Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH PEMBERIAN SUSU YANG DIFORTIFIKASI

(KALSIUM DAN VITAMIN D) DAN SENAM OSTEOPOROSIS


TERHADAP KEPADATAN TULANG PADA WANITA PRA LANSIA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR
KABUPATEN SAMPANG

Desy Prasetya 1, Bambang Wirjatmadi1, Merryana Adriani2


Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya
1
Email: desyprasetya@yahoo.co.id

ABSTRAK

Latar Belakang : Gangguan kepadatan tulang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama
terutama pada wanita pra lansia. Selain disebabkan karena asupan zat gizi penting untuk
tulang yang rendah, juga karena faktor hormon estrogen yang menurun akibat menopause.
Kepadatan tulang yang rendah dapat menyebabkan osteoporosis kemudian berdampak pada
risiko fraktur. Susu yang difortifikasi merupakan salah satu upaya untuk mencukupi
kebutuhan asupan kalsium dan vitamin D harian. Selain itu, senam osteoporosis juga
berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di dalam usus halus.

Tujuan : Menganalisis pengaruh pemberian susu yang difortifikasi (kalsium dan vitamin D)
dan senam osteoporosis terhadap kepadatan tulang pada wanita pra lansia di wilayah kerja
Puskesmas Banyuanyar Kabupaten Sampang.
Metode : Penelitian menggunakan desain Non Equivalent Control Group Design. Sampel
sebanyak 45 wanita pra lansia (50-59 tahun) yang terdiri dari 15 orang (kelompok perlakuan
I) berupa senam osteoporosis, 15 orang (kelompok perlakuan II) berupa senam osteoporosis
dan susu yang difortifikasi, dan 15 orang pada kelompok kontrol. Uji statistik menggunakan
paired T-Test, wilcoxon, dan kolmogorov smirnov.
Hasil : Terdapat pengaruh pemberian susu yang difortifikasi (kalsium dan vitamin D) dan
senam osteoporosis terhadap kepadatan tulang (p = 0,037). Sedangkan pada kelompok
perlakuan pertama (p = 0,217) dan kontrol (p = 0,157) menunjukkan tidak ada pengaruh.
Kesimpulan : Terdapat pengaruh pemberian susu yang difortifikasi (kalsium dan vitamin D)
dan senam osteoporosis terhadap kepadatan tulang. sebagian responden mengalami perbaikan
atau kenaikan angka T-score meskipun jarang yang diikuti dengan kenaikan kategori yang
lebih baik.

Kata Kunci : susu fortifikasi (kalsium dan vitamin D), senam osteoporosis, kepadatan
tulang, wanita pra lansia

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 25
EFFECT OF FORTIFIED MILK (CALCIUM AND VITAMIN D) AND
OSTEOPOROSIS GYMNASTICS TOWARD BONE DENSITY OF PRE
ELDERLY WOMEN IN THE WORKING AREA OF
HEALTH CENTER BANYUANYAR IN DISTRICT SAMPANG

Abstract

Disorders of bone density becomes a major public health problem, especially in women pre
elderly. Besides due to low intake of essential nutrients for bone, also because of declining
estrogen due to menopause. Low bone density can lead to osteoporosis and impact on risk of
bone fracture. Fortified milk is one of strategy to provide the intake of calcium and vitamin D
daily. In addition, osteoporosis gymnastics also plays a role to increase the absorption of
calcium in the small intestine. The aim of this study was to analyzed the effect of fortified milk
(calcium and vitamin D) and osteoporosis gymnastics on bone density in women pre elderly
in the working area of health center Banyuanyar Sampang. Research design used Non
equivalent Control Group Design. Samples were 45 pre elderly womens (age 50-59 years)
which is composed of 15 people (treatment group I) in the form of gymnastics osteoporosis,
15 (treatment group II) in the form of osteoporosis gymnastics and fortified milk, and 15
people in the control group. Statistical test using paired T-test, Wilcoxon and Kolmogorov
Smirnov. There was the influence of fortified milk (calcium and vitamin D) and osteoporosis
gymnastics on bone density (p = 0.037). While in the first treatment group (p = 0.217) and
showed no effect on controls groups (p = 0.157). There was the influence of fortified milk
(calcium and vitamin D) and osteoporosis gymnastics on bone density. Some respondents
have improvement or increase of T-score.

Keywords : fortified milk (calcium and vitamin D), osteoporosis gymnastics, bone density,
pre elderly women

PENDAHULUAN

Gangguan kepadatan tulang yang Osteoporosis mempengaruhi


saat ini menjadi masalah kesehatan sekitar 200 juta wanita di seluruh dunia,
masyarakat utama yang diderita oleh dengan estimasi 1/10 pada wanita usia 60
jutaan orang diseluruh dunia. Semakin tahun, 1/5 pada wanita usia 70 tahun, 2/5
rendah massa tulang maka tulang akan pada wanita usia 80 tahun, dan 2/3 pada
semakin rapuh sampai terjadi osteoporosis wanita usia 90 tahun. Hal ini menunjukkan
(keropos tulang). Penyakit ini disebut bahwa prevalensi osteoporosis di dunia
sebagai silent epidemic disease karena cukup tinggi.2 Oleh karena itu, sebelum
menyerang secara diam-diam tanpa adanya memasuki usia lanjut diperlukan berbagai
tanda-tanda khusus sampai penderita upaya agar dapat mengurangi terjadinya
mengalami patah tulang.1 osteoporosis dan patah tulang.

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 26
Di Indonesia, data prevalensi sudah timbul sebelum wanita tersebut
osteoporosis terbilang cukup jarang mengalami menopause (osteoporosis
5
ditemukan. Untuk memberikan gambaran sekunder).
awal tentang osteoporosis di Indonesia Penelitian tentang kepadatan
yaitu data dari Badan Litbang (Penelitian mineral tulang di tingkat prevalensi
dan Pengembangan) Gizi Depkes RI tahun osteoporosis (skor T < -2,5 SD) pada
2006 yang menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia pada tahun 2006
osteopenia adalah 41,7% dan prevalensi menunjukkan bahwa prevalensi
osteoporosis sebesar 10,3% yang berarti 2 osteoporosis pada wanita berusia antara
dari 5 penduduk Indonesia berisiko terkena 50-80 tahun adalah 23%. Risiko terjadinya
osteoporosis. Selain itu, hasil dari Litbang osteoporosis pada wanita 4 kali lebih besar
menunjukkan bahwa sedikitnya 5 provinsi daripada pria 6. Tulang keropos paling
di Indonesia termasuk dalam kategori cepat dalam jangka waktu 5-10 tahun atau
risiko tinggi menderita osteoporosis. Lima lebih setelah menopause. Penelitian oleh
provinsi tersebut adalah Sumatra Selatan Fatmah (2008) menunjukkan bahwa
(27,7%), Jawa Tengah (24,02%), terdapat hubungan antara osteoporosis
Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara dengan peningkatan usia. Proporsi
3
(22,82%), Jawa Timur (21,42%). Menurut osteoporosis lebih rendah pada kelompok
data “Indonesian White Paper” yang lansia dini (55-65 tahun) daripada lanjut
dikeluarkan PEROSI menyebutkan bahwa usia (65-85 tahun).7
prevalensi osteoporosis pada tahun 2007 Selain faktor hormonal,
mencapai 28,8% untuk pria dan 32,3% osteoporosis juga disebabkan karena
untuk wanita.4 asupan kalsium yang kurang. Penelitian
Pada wanita pra lansia yang telah oleh Prihatini et al (2008) menunjukkan
mengalami menopause, osteoporosis yang bahwa asupan kalsium masih rendah.
terjadi adalah osteoporosis primer yang Penelitian dilakukan pada wanita dewasa
disebabkan oleh berkurangnya massa berusia 25-70 tahun di tiga provinsi di
tulang dan atau terhentinya produksi Indonesia (Sulawesi Utara, Yogyakarta,
8
hormon khusus perempuan yaitu estrogen dan Jawa Barat) . Hasil penelitian
disamping karena bertambahnya usia. menunjukkan bahwa salah satu faktor
Kondisi dapat menjadi lebih berat bila determinan risiko osteoporosis adalah
disertai faktor-faktor risiko lainnya yang asupan kalsium < 70% AKG.

