Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

PERKEMBANGAN SISTEM PERNAPASAN

“Dosen Pengampu :

Dr. Dadi Setiadi, M.Sc.

OLEH :

NAMA : FENYSIA ALFIANA

NIM : E1A018026

SEMESTER : V (LIMA)

KELAS :A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI......................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1

1. Latar Belakang........................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...................................................................................................1
3. Tujuan.....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

1. Perkembangan Sistem Pernapasan..........................................................................2


a. Pembentukan Hidung........................................................................................2
b. Pembentukan Laring........................................................................................3
c. Pembentukan Trakea, Bronkus dan Paru-Paru.................................................4
d. Pematangan Paru-Paru......................................................................................4
2. Kelainan Kongenital Sistem Pernapasan.................................................................6
a. Laringomalasia..................................................................................................6
b. Cystic Fibrosis...................................................................................................6
c. Choanal..............................................................................................................6
d. Laryngeal Web..................................................................................................7
e. Trakeomalasia....................................................................................................7
f. Tumor Mediastinus............................................................................................7
g. Sekuestrasi Paru.................................................................................................7
h. Congenital Crystic Adenomatoid Malformation...............................................7
i. Respiratory Distress Syndrome.........................................................................7

BAB III PENUTUP...........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Lapisan endoderm secara umum menurunkan organ pernapasan dan pencernaan.
Kedua organ ini berasal dari usus primitif yang terbentuk sebagai pelipatan tubuh embrio
ke arah cephalo-caudal dan lateral. Pelipatan cephalo-caudal sebagai akibat pertumbuhan
memanjang dari tabung saraf dan pelipatan lateral sebagai akibat pertumbuhan somit yang
pesat. Oleh karena ini, lapis endoderm akan berbentuk tabung memanjang dari daerah
bakal mulut sampai bakal anus.
Pelipatan kepala dan ekor (cephalo-caudal) menyebabkan : 1) usus primitif
membentuk tiga daerah, yaitu usus depan (foregut), usus tengah (midgut), dan usus
belakang (hindgut), dan 2) terbentuknya tangkai kantong kuning telur yang
menghubungkan kantong kuning telur (membran vitelin) dengan usus tengah melalui
suatu saluran yang disebut duktus vitelin.
Pada daerah usus depan, stomodeum (oral plate atau lempeng mulut) akan menipis
membentuk selaput buccopharingeal yang selanjutnya akan menipis dan robek,
membentuk bakal mulut,menghubungkan usus depan dengan rongga amnion. Sebagian
ektoderm stomodeum melekuk ke arah dorsal (diencephalon) membentuk kantong rathke
yang selanjutnya akan membentuk hipofisa anterior. Pada daerah usus belakang , akibat
pelipatan ekor, alantois nantinya bersatu dengan tangkai kkt membentuk plasenta, dan
ujung alantois bersatu dengan ujung usus belakang membentuk kloaka dan selaput kloaka.
Usus primitif kemudian akan membentuk tunas-tunas tiroid, hati, kantong empedu,
dan pankreas. Usus primitif akan mencabangkan saluran pernapasan yang akan
membentuk trachea dan paru-paru. Percabangan saluran pernafasan dan saluran
pencernaan terjadi di daerah yang disebut pharynx. Endoderm usus primitif dilapisis oleh
mesoderm splankis yang akan membentuk otot polos dari saluran pernapasan, yang
berfungsi di dalam gerakan kontraksi dan relaksi kedua saluran tersebut.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses peerkembangan sistem pernapasan?
b. Apa saja kelainan kongenital pada sistem pernafasan?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui proses perkembangan sistem pernapasan.
b. Untuk mengetahui macam-macam kelainan kongenital pada sistem pernafasan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Sistem Pernapasan

Saat embrio berumur 4 minggu, terbentuk divertikulum respiratorium (lung bud,


tunas/bakal paru) sebagai suatu benjolan dari dinding ventral usus depan. Epitel lapisan
dalam laring, trakea dan bronkus, serta paru, seluruhnya berasal dari endoderm. Komponen
tulang rawan, otot dan jaringan ikat trakeal dan paru berasal dari mesoderm splanknik yang
mengelilingi usus depan.

