Anda di halaman 1dari 36

SKENARIO 1

LEKAS LELAH BILA BEKERJA

Kelompok: B-6
Ketua : Nadya Noor Mulya Putri (1102013204)

Sekretaris : Nadira (1102013201)

Anggota : Nadira Nursandi (1102013202)

Nadya Muthia Risky (1102013203)

Najla Quratuain (1102013205)

Namira Rahma Simatupang (1102013206)

Naufal Bahira (1102013209)

Nerissa Arviana Rahadianthi (1102013210)

Rifqi Akbar H (1102011235)

Nindya Arafah T (1102012195)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2013/2014

1
SKENARIO 1
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
Yani, 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa lekas lelah
setelah melakukan aktivitas. Keluhan ini sudah di alamai 3 bulan terakhir. Sebelumnya tidak
pernah mengalami hal seperti ini.
Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-kanak pola
makan Yani tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/tempe dan
kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan
tidak jelas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
 Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernapasan
20 x/menit, suhu tubuh 36,8ºC, TB = 160cm, BB = 60 kg, konjungtiva palpebra inferior
pucat.
 Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal.
 Setelah dilakukan pemeriksaan laboraturium hematologi rutin, asil sebagai berikut :

Pemeriksaan Kadar Nilai normal


Hemoglobin (Hb) 10,5 g/dL 12 – 14 g/dL
Hematokrit (Ht) 37 % 37 – 42 %
Eritrosit 4,75 x 106/µl 3,9 – 5,3 x 106/µl
MCV 70 fL 82 – 92 fL
MCH 20 pg 27 – 31 pg
MCHC 22 % 32 – 36 %
Leukosit 6500/µl 5000 – 10.000/µl
Trombosit 300.000/µl 150.000 – 400.000/µl

2
1. Identifikasi kata-kata sulit
a. Konjungtiva palpebra inferior : konjungtiva yang melapisi konjungtiva mata dan
menutupi bagian depan sclera kecuali kornea
b. Hemoglobin : Pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit di
bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sum-sum tulang terdiri dari empat
gugus heme dan globin yang mempunyai kemampuan oksigen reversible.
c. Hematokrit : Volume eritrosit dalam 100 ml darah, dinyatakan
dalam (%)
d. Eritrosit : Sel darah merah yang berfungsi untuk membawa
oksigen lewat darah.
e. Leukosit : Sel darah putih, sel darah tidak bewarna yang
mampu bergerak secara amuboid dengan fungsi utamanya adalah untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyebabkan penyakit
f. Trombosit : Platelet/keeping-keping darah
g. MCV : Rata-rata volume eritrosit dalam darah

Ht
x 10=… fL
Jumlah Eritrosit

h. MCHC : Rata-rata konsentrasi hemoglobin eritrosit


Hb
x 100 ¿ … %
Ht
i. MCH : Rata-rata hemoglobin
Hb
x 10 = … pg
Jumlah Eritrosit
2. Brainstorming
a. Mengapa pola makan mempengaruhi anemia ?
b. Apa aja faktor penyebab anemia ?
c. Bagaimana cara membedakan jenis-jenis/klasifikasi Anemia?
d. Kenapa di pemeriksaan MCH dan MCHC turun ?
e. Bagaimana cara mendiagnosis anemia ?
f. Termasuk jenis anemia apakah skenario ini ?
g. Apakah ada perbedaan diagnosis pada pemeriksaan jantung ,paru-paru ,dan abdomen
dalam tidak batas normal ?
h. Apa saja klasifikasi anemia ?

3
i. Apakah dengan kekurangan makanan yang mengandung daging ,sayur dapat
mempengaruhi anemia ?
j. Mengapa penderita anemia terlihat lelah ,pucat ?
3. Analisa Jawaban
a. Karena kandungan makanan (daging merah) menjadi mudah di absorpsi Fe 2+, sedangkan yang

mengandung nabati lebih sedikit


b. Jenis kelamin, perdarahan ,genetik ,hormone,nutrisi, Infeksi Kronis(contoh : Malaria,
Keracunaan)
c. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi atau bentuk sel darah merah, yaitu:
 Anemia hipokromik mikrositer: jumlah sel darah merah yang mungkin cukup, namun
bentuknya kecil. Karena kecil, sel darah merah ini tidak mampu mengikat oksigen
dengan baik, sehingga terjadilah anemia
 Anemia normokromik normositer: ukuran sel darah merahnya normal hanya
jumlahnya yang tidak cukup
 Anemia Makrositer: ukuran se darah merahnya lebih besar dari normal, tapi bukan
berarti kapasitas oksigennya lebih baik

