenuhi dan rumah tangga tersebut semakin protein hewani dan nabati sebesar 5,515 atau
sejahtera. Koefisien regresi konsumsi protein rata-rata jumlah rumah tangga petani yang

25
konsumsi hariannya selalu ada protein hewani tangga rawan pangan. Jurnal Analisis
dan nabati sebesar 39,876 (45,318-5,442). Kebijakan Pertanian. Pusat Analisis
Besarnya nilai R Square sebesar 0,601, Sosial Ekonomi dan Kebijakan
hal ini berarti 60% variasi pangsa pengeluaran Pertanian, Bogor. 6 (3) : 239-255.
pangan dapat dijelaskan oleh variasi dari [BKP] Badan Ketahanan Pangan Kementan RI.
variabel pendapatan, jumlah tanggungan 2013. Petunjuk Pelaksanaan Sistem
keluarga, pendidikan ibu rumah tangga, harga Kewaspadaan Pangan dan Gizi. BKP
bahan pokok beras, pengetahuan gizi, konsumsi Kementan RI, Jakarta.
protein hewani serta dummy konsumsi harian BPS. 2012. Penggunaan Lahan Kabupaten
protein nabati dan hewani. Semarang 2012.
(https://semarangkab.bps.go.id/website/
KESIMPULAN
pdf_publikasi/Penggunaan-Lahan-
1. Rata-rata rumah tangga petani di Kecamatan Kabupaten-Semarang-Tahun-2012.pdf).
Suruh Kabupaten Semarang memiliki pangsa Diakses pada tanggal 15 Januari 2017.
pengeluaran pangan yang rendah sehingga BPS. 2013. Sensus Pertanian 2013 Hasil
dapat dikategorikan sebagai rumah tangga Pencacahan Lengkap Kabupaten
tahan pangan. Semarang.
2. Pangsa pengeluaran pangan rumah tangga (https://semarangkab.bps.go.id/website/
petani di Kecamatan Suruh dipengaruhi oleh pdf_publikasi/Sensus--Pertanian-2013-
faktor pendapatan, jumlah tanggungan Hasil-Pencacahan-Lengkap-Kabupaten-
keluarga, pendidikan ibu rumah tangga dan Semarang.pdf). Diakses pada tanggal 1
pengetahuan gizi. Sedangkan untuk faktor Oktober 2016.
seperti harga bahan pokok beras, konsumsi BPS. 2015. Produksi, Luas Lahan dan
protein hewani serta dummy konsumsi harian Produktivitas Padi di Kabupaten
protein nabati dan hewani tidak berpengaruh Semarang.
terhadap pangsa pengeluaran pangan rumah (https://semarangkab.bps.go.id/linkTabe
tangga petani di Kecamatan Suruh Kabupaten lStatis/view/id/91). Diakses pada tanggal
Semarang. 1 Maret 2017.
Darwanto, Dwidjono H. 2005. Ketahanan
DAFTAR PUSTAKA pangan berbasis produksi dan
Alghifari. 2000. Analisis Regresi, Teori, Kasus kesejahteraan petani. Fakultas Pertanian
& Solusi. BPFE UGM, Yogyakarta. UGM dan MMA-UGM, Yogyakarta. 12
Ariningsih dan Handewi. 2008. Startegi (2) : 152-164.
peningkatan ketahanan pangan rumah

26
Djiwandi, 2002. Sumber pendapatan dan Penelitian dan Pengembangan Sosial
proporsi pengeluaran keluarga petani Ekonomi Pertanian, Bogor.
untuk konsumsi, tabungan dan investasi Sianipar, J. E., Hartono S., Hutapea R. T. P.
di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten. 2012. Analisis ketahanan pangan rumah
Program Studi Agribisnis Universitas tangga tani di Kabupaten Manokwari.
Sebelas Maret, Surakarta. Staf Pengajar Ekonomi Pertanian UGM,
Ilham, N. dan Sinaga M. B. 2008. Penggunaan Yogyakarta. 8 (2) : 51-182.
pangsa pengeluaran pangan sebagai Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995.
indikator komposit ketahanan pangan. Metode Penelitian Survei. PT Pustaka
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan LP3ES Indonesia, Jakarta.
Kebijakan, Fakultas Ekonomi dan Surakhmad, Winarno. 1998. Pengantar
Manajemen Institut Pertanian Bogor, Penelitian Ilmiah : Dasar, Metode,
Bogor. Teknik. Penerbit Graha Indonesia,
(ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/d Jakarta.
ownload/4217/3200) diakses pada Warih, L.H. 2012. Analisis Hubungan Proporsi
tanggal 1 Oktober 2016. Pengeluaran Pangan dan Konsumsi
Pangan dengan Ketahanan Pangan
Maxwell, D., Levin, M. A. Klemeseu, M. Rull, Rumah Tangga Petani di Kabupaten
S. Morris and C. Aliadeke. 2000. Urban Sragen. (Skripsi) Fakultas Pertanian
Livelihoods and Food Nutrition security Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
in Greater accra, Ghana. IFPRI in Yunastiti, P., Hartono S., Masyuri, Handoyono
Collaborative with Noguchi Memorial J.M. 2010. Pola pengeluaran pangan
Research and World Health rumah tangga menurut tingkat ketahanan
Organization. Research Report No. 112, pangan di Provinsi Jawa Tengah.
Washington D.C. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Pakpahan, A., H. P. Saliem, S.H. Suhartini, dan Maret dan Fakultas Pertanian
N. Syafa’at. 1993. Penelitian tentang Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2
ketahanan masyarakat berpendapatan (2) : 236-253.
rendah. Monograph Series No. 14. Pusat

27

Anda mungkin juga menyukai