Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

SPRAIN

DISUSUN

NAMA : FISKA MAIDA

NIRM : 1801009

KELAS : 5B KEPERAWATAN

DOSEN PENGAMPUH : NS.RAHMAT H. DJALIL, S KEP, M KEP

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH


MANADO

TA.2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas keadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
SPRAIN ”

Penulis makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah KMB
III penyajian makalah ini diharapkan dapat memudahkan proses pembelajaran
bagi mahasiswa.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan guna perbaikan Makalah ini dikemudian hari

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang1
2. Rumusan Masalah 1
3. Tujuan Penulisan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian 4

2. Etiologi14

3. Patofisiologi 20

4. Manifestasi Klinis 4

5. Penata Pelaksanaan 4

6. Pemeriksaan Penunjang 4

7. Komplikasi 4

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1.Patway 30

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

1. Kasus 30

2. Pengkajian 30

3. Analisa Data 30

4. Diagnosa Keperawatan 30

BAB V PEMBAHASAN

BAB VI PENUTUP

1. Kesimpulan 30

2. Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 2

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat
mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera
olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain,
strain, dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan secara
bertahap (kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional juga
rentan terhadap cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk
meminimalkan terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat
mengalami cedera muskoluskletal, salah satunya adalah sprain.
Sprain atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang
siapa saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan
olahraga, aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk
kecelakaan. Ketika terluka ligamen, otot atau tendon mungkin rusak, atau
terkilir yang mengacu pada ligamen yang cedera, ligamen adalah pita sedikit
elastis jaringan yang menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang
ditempat sementara memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau
lebih ligamen yang diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri,
bengkak, memar, dan tidak mampu bergerak.
Olahraga bola voli adalah salah satu olahraga yang banyak dimainkan
didunia. Olahraga ini merupakan olahraga tanpa kontak fisik langsung antar
lawan bermain karena kedua tim dipisahkan oleh net. Walaupun olahraga ini
tidak berkontak fisik langsung, cedera pada olahraga bola voli menempati
urutan ke 8 dari olahraga Olympic lainnya dengan rata - rata usia cedera pada
pemainnya berkisar antara 14 - 20 tahun. Dari data epidemiologi didapatkan
insiden cedera pada pemain bola voli terjadi 3,5 kejadian /1000 jam saat
pertandingan dan 1,5 kejadian /1000 jam saat latihan. National Collegiate
Athletic Asssociation's (NCAA) Injury Surveillance System (ISS) menyatakan
cedera pergelangan kaki akut merupakan cedera terbanyak yang mengenai
pemain bola voli indoor wanita diikuti dengan cedera lutut, bahu dan
pinggang. Sedangkan pada penelitian lain didapatkan persentase cedera pada

4
pemain bola voli terbanyak mengenai pergelangan kaki (23,03%), lutut
(21,91%), bahu (11,79%), punggung (10,67%) Hamstring (9,55%),
selangkangan (6,74%), jari (6,17%), tangan (3,93%) dan lain-lain (5,61%).
Penelitian yang dilakukan Dini Widyati di Surabaya menyebutkan
cedera kaki merupakan cedera kedua terbanyak pada pemain bolavoli wanita
dengan persentase cedera berdasarkan lokasinya yaitu lutut (30%), kaki
(26%), jari (24%) dan bahu (20%). Di Kota Semarang olahraga bola voli
termasuk olahraga yang banyak diminati, terbukti dengan terdapatnya 15 klub
bola voli. Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di klub
bola voli putri Taruna Merah Putih, didapatkan bahwa dari 14 pemain voli
yang berusia 11-18 tahun 12 orang pernah mengalami sprain pergelangan kaki
atau biasa disebut juga sebagai keseleo. Angka kejadian sprain pergelangan
kaki yang cukup tinggi tersebut mendorong penulis untuk melakukan asuhan
keperawatan mengenai sprain.

1.2 Rumusan Masalah


a.       Bagaimana anatomi dan fisiologi sprain?
b.      Apa penyebab terjadinya sprain?
c.       Apa tanda dan gejala sprain?
d.      Menjelaskan klasifikasi sprain?
e.       Menjelaskan patofisiologi sprain?
f.       Menjelaskan manifestasi klinis sprain?
g.      Menjelaskan pemeriksaan penunjang sprain?
h.      Menjelaskan penatalaksanaan sprain?
i.        Menjelaskan komplikasi sprain?
j.        Menjelaskan pencegahan sprain?