d. Karena penurunan kadar hemoglobin dan eritrosit normal


e. Untuk menegakkan diagnosis anemia perlu dikerjakan:
1. Anamnesis
Seperti anamnesis pada umumnya, anamnesis pada kasus anemia:
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat gizi
- Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia, dan fisik serta
riwayat pemakaian obat
- Riwayat keluarga
2. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan secara sistemik dan menyeluruh. Perhatian khusus diberikan pada
berikut:
- Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti
jerami
- Purpura: petechie dan ecchymosis
- Kuku: koilonychias (kuku sendok)
- Mata: ikterus, konyungtiva pucat, perubahan fundus;
- Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis dan
stomatis angularis;
- Limfadenopati;
- Hepatomegaly;
4
- Splenomegaly;
- Nyeri tulang atau nyeri sternum;
- Hemarthrosis atau ankilosis sendi;
- Pembengkakan testis;
- Pembengkakan perotis;
- Kelainan system sara
3. Pemeriksaan laboratorium Hematologik
a. Tes penyaring
Dikerjakan pada tahap awal pada tiap kasus anemia. Dalam pemeriksaan ini dapat
dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologinya.
Pemeriksaannya meliputi :
1. Kadar Hb
2. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) . Dapat mengetahui Hb, WBC, RBC, RDW
3. Apusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin
Untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Yang diperiksa adalah :
1. Laju endap darah
2. Hitung deferensial
3. Hitung leukosit

c. Pemeriksaan sumsum tulang


d. Jika dalam kasusnya terdiagnosis definitif

e. Periksaan atas indikasi khusus


Dikerjakan jika sudah mendapat diagnosis awal dan untuk mengkonfirmasi kebeneran
dari diagnosis. Pemeriksaannya tergantung dari penyakitnya
1. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin dan feritin serum
2. Anemia megaloblastik : asam folat darah, vit B12
3. Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb
Pemeriksaan laboratorium non-hematologik
 Faal ginjal
 Faal endokrin
 Asam urat
 Faal hati
 Biakan kuman

Pemeriksaan penunjang lain


 Biopsi kelenjar dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
 Radiologi : torak, bone survey, USG, skening, limfangiografi
 Pemeriksaan sitogenik
 Pemeriksaan biologi molekular (PCR dan FISH)

5
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang
(produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses peningkatan
penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
 Pemeriksaan penyaring : pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit, hapusan darah
tepi
 Pemeriksaan darah seri anemia : hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit, dan laju
endap darah.
 Pemeriksaan sumsum tulang
 Anemia mikrositik hipokrom  Anemia Defiisiensi Besi
 Thalasemia, Anemia Sideroblastik
 A. Anemia hipokromik mikrositer (MCV<80 fl; MCH <27pg)
B. Anemia Normokromik normositer
C. Anemiamakrositer
1. Megaloblastik
2 Nonmegaloblastik
Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis
A. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
2. Gangguan utilisasi besi
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
B. Kehilangan eritrosit dari tubuh
C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolysis)
a. Gangguan membrane anemia anemia
b. Gangguan ensim
c. Gangguan hemoglobin
 Asam folat , Fe2+, vitamin B12, protein
 Kekurangan besi, heme bisa menjadikan oksigen berkurang dan mucat

4. HIPOTESA
Pada kasus ini pasien mengalami kekurangan asupan nutrisi yang dapat
mengganggu pembentukkan heme,sehingga menimbulkan gejala umum seperti :
lelah,lemas, dan pucat. Sebelum mendiagnosis penyakit, dokter melakukan anamnesis
,pemeriksaan fisik, dan pada scenario ini hasil dari pemeriksaan laboraturium
hemoglobin mengalami penurunan, MCH,MCHC,MCV menurun , ferritin menurun,
dan TIBC menurun ). Dengan hasil pemeriksaan tersebut, dokter mendiagnosis
pasien tersebut mengalami penyakit anemia defisiensi besi. Dapat dilakukan terapi
oral ataupun parenteral besi.

6
5. SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami dan menjelaskan ertiropoiesis
LO.1.1 Definisi eritropoiesis
LO.1.2 Mekanisme eritropoiesis
LO.1.3 Faktor yang di perlukan untuk eritropoiesis
LO.1.4 Morfologi, komponen, fungsi serta kadar normal eritropoiesis

LO.1.5 Kelainan morfologi eritrosit

LI.2 Memahami dan menjelaskan hemoglobin


LO.2.1 Definisi hemoglobin
LO.2.2 Biosintesis, struktur dan fungsi hemoglobin
LO.2.3 Peranan zat besi terhadap tubuh
LO.2.4 Kurva disosiasi oksigen
LI.3 Memahami dan menjelaskan anemia
LO.3.1 Definisi anemia
LO.3.2 Etiologi anemia
LO.3.3 Klasifikasi anemia
LO.3.4 Patofisiologi anemia
LO.3.5 Manifestasi klinis anemia
LO.3.6 Diagnosis anemia
LO.3.7 Tatalaksana anemia
LO.3.8 Komplikasi anemia
LO.3.9 Prognosis anemia
LI.4 Memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi
LO.4.1 Definisi anemia defisiensi besi
LO.4.2 Etiologi anemia defisiensi besi

7
LO.4.3 Klasifikasi anemia defisiensi besi
LO.4.4 Patofisiologi anemia defisiensi besi
LO.4.5 Patogenesis anemia defisiensi besi
LO.4.6 Manifestasi klinis anemia defisiensi besi
LO.4.7 Diagnosis anemia defisiensi besi
LO.4.8 Diagnosis banding anemia defisiensi besi
LO.4.9 Penatalaksanaan anemia defisiensi besi
LO.4.10 Pencegahan anemia defisiensi besi
LO.4.11 Komplikasi anemia defisiensi besi
LO.4.12 Prognosis anemia defisiensi besi