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 27
Selain itu juga diperoleh hasil Puskesmas Banyuanyar adalah pra lansia
bahwa wanita memiliki risiko osteoporosis (45-59 tahun) dan lansia ( ≥ 60 tahun) Data
lebih besar daripada pria. Wanita berisiko dari Bidang Kesehatan Keluarga, wilayah
5 kali lebih besar pada usia ≥ 55 tahun kerja Puskesmas Banyuanyar memiliki
daripada usia < 55 tahun. Adapun cakupan pelayanan kesehatan wanita lansia
8
penelitian yang dilakukan terhadap pada tahun 2012 sebesar 30,63% dan
responden yang sama menunjukkan bahwa persentase ini masih berada di atas rata-
wanita yang asupan kalsiumnya kurang rata sebesar 23,65%. Pada tahun 2013,
dari 500 mg/hari lebih berisiko dua kali cakupan pelayanan kesehatan wanita lansia
dalam mengalami densitas mineral tulang sebesar 40,66% dan persentase ini di
rendah dibandingkan wanita yang asupan bawah rata-rata yaitu sebesar 45,52% 11.
kalsiumnya cukup. Berdasarkan masalah tersebut di
Vitamin D juga merupakan salah atas dan pentingnya pemenuhan kebutuhan
satu zat gizi yang penting untuk tulang. zat gizi serta olahraga khususnya pada
Apabila tubuh kekurangan (defisiensi) wanita pra lansia (50-59 tahun) maka
vitamin D baik yang berasal dari asupan penelitian ini dilakukan. Peneliti
makanan maupun dari dalam tubuh dengan bermaksud akan memberikan susu yang
bantuan sinar matahari maka absorpsi difortifikasi (kalsium dan vitamin D) dan
kalsium dapat terganggu dan kemudian perlakuan berupa senam osteoporosis.
terganggu pula proses mineralisasi Susu fortifikasi diharapkan mampu
(pembentukan) tulang 9. Hal ini tentunya meningkatkan asupan zat gizi untuk
akan memperburuk kondisi tulang karena mineralisasi tulang. Sedangkan senam
memasuki usia lanjut mulai terjadi osteoporosis diharapkan dapat
perubahan fisik dan fungsional tubuh yaitu meningkatkan absorpsi kalsium.
mengalami penurunan kemampuan
absorpsi di usus halus sehingga dapat BAHAN DAN METODA
terjadi kekurangan zat gizi yang Penelitian ini merupakan penelitian
dibutuhkan oleh tulang 10. eksperimental dengan desain Non
Posyandu lansia merupakan Equivalent Control Group Design. dengan
program kebijakan pemerintah melalui pemberian perlakuan secara double blind
pelayanan kesehatan lansia. Peserta dari (Wirjatmadi, 1998)12.
posyandu lansia di wilayah kerja

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 28
Pada penelitian ini menggunakan uji kendali yaitu usia dan status gizi, dan
statistik Paired T tes dan wilcoxon untuk variabel pengganggu yaitu karakteristik
melihat hasil antara sebelum dan sesudah keluarga (pekerjaan, pendapatan, jumlah
penelitian serta menggunakan uji anggota keluarga, pengeluaran untuk
komparasi kolmogorov smirnov untuk makan), karakteristik responden
melihat perbedaan sesudah penelitian (pendidikan, pengetahuan), pola konsumsi
diantara ketiga kelompok. makan, tingkat konsumsi makan, dan
Populasi penelitian ini adalah kecukupan paparan sinar matahari.
semua wanita pra lansia yang ikut serta Data sekunder didapat dari
dalam kegiatan posyandu lansia di wilayah Puskesmas Banyuanyar Kabupaten
kerja Puskesmas Banyuanyar Kabupaten Sampang. Sedangkan data primer
Sampang. Kemudian pada populasi dilakukan dengan wawancara
tersebut dilakukan screening untuk menggunakan kuesioner. Bersamaan
diikutsertakan dalam penelitian dengan itu dilakukan pengambilan data
berdasarkan kriteria inklusi. Adapun asupan selama 24 jam, dengan
kriteria inklusi tersebut adalah sebagai menggunakan metode recall 1 x 24 jam
berikut : 1) wanita usia 50-59 tahun, 2) dan data untuk pola konsumsi makan
tidak memiliki riwayat intoleransi laktosa, menggunakan food frequency questionare
3) tidak memiliki riwayat penyakit untuk menilai frekuensi dan jenis
gangguan hati dan ginjal secara anamnesa, kelompok bahan makanan tertentu yang
genetik, pigmentasi kulit, malabsorpsi, biasa dikonsumsi selama 1 (satu) bulan
status gizi normal, 4) tidak memiliki terakhir. Sementara itu data kepadatan
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tulang didapatkan melalui pemeriksaan
asin kaya akan garam, terlalu manis, kepadatan tulang dengan menggunakan
minuman yang bersoda, dan minuman bone ultrasonometer type Achilles Express
yang mengandung kafein, 5) telah 2 yang dilakukan oleh tenaga terlatih.
menopause, 6) bersedia dilibatkan dlm Pengolahan setelah data
penelitian dan menandatangani informed terkumpul, dilakukan proses editing,
consent. koding, dan analisis. Kemudian data
Variabel bebas dalam penelitian ini tersebut diolah secara manual dan
yaitu susu yang difortifikasi (kalsium dan komputerisasi dengan menggunakan
vitamin D) dan sena osteoporosis, variabel program statistik yang ada.
tergantung yaitu kepadatan tulang, variabel
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 29
Untuk mengetahui signifikansi Hasil pada Tabel 1 menunjukkan
adanya pengaruh susu yang difortifikasi bahwa tingkat pendidikan pada kelompok
(kalsium dan vitamin D) dan senam perlakuan I sebesar 66,67%, kelompok
osteoporosis terhadap kepadatan tulang perlakuan II sebesar 60%, dan kelompok
menggunakan uji t sampel berpasangan kontrol sebesar 33,33% tingkat pendidikan
(paired t test) dengan derajat kepercayaan responden terbanyak yaitu lulus
α=5%. Jika data tidak berdistribusi normal, SMA/SMK/MA. Sedangkan tingkat
maka menggunakan uji wilcoxon. Selain pengetahuan responden pada kelompok
itu, untuk mengetahui perbedaan tingkat perlakuan I dan II sebarannya cukup
kepadatan tulang sesudah penelitian merata pada tingkatan pengetahuan dan
dilakukan uji komparasi dengan paling tinggi berada pada tingkat
menggunakan uji kolmogorov smirnov pengetahuan sedang yaitu kelompok
dengan derajat kepercayaan α=5%. perlakuan I sebesar 46,67% dan kelompok
perlakuan II sebesar 46,67%. Namun pada
HASIL kelompok kontrol, tingkat pengetahuan
Karakteristik Responden tersebar pada tingkatan pengetahuan
Karakteristik responden menurut rendah sebesar 60% dan sedang sebesar
tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, 40%.
dan kecukupan paparan sinar matahari
(UV B) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden


Perlakuan I Perlakuan II Kontrol
Karakteristik
n % n % n %
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah - - - - 4 26,67
Lulus SD 3 20 2 13,33 4 26,67
Lulus SMP/MTs 2 13,33 - - 2 13,33
Lulus SMA/SMK/MA 10 66,67 9 60 5 33,33
Lulus S1 - - 4 26,67 - -
Total 15 100 15 100 15 100
Tingkat Pengetahuan
Rendah 7 46,67 4 26,67 9 60
Sedang 5 33,33 7 46,66 6 40
Tinggi 3 20 4 26,67 - -
Total 15 100 15 100 15 100

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 30
Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga responden perlakuan I sebesar 73,33%, kelompok
menurut jenis pekerjaan, tingkat perlakuan II sebesar 80%, dan kelompok
pendapatan, jumlah anggota keluarga, kontrol sebesar 53,33%. Jumlah anggota
jumlah pengeluaran untuk makan. keluarga sebagian besar pada semua
Hasil pada Tabel 2 menunjukkan kelompok berada pada kategori kecil yaitu
bahwa pada kelompok perlakuan I pada kelompok perlakuan I sebesar
sebagian besar (53,33%) bekerja sebagai 66,67%, kelompok perlakuan II sebesar
pedagang/wirausaha. Kelompok perlakuan 60% dan kelompok kontrol sebesar
II sebagian besar (40%) sebagai PNS. 66,67%. Jumlah pengeluaran untuk makan
Kelompok kontrol sebagian besar bekerja sebagian besar termasuk dalam kategori >
sebagai pedagang/wirausaha sebesar 50% pendapatan yaitu 66,67% pada
46,67%. Untuk tingkat pendapatan kelompok perlakuan I, dan 60% pada
keluarga sebagian besar berapa pada kelompok perlakuan II, serta 66,67% pada
tingkat pendapatan yang cukup yaitu > kelompok kontrol.
UMK (Rp. 1.120.000,-). Pada kelompok

Tabel 2. Karakteristik Keluarga Responden


Perlakuan I Perlakuan II Kontrol
Karakteristik
n % n % n %
Jenis Pekerjaan
PNS 3 20 6 40 - -
Pegawai Swasta 4 26,67 4 26,67 3 20
Pedagang/Wirausaha 8 53,33 5 33,33 7 46,67
Buruh/Petani - - - - 5 33,33
Total 15 100 15 100 15 100
Tingkat Pendapatan
Rendah 4 26,67 3 20 7 46,67
Cukup 11 73,33 12 80 8 53,33
Total 15 100 15 100 15 100
Jumlah Anggota Keluarga
Kecil (≤ 4 orang) 10 66,67 9 60 10 66,67
Besar (> orang) 5 33,33 6 40 5 33,33
Total 15 100 15 100 15 100
Jumlah Pengeluaran untuk Makan
≤ 50% pendapatan 5 33,33 6 40 5 33,33
> 50% pendapatan 10 66,67 9 60 10 66,67
Total 15 100 15 100 15 100

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 31
Pengaruh Senam Osteoporosis dan Susu antara nilai kepadatan tulang sebelum dan
yang Difortifikasi (Kalsium dan sesudah perlakuan pada kelompok
Vitamin D) terhadap Kepadatan Tulang perlakuan II. Sedangkan pada kelompok

Distribusi nilai kepadatan tulang kontrol dengan menggunakan uji t-test

responden sebelum dan sesudah intervensi berpasangan (paired t-test) diperoleh hasil
bahwa p > α (p = 0,157), artinya tidak
dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3
terdapat perbedaan yang bermakna antara
menunjukkan nilai mean pada kelompok I
nilai kepadatan tulang sebelum dan
sebelum perlakuan nilai kepadatan tulang
(skor T) berada pada rentang -2,4 sampai - sesudah perlakuan pada kelompok kontrol.

1,1 dengan nilai rata-rata -1,63. Pada Distribusi tingkat kepadatan tulang

kelompok perlakuan II nilai kepadatan sebelum perlakuan pada responden dapat


dilihat pada Tabel 4. Tingkat kepadatan
tulang (skor T) berada pada rentang -2,4
tulang yang digunakan sebagai batasan
sampai -1,1 dengan nilai rata-rata -1,59.
kriteria responden penelitian yaitu dengan
Sedangkan kelompok kontrol, nilai
kepadatan tulang (skor T) berada pada skor T < -1 yaitu kelompok I dan II dengan

rentang -2,5 sampai -1,1 dengan nilai rata- kepadatan tulang osteopenia dan kelompok
kontrol dengan kepadatan tulang
rata -1,83.
osteopenia dan osteoporosis.
Hasil uji statistik dengan
Distribusi tingkat kepadatan tulang
menggunakan uji t-test berpasangan
sesudah perlakuan pada responden dapat
(paired t-test) pada kelompok I diperoleh
dilihat pada Tabel 5. Tingkat kepadatan
hasil bahwa p > α (p = 0,217), artinya
tulang sesudah penelitan sebagian besar
tidak terdapat perbedaan yang bermakna
masih berada pada kategori yang tidak
antara nilai kepadatan tulang sebelum dan
normal (osteopenia dan osteoporosis).
sesudah perlakuan pada kelompok
Hasil uji statistik dengan Kolmogorov-
perlakuan I. Pada kelompok perlakuan II
Smirnov diperoleh p > α (p = 0,714),
dengan menggunakan uji Wilcoxon
artinya tidak ada perbedaan status tingkat
diperoleh hasil bahwa p < α (p = 0,037),
kepadatan tulang sesudah perlakuan
artinya terdapat perbedaan yang bermakna
diantara ketiga kelompok.