5
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma musculoskeletal
khususnya sprain
Tujuan Khusus
Untuk mengidentifikasi pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
klasifikasi, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan, dan pemeriksaan
penunjang tentang sprain.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi
Ligamen adalah jaringan ikat yang berbentuk pita mempertemukan
kedua ujung tulang pada sendi. Ligamen membungkus tulang dengan tulang
yang diikat oleh sendi.  Beberapa tipe ligamen :
a. Ligamen Tipis Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan
ligament kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini
memungkinkan terjadinya pergerakan.
b. Ligamen jaringan elastik kuning.Merupakan ligamen yang dipererat
oleh jaringan yang membungkus danmemperkuat sendi, seperti pada
tulang bahu dengan tulang lengan atas.
Ligamen berfungsi untuk menyangga dan menguatkan sendi. Sendi
adalah tempat dua tulang atau lebih yang saling berhubungan, dapat terjadi
pergerakan atau tidak (Drs.H.Syaifuddin,AMK dalam anatomi fisiologi edisi 4
hal 112).

Sendi adalah hubungan antara dua tulang yang memungkinkan


pergerakan (Smeltzer,2002).
Sendi adalah hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih
yang memungkinkan pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat
bergerak satu sama lain (Lukman Nurna Ningsih dalam askep musculoskeletal
hal 5). Klasifikasi :
a. Menurut permukaannya
 Sendi pelana. Sendi ini permukaannya hamper datar yang
memungkinkan tulang saling bergeser

7
  Sendi engsel. Mirip engsel pintu sehingga memungkinkan gerakan
fleksi dan ekstensi
 Sendi kondiloid. Permukaan sendi berbentuk konveks yang nyata
dan bersendi dengan permukaan yang konkaf, seperti sendi engsel
tapi bergerak dengan 2 bidang dan 4 arah
 Sendi ellipsoid. Permukaan sendi berbentuk konveks elips
 Sendi peluru. Kepala sendi berbentuk bola, pada salah satu tulang
cocok dengan lekuk sendi yang berbentuk seperti soket.
 Sendi pasak. Pada sendi ini terdapat pasak dikelilingi cincin
ligamentum bertulang.
 Sendi pelanan. Berbentuk pelanan kuda, dapat melakukan gerakan
yang dapat memberikan banyak kebebasan untuk bergerak.
b. Menurut pergerakannya
 Sendi fibrus (sinartrosis) adalah sendi yang tidak bergerak sama
sekali.
 Sendi amfiartrosis adalah suatu sendi pergerakannya sedikit sekali
karena komponen sendi tidak cukup dan permukaan dilapisi oleh
bahan yang memungkinkan pergerakan sendi sedikit.
 Sendi diartrosis (sendi synovial) adalah sendi dengan pergerakan
bebas.
c. Menurut tempatnya
Persendian tungkai bawah. Persendian antara tibia dan fibula :
 Artikulasio tibia-fibula proksimal yaitu sendi yang terdapat antara
fascies artikularis kapitulum fibula ossis pada kondilus dengan
fascies artikularis fibularis ossis pada kondilus tibia, ikat sendi
ligamentum tibia fibularis proksimal.
 Sindesmosis tibia fibularis yaitu persendian fascies artikularis tibia
ossis fibulae dan insisura fibularis ossis tibialis.
 Hubungan antara Krista interosea fibula dan trista interosea tibia,
terbentang melalui membrane interrosa kruris yang terbentang
dari proksimalis dibawah kolum fibulae ke distal sampai batas 1/3

8
distal os tibia dan fibula. Arah serabut membrane unterosa kruris
dari medial atas ostibia kerateral bawah menuju os fibula.
2.2 Definisi
Sprain atau keseleo merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada
ligamen penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini
terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011). 
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar.(Brunner & Suddarth. 2001. KMB. Edisi 8. Vol3.hal
2355. Jakarta:EGC)
Sprainadalah teregangnya atau robeknya ligamen (yaitu jaringan ikat
yang menghubungkan dua atau lebih tulang dalam sebuah sendi). Sprain dapat
disebabkan oleh jatuh, terpelintir, atau tekanan pada tubuh yang menyebabkan
tulang pada sendi bergeser sehingga menyebabkan ligamen teregang atau
bahkan robek. Biasanya, sprain terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh
dengan bertumpu pada tangan. (kapita selekta kedokteran 2000.)
Sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada
ligamentum, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau
penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi. (Giam & Teh, 1993)
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sprain adalah
cedera struktural ligamen akibat tenaga yang di berikan ke sendi abnormal,
yang juga merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen.