8
LI.1 Memahami dan menjelaskan ertiropoiesis
LO.1.1 Definisi eritropoiesis
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin dan bayi
proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya
pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31).
LO.1.2 Mekanisme eritropoiesis
a. Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan
kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih
produksi eritrosit secara ekslusif.
b. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu
memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh
kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan
sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan
ujung-ujungg atas tulang oanjang ekstremitas. Pada periode stress hematopoietik tubuh
dapat melakukan reaktivasi pada limpa, hepar dan sumsum berisi lemak untuk
memproduksi sel darah, keadaan ini disebut sebagai hematopoiesis ekstramedular
(Munker, 2006).
c. Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit
dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang
secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua
jenis sel darah.
d. Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengakngkut oksigen.Jika O2
yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin
dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam
sumsum tulang.Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah
mrngangkut O2.Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan
rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.
Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin yang diproduksi ginjal
(85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus pembentukan eritropoietin berpusat pada hati
sebelum diambil alih oleh ginjal (Ganong, 1999). Eritropoietin bersirkulasi di darah dan
menunjukkan peningkatan menetap pada penderita anemia, regulasi kadar eritropoietin ini
berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini berkaitan erat dengan faktor
transkripsi yang dinamai hypoxia induced factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan proses
aktivasi transkripsi gen eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar oksigen yang
tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (cth: vasculogenesis, meningkatkan reuptake
glukosa, dll), namun perannya dalam regulasi eritropoiesis hanya ditemui pada ginjal dan hati

9
(Williams, 2007). Eritropoeitin ini dibentuk oleh sel-sel endotel peritubulus di korteks ginjal,
sedangkan pada hati hormon ini diproduksi sel Kupffer dan hepatosit. Selain keadaan hipoksia
beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam kobalt, androgen,
adenosin dan katekolamin melalui sistem β-adrenergik. Namun perangsangannya relatif singkat
dan tidak signifikan dibandingkan keadaan hipoksia (Harper,2003).
Eritropoietin bersama-sama dengan stem cell factor, interleukin-3, interleukin-11,
granulocyte-macrophage colony stimulating factor dan trombopoietin akan mempercepat proses
maturasi stem cell eritroid menjadi eritrosit (Hoffman,2005).
Secara umum proses pematangan eritosit dijabarkan sebagai berikut :
1. Stem cell : eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat memperbaharui diri
dan berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit dan megakariosit (bakal
platelet).
2. BFU-E : burst-forming unit eritroid, merupakan prekursor imatur eritroid yang lebih
fleksibel dalam ekspresi genetiknya menjadi eritrosit dewasa maupun fetus. Sensitivitas
terhadap eritropoeitin masih relatif rendah.
3. CFU-E : colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid yang lebih
matur dan lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit (bergantung pada subunit
hemoglobinnya.
4. Proeritroblast, eritroblast dan normoblast : progenitor eritrosit ini secara morfologis
lebih mudah dibedakan dibanding sel prekursornya, masih memiliki inti, bertambah
banyak melalui pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring
dengan penambahan hemoglobin dalam sel tersebut.
5. Retikulosit : eritrosit imatur yang masih memiliki sedikit sisa nukleus dalam bentuk
poliribosom yang aktif mentranslasi mRNA, komponen membran sisa dari sel
prekursornya, dan hanya sebagian enzim, protein serta fosfolipid yang diperlukan sel
selama masa hidupnya. Selelah proses enukleasi, retikulosit akan memasuki sirkulasi
dan menghabiskan sebagian destruksi eritrosit.

10
LO.1.3 Faktor yang di perlukan untuk eritropoiesis
a. sel induk: CFU-E,BFU-E, normoblast (eritroblast)
b. bahan pembentuk eritrosit: besi, vitamin B12, asam folat, protein dll
c. mekanisme regulasi : faktor pertumbuhan hemopoetik dan hormone
eritropoetin

Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya


keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,
karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah
eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam
rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2
juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada
pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.

Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin
(EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.
Ketikasel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat
pelepasaneritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :

1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada
defisiensi besi)
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada
penderita pneumonia.

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam
darah,sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan
penyaluranO2 ke jaringan ke tingkat normal.Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal,
sekresieritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak
mengaktifkanlangsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya
memberikanstimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.Selain itu, testosterone
pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.Hormone sexwanita tidak berpengaruh
terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanitalebih rendah daripada pria.
Eritropoeitin
 Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati
 Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2dalam jaringan ginjal.
 ↓ penyaluran O2ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon
eritropoetin ke dalamdarah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang
dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit
meningkat→ kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2ke jaringan
pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskansekresi eritropoetin
hilang sampai diperlukan kembali.
 Pasokan O2↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih

11
mudah melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun
 Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus
berproliferasimenjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.
 Bekerja pada sel-sel tingkat G1
 Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2&
kebutuhanmengatur pembentukan eritrosit.