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 32
Tabel 3. Distribusi Nilai Kepadatan Tulang Responden Sebelum dan Sesudah Intervensi pada
Responden
Kelompok
Nilai Kelompok Perlakuan I Kelompok Perlakuan II Kelompok Kontrol
Kepadatan (Senam Osteoporosis) (Senam Osteoporosis dan
Tulang Susu Fortifikasi)
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Jumlah 15 15 15 15 15 15
Mean -1,63 -1,55 -1,59 -1,45 -1,83 -1,97
SD 0,40 0,49 0,39 0,38 0,37 0,38
Minimum -2,4 -2,4 -2,4 -2,0 -2,5 -2,6
Maksimum -1,1 -1,0 -1,1 -0,8 -1,1 -1,2

Tabel 4. Distribusi Status Tingkat Kepadatan Tulang Sebelum Perlakuan pada Responden
Kelompok Perlakuan II
Kelompok Perlakuan I
Tingkat Kepadatan (Senam Osteoporosis dan Kelompok Kontrol
(Senam Osteoporosis)
Tulang Susu Fortifikasi)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Tidak Normal 15 100 15 100 15 100
Normal - - - - - -
Total 15 100 15 100 15 100

Tabel 5. Distribusi Status Tingkat Kepadatan Tulang Sesudah Penelitian pada Responden
Kelompok Perlakuan II
Kelompok Perlakuan I
Tingkat Kepadatan (Senam Osteoporosis dan Kelompok Kontrol
(Senam Osteoporosis)
Tulang Susu Fortifikasi)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Tidak Normal 13 86,67 13 86,67 15 100
Normal 2 13,33 2 13,33 - -
Total 15 100 15 100 15 100

PEMBAHASAN

Tidak adanya beda nilai kepadatan kontrol menunjukkan pula bahwa tidak ada
tulang sebelum dan sesudah penelitian. pengaruh kelompok kontrol (tanpa
Kelompok perlakuan I juga menunjukkan perlakuan) terhadap nilai kepadatan tulang.
tidak ada pengaruh perlakuan berupa senam Hal ini disebabkan karena proporsi nilai
osteoporosis terhadap nilai kepadatan tulang. kepadatan tulang pada kelompok perlakuan
Pada kelompok perlakuan II menunjukkan II sebagian besar mengalami peningkatan
bahwa ada pengaruh pemberian perlakuan yaitu sebesar 73%. Persentase proporsi
berupa senam osteoporosis dan pemberian peningkatan ini lebih besar dibandingkan
susu fortifikasi (kalsium dan vitamin D) dengan kelompok perlakuan I (60%) dan
terdadap nilai kepadatan tulang. Kelompok kelompok kontrol (33%).
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 33
Pada kelompok perlakuan II Menurut Arifin et al (2010), status
diberikan perlakuan berupa senam vitamin D tampaknya menjadi prediktor
osteoporosis dan pemberian susu yang utama Densitas Mineral Tulang (DMT)
15
difortifikasi (kalsium dan vitamin D). relatif terhadap asupan kalsium .
Kalsium yang diberikan dibutuhkan untuk Oemardi et al (2007) melaporkan bahwa
mengganti kehilangan kalsium ditulang. asupan kalsium yang tinggi akan secara
Kekurangan kalsium menyebabkan bermakna berhubungan dengan DMT
terjadinya penurunan secara bertahap yang tinggi, hanya pada perempuan
terhadap jumlah dan kekuatan jaringan dengan status vitamin D kurang dari 50
16
tulang. Penurunan tersebut disebabkan nmol/l . Dalam pandangan hubungan
oleh terjadinya demineralisasi, yaitu tubuh yang kuat antara defisiensi vitamin D dan
yang kekurangan kalsium akan mengambil fraktur panggul, bersamaan dengan
simpanan kalsium yang ada pada gigi dan kurangnya asupan kalsium, wanita lanjut
13
tulang . Tingkat konsumsi kalsium pada usia di Indonesia dan Filipina atau negara
saat penelitian yang kurang dari lain dengan populasi yang serupa, terdapat
kecukupan (<77%AKG) pada kelompok risiko terjadinya fraktur secara bermakna.
perlakuan I dan kontrol sebesar 100%. Hasil penelitian yang dilakukan
Sedangkan pada kelompok perlakuan II oleh Arifin (2010) menunjukkan bahwa
sebagian besar berada pada ketegori yang susu yang difortifikasi kalsium tinggi dan
cukup (≥ 77% AKG) sebesar 66,67%. vitamin D terbukti dapat memperbaiki

Vitamin D dari susu fortifikasi status vitamin D, mengurangi kadar PTH,

diberikan untuk menambah kecukupan dan menurunkan turnover tulang secara


bermakna. Susu merupakan media yang
asupan makanan harian akan vitamin D.
cocok untuk difortifikasi dengan kalsium,
Vitamin D membantu absorpsi kalsium di
dan mineral-mineral lainnya, hal ini
dalam usus. Mekanismenya adalah vitamin
D akan menginduksi sintesis protein dikarenakan bioavailabilitas dari susu
15
pengikat kalsium intrasel yaitu kalbindin, tersebut . Susu mengandung protein

yang juga mempengaruhi permeabilitas sel seperti fosfopeptida yang didapat pada
kafein, dan asam amino seperti L-lisin dan
mukosa terhadap kalsium, suatu efek yang
L-arginin yang dapat berikatan dengan
berlangsung cepat dan tidak tergantng
kalsium, laktosa, dan karbohidrat lainnya
pada sintesis protein 14.
juga berperan dalam penyerapan kalsium.

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 34
Selain penyerapan yang lebih baik sedang akan meningkatkan kadar serum
dibanding preparat lain, pada susu juga 1,25(OH)2D3 level, menurunkan PTH dan
terdapat difusi pasif kalsium yang dapat menurunkan ekskresi kalsium dalam urin,
terjadi di bagian usus halus yaitu ileum, sedikit meningkatkan ion kalsium dala
hal ini karena semua molekul yang plasma, meningkatkan Bone Mineral
meningkatkan osmolaritas cairan di ileum Density (BMD), kekuatan tulang dan rata-
berpotensi untuk menstimulasi difusi pasif, rata pembentukan tulang sehingga
sementara sejumlah asam amino tertentu menurunkan insiden fraktur pada
yang bekerja pada ruang intraseluler dapat osteoporosis. Aktivitas tersebut juga
menyebabkan kontraksi interskeleton menginduksi keseimbangan kalsium
sehingga difusi pasif dapat berjalan dengan positif. Kombinasi olahraga dengan
baik. Oleh sebab itu, pada wanita intensitas sedang dan asupan kalsium yang
menopause penyerapan kalsium di usus adekuat dapat meningkatkan kekuatan
tidak hanya melalui transpor aktif yang tulang. Olahraga juga merubah motilitas
memerlukan vitamin D3 tetapi juga lewat dan permeabilitas usus halus sehingga
difusi pasif di usus khususnya ileum. absorpsi meningkat 19.
Apabila perubahan ini bertahan pada Berdasarkan hasil penelitian
waktu yang lama, dapat diharapkan terhadap status tingkat kepadatan tulang
terjadinya preservasi DMT dan sesudah penelitian menunjukkan bahwa
17
mengurangi risiko terjadinya fraktur . tidak ada perbedaan status tingkat
Olahraga berupa senam kepadatan tulang sesudah penelitian
osteoporosis terbukti lebih baik menambah diantara ketiga kelompok yaitu dengan p >
kepadatan tulang apabila disertai dengan α (p = 0,714). Hal ini disebabkan karena
asupan kalsium dan vitamin D yang cukup. sebagian besar responden masih berada
Manfaat senam dalam hal ini adalah agar pada kategori tingkat kepadatan tulang
terjadi keseimbangan antara osteoblast dan tidak normal yaitu 86,67% pada kelompok
osteoclast. Apabila senam terhenti maka perlakuan I, sebesar 86,67% pada
pembentukan osteoblast berkurang kelompok perlakuan II, dan sebesar 100%
sehingga pembentukan tulang berkurang pada kelompok kontrol. Hasil yang
dan dapat berakibat pada pengeroposan didapatkan yaitu sebagian besar responden
tulang 18. mengalami perbaikan atau kenaikan angka
Olahraga berupa senam khususnya T-score meskipun jarang yang diikuti
senam osteoporosis dengan intensitas
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 35
dengan kenaikan kategori yang lebih baik terdapat penurunan T-score sebesar pada 8
(dari tidak normal ke normal). responden.
Pada kelompok perlakuan I (senam
osteoporosis) proporsi kepadatan tulang KESIMPULAN
yang mengalami peningkatan T-score 1. Berdasarkan hasil uji wilcoxon
sebesar 60%, T-score tetap sebesar 13% diperoleh hasil bahwa senam
dan penurunan T-score 27 %. Pada osteoporosis dan susu yang
kelompok perlakuan II (senam difortifikasi (kalsium dan vitamin D)
osteoporosis dan susu fortifikasi) proporsi berpengaruh terhadap kepadatan tulang
kepadatan tulang yang mengalami wanita pra lansia. Pada kelompok
peningkatan T-score sebesar 73%, T-score perlakuan II T-score yang mengalami
tetap sebesar 7% dan penurunan T-score kenaikan sebesar 73% meskipun jarang
20 %. Sedangkan pada kelompok kontrol, yang diikuti dengan kenaikan kategori
proporsi kepadatan tulang yang mengalami yang lebih baik (dari tidak normal ke
peningkatan T-score sebesar 33%, T-score normal).
tetap sebesar 7% dan penurunan T-score 2. Berdasarkan hasil uji paired t-test
60 %. diperoleh hasil bahwa senam
Terdapat pengaruh positif senam osteoporosis tidak berpengaruh
pencegahan osteoporosis terhadap terhadap kepadatan tulang wanita pra
peningkatan nilai densitas tulang pada lansia. Hal ini dikarenakan pada
wanita postmenopause. Peningkatan kelompok perlakuan I tidak diimbangi
densitas mineral tulang bukan hanya dengan tambahan asupan kalsium dan
semata-mata karena pengaruh senam, akan vitamin D yang adekuat.
tetapi juga akibat pengaruh asupan kalsium
dan vitamin D. Sebagian besar responden SARAN
mengalami perbaikan atau kenaikan angka 1. Rutin melaksanakan aktivitas fisik
densitas tulang (dengan rata-rata 0,2), berupa olahraga (senam osteoporosis)
namun jarang yang diikuti dengan pada wanita pra lansia sebagai
perbaikan kategori yang lebih baik. Selain pencegahan pengeroposan tulang
terjadi peningkatan T-score pada 21 ketika memasuki masa lansia. Selain
responden, 3 responden tetap/tidak itu mengimbangi asupan kalsium dan
mengalami perubahan T-score dan juga vitamin D dari susu yang difortifikasi
untuk menambah asupan harian.
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 36
2. Pentingnya paparan sinar Ultraviolet B 5. Kemenkes. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
10-15 menit dalam sehari yang
Nomor 1142/Menkes/SK/XII/2008
membantu pembentukan vitamin D di tentang Pedoman Pengendalian
Osteoporosis. 2008.
dalam tubuh dengan melakukan
kebiasaan tidak menggunakan 6. Theobald, H.E. Dietary Calcium
and Health. British Nutrition
sunscreen atau berjemur ketika Foundation. 2005. London UK.
terdapat paparan sinar UV B di waktu Available from
http://www.nutrition.org
tertentu.
7. Fatmah. Osteoporosis dan Faktor
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
Risikonya pada Lansia Etnis Jawa.
dengan jangka waktu yang lebih lama 2008.
http://www.ejournal.undip.ac.id
agar peningkatan kepadatan tulang
dapat mengarah kepada kategori yang 8. Prihatini, S., Mahirawati, V.K.,
Jahari, A.B., Sudirman, H. Faktor
lebih baik (normal). Determinan Risiko Osteoporosis di
Tiga Provinsi di Indonesia. Media
Litbang Kesehatan. 2008. Vol XX.
DAFTAR PUSTAKA No. 2. hal. 91-99
1. Tandra, H. Osteoporosis, 9. Linder, M.C. Biokimia Nutrisi dan
Mengenal, Mengatasi, dan Metabolisme dengan Pemakaian
Mencegah Tulang Keropos. 2009. Secara Klinis. 2006. Jakarta: UI
Jakarta: Gramedia Pusaka Utama Press
2. IOF. The Breaking Spine. 10. Muliani. Olahraga Meningkatkan
Available from Mekanisme Absorpsi Kalsium.
http://www.iofbonehealth.org Bagian Anatomi Fakultas
2010 Kedokteran Udayana. Medicina
3. Sihombing, H.C. Karakteristik 2012. (43) : 103-107
Kasus Menopause Osteoporosis di 11. Dinas Kesehatan Kabupaten
Makmal erpadu Sampang. Profil Kesehatan. 2013.
Imunoendokrinologi FK UI Tahun Dinas Kesehatan Kabupaten
2006-2008. Skripsi. 2009. Jakarta: Sampang
Universitas Indonesia
12. Wirjatmadi, B dan Adriani, M.
4. Trihapsari, E. Faktor-faktor yang Pengantar Gizi Kesehatan
Berhubungan dengan Densitas Masyarakat. 2012. Jakarta:
Mineral Tulang Wanita ≥ Tahun di Kencana Prenada Media Group
Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta Pusat Tahun 2009. Skripsi. 13. Fatmah. Gizi Usia Lanjut. 2010.
2009. Jakarta: Universitas Jakarta : Erlangga
Indonesia