9
2.3 Etiologi
Beberapa faktor sebagai penyebab sprain  :
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh
tahun kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen
menurun pada usia tiga puluh tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
jaringan ligamen mengalami sprain.
3. Pukulan
Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi dan
menyebabkan sprain.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain  karena kurangnya pemanasan.
Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur.
Menurut Kowalak (2011), etiologi keseleo meliputi :
1. Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan
ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi diluar kisaran gerak (RPS)
normal
2. Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan
3. Faktor Risiko
 Riwayat keseleo sebelumnya (faktor risiko yang paling sering)
 Gangguan pada jaringan ikat 
 Kaki Cavovarus

2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi :
a. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
b. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
c. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam
setelah cedera)

10
d. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya.
e. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah
f. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
g. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
h. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan.

2.5 Klasifikasi
Menurut Marilynn. J & Lee. J. 2011. Seri Panduan Praktis
Keperawatan Klinis. Hal 124. Jakarta : Erlangga
a. Sprain derajat I (kerusakan minimal)
Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif
dan pasif, menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan
instabilitas atau gangguan fungsi.
b. Sprain derajat II (kerusakan sedang)
Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan yang
lebih menyebar dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri
dan tertahan, sendi mungkin tidak stabil, dan mungkin menimbulkan
gangguan fungsi.
c. Sprain derajat III (kerusakan kompit pada ligamen)
Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan
peningkatan kirasan gerak yang abnormal (akibat putusnya ligamen), nyeri
pada kisaran pergerakan pasif mungkin kurang dibandingkan derajat yang
lebihh rendah (serabut saraf sudah benar-benar rusak). Hilangnya fungsi
yang signifikan yang mungkin membutuhkan pembedahan untuk
mengembalikan fungsinya.

11
2.6 Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung
(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot
tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi
kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas
otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.
Moscule strain atau tarikan otot atau robekan otot yang dapat
menyebabkan kerusakan otot atau tendo bisa disebabkan aktivitas harian,
Wujud kerusakan otot dapat berupa robekan sebagian atau keseluruhan otot
atau tendo serta kerusakan pada pembuluh darah kecil,akan menyebabkan
perdarahan lokal(memar)dan rasa nyeri akibat ujung saraf di lokasi trauma

12
2.7 Proses penyembuhan Luka
Pada saat tubuh mengalami kerusakan jaringan atau luka maka akan
terjadi peradangan yang ditandai dengan nyeri, bengkak, panas kemerahan dan
gangguan fungsi. Hal ini perlu diuraikan sehubungan dengan patofisiologi dan
penggunaan ultrasound. Adapun fase-fase penyembuhan luka secara
fisiologis adalah sebagai berikut:
1. Fase Perdarahan
Fase perdarahan adalah fase yang terjadi antara 20 - 30 menit infiltrasi
fibrin mengubah perdarahan menjadi hematoma setelah terjadi trauma.
Pada fase tahap ini perdarahan berhenti setelah dikeluarkan fibrin untuk
menutupi luka. Pada fase ini ditandai dengan keluarnya hematoma dan
keluarnya zat - zat iritan.
2. Fase Peradangan
Fase peradangan adalah fase yang terjadi antara 24 - 36 jam setelah
trauma. Fase peradangan aktif ditandai dengan radang tinggi dengan gejala
- gejala panas, merah dan bengkak pada daerah trauma. Pada fase ini
terjadi aktualitas nyeri yang tinggi dimana fase ini sebagai awal dari
proses penyembuhan luka.
3. Fase Regenerasi
Pada fase ini terdiri dari tiga fase :
a. Fase proliferasi (2 - 4) hari
Pada fase ini ditandai dengan menurunnya rasa nyeri, jumlah protein
pertahanan tubuh banyak dan jumlah fibroblast meningkat. Pada fase
ini juga terjadi rekonstruksi jaringan pembentukan jaringan permukaan
dan memberikan kekuatan pada daerah trauma. Sel - sel lain
peningkatan, juga terjadi peningkatan sel - sel macrophage dan sel - sel
endothelia untuk membentuk pembuluh - pembuluh darah baru yang
terkenal dengan proses angiogenesis.
b. Fase produksi (4 hari - 3 minggu)
Pada fase ini ditandai dengan penurunan proses pertahanan tubuh,
diikuti dengan peningkatan fibroblast dan monosit yang tinggi, telah
terjadi pelekatan kolagen dan jaringan granulasi baru serta peningkatan