LO.1.4 Morfologi, komponen, fungsi serta kadar normal eritropoiesis


Morfologi
- Eritrosit tidak memiliki inti, dipenuhi oleh protein hemoglobin pembawa O2.
- Eritrosit dikelilingi oleh plasmalema. Membran ini terdiri atas lebih kurang 40%
lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid), 50% protein, 10% karbohidrat.
- Diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lengkungan pada sentralnya dengan
diameter 7,65 μm.
- Bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O 2
menembus membran daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang
sama.
- Tipisnya eritrosit memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian
paling dalam sel dengan eksteriornya.
- Kelenturan (fleksibilitas) membran memungkinkan eritrosit berjalan melalui
kapiler yang sempit dan berkelok-kelok tanpa mengalami ruptur.
- Luas daerah pucat biasanya tidak melebihi ½ diameter eritrosit, besarnya ± sama
dengan besar inti limfosit kecil.
- Eritrosit dengan diameter ≥ 9µm disebut makrosit, dan yang berdiameter ≤ 6µm
disebut mikrosit. Banyaknya eritrosit dalam berbagai ukuran disebut anisositosis.
- Rouleaux merupakan suatu kelompok abnormal eritrosit yang saling melekat
menyerupai setumpuk koin.
Perubahan struktur eritrosit akan menimbulkan kelainan. Kelainan yang timbul
karena kelainan membran disebut sebagai membranopati, kelainan akibat
gangguan sistem ensim eritrosit disebut ensimopati, sedangkan kelainan akibat
gangguan struktur hemoglobin disebut sebagai hemoglobinopati.

Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 µm, dengan
ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 µm dan pada bagian tengah1 µm atau
kurang. Volume eritrosit adalah 90 - 95 µm3.

12
Komponen eritrosit
1. membrane eritrosit
2. system enzim; yang terpenting:dalam Embden Meyerhoff pathway: pyrivat
kinase dalam pentose pathway: enzim G6PD
3. hemoglobin: berfungsi sebagai alat angkut oksigen komponennya terdiri atas
a. heme: gabungan dari besi dan protoporfirin
b. globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta

Fungsi Sel darah Merah

Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.


 Berfungsi dalam penentuan golongan darah.
 Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah
mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel
darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding
dan membran sel patogen, serta membunuhnya.
 Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin
terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan
melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan
oksigen.
Nilai Batas Ambang Hb di Indonesia
(Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin(WHO).Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)
 Bayi baru lahir : 16,5 +/- 3 g/Dl
 Bayi 3 bulan : 11,5 +/- 2 g/dL
 Anak usia 1 tahun : 12 +/- 1,5 g/dL
 Wanita tidak hamil : 14 +/- 2,5 g/dL
 Wanita hamil : 11 g/dL
 Ibu menyusui : 12 g/dL
 Wanita dewasa : 12 g/dL
 Pria dewasa : 13 g/dL

13
LO.1.5 Kelainan morfologi eritrosit
1. KELAINAN UKURAN
a. Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 μm dan volumenya ≥ 100 fL
b. Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL
c. Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar
2. KELAINAN WARNA
1
a. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ /3 diameternya
1
b. Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤ /3 diameternya
c. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang,
warnanya lebih gelap.

3. KELAINAN BENTUK
a. Sel target (target cell)

Berbentuk seperti lonceng, akan tampak seperti sasaran (target) kecil bewarna
gelap di bagian tengah eritrosit. Dapat terjadi akibat talasemia, anemia sel sabit.

14
b. Sferosit
Berbentuk seperti bola dan pada sediaan apus darah tepi akan tampak seperti
eritrosit yg lebih kecil daripada eritrosit normal lainnya dan tidak terdapat
bagian pucat ditengahnya, sehingga tampak bewarna gelap. Dapat terjadi pada
keadaan luka bakar yang berat, hiperplenisme.

c. Ovalosit/sel pensil
Bentuk eritrosit lonjong seperti telur, kadang-kadang terlihat gepeng. ditemukan
pada keadaan:
- anemia defisiensi besi
- anemia megaloblastik
- anemia bulan sabit

d.Akantosit (Spurr Cells)


Eritrosit ini memiliki 3-12 duri yang tidaj sana panjang pada permukaaan
membrannya. Ujung duri ini tumpul. Ditemukan pada keadaan
-penyakit hati
-hipertiroidisme

e.Burr cell/ Ekintosit


Eritrosit ini mempunyai 10-30 duri kecil pada permukaannya. Duri ini berjarak
berdekaran, ditemukaan pada keadaan uremia, dehidrasi, keganasan lambung.

15
f. Sel sabit (sickle cell)

Sel ini adalah eritrosit yang berbentuk seperti sel sabit akibat kekurangan O 2.
Dtemukan pada keadaan hemoglobin S,

g. Sel helmet

Berbentuk seperti helm. Ditemukan pada emboli paru, metaplasia myeloid

H .tear drop cell

Berbentuk seperti buah pir/tetesan air mata. Ditemukaan pada keadaan


mielofibrosis dengan metaplasia myeloid.

(Sumber: Bambang. 2005. Kelainan jumlah dan morfologi.Jakarta,Fakultas


kedokteran universitas yarsi).