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 37
14. Murray, R.K., Granner, D.K., 17. Kuchuk, NO., NM. Van Schoor,
Rodwell, V.W. Biokimia Harper. SM. Plujim et al. Vitamin D Status,
2009. Jakarta: Penerbit Buku Parathyroid Function, Bone
Kedokteran EGC Turnover and BMD in
Postmenopausal Women with
15. Arifin Z, Hestiantoro A, Baziad A. Osteoporosis : Global Perspective.
Pemberian susu yang difortifikasi Journal of Bone and Mineral
kalsium kadar tinggi dan vitamin D Research. 2009. 24 (4) : 693 – 701
dalam memperbaiki turnover
tulang perempuan 18. Suroto. Pengertian Senam, Manfaat
pascamenopause. Majalah Obstetri Senam dan Urutan Gerakan. Unit
dan Ginekologi Indonesia. 2010. Pelaksana Teknis Mata Kuliah
34: 31-38 Umum Olahraga. 2004. Semarang:
Universitas Diponegoro
16. Oemardi, M., Horoeitz M., Wishart
JM, et al. The effect of Menopause 19. Charoenphandhu, N. Physical
on Bone Mineral Density and Bone Activity and Exercise Affect
Reated Biochemical Variables in Intestinal Calcium Absorption: A
Indonesia Woman. Journal Cinical Perspective Review. Journal of
Endocrinology. 2007 . 7(1) : 93 - Sport Science and Technology
100 2007. 7 (1&2) : 171-181

Reviewer

Dr. Merryana Adriani, S.KM., M.Kes.

Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 4 Nomer 1 Edisi September 2015, hal. 25 - 37 Page 38
The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

Analisa Proximat dan Uji Coba Rasa Produk Fortifikasi Bubuk


Daun Kelor (Moringa Oleifera) dalam Susu Kedelai
Milatun Khanifah1, Nur Chabibah2, Pujiati Setyaningsih3
Program studi diploma III Kebidanan STIKES Muhammadiyah Pekajangan
stikesmuh_pkj@yahoo.co.id

Abstrak
Keywords: Masalah gizi yang dialami oleh Indonesia adalah masih tingginya angka
Uji Proximate, Uji malnutrisi terutama pada balita. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
Rasa, Fortifikasi, Susu dengan pemberian PMT (Pemberian makanan tambahan) pada balita.
kedelai, Bubuk Daun Tujuan penelitian ini adalh membuat produk makanan tambahan yang
Kelor berupa susu kedelai yang telah difortifikasi dengan bubuk daun kelor
(Moringa Oleifera), kemudian dinalisa kandungan zat gizinya dan dilakukan
uji coba rasa. Design penelitian ini adalah experimental. Susu kedelai tanpa
fortifikasi daun kelor digunakan sebagai kontrol (A). Susu kedelai dengan
fortifikasi bubuk daun kelor sebanyak 0,32 mg dan 0,64 mg dalam 100 cc
susu kedelai masing-masing sebagai sample (B dan C). Hasil penelitian ini
menunjukkan formula produk yang memiliki nilai gizi paling tinggi adalah
formula pada sampel C. Namun hasil uji coba rasa pada sampel C hanya
50% yang menyatakan suka, dan 46% menyatakan rasa tidak enak,
sedangkan pada sampel B 82,3% menyatakan suka dan 88,24% menyatakan
rasa enak. Pada sampel B, hasil analiss proximate menunjukkan bahwa
kadar air 90,10%, kadar abu 0,29%, kadar lemak 1,71%, kadar protein
1,95%, kadar serat kasar 0,24%, kadar kalori 45,74%, kadar kalsium
119,48 ppm, kadar Zn 2,28ppm. Kesimpulan produk fortifikasi susu kedelai
yang lebih direkomendasikan untuk balita adalah formula B yaitu 100cc
susu kedelai dengan fortifikasi 0,32mg bubuk daun kelor

1. PENDAHULUAN Oleifera). Daun Kelor mengandung unsur


Kasus gizi buruk ditemukan masih multi zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan
mencapai 1.401 kasus (khafid, 2008 dalam pada masa perkembangan balita seperti beta
Kholis, 2010). Hal ini menunjukkan belum carotene, thiamin (B1), riboflafin (B2) niacin
optimalnya penanganan gizi buruk di (B3), kalsium, zat besi, fosfo, magnesium,
Indonesia terutama pada balita (Kholis and seng, vitamin C, sehingga dapat digunakan
Hadi 2010). Untuk mengurangi masalah gizi untuk alteratif peningkatan status gizi balita
yang terjadi pada kelompok usia balita (Rudianto and Alharini 2013). Kedelai
diselenggarakan pemberian makanan merupakan alternatif bahan pangan yang telah
tambahan (PMT) pemulihan. PMT pemulihan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Produk
yang direkomendasikan adalah berbasis susu soya dinilai lebih rendah risiko alerginya,
makanan lokal dengan menu khas daerah yang sehingga alternatif PMT susu kedelai dengan
sesuai dengan kondisi setempat (Kemenkes fortifikasi bubuk daun kelor patut
2011). Salah satu alternatif bahan pangan diujicobakan dalam upaya memberikan PMT
kaya gizi adalah taaman kelor (Moringa

ISSN 2407-9189 365


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

yang lebih dikenal masyarakat dan lebih 3. HASIL DAN PEMBAHASAN


mudah di buat oleh sekelompok masyarakat..
Susu kedelai tanpa dan dengan fortifikasi
dilakukan uji proximat dan mineral dengan
2. METODE
dua kali ulangan untuk membandingkan hasil
Jenis penelitian ini adalah penelitian uji dan menghasilkan hasil uji yang benar-
kuantitatif dengan menggunakan metode benar valid, adapun hasil yang kami paparkan
eksperimental dan analisa laboratorium. adalah hasil uji ulang dua sebagai berikut:
Dalam penelitian ini dilakukan dua uji yakni
uji laboratorium proximat dan mineral untuk
mengetahui kandungan zat gizi sampel dan uji Tabel 1.1 Uji proximat sampel susu kedelai
coba rasa sampel untuk mengetahui respon N Macam Form Form Form
penerimaan sasaran terhadap sampel. o Analisa A B C
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium 1 Air (%) 89,13 90,10 89,17
Fakultas Teknologi pangan Univesitas Gadjah 2 Abu(%) 0,26 0,29 0,32
Madha untuk melakukan uji proximat dan uji 3 Lemak 1,76 1,71 1,85
mineral kandungan sampel, yang dilakukan (%)
dengan uji pemanasan untuk kadar air dan 4 Protein(% 1,69 1,95 1,97
abu, metode hidrolisa untuk serat kasar, )
metode mikro soxhlet untuk uji lemak, 5 Serat 0,12 0,24 0,27
metode miko kjeldahl untuk uji kandungan Kasar(%)
protein. Dan untuk uji mineral kalsium dan 6 Kalori(%) 49,74 45,74 49,25
Zink menggunakan Spektrofotometer 7 Ca (ppm) 83,72 119,48 146,84
Absorpsi Atom (AAS). Masing-masing 8 Zn(ppm) 1,93 2,28 2,25
metode dilakukan ulanga uji sebanyak 2 kali *Hasil Uji ke dua
untuk melihat reabilitas alat uji. Sampel dalam Berdasarkan analisa uji proximat dan mineral
penelitian ini adalah susu kedelai tanpa didapatkan peningkatan kadar protein, Serat
fortifikasi sebagai kontrol disebut dengan kasar, kalsium dan Zn pada penambahan ekstrak
sampel A, susu kedelai dengan fortifikasi daun kelor (Moringa Oleifera). Ini menunjukkan
bubuk daun kelor sebanyak 0,32gr sebagai bubuk daun kelor dapat digunakan sebagai bahan
sampel B, dan susu kedelai dengan fortifikasi untuk meningkatkan kandungan gizi susu kedelai
bubuk kelor sebanyak 0,64gr sebagai sampel sebagai alternatif pilihan makanan tambahan.
C.
Penggunaan bubuk daun kelor sebagai bahan
Uji coba rasa dilakukan pada sasaran
fortifikasi mulai dikembangkan oleh peneliti.
yakni kelompok balita usia 1-5 tahun yang
Berbagai bahan makanan yang dicoba dilakukan
dilakukan di Taman Kanak-Kanak Islam
fortifikasi dengan bubuk daun kelor diantaranya
Terpadu Tunas Mulia Kedungwuni
dari bahan makanan pokok, dan makanan hasil
pekalongan yang dilakukan dengan pemberian
olahan seperti biscuit, yogurt, agar-agar.
sampel B dan sampel C kemudian ditanyakan
Bahan makanan pokok berupa nasi yang
secara lisan respon suka dan respon rasa.
difortifikasi dengan daun kelor basah maupun
Pemberian sampel B dan sampel C dilakukan
bubuk kering daun kelor, keduanya menagalami
pada hari yang berbeda sehingga tidak
peningkatan kandungan protein. Daun kelor
memperlihatkan kebingunga balita dalam
basah meningkatkan kandungan protein dua kali
membedakan rasa. Hasil uji coba rasa di
lipat dibandingkan dengan daun kelor kering.
distribusikan dalam bentuk distribusi
Pemberian 5% daun kelor segar pada nasi
frekuensi.
meningkatkan kandungan protein hingga 26%.