13
oksigenisasi pada daerah cidera. Beberapa fibroblast terbentuk menjadi
myofibroblast yang memberikan efek wound contraction.
c. Fase remodeling (3 minggu - 3 bulan)
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kondisi ini meliputi:
a. Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh
dengan sempurna sehingga diperlukan pembedahan untuk
memperbaikinya (kadang-kadang).
b. Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum
sembuh dan tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang
ruptur, maka ligamen ini dapat sembuh dengan bentuk memanjang, yang
disertai pembentukan jaringan parut secara berlebihan).
c. Strain yang berulang
d. Tendonitis

2.9 Pemeriksaan Penunjang


a. Foto rontgen/ radiologi.
yaitu pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan
diagnosa. Hasil pemeriksaan di temukan kerusakan pada ligamen dan
sendi.
b. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan
gelombang frekuensi radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan radio
aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh yang lebih detail. Hasil
yang diperoleh gambaran ligamen yang luka.
c. Stress radiography untuk memfisualisasi cedera ketika bagian tersebut
digerakkan 
d. Artrografi 
e. Artroskopy 
f. Laboraturium
Pemeriksaan lanjutan bila terdapat infeksi

14
2.10 Penatalaksanaan Sprain
a. RICE (Rice, Ice, Compression, Elevation)
Prinsip utama penatalaksanaan sprain adalah mengurangi pembengkakan
dan nyeri yang terjadi. Langkah yang paling tepat sebagai
penatalaksanaan tahap awal (24-48 jam) adalah prinsip RICE (rest, ice,
compression, elevation), yaitu :
1.      Rest (istirahat)
Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban
pada tempat yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu
seperti crutch (penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau
besi) untuk mengurangi beban pada tempat yang cedera.
2.      Ice (es)
Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau
semacamnya. Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama
maksimal 2 menit guna menghindari cedera karena dingin.
3.      Compression (penekanan)
Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat
dilakukan penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat
dilakukan dengan perban elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari
daerah yang paling jauh dari jantung ke arah jantung.
4.      Elevation (peninggian)
Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada
lebih tinggi daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan
keki yang terkena, dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya
supaya pergelangan kaki lebih tinggi daripada jantung. Tujuan
daripada tindakan ini adalah agar pembengkakan yang terjadi dapat
dikurangi.
b. Penanganan sprain menurut klasifikasi
1.      Sprain tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukup
diberikan istirahat saja karena akan sembuh dengan sendirinya.
2.      Sprain tingkat dua (Second degree).

15
a.       Pemberian pertolongan dengan metode RICE
b.      Tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian
yang cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan,
spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
3.      Sprain tingkat tiga (Third degree).
a.       Pemberian pertolongan dengan metode RICE
b.      Dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali
2.11 Pencegahan
a. Saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan yang sesuai seperti
sepatu yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan
kaki selama aktivitas
b. Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas
atletik, serta latihan yang tidak berlebihan.
c. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan
pemakaian perlengkapan olahraga yang sesuai.
2.12 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pembedahan

Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya;

pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang

terkoyak.

2. Farmakologi

Analgesik yang digunakan biasanya sebagai berikut:

 Aspirin:
Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan
peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg
peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa
1tablet atau 3tablet perhari,anak > 5tahun setengah sampai
1tablet,maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
 Bimastan :

16
Kandungan : Asam Mefenamat 250 mg perkapsul, 500mg
perkaplet ; Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi :
hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping :
mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal
500 mg  lalu 250 mg tiap 6 jam.
 Analsik :
Kandungan : Metampiron 500mg, Diazepam 2mg ; Indikasi : nyeri
otot dan sendi ; Kontra indikasi : hipersensitif ; Efek samping :
agranulositosis ; Dosis : sesudah makan (dewasa 3xsehari 1 kaplet,
anak 3xsehari 1/2kaplet).
 Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat)
 Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat,
pemasangan gips lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi
3. Elektromekanis

a. Dengan kantong es 24 derajat Celcius Penerapan dingin

b. Pembalutan / wrapping eksternal.

Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung).

c. Posisi ditinggikan.

Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.

d. Latihan ROM.

Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan

perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari

tergantung jaringan yang sakit.

e. Penyangga beban.

Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk

selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.

f. Penggunaan gips

17
g. Imobilisasi sendi yang cedera untuk mempercepat penyembuhan

h. Elevasi sendi di atas ketinggian jantung selama 48 hingga 72 jam

(yang segera dilakukan sesudah cedera)

i. Penggunaan kruk dan pelatihan cara berjalan (pada keseleo

pergelangan kaki)

j. Kompres es secara intermiten selama 12 hingga 48 jam untuk

mengendalikan pembengkakan (letakkan handuk kecil diantara

kantung es dan kulit untuk mencegah cedera karena hawa dingin).