16
LI.2 Memahami dan menjelaskan hemoglobin

LO.2.1 Definisi hemoglobin


Pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, di bentuk oleh eritrosit yang berkembang
dalam sumsum tulang. Merupakan homoprotein yang mengandung empat gugus hem dan globin
serta mempunyai kemampuan oksigenasi reversible. (Dorland edisi 31).
LO .2.2 Menjelaskan fungsi,struktur dan biosintesis hemoglobin
Fungsi hemoglobin
Hemoglobin pada eritrosit vertebrata berperan penting dalam :
1. Pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer
2. Pengangkutan karbon dioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke
organ respirasi untyk selanjutnya diekskresikan ke luar .
3. Menentukan kapasitas penyangga darah. (Guyton 11th edition, 2006)
Struktur hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul yang berbentuk bulat dan terdiri atas empat subunit. Tiap-
tiap subunit mengandung satu gugus heme yang terkonjugasi oleh suatu polipeptida. Heme
adalah gabungan protoporfirin (derivate porfirin) dengan besi. Dan ada dua pasang polipeptida di
setiap molekul hemoglobin, yaitu globin, yang terdiri atas 2 rantai alfa (masing-masing
mengandung 141 residu asam amino) dan 2 rantai beta (masing-masing mengandung 146 residu
asam amino). Sepasang rantai globin dikode oleh kromosom 11 (beta) dan kromosom 16 (alfa).

17
Komposisi subunit hemoglobin utama adalah α2β2 (Hb A : Hemoglobin dewasa normal), α2γ2,
(Hb F : Hemoglobin Janin, dan α2δ2 (Hb A2 : haemoglobin dewasa minor). Struktur primer
rantai α,β,γ pada haemoglobin manusia bersifat tetap.
Biosintesis hemoglobin
Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi.
Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin.
Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme.
Sintesis Heme

Gambar 1 Sintesis heme


Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html
Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak langkah-langkah
enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan kondensasi dari suksinil-CoA dan glisin
membentuk 5-aminolevulinic acid. Serangkaian langkah-langkah di dalam sitoplasma
menghasilkan coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam mitokondria. Langkah-
langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.
Sintesis globin
Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan molekul
heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan pengecualian pada minggu pertama
perkembangan embrio, salah satu rantai globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi
sifat dasar dari rantai non-alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai
non-alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha berbeda dinamakan
beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai non alpha
menghasilkan sebuah molekul hemoglobin yang lengkap (total 4 rantai per molekul).
Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin fetal
(janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu pertama setelah

18
pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam perkembangan janin. Gabungan dua rantai
alpha dan dua rantai beta membentuk hemoglobin adult (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb
A. Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yang menonjol sekitar 18
hingga 24 minggu kelahiran.
Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah dimer
(dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa oksigen. Dua dimer
bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang merupakan bentk fungsional dari
hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan
oksigen di paru-paru dan melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan
hidup.
Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16, sedangkan gen-
gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak pada kromosom 11. Kompleks alpha disebut
lokus globin alpha, sedangkan kompleks non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan
ekspresi gen pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan
keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit yang dinamakan
talasemia. (Bunn dan Forget, Saunders, 2002)

Gambar 2 Sintesis globin


Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Biosintesis hemoglobin
Sintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam stadium
retikulosit pada pembentukan sel darah merah.

19
Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah,
retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai
sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.
Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :
 Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin membentuk molekul
priol.
 Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi membentuk
molekul heme.
 Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang di
sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di sebut rantai hemoglobin.
LO.2.3 Peranan zat besi terhadap tubuh
Penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga penting untuk elemen lainnya (contoh
: myoglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase).
Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, kira-kira 65 persen di
jumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persen dalam bentuk myoglobin, 1 persen dalam
bentuk varisasi senyawa heme yang memicu oksidasi intra sel 0,1 persen bergabung dengan
protein transferrin dalam plasma darah, 15 sampai 30 persen di simpan untuk penggunaan
selanjutnya terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim hati, dalam bentuk ferritin.
(Guyton 11th edition, 2006)

Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :


   Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi
simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
 Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan
Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa
usus.

20
 Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan
absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat
meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat.
Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan
besi sebesar 25 – 50 persen.
  Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat
yang tidak dapat diserap.
 Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe
  Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe
  Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.
 ·      Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe. Zat besi diserap di dalam
duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang kompleks. Proses ini meliputi
tahap – tahap utama sebagai berikut :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+ mula –
mula mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin
dan direduksi menjadi Fe2+.
c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan
apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam
plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin.
Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk
hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh
(hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi
Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian
disimpan, besi yang terdapat pada plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.

LO.2.4 Kurva disosiasi oksigen

21
Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel
pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul
oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan
oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.
Dengan reaksi : Hb + O2 ↔ HbO2
Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan
jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin).
Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi
kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang
disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu molekul
Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O 2, dan oksigenase gugus kedua
lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul
O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama

LO.3.2 Etiologi anemia

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara
signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner
dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :

A. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.
B. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah  merah yang
berlebihan.
C. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
D. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit
kronis dan kekurangan zat besi.