Pada awalnya tunas paru mempunyai hubungan terbuka dengan usus depan. Namun,
ketika divertikulum membesar ke arah kaudal, terbentuk dua hubungan longitudinal,
tracheosophageal ridge yang memisahkannya dari usus depan. Selanjutnya saat kedua
bubungan tersebut menyatu untuk membentuk septum trakeoesofageale, usus depan dibagi
menjadi bagian dorsal, esofagus, dan bagian ventral, trakea dan tunas paru. Primordium
respiratorik mempertahankan hubungan terbukanya dengan faring melalui aditus laringitis.

a. Pembentukan Hidung
Selama minggu keenam. Fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian karena
pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke mesenkim di
bawahnya. Mula-mula membrana oronasalis memisahkan kedua lekukan dari rongga
mulut primitif melalui foramen yang baru terbentuk, koana primitif.
Kedua koana ini terletak di kedua sisi garis tengah dan tepat di belakang palatum
primer. Kemudian, dengan terbentuknya palatum sekunder dan perkembangan lebih
lanjut rongga hidung primitif, terbentuk koana definitif di taut antara rongga hidung dan
faring. Sinus udara paranasal berkembang sebagai divertikulum dinding hidung lateral

2
dan meluas ke dalam maksila, os etmoidale, os frontale, dan os sfenoidale. Sinus-sinus
ini mencapai ukurannya yang maksimal selama pubertas dan ikut membentuk wajah
definitif.

b. Pembentukan Laring
Faring, laring, trakea dan paru-paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Tak lama sesudahnya, terbentuk alur faring
median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernapasan dan benih laring.
Sulkus atau alur laringotrakea menjadi nyata pada sekitar hari ke-21 kehidupan embrio.
Perluasan alur ke arah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan
berbntuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke-27 atau ke-28. Bagian
yang paling proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi laring. Pembesarn
aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33 hari, sedangkan kartilago, otot
dan sebagian besar pita suara (korda vokalis) terbentuk dalam tiga atau empat minggu
berikutnya
Hanya kartilago epiglotis yang tidak berbentuk hingga masa midfetal. Karena
perkembangan laring berkaitan erat dengan perkembangan arkus brankialis embrio,
maka banyak struktur laring merupakan derivat dari aparatus brankialis. Gangguan
perkembangan dapat berakibat berbagai kelainan yang dapat didiagnosis melalui
pemeriksaan laring secara langsung

3
c. Pembentukan Trakea, Bronkus dan Paru-Paru
Sewaktu terpisah dari usus depan, tunas paru membentuk trakea dan dua kantong luar
lateral, tunas bronkus. Pada awal minggu kelima, masing-masing tunas ini membesar
untuk membentuk bronkus utama kanan dan kiri. Tunas sebelah kanan kemudian
membentuk 3 bronkus sekunder, sedangkan kiri 2 bronkus, 3 lobus di sisi kanan dan 2 di
sisi kiri.
Seiring dengan perkembangan selanjutnya dalam arah kaudal dan lateral, tunas paru
kemudian berkembang ke dalam rongga tubuh. Ruang untuk paru, kanalis perikardio-
peritonealis, cukup sempit. Saluran-saluran ini terletak di kedua sisi usus depan dan
secara bertahap diisi oleh tunas paru yang terus membesar. Akhirnya lipatan
pleuroperitoneum dan pleuroperikardium memisahkan kanalis perikardioperitonealis
masing-masing dari rongga peritoneum dan rongga perikardium, dan ruang sisanya
membentuk rongga pleura primitif. Mesoderm yang menutupi bagian luar paru,
berkembang menjadi pleura viseralis. Lapisan mesoderm somatik, yang menutupi
dinding tubuh dari bagian dalam menjadi pleura parietalis Ruang antara pleura parietalis
dan viseralis adalah rongga pleura.
Selama perkembangan selanjutnya, bronkus sekunder membelah berulang-ulang
secara dikotomis, membentuk sepuluh bronkus tersier (segmentalis) di paru kanan dan
delapan di kiri, menciptakan segmentum bronkopulmonale pada paru dewasa. Pada akhir
bulan keenam telah terbentuk sekitar 17 generasi anak cabang. Namun, sebelum
percabangan bronkus mencapai bentuk akhirnya, terbentuk enam cabang tambahan
selama masa pascanatal. Pembentukan cabang-cabang diatur oleh interaksi epitel-
mesenkim antara endoderm tunas paru dan mesoderm spalnknik yang mengelilinginya.

d. Pematangan Paru-Paru
Sampai bulan ketujuh pranatal, bronkiolus terus bercabang-cabang menjadi saluran
yang semakin banyak dan semakin kecil (periode kanalikular), dan jumlah pembuluh