4. Penatalaksanaan Terapi Masase Untuk Mengobati Sprain pada Lutut


a. Masase Terapi pada Rehabilitasi Cedera Lutut
Masase terapi yang dilakukan pada rehabilitasi cidera lutut yaitu
menggunakan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dengan teknik gosokan
(effleurage) yang menggunakan ibu jari untuk merilekkan atau
menghilangkan ketegangan otot. Setelah itu dilakukan penarikan
(traksi) dan pengembalian (reposisi) sendi lutut pada tempatnya
(Ali:2004)
b. Posisi Tidur Terlentang
Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan
(effluarage). Pada otot quadriceps femoris ke arah atas.Lakukan
teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan
teknik gerusan (friction) dan gosokan (effleurage), pada samping
lutut/ligamen lutut pada bagian dalam dan luar. Lakukan teknik
masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan teknik
terusan (friction) dan gosokan (effleurage), pada otot-
ototfleksor/otot fastrocnenius bagian depan ke arah atas.
c. Posisi Tidur Telungkup

18
Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik terusan (friction) dan gosokan
(effleurage), pada otot hamstring ke arah atas.
Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan
(effleurage), pada ligamen sendi lutut bagian belakang ke arah
atas. Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan
(effleurage), pada otot gastrocnemius ke arah atas.
d. Posisi Traksi dan Reposisi pada Lutut dengan Posisi Tidur
Terlentang
Lakukan traksi dengan posisi kedua tangan memegang satu
pergelangan kaki. Kemudian traksi/tarik ke arah bawah secara
pelan-pelan dan putar tangkai setengah lingkaran ke arah samping
dalam dan samping luar dengan kondisi tangkai dalam keadaan
tertarik.
5. Masase Terapi pada Rehabilitasi Cedera Pergelangan Kaki (Engkel)
Masase terapi yang dilakukan pada rehabilitasi sendi pergelangan kaki
(engkel) yaitu menggunakan teknik masase (manipulasi masase)
dengan cara menggabungkan teknik gerusan (friction) dengan teknik
gosokan (effleurage) yang menggunakan ibu jari untuk merilekkan
atau menghilangkan ketegangan otot. Setelah itu dilakukan penarikan
(traksi) dan pengembalian (reposisi) sendi pergelangan kaki (engkel)
pada tempatnya.
a. Posisi Tidur Terlentang
Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan
(effluarage), pada otot-otot fleksor/otot gastrocnemius bagian
depan ke arah atas. Lakukan teknik masase (manipulasi masase)
dengan cara menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan
(effluarage), pada otot punggung kaki atau otot fleksor pada kaki
bagian muka kearah atas. Lakukan teknik masase (manipulasi

19
masase) dengan cara menggabungkan teknik gerusan (friction) dan
gosokan (effluarage), pada ligament sendi pergelangan kaki ke
arah atas.
b. Posisi Tidur Telungkup
Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan
(effluarage), pada otot gastrocnemius ke arah atas.
Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan
(effluarage), pada otot di belakang mata kaki atau tendo achilles ke
arah atas.
c. Posisi Traksi dan Reposisi pada Pergelangan Kaki dengan Posisi
Badan Tidur Terlentang.
Lakukan traksi dengan posisi satu tangan memegang tumit dan satu
tangan yang lain memegang punggung kaki. Kemudian traksi/tarik
kearah bawah secara pelan-pelan dan putarkan kaki (engkel)
dengan kondisi pergelangan kaki dalam keadaan tertarik.    
  

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Gawat Darurat


3.1.2 Pengkajian primer

1. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan

sekret akibat kelemahan reflek batuk.

Menilai jalan nafas:

a. LIHAT - LOOK
 Gerak dada & perut
 Tanda distres nafas
 Warna mukosa, kulit
 Kesadaran
b. DENGAR - LISTEN
 Gerak udara nafas dengan telinga
c. RABA - FEEL
 Gerak udara nafas dengan pipi
2. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya

pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar

ronchi /aspirasi.

3. Circulation

21
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan

membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

3.1.2 Pengkajian sekunder

1. Aktivitas/istirahat

a. kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

b. Keterbatasan mobilitas

2. Sirkulasi

a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

c. Tachikardi

d. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

e. Capilary refil melambat

f. Pucat pada bagian yang terkena

g. Masa hematoma pada sisi cedera

3. Neurosensori

a. Kesemutan

b. Kelemahan

c. Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi

(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.

d. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas

4. Kenyamanan

22
a. Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada

area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan

imobilisasi) tak ada nyeri akibat keruisakan syaraf.

b. Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).