LO.3.3 Klasifikasi anemia


A. Anemia hipokromik mikrositer (MCV<80 fl; MCH <27pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik

22
B. Anemia Normokromik normositer
1. Anamia pascapendarahan akut
2. Anemia aplastic – hipoplastik
3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mieloptisik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosis
8. Anemia pada sindrom mielodiplastik
C. Anemia makrositer
1. Megaloblastik
a. Anemia defisiensi folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Nonmegaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodiplastik
Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis
A. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
a. Besi : anemia defisiensi besi
b. Vit. B12 dan asam folat : anemia megaloblastik
2. Gangguan utilisasi besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak : aplastic/hipoplastik
b. Penggantian oleh jaringan fibrotic/tumor : leukoritroblastik/ mieloptisik
B. Kehilangan eritrosit dari tubuh
1. Anemia pasca pendarahan akut
2. Anemia pasca pendarahan kronik
C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolysis)
1. Factor ekstrakapsuler
2. Factor intrakapsuler
a. Gangguan membrane anemia anemia
i. Hereditary spherocytosis
ii. Hereditary elliptocytosis
b. Gangguan ensim
i. Defisiensipyruvatekinase
ii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase)
c. Gangguan hemoglobin
i. Hemoglobinopatistructural
ii. thalassemia
D. Bentuk campuran
E. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas.
(Sumber :Bakta, I. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC)

23
Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia , jenis kelamin , dan tempat
tinggal. Secara klinis criteria anemia di Indonesia umumnya adalah :
1. Hemoglobin < 10 g/dl
2. Hematokrit < 30 %
3. Eritrosit < 2,8juta/mm3
(I Made Bakta , 2006)
Kriteria anemia menurut WHO adalah :
1. Laki-laki dewasa                     : Hb < 13 g/dl
2. Wanita dewasa tidak hamil     : Hb < 12 g/dl
3. Wanita hamil                           : Hb < 11 g/dl
4. Anak umur 6-14 tahun                        : Hb < 12 g/dl
5. Anak umur 6bulan – 6 tahun  : Hb < 11 g/dl
Derajat anemia berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO adalah :
1. Ringan sekali   : Hb 10 g/dl-batas normal
2. Ringan             : Hb 8 g/dl-9,9 g/dl
3. Sedang                        : Hb 6 g/dl-7,9 g/dl
4. Berat               : Hb < 6 g/dl
(Sumber :Bakta, I. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC)
LO.3.4 Patofisiologi anemia
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini
bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin
(Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke
seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya
dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel
bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki.

LO.3.5 Manifestasi klinis anemia


Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
yaitu:
1. Gejala umum anemia

24
Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala
umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar
hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena
anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin.
Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah
sebagai berikut:
a) System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas,
angina pectoris dan gagaljantung
b) System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabel.
c) Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun
d) Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis
dan halus
2. Gejala khas masing-masing anemia

1. Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis


2. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue)
3. Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali
4. Amemia aplastik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala akibat penyakit dasar


Disebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia defisiensi
besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang.
(Sumber: Bakti,made.2006. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)
LO.3.6 Diagnosis anemia
. Untuk menegakkan diagnosis anemia perlu dikerjakan:
1. Anamnesis
Seperti anamnesis pada umumnya, anamnesis pada kasus anemia:
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat gizi
- Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia, dan fisik serta
riwayat pemakaian obat
- Riwayat keluarga
2. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan secara sistemik dan menyeluruh. Perhatian khusus diberikan pada
berikut:
- Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti
jerami
- Purpura: petechie dan ecchymosis
- Kuku: koilonychias (kuku sendok)

25
- Mata: ikterus, konyungtiva pucat, perubahan fundus;
- Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis dan
stomatis angularis;
- Limfadenopati;
- Hepatomegaly;
- Splenomegaly;
- Nyeri tulang atau nyeri sternum;
- Hemarthrosis atau ankilosis sendi;
- Pembengkakan testis;
- Pembengkakan perotis;
- Kelainan system sara

3. Pemeriksaan laboratorium Hematologik


a. Tes penyaring
Dikerjakan pada tahap awal pada tiap kasus anemia. Dalam pemeriksaan ini dapat
dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologinya.
Pemeriksaannya meliputi :
 Kadar Hb
 Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) . Dapat mengetahui Hb, WBC, RBC,
RDW
 Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin
Untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Yang diperiksa
adalah :
 Laju endap darah
 Hitung deferensial
 Hitung leukosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang
d. Jika dalam kasusnya terdiagnosis definitif

e. Periksaan atas indikasi khusus


Dikerjakan jika sudah mendapat diagnosis awal dan untuk mengkonfirmasi kebeneran
dari diagnosis. Pemeriksaannya tergantung dari penyakitnya
 Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin dan feritin
serum
 Anemia megaloblastik : asam folat darah, vit B12
 Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb
4 .Pemeriksaan laboratorium non-hematologik
 Faal ginjal
 Faal endokrin
 Asam urat
 Faal hati

26
 Biakan kuman
5.Pemeriksaan penunjang lain
 Biopsi kelenjar dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
 Radiologi : torak, bone survey, USG, skening, limfangiografi
 Pemeriksaan sitogenik
 Pemeriksaan biologi molekular (PCR dan FISH)
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang
(produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses peningkatan
penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
 Pemeriksaan penyaring : pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit, hapusan darah
tepi
 Pemeriksaan darah seri anemia : hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit, dan laju
endap darah.
 Pemeriksaan sumsum tulang