4
darah terus meningkat. Pernapasan sudah dapat berlangsung ketika sebagian dari sel
bronkiolus respiratorius yang berbentuk kuboid berubah menjadi sel gepeng tipis. Sel-sel
ini menempel erat dengan sejumlah besar kapiler darah dan limfe, dan ruang di
sekitarnya sekarang dikenal sebagai sakus terminalis atau alveolus primitif. Selama bulan
ketujuh, jumlah kapiler sudah memadai untuk menjamin pertukaran gas yang adekuat,
dan bayi prematur sudah dapat bertahan hidup.
Selama 2 bulan terakhir kehidupan pranatal dan selama beberapa tahun selanjutnya,
jumlah sakus terminalis terus meningkat. Selain itu, sel-sel yang melapisi sakus yang
dikenal dengan sel epitel alveolus tipe I, menjadi lebih tipis sehingga kapiler di
sekitarnya menonjol ke dalam sakulus alveolaris. Hubungan erat antara sel epitel dan
endotel ini membentuk sawar darah-udara. Alveolus matur belum ada sebelum lahir.
Selain sel endotel dan epitel gepeng alveolus, pada akhir bulan keenam terbentuk jenis
sel lain. Sel ini, sel epitel alveolus tipe II menghasilkan surfaktan, suatu cairan kaya
fosfolipid yang dapat menurunkan tegangan permukaan dipertemuan udara-alveolus.
Sebelum lahir, paru dipenuhi oleh cairan yang banyak mengandung klorida, sedikit
protein, sebagian mukus dari kelenjar bronkus, dan surfaktan dari sel epitel alveolus tipe
II. Jumlah surfaktan dalam cairan meningkat, terutama selama 2 minggu terakhir
sebelum lahir.
Gerakan bernapas janin dimulai sebelum lahir dan menyebabkan aspirasi cairan
amnion. Gerakan ini penting untuk merangsang perkembangan paru-paru dan
mengkondisikan otot pernapasan. Ketika pernapasan mulai saat lahir, sebagian besar
cairan paru cepat diserap oleh kapiler darah dan limfe, dan sejumlah kecil mungkin
dikeluarkan melalui trakea dan bronkus selama proses kelahiran. Ketika cairan diserap
dari sakulus alveolaris, surfaktan tetap mengendap sebagai lapisan fosfolipid tipis di
membaran sel alveolus. Saat udara masuk ke alveolus ketika bayi pertama kali bernapas,
lapisan surfaktan mencegah terbentuknya pertemuan antara udara dan air (darah) yang
memiliki tegangan permukaan tinggi. Tanpa lapisan surfaktan yang mengandung lemak
ini alveolus akan kolaps sewaktu ekspirasi (atelektasis).
Gerakan bernapas setelah lahir mambawa udara masuk ke dalam paru yang
mengembangkan dan mengisi rongga pleura. Meskipun ukuran alveolus agak bertambah,
pertumbuhan paru setelah lahir terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah
bronkiolus respiratorius dan alveolus. Diperkirakan bahwa saat lahir terdapat hanya 1/6
dari jumlah alveolus dewasa. Alveolus sisanya terbentuk selama 10 tahun pertama

5
kehidupan paskanatal melalui pembentukan alveolus primitif baru yang berlangsung
terus menerus.

2. Kelainan Kongenital Sistem Pernapasan


a. Laringomalasia
Laringomalasia adalah kondisi yang paling umum dialami bayi di hari-hari
awal kelahirannya ke dunia. Ini adalah kondisi abnormal ketika jaringan di atas pita
suara lebih lembut. Akibatnya, laringomalasia bisa menutup bukaan jalan udara saat
bernapas. Ciri-ciri utama laringomalasia adalah bernapas yang “berisik”, terutama
ketika bayi tidur terlentang. Kondisi ini merupakan bawaan lahir (kongenital), bukan
penyakit yang baru terjadi saat mereka bertumbuh setelah lahir.
b. Cystic Fibrosis
Cystic Fibrosis atau CF adalah kelainan bawaan yang mengganggu sistem
kerja tubuh dalam memproduksi cairan. Anak-anak yang mengidap Cystic Fibrosis
lebih rentan terkena infeksi saluran pernapasan yang berulang. Penyakit ini bisa
mengacaukan fungsi normal sel epitel. Sel tersebut berupa selaput lendir yang
meliputi seluruh permukaan tubuh yang melapisi saluran kencing, saluran pernapasan,
dan rongga hidung. Disebabkan oleh kerusakan pada gen, tubuh pengidap CF akan
memproduksi keringat dengan kadar garam yang terlalu banyak dibandingkan orang
normal. Juga memproduksi lendir yang sangat kental hingga menyumbat paru-paru
dan membuat penderita mengalami gangguan pernafasan.
c. Choanal
Choanal atresia adalah kelainan bawaan di mana bagian belakang saluran
hidung (choana) tersumbat, biasanya oleh tulang atau jaringan lunak yang abnormal
(membranous) karena rekanalisasi fossa hidung yang gagal selama perkembangan
janin