5. Keamanan

a. laserasi kulit

b. perdarahan

c. perubahan warna

d. pembengkakan local

3.1.3 Focus assesment

1. P (penyebab) : faktor yang menyebabkan nyeri itu datang.

a. Apa penyebab nyeri

b. Faktor yang meringankan nyeri

c. Faktir yang memperlambat nyeri

d. Obat_obatan yang diminum

2. Q (Quality) : menggambarkan nyeri yang dirasakan, klien

mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya

sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien

tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan. Bagaimana rasa

nyerinya : terbakar, ditusuk-tusuk, di gigit, di iris-iris, di pukul-pukul

dan lain-lain

3. R(region/tempat) : meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri

terasa, menetap atau terasa pada menyebar.

a. Lokasi nyeri

23
b. Penyebaran nyeri

c. Penyebaran ini apakah sama intensitasnya dengan lokasi

sebenarnya.

4. S (skala) : untuk mengukur tingkat nyeri klien di suruh untuk

menunjukan tingkat nyeri tersebut dengan menggunakan skala nyeri

yang di beri oleh perawat.

a. Brapa sberkurang.kala nyeri

b. Apakah nyeri mengganggu aktivitasnya : gangguan motorik,

gangguan kesadaran.

c. Apakah nyeri semakin bertambah atau

5. T (Time/waktu) : kapan nyeri itu tersa atau datag dan lama nyeri

tersebut.

a. Kapan terasa nyari : pagi, siang, sore, malam.

b. Berapa kali serangannya dalam sehari.

c. Serangan tiba-tiba atau perlahan-lahan.

3.2 Pengkajian Secara Umum


1. Identitas pasien.
Identitas Meliputi :
Nama pasien :
Umur :
Jenis kelamin :
Suku bangsa :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :
Tgl MRS :
Diagnosa medis :

24
2. Keluhan Utama : nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan,
perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot
dan tendon.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
Dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal, perawat
harus menanyakannya secara langsung kepada pasien dengan teknik P,
Q, R, S, T.
 Provoking (penyebab)   : apa yang menimbulkan nyeri (aktivitas,
spontan, stress setelah makan dll)?
 Quality (kualitas) : apakah tumpul, tajam, tertekan, dalam,
permukaan dll?
 Apakah pernah merasakan nyeri seperti itu sebelumnya?
 Region (daerah)            : dimana letak nyeri?
 Severity (intensitas)       : jelaskan skala nyeri dan frekuensi,
apakah di sertai dengan gejala seperti (mual, muntah, pusing,
diaphoresis, pucat, nafas pendek, sesak, tanda vital yang abnormal
dll)?
 Timing (waktu)             : kapan mulai nyeri? Bagaimana lamanya?
Tiba-tiba atau bertahap? Apakah mulai setelah anda makan?
Frekuensi?
b. Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau
mengalami trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Data Biologis
 Gerak dan Aktivitas
Kaji kemampuan aktifitas dan mobilitas kehidupan klien sehari-
hari.
 Kebersihan Diri

25
Kaji apakah ada kesulitan dalam memelihara dirinya.
b. Data Psikologis
 Rasa Aman
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan keamanan dan
pencegahan pada saat melaksanakan akitivitas hidup sehari-hari,
termasuk faktor lingkungan, faktor sensori, serta faktor
psikososial.
 Rasa Nyaman
Kaji apakah pasien mengalami mual dan nyeri (PQRST).
c. Data Sosial
 Sosial
Melalui komunikasi antar perawat, pasien, dan keluarga dapat
dikaji mengenai pola komunikasi dan interaksi sosial pasien
dengan cara mengidentifikasi kemampuan pasien dalam
berkomunikasi.
 Prestasi
Kaji tentang latar belakang pendidikan pasien.
 Bermain dan Rekreasi
Kaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi (jenis kegiatan
dan frekuensinya)
 Belajar
Kaji apakah pasien sudah mengerti tentang penyakitnya dan
tindakan pengobatan yang akan dilakukan. Kaji bagaimana cara
klien mempelajari sesuatu yang baru.
d. Data Spiritual
 Ibadah
Kaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan spiritualnya sebelum
dan ketika sakit.
5. Pemeriksaan Fisik
Status lokalis : pemeriksaan dilakukan secara sistematis : Inspeksi (Lihat/
Look), Palpasi (Raba/ Feel), Kekuatan otot (Power), Pergerakan (Move).
a. Inspeksi (look) :