LO.3.7 Penatalaksanaan anemia


1. Terapi untuk mengatasi kegawat daruratan: kasus anemia pada payah jantung terapi darurat
dengan packed red cell diperlukan specimen untuk pemeriksaan yang dipengaruhi
transfuse harus diambil terlebih dahulu

27
2. Terapi khas untuk masing masing anemia : anemia defisiensi besi diberi preparat besi,
asam folat untuk anemi defisiensi asam folat dll.
3. Terapi untuk mengobati penyakit dasar: contoh anemia karna infeksi cacing tambang harus
diberi obat cacing
4. Terapi ex juvantivus: terapi yg diberikan sebelum diagnosis ditegakkan dalam keadaan
terpaksa atau tidak tersedia fasilitas juka respon baik di teruskan jika tidak di evaluasi
kembali.
(Sumber: Bakti,made.2006. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO.3.8 Komplikasi anemia


Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan
mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran
napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus
ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian,
dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga
mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak
LO.3.9 Prognosis anemia
Biasanya, prognosis tergantung pada penyebab anemia. Namun, tingkat keparahan
anemia, etiologi nya dan kecepatan yang berkembang bisa masing-masing memainkan peran
penting dalam prognosis. Demikian pula, usia pasien dan keberadaan kondisi komorbiditas
lainnya mempengaruhi hasil.

LI.4 Memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi

LO.4.1 Definisi anemia defisiensi besi


Jenis anemia mikrositik hipokrom yang di sebabkan oleh rendahnya atau tidak adanya
simpanan besi dan konsentrasi besi serum, terdapat peningkatan porfirin eritrosit bebas, saturasi
transferrin rendah, transferrin meninggi, feritinin serum rendah dan kondisi hemoglobin rendah.
(Dorland 31th edition, 2007)
LO.4.2 Etiologi anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi dapat di sebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gerakan
absorbs, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
a. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :
i. Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau
NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan
infeksi cacing tambang.
ii. Saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia.

28
iii. Saluran kemih : hematuria.
iv. Saluran napas : hemoptoe.
b. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas
besi (biovailabilitas) besi yg tdk baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C,
dan rendah daging).
c. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
d. Gangguan absorbsi besi : gatrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa defisiensi yang di jumpai di klinik hamper identic dengan
perdarahan menahun. Factor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang
sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki – laki ialah
perdarahan gastrointestinal, di Negara tropic paling sering terekna infeksi cacing
tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena
meno-metrohagia. (Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009).
LO.4.3 Patofisiologi anemia defisiensi besi
a. Kegagalan sintesis hemoglobin

Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4 th ed. London :
Blackwell Scientific Publication. 2001; 1-97.
b. Berkurangnya masa hidup eritrosit, biasanya pada anemia berat
• Kekurangan besi  Hb turun  adanya penurunan formabilitas dan
fleksibilitas membran  mudah didestruksi oleh limpa  sel pensil, ovalosit,
sel target
• Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh O2 dan Co2.
Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobe’s
clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010.
LO.4.4 Patogenesis anemia defisiensi besi

29
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi semakin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini di sebut iron deplete state atau negative iron
balan. Keadaan ini di tandai oleh penurunan kadar feritinin serum, peningkatan absorbsi besi
dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan besi
berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoiesis berkurang hingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini di sebut sebagai : iron defeifient erythropoiesis. Selanjutnya
timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia di saat ini terjadi
kekurangan besi pad epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku,epitel mulut dan faring serta gejala lainnya. (Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V
2009)

LO.4.5 Klasifikasi anemia defisiensi besi


Menurut beratnya defisiensi Dibagi dalam 3 tingkatan
1. deplesi besi (iron depleted state) cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu
2. eritropoesis defisiensi besi (iron deficienr erythropoiesis) cadangan besi kosong
penyediaan besi unutk eritropoesis terganggu tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik
3. anemia defisiensi besi cadangan besi kosong dan disertai anemia defisiensi besi
LO.4.6 Manifestasi klinis anemia defisiensi besi
a. Koilonychias : kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical mejadi
cekung sehingga mirip seperti sendok

b.Athrofi papil lidah : permukaan lidah mejadi licin dan mengkilat di karnakan papil
lidah menghilang

30
c. Satomatitis angularis : Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
bercak berwarna pucat keputihan

d.Disfagia : nyeri menelan di karnakan kerusakan hipofaring


e. Atrofi mukosa gester sehingga menimbulkan akhloridia

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009)
LO.4.7 Diagnosis anemia defisiensi besi
1. Menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin dan hematocrit
2. Memastikan adanya defisiensi besi dengan mengukur konsentrasi serum besi dab
Total iron binding capacity
3. Menentukan penyebab adanya defisiensi besi yang terjadi
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakuka anemanesis dan pemeriksaan
fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.
Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai
kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada sediaan apus darah tepi, atau MCV < 80 fl dan
MCHC < 31% dengan salah satu kriteria dibawah ini :

1. Dua dari tiga parameter dibawah ini :


a. Besi serum < 50 mg/dl
b. TIBC > 350 mg/dl
c. Saturasi Transferin < 15 %
2. Feritin Serum < 20µg/ dl

31
3. Pengecatan sumsum tulang dengan bitu prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi
(butir-butir hemosiderin) negatif
4. Pada pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari ( atau pereparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin > 2g/dl.