366 ISSN 2407-9189


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

Sedangkan pemberian 5% bubuk daun kelor kelor 5. Pada formula tersebut menunjukkan
kering meningkatnya kandungan protein hanya hasil uji kadar protein 6,01%, kadar kalsium
sebesar 14% [7]. 141,44%, pH 4,49 dan viskositas 35,40 [1]. Pada
Penelitian fortifikasi bubuk daun kelor durasi waktu fermentasi yang lama dengan
sebanyak 15% pada bahan makanan campuran konsentrat ekstrak daun kelor yang lebih tinggi,
tepung jagung, kedelai dan kacang berdasarkan tidak menjamin kandungan gizi yang lebih baik.
hasil analisis proximate menunjukkan bahwa Penambahan bubuk daun kelor baik pada
kandungan crude protein bahan terfortifikasi makanan pokok maupun makanan olahan lainnya
lebih tinggi (17.59 ± 0.01), dibandingkan dengan keduanya dapat meningkatkan nilai kandungan
makanan instan Nestle Cerelac (15.00 ± 0.00). gizi. Demikian pula penambahan pada bahan
Demikian pula kandungan kalori pada campuran makanan dalam bentuk cair maupun padat,
tepung jagung, kedelai dan kacang yang keduanya dapat meningkatkan nilai kandungan
difortifikasi dengan bubuk daun kelor lebih tinggi gizinya.
dibandingkan dengan kalori yang terkandung Pada berbagai uji kandungan gizi makanan yang
dalam makanan instan Nestle Cerelac [11]. difortifikasi dengan bubuk daun kelor,
Fortifikasi bubuk daun kelor pada makanan menunjukkan adanya peningkatan nilai
olahan biscuit dengan berabagi formula, yaitu kandungan gizi terutama protein. Protein
A1: Tepung terigu 0% + tepung daun kelor 100 merupakan unsur penting dalam tubuh, yang
%, A2: Tepung terigu 25% + tepung daun kelor memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan
75%, A3: Tepung terigu 50% + tepung daun oleh zat gizi lain, yaitu sebagai zat pembangun
kelor 50%, A4: Tepung terigu 25% + tepung dan pemelihara jaringan yang rusak. Semua
daun kelor 25%, A5: Tepung terigu 100% + enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi
tepung daun kelor 0%, menunjukkan bahwa dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya
formula A4 merupakan formula dengan hasil uji adalah protein. Asam amino sebagai pembentuk
organoleptik terbaik. Hasil analisis formula A4 protein juga bertindak sebagai prekursor dan
yaitu kadar air biskuit yang dihasilkan 3,89, sebagai koenzim, hormon, asam nukleat, dan
kadar abu 1.41%, kadar lemak 33,87%, kadar molekul-molekul yang esensial untuk proses
protein 16,1%, kadar karbohidrat sebesar 74.72% pertumbuhan dan perkembangan [2].
(bb) dan kadar zat besi 35,79 mg (Rudianto and
Alharini 2013). Tabel 1.2 Uji Coba Rasa Pada Balita Formula C
Fortifikasi 5% bubuk daun kelor pada roti tepung No RESPON UJI Prosentase (%)
meningkatkan kandungan protein dari 9.07% 1. Respon Uji
menjadi 13.79%. Efek ini disebabkan karena Suka 50%
tingginya kandungan protein pada bubuk daun Tidak Suka 50%
kelor. Namun berbeda dengan komponen 2. Respon Rasa
karbohidrat. Tidak ada perbedaan yang signifikan Sangat Enak 19%
antara kandungan karbohidart roti tepung asli Enak 31%
dengan roti tepung yang telah difortifikasi bubuk Kurang Enak 4%
daun kelor (Sengev, Abu et al. 2013). Tidak Enak 46%
Bahan makanan cair berupa yoghurt, telah diteliti
kandunga nilai gizinya setelah dilakukan Uji coba rasa dilakukan pada 26 balita, pada
fortifikasi dengan ekstrak daun kelor. Pada formulasi C yakni susu kedelai 100 cc dengan
penelitian dengan beberapa formula berdasarkan 0,64mg bubuk kelor. Hasil uji coba rasa
lama fermentasi dan konsntrat ekstark daun kelor, didapatkan 50% balita menyukai formula C, 46%
Perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan lama diantaranya menyatakan rasanya tidak enak
fermentasi 48 jam dan penambahan ekstrak daun karena pahit dan getir.