26
 Raut muka pasien, cara berjalan/duduk/tidur.
 Lihat kulit, jar lunak, tulang dan sendi.
b. Palpasi (Feel) :
 Suhu kulit panas atau dingin, denyutan arteri teraba/tdk, adakah
spasme otot.
 Nyeri tekan atau nyeri  kiriman (refered pain)
c. Kekuatan otot (Power) :
 Grade 0,1,2,3,4,5 (Lumpuh s/d normal)
d. Pergerakan (Move) :
 ROM (Range of Joint Movement)
 Pergerakan sendi : abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi dll
6. Pemeriksaan Penunjang.
Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk
membedakan dengan patah tulang.
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri
3. Resiko infeksi b/d inflamasi
3.4 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri berhubungan dengan spasme NOC : NIC :
otot  Pain level, Pain Management
 Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level secara komprehensif
Kriteria hasil : termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol karakteristik,
nyeri (tahu durasi,frekuensi, kualitas
penyebab nyeri, dan faktor presipitasi
mampu  Observasi
menggunakan reaksinonverbal dari
tehnik ketidaknyamanan
nonfarmokologi  Gunakan teknik

27
untuk mengurangi komunikasi terapeutik
nyeri, mencari untuk mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan bahwa  Kaji kultur yang
nyeri berkurang mempengaruhi respon
dengan nyeri
menggunakan  Evaluasi pengalaman
manajemen nyeri nyeri masa lampau
 Mampu mengenali  Evaluasi bersama pasien
nyeri (skala dan tim kesehatan lain
intensitas, tentang ketidakefektifan
frekuensi dan tanda control nyeri masa
nyeri) lampau
 Menyatakan rasa  Bantu pasien dan
nyaman setelah keluarga untuk mencari
nyeri berkurang dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi

28
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administrasion
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek intruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
Satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung

29
tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pembarian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan NOC : Exercise therapy :


dengan nyeri  Join Movement ambulation
:active  Monitoring vilat sign
 Mobility Level sebelum/sesudah latihan
 Selft care : ADLs dan lihat respon pasien
 Transfer performance saat latihan
Kriterian Hasil :  Kaji kemampuan pasien
 Klien meningkat dalam mobilitas
dalam aktivitas fisik  Latih pasien dalam
 Mengerti tujuan dari pemenuhan kebutuhan
peningkatan mobilitas ADLs scara mandiri
 Memverbalilasikan sesuai kemampuan
perasaan dalam  Konsultasikan dengan

30
meningkatkan terapi fisik tentang
kekuatan dan rencana ambulasi sesuai
kemampuan dengan kebutuhan
berpindah  Berikan alat bantu jika
Memperagakan klien memerlukan
penggunaan alat bantu  Ajarkan pasien
untuk mobilisasi bagaimana merubah
(walker) posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
 Damping pasien dan
bantu pasien saat
mobilitas dan peduhi
kebutuhna ADLs
3. Resiko infeksi berhubungan dengan NOC NIC
inflamasi  immune Status Infection Control
 knowledge : (control infeksi)
Infection control  Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah di pakai pasien
Kriteria hasil : lain
 Klien bebas dari  Pertahankan teknik
tanda dan gejala isolasi
infeksi  Batasi pengunjung bila
 Mendeskripsikan perlu
proses penularan  Instruksikan pada
penyakit, factor pengunjung bila perlu
yang  Instruksikan pada
mempengaruhi pengunjung untuk
penularan serta mencuci tangan saat
penatalaksanaannya berkunjung
 Menunjukkan meninggalkan pasien
kemampuan untuk  Gunakan sabun
mencegah antimikroba untuk cuci

31
timbulnya infeksi tangan
 Jumlah leukosit  Cuci tangan setiap
dalam batas normal sebelum dan sesudah
Menunjukkan perilaku tindakan keperawatn
hidup sehat  Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotic bila perlu
infection protection
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
 Monitor hitung
granulosit,WBC
 Monitor kerentanan

32
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kulit pada area edema
 Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukkan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum antibiotic
sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan

33
infeksi
 Laporkan kultur positif

Pathway Sprain

Pemberian rangsangan untuk bergerak

Rangsangan diteruskan melalui cordis spinalis

Otot dan tendon

Adanya gerakan dibagian persendian

Gerakan Gerakan Gerakan


menjepit oleh memutar memukul atau Gerakan lainnya
sendi oleh sendi menendang oleh sendi

Gerakan oleh sendi yang berlebihan terjadi sobekan dan juga rupture pada ligament

(SPRAIN)