6
d. Laryngeal Web
Laryngeal web terjadi ketika batang tenggorokan anak mengalami pengerutan
atau penyempitan sebagian, sehingga anak kesulitan bernapas secara normal. Laring
mengandung jaringan yang bertugas untuk membatasi volume udara yang mengalir
masuk dan keluar dari tenggorokan. Pengerutan atau penyempitan pada laring
mungkin sangat tipis, tetapi juga bisa lebih tebal yang menentukan tingkat keparahan
pembatasan pernapasan pada anak.
e. Trakeomalasia
Trakeomalasia merupakan suatu keadaan kelemahan trakea yang disebabkan
karena kurang dan atau atrofi serat elastis longitudinal pars membranasea, atau
gangguan integritas kartilago sehingga jalan napas menjadi lebih lemah dan mudah
kolaps. Trakeomalasia pada anak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
trakeomalasia primer (penyakit kongenital) dan sekunder (penyakit didapat).
f. Tumor Mediastinus
Tumor mediastinum adalah tumor yang tumbuh di bagian mediastinum, yaitu
rongga di tengah dada yang terletak di antara tulang dada (sternum) dan tulang
belakang. Tumor mediastinum dapat terjadi siapa saja, baik orang dewasa, remaja,
bahkan anak-anak.
g. Sekuestrasi Paru
Sekuestrasi paru adalah kondisi medis di mana sepotong jaringan yang pada
akhirnya berkembang menjadi jaringan paru-paru tidak melekat pada suplai darah
arteri paru, seperti yang biasanya terjadi.
h. Congenital Crystic Adenomatoid Malformation
Malformasi saluran napas paru kongenital ( CPAM ), sebelumnya dikenal
sebagai malformasi adenomatoid kistik kongenital (CCAM) , adalah kelainan paru-
paru bawaan yang mirip dengan sekuestrasi bronkopulmonalis . Dalam CPAM,
biasanya seluruh lobus paru-paru digantikan oleh potongan kistik jaringan paru-paru
abnormal yang tidak berfungsi. Jaringan abnormal ini tidak akan pernah berfungsi
sebagai jaringan paru-paru normal. Penyebab yang mendasari CPAM tidak diketahui.
Ini terjadi pada sekitar 1 dari setiap 30.000 kehamilan.
i. Respiratory Distress Syndrome
Kesulitan bernapas pada bayi yang lahir prematur, umumnya akibat
ketidakmampuan sel-sel alveoli membentuk surfactant.

7
BAB III

PENUTUP

Organ pernapasan muncul sebagai suatu diverticulum lantai pharynk sebelah caudal
dari kantong pharinx ke-4. Diverticulum ini berkembang ke arah ventral dan kaudal sejajar
dengan usus depan membentuk tabung laryngotrachealis. Selanjutnya, tabung ini membentuk
tunas paru-paru. Tunas paru-paru ini akan membentuk dua cabang bronchus utama, yaitu
bronchus dextra (kanan) dan sinistra (kiri). Selanjutnya, masing-masing bronchi ini akan
terus bercabang membentuk bronchioli terminalis dan alveoli, pembentukan bronchiolo
terminalis dan alveoli tetap akan berlanjut sampai beberapa saat setelah lahir. Epitel alveoli
akan memproduksi cairan phospolipoprotein yang di sebut surfactan. Surfactan berfungsi
menurunkan tegangan permukaan sehingga lumen alveoli tidak kempis saat respirasi terjadi.
Surfactan mulai diproduksi pada minggu ke 30 kehamilan pada manusia atau hari ke-125-130
kebuntingan pada domba.

DAFTAR PUSTAKA

Sumarmin,Ramadhan. 2016. Perkembangan Hewan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai