Laporan PBL Skenario 3 Pucat
Laporan PBL Skenario 3 Pucat
Definisi
Anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena
cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang.
Etiologi
Gejala klinis
Gejala umum anemia
Lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang & telinga mendenging
Gejala defisiensi besi
Koilonychia (kuku sendok), atrofi papil lidah, disfagia
Gejala penyakit dasar (penyebab)
Cacing tambang : dyspepsia, parotitis, tangan kuning
Kanker kolon : perubahan kebiasaan BAB
Pathogenesis
Pemeriksaan laboratorium
Prognosis
Definisi:
Memendeknya masa hidup sel darah merah, baik oleh karena cacat inheren
pada eritrosit (anemia hemolitik intrakorpuskular) yang biasanya diturunkan atau
yang disebabkan oleh pengaruh luar (anemia hemolitik ekstrakorpuskular) yang
biasanya didapat.
Klasifikasi:
Pencetusnya:
Intrinsic:
Ekstrinsic:
Kejadiannya:
- Herediter = intrinsic
- Didapat = ekstrinsic
Lokasi penghancuran
- Intravaskular = penghancuran
pen ghancuran disirkulasi
2. Katabolisme Hb meningkat.
Gejala –
Gejala – Gejala
Gejala
Penatalaksanaan:
- Bila sudah berat sebaiknya dilakukan spleenoktomi, dengan indikasi penderita yang
sudah dewasa muda.
Defenisi
Etiologi
2. Malabsorbsi :
a. Gastrektomi
Gejala Klinik
1. Manifestasi hematologik
2. Manifestasi gastrointestinal
Keluhan nyeri lidah, yang pada inspeksi tampak papil lidah halus dan
kemerahan. Keluhan lain yaitu anorexia dan disertai turunnya berat badan,
kemungkinan bersamaan dengan diare dan lain-lain.
Patogenesis
Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi nampak kulit dan mata ikterus, wajah tampak pucat, lelah, pada lidah
nampak papil merah dan halus
Pemeriksaan Penunjang
Subkompartemen ini terdiri atas golongan granulosit (eosiofil, basophil,
neutrophil) golongan-golongan monosit.makrofag, trombosit, eritrosit dan
limfosit B dan T.
Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrosit pun dibatasi oleh membran
plasma yang bersifat semi permeable dan berfungsi untuk mencegah agar
koloid yang dikandungnya tetap didalam
3. Pemeriksaan Hematologik
Pemeriksaan hematologik dilakukan secara bertahap. Pemeriksaan
berikutnya dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu sehingga
lebih terarah dan efisien. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakuk an meliputi :
a. Tes penyaring: tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini maka dapat dipastikan adanya anemi dan bentuk
morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi :
i. Kadar hemoglobin
ii. Indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC). Dengan perkembangan
electronic counting dibidang hematologi maka hasil Hb, WBC (darah
putih) dan Plt (trombosit) serta indeks eritrosit dapat dikeahui sekaligus.
Dengan pemeriksaan yang baru ini maka juga diketahui RDW ( red cell
distribution width) yang menunjukkan tingkat anisositosis sel darah
merah.
iii. Apusan darah tepi.
b. Pemeriksaan rutin: pemeriksaan ini juga dikerjakan pada semua kasus anemia,
untuk mengetahui kelainan pada system leukosit dan trombosit. Pemeriksaan
yang harus dikerjakan adalah:
i. Laju endap darah;
ii. Hitung diferensial;
iii. Hitung retikulosit.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini baru dikerjakan jika kita
telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut antara lain:
i. Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, dan ferritin
serum:
ii. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
iii. Anemia hemolitik: hitug retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb;
iv. Anemia pada leukemia akut: pemeriksaan sitokimia.
Berbagai jenis anemia dapat disebabkan oleh penyakit sitemik, seperti gagal
ginjal kronik, penyakit hati kronik, dan hipotiroidisme. Ada juga kasus anemia yang
disebabkan oleh penyakit dasar yang disertai hiperurisemia, seperti myeloma
multiple. Pada kasus anemia yang disertai sepsis, seperti pada anemia aplastic
diperlukan kultur darah.
7. Differential diagnostik :
ANEMIA APLASTIK
Definisi
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau
basitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum
tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau
pendesakan sumsum tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus
bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga anemia
hipoplastik.
Klasifikasi
Anemia aplastik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Anemia aplastik didapat (acquired aplastic anemia)
1. Karena bahan kimia atau fisik
- Bahan-bahan yang “dose dependent”
- Bahan- bahan yang “dose independent”
2. Anemia aplastik/hipoplastik karena sebab-sebab lain : infeksi virus
(dengue, hepatitis), infeksi mikrobakterial, kehamilan, penyakit Simmond,
sklerosis tiroid.
3. Idiopatik
b. Familial antara lain :
- Pansitopenia konstitusional Fanconi
- Defisiensi pancreas pada anak
- Gangguan herediter pemasukan asam folat dalam sel
Epidemiologi
a. Di Negara Timur (Asia Tenggara dan Cina) insidensinya 2-3 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan di Negara barat
b. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita
c. Faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus hepatitis,
diduga memegang peranan penting
Etiologi
1. Primer
Kelainan congenital :
- Fanconi
- nonFanconi
- dyskeratosis congenital
2. Sekunder
a. Akibat radiasi, bahan kimia atau obat
b. Akibat obat-obat idiosinkratik
c. Karena penyebab lain :
- Infeksi virus : hepatitis virus/virus lain
- Akibat kehamilan
1. Bahan kimia
a. Hidrokarbon siklik : benzene dan trinitrotoluene
b. Insektisida : chlordane atau DDT
c. Arsen organic
2. Obat-obatan
a. Obat-obat yang “dose dependent”
- Obat sitostatika
- Preparat emas
b. Obat yang “dose independent” (idiosinkratik):
1) Khloramfenikol : 1/60.000-1/20.000 pemakaian
2) Frekuensi relative obat penyebab anemia aplastik terdiri atas :
- Khloramfenikol (61%)
- Fenilbutason (19%)
- Antikonvulsan (4%)
- Sulfonamide (3%)
- Preparat emas (3%)
- Benzene (3%)
6. Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan membunuh sel
plasma yang abnormal. Yang paling sering digunakan adalah melfalan dan
siklofosfamid. Kemoterapi juga membunuh sel yang normal, karena itu sel darah
dipantau dan dosisnya disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan trombosit
terlalu banyak berkurang. Kortikosteroid (misalnya prednison atau deksametason)
juga diberikan sebagai bagian dari kemoterapi.
7. Kemoterapi dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran masih dalam
penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun, sehingga sebelum
pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau sumsum tulang penderita dan
dikembalikan lagi setelah pengobatan selesai. Biasanya prosedur ini dilakukan
pada penderita yang berusia dibawah 50 tahun. Pada 60% penderita, pengobatan
dapat memperlambat perkembangan penyakit. Penderita yang memberikan respon
terhadap kemoterapi bisa bertahan sampai 2-3 tahun setelah penyakitnya
terdiagnosis. Kadang penderita yang bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa
menderita leukemia atau jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang.
Komplikasi lanjut ini mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali
menyebabkan anemia berat dan meningkatkan kepekaan penderita terhadap
infeksi.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah
leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang
terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali
pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60%
pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar
seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi
ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones
yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas
tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga
medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang
kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan
gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala sekitar 80-
90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun,
kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak
dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan
kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.
MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma
berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi
intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.Dr. I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
2. Robbins,dkk. 2012. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
3. Hoffbrand,dkk. 2002. Leukimia dalam: Buku Hematologi Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Kurnianda J, dkk. 2007. Hematologi dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
2 Edisi 4. Jakarta: FK UI