Terjadi inflamasi pada jaringan


Resiko infeksi

Sensasi rasa nyeri


Pembengkakan pada
pada sendi ketika
daerah sendi
digerakan

Hambatan
Nyeri akut
MK:resiko cedera BAB IV mobilitas
fisik
ASEKP KASUS

34
Identitas klien :
Nama : Ny.S
Umur : 23
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : belimbing,padang
Diagnosa medis : Sprain
Alasan Masuk rumah sakit : klien masuk ke IGD rumah sakit TK,III
REKSODIWIRYO dengan sprain karena melakukan breakdance. Klein tampak
meringis kesakitan dan tampak lemas
A. Analisa data
No Data Etiologi Problem
1. Ds : klien menngatakan Spasme otot Nyeri
nyeri pada sendi mata Gerakan frakmen tulang
kaki Edema
Do : klien tampak Cidera jaringan lunak
meringis
- skala nyeri 9
- tampak membengkakak
daerah sendi mata kaki
-tampak memar pada
kaki klien
2. Ds : klien mengatakan Cidera jaringan Hambatan
kesulitan dalam Kerusakan rangka mobilitas fisik
menggerakan ekstremitas neuromuscular
bawah
-klien mengatakan
kesulitan saat berubah
posisi
Do : -klien tampak
kesulitan dalam mengator
posisi
-klien tampak kesulitan
dalam bergerak

35
3. Ds : klien mangatakan Tidak adekuatnya Resiko infeksi
sakit pada kakinya pertahanan primer
-klien mengatakan
merasakan demam Kerusakan kulit dan
Do : kaki klien tampak trauma jaringan
terlihat kemerahan

BAB V
PEMBAHASAN

1. Pada kasus di atas pada bab empat tentang Asuhan Keperawatan, diagnosa yang
muncul hanya tiga dari tujuh diagnosa yang terdapat pada bab tiga tentang asuhan
keperawatan teori. Bisa dilihat dari analisa data

36
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot
2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan inflamasi

A.Analisa data

No Data Etiologi Problem


1. Ds : klien menngatakan Spasme otot Nyeri akut
nyeri pada sendi mata Gerakan frakmen tulang
kaki Edema
Do : klien tampak Cidera jaringan lunak
meringis
- skala nyeri 9
- tampak membengkakak
daerah sendi mata kaki
-tampak memar pada
kaki klien
2. Ds : klien mengatakan Cidera jaringan Hambatan
kesulitan dalam Kerusakan rangka mobilitas fisik
menggerakan ekstremitas neuromuscular
bawah
-klien mengatakan
kesulitan saat berubah
posisi
Do : -klien tampak
kesulitan dalam mengator
posisi
-klien tampak kesulitan
dalam bergerak
3. Ds : klien mangatakan Tidak adekuatnya Resiko infeksi
sakit pada kakinya pertahanan primer
-klien mengatakan

37
merasakan demam Kerusakan kulit dan
Do : kaki klien tampak trauma jaringan
terlihat kemerahan

BAB VI
PENUTUP

1 Kesimpulan
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar (keseleo). Sprain terjadi karena adanya benturan dari
benda tumpul atau benda tajam yang  terjadi pada ligamen. Ligamen akan
mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan

38
stabilitasnya. Penyebab terjadinya sprain adalah pemuntiran mendadak dengan
tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan
gerakan sendi di luar kisaran gerak normal.
2 Saran
Dengan diberikannya tugas ini penulis dapat lebih memahami dan
mengerti tentang bagaimana penyakit sprain dan dapat melakukan perawatan
yang baik dan tepat serta menegakkan asuhan keperawatan yang baik. Dengan
adanya hasil tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk
menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik lagi dari
sebelumnya.

Daftar Pustaka

Anonymus.2009.CederaMuskuloskeletal.http://arsip2.lkc.or.id/kesehatan/detail/82
diakses tanggal 26 April 2015 pukul 14.00
Anonymus.2012.PengertianSprainhttp://fourseasonnews.blogspot.com/2012/05/p
engertian-sprain-keseleo.html diakses tanggal 26 april 2015 pukul 12.15
Baraik.2012.PertolonganSaatTerkiliratauKeseleo.http://rqbaraik.blogspot.com/22
/09/pertolongan-saat-terkilir-atau-keseleo.html diaksestanggal26April2015
pukul 14.15

39
Jatiarso,Eko.2012.MakalahAskepStrain.http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/04/
makalah-askep-strain.html diakses tanggal 26 April 2015 pukul 14.30
http://www.scribd.com/doc/106915170/Makalah-Dislokasi-Sprain-Strain diakses

tanggal 26 April 2015 pukul 22.15

40

Anda mungkin juga menyukai