ISSN 2407-9189 367


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

mungkin dilakukan untuk mengurangi dampak


Tabel 1.3 Uji Coba Rasa Pada Balita Formula B ini adalah dengan menggunakan fortifikasi dari
No RESPON UJI Prosentase (%) bagian bunga dan biji daun kelor. Pengaruh
1. Respon Uji perubahan warna pada makanan yang
Suka 82,35% difortifikasi dengan bunga atau biji kelor tidak
Tidak Suka 17,65% sekuat pengaruh pewarnan pada fortifikasi
2. Respon Rasa menggunakan serbuk daun kelor, dengan
Sangat Enak 0% kandungan zat gizi yang sama dengan bagian
Enak 88,24% daun [7].
Kurang Enak 11,76%
Tidak Enak 0%

Uji coba rasa dilakukan pada 17 balita pada


formulasi B yakni 100cc susu kedelai dengan
0,32 mg bubuk kelor. Hasil uji coba rasa
didapatkan 82,35% balita menyukai formula B,
88,24% diantaranya menyatakan rasanya enak.
Salah satu yang menyebabkan makanan disukai
Gambar 1.1 Uji Tampilan Susu Kelor
adalah karena cita rasa makanan tersebut. Rasa
Pada penambahan bubuk kelor sebanyak 32mg
yang enak akan mengundang perhatian seseorang
atau setengah kapsul bubuk kelor pada 100cc
untuk mengkonsumsinya. Rasa merupakan hal
susu kedelai menjadi warna kuning keruh,
penting dalam penerimaan dan penolakan bahan
dominasi warna hijau belum terlihat. Pada
makanan oleh konsumen [8]
penambahan 0,64gr atau satu kapsul bubuk kelor
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasa
pada 100cc susu kedelai warna menjadi kuning
adalah perhatian utama dalam penerimaan dan
keruh kehijauan, kesan penambahan bubuk daun
perilaku konsumen saat membeli produk
terlihat. Sedangkan pada penambahan 1,28gr atau
makanan apapun. Selain itu, nilai budaya juga
dua kapsul bubuk kelor pada 100cc susu kedelai
berhubungan dengan nilai rasa yang
warna menjadi hijau kecoklatan. Sehingga
dipersepsikan oleh seseorang [6].
rekomendasi pemberian susu kedelai yang sudah
Hasil perbandingan rasa minuman yang dibuat
di tambah bubuk kelor di rekomendasikan adalah
dari teh lipton dan minuman yang dibuat dari
dengan 32mg bubuk kelor.
larutan bubuk daun kelor menunjukkan bahwa
Penelitian lain mengenai uji tampilan
tidak ada perbedaan yang signifikan dalam rasa
pada makanan yang difortifikasi daun kelor
kedua minuman tersebut (P> 0,05). Sampel
dilakukan pada yoghurt. Yoghurt diperlakukan
pertama adaladh minuman bubuk daun kelor,
dalam kelompok konsentrat bubuk daun kelor
sampel kedua adalah minuman teh lipton.
yang berbeda, yaitu 3%, 5% dan 7%. Penilaian
Masing-masing sampel dibuat dengan cara
terbaik warna terdapat pada yoghurt dengan
menambahkan 2 gram bahan tersebut ke dalam
lama fermentasi 48 jam dan penambahan ekstrak
200 cc air hangat. Ini menunjukkan bahwa bubuk
daun kelor 5%, dengan ratarata nilai 3,75 suka)
daun kelor memiliki cita rasa yang dapat diterima
dan rata-rata skor 4,25 dan nilai terkecil terdapat
seperti halnya bahan minuman yang telah dikenal
pada perlakuan fermentasi 24 jam dan
sejak lama yaitu teh lipton [5].
penambahan ekstrak daun kelor 7%, yaitu sebesar
Kandungan klorofil yang tinggi pada bagian daun
3,20 (netral) [1].
kelor yang menyebabkan kuatnya pewarnaan
Penerimaan masyakat terhadap makanan hasil
pada makanan dan nilai rasa yang kurang yang
olahan campuran kedelai dan daun kelor sangat
difortifikasi dengan daun kelor. Alternatif yang

368 ISSN 2407-9189


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

dipengaruhi oleh karakteristik sensoriknya [6] Manzoor, S. and S. R. Ayub (2016).


meliputi warna, tekstur, rasa dan bau. Cara "Development And Organoleptic Evaluation
pengolahan yang berbeda dapat menghasilkan Of Moringa-Aloe Vera Blended
karakteristik sensorik makanan yang berbeda Nutraceutical Drink."
pula. Sementara di sisi lain diketahui bahwa
kedelai dan daun kelor merupakan sumber bahan [7] Oyeyinka, A. T. and S. A. Oyeyinka (2016).
makana yang memiliki nilai gizi yang penting "Moringa oleifera as a food fortificant: recent
untuk kehidupan [9]. trends and prospects." Journal of the Saudi
Society of Agricultural Sciences.
4. KESIMPULAN [8] Rudianto, S. and S. Alharini (2013). Studi
Penambahan bubuk daun kelor pada susu kedelai Pembuatan Dan Analisis Zat Gizi Pada
dapat meningkatkan nilai gizi susu kedelai dan Produk Biskuit Moringa Oleifera Dengan
dapat dijadikan PMT lokal yang sesuai dengan Subtitusi Tepung Daun Kelor, Program Studi
panduan penyelenggaraan pemberian makanan Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
tambahan pemulihan. Susu kedelai dengan Universitas Hasanuddin Makasar.
penambahan bubuk kelor sebanyak 32mg dalam
100cc susu kedelai direkomendasikan sebagai [9] Rweyemamu, L. M. (2006). "Challenges in
PMT balita gizi kurang dengan pertimbangan the development of micronutrient-rich food
nilai gizi, rasa dan tampilan. ingredients from soya beans and Moringa
oleifera leaves." Proceedings on Moringa and
REFERENSI Other Highly Nutritious Plant Resources:
[1] Agung Diantoro, M. R., Ratna Budiarti , Strategies, Standards and Markets for a
Hapsari Titi Palupi (2015). "Pengaruh Better Impact on Nutrition in Africa. Accra,
Penambahan Ekstrak Daun Kelor (Moringa Ghana: 37-40.
Oleifera L.) Terhadap Kualitas Yoghurt." [10] Sengev, A. I., et al. (2013). "Effect of
Jurnal Teknologi Pangan 2(6): 59-66. Moringa oleifera leaf powder
[2] Arisman (2010). Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam supplementation on some quality
Daur Kehidupan. Jakarta, EGC. characteristics of wheat bread." Food and
nutrition sciences 4(3): 270.
[3] Kemenkes (2011). Penyelenggaraan
Pemberiaan Makanan Tambahan Pemulihan [11] Shiriki, D., et al. (2015). "Nutritional
Bagi Balita Gizi Kurang. Jakarta, Ditjen Bina evaluation of complementary food
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak formulations from maize, soybean and peanut
Kementrian Kesehatan RI. fortified with moringa oleifera leaf powder."
Food and nutrition sciences 6(05): 494.
[4] Kholis, N. and F. Hadi (2010). "Pengujian
bioassay biskuit balita yang disuplementasi
konsentrat protein daun kelor (moringa
oleifera) pada model tikus malnutrisi." Jurnal
Teknologi Pertanian 11(3): 144-151.

[5] Madukwe, E., et al. (2013). "Nutrient


composition and sensory evaluation of dry
Moringa oleifera aqueous extract." PDF).
International Journal of Basic & Applied
Sciences IJBAS-IJENS.

ISSN 2407-9189 369


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

370 ISSN 2407-9189

Anda mungkin juga menyukai