Kriteria Diagnosis ADB menurun WHO :

1. Kadar Hb berkurang dari normal sesuai dengan usia


2. Konsentrasi Hb eritrosit rata0rata < 31 % ( N: 32-35 %)
3. Kadar Fe serum < 50 µg/dl ( N: b0-180µg/dl)
4. Saturasi transferin < 15 % ( N: 20-50%)

LO.4.8 Diagnosis banding anemia defisiensi besi


Anemia akibat Trait Anemia
Anemia penyakit Thalasemia sideroblastik
defisiensi besi kronik
Derajat Ringan – berat Ringan Ringan Ringan – berat
anemia
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Besi serum Menurun <30 Menurun <50 Normal/↑ Normal/↑
TIBC Meningkat Menurun Normal/↓ Normal/↓
>360 <300
Saturasi Menurun Menurun/N Meningkat Meningkat
Transferin <15% 10 – 20% >20% >20%
Besi sumsum Negatif Positif Positif kuat Positif dg ring
tulang sideroblast
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal
eritrosit
Feritin serum Menurun <20 Normal 20 – Meningkat Meningkat
μg/l 200 μg/l >50 μg/l >50 μg/l
Elektrofoesis N N Hb. A2 N
Hb meningkat
(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)
LO.4.9 Penatalaksanaan anemia defisiensi besi

32
Setelah diagnosis ditegakan  maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap
anemia difesiensi besi dapat berupa :
1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan,
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :

a.Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman.preparat yang tersedia, yaitu:

i.   Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan
efektif). Dosis: 3 x 200 mg.

ii. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous


succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir
sama.

b. Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu:

1. Intoleransi oral berat


2. Kepatuhan berobat kurang
3. Kolitis ulserativa
4. Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester
akhir).
Preparat yang tersedia : iron dextran complex, iron sorbitol citric acid
complex. Dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena pelan.
Kebutuhan besi (mg) = ( 15-Hb sekarang ) x BB x 3
3. Pengobatan lain
a. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
yang berasal dari protein hewani
b. Vitamin C : diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi
besi
c. Transfusi darah : Jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pada :
- Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung
- Anemia yang amat simptomatik misalnya anemia dengan gejala
pusing yang amat mencolok
- Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, seperti
(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas.
Jakarta,EGC)

33
LO.4.10 Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

a. Pendidikan kesehatan, yaitu:


1) Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban dan perbaikan
lingkunagn kerja, misalnya pemakaian alas kaki
2) Penyuluhan gizi : untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu
absorbsi besi
b. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik
paling sering di daerah tropik
c. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu
hamil dan anak balita
d. Fortilitas bahan makanan dengan besi
(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)
LO.4.11 Komplikasi anemia defisiensi besi
Biasanya anemia defisiensi besi tidak menyebabkan komplikasi. Tetapi apabila idak
diobati ADB dapat menjadi lebih parah dan mengalami problem kesehatan, termasuk :
 Masalah jantung : ADB dapat menyebabkan detak jantung cepat atau
irregular karena kurangnya o2 ketika anemia dapat menyebabkan pembesaran
jantung atau gagal jantung
 Masalah ketika masa kehamilan : pada ibu hamil yang mengalami ADB
banyak dikaitkan dengan kelahiran premature dan berat badan yang kurang
pada bayi. Hal ini bias dicegah apabila ibu hamil tersebut menerima suplemen
besi pada masa prenatal.
 Masalah pertumbuhan : meningkatkan angka susceptibilitas kepada infeksi
http://www.mayoclinic.com/health/iron-deficiency-
anemia/DS00323/DSECTION=complications
LO.4.12. Prognosis anemia defisiensi besi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon
baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal
lagi setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu.
Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respon terhadap teraphy tidak baik, maka perlu di pikirkan :
 Pasien tidak patuh hingga obat yang di berikan tidak di minum
 Dosis besi kurang
 Masih ada perdarahan cukup banyak
 Ada penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat
yang sama ada defisiensi asam folat
 Diagnosis defisinsi besi salah
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

34
DAFTAR PUSTAKA
B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu.
Bakta, I. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.

Bunn dan Forget, Saunders (2002). Hemoglobin Synthesis. Diakses melalui:


http://sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html, 25-10-2013, 01.15 am

Dorland, W.A. Newman. (2007). KAMUS SAKU KEDOKTERAN DORLAN, Ed. 31. Jakarta :
EGC

Guyton,F. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 11. Jakarta: EGC.

Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4 th ed. London : Blackwell
Scientific Publication. 2001; 1-97.

Psychologymania.com (2013). Fungsi Hemoglobin. Diakses melalui:


http://www.psychologymania.com/, 26-10-2013, 05.33 am

Universitas Sumatera Utara (2011). Kurva Disosiasi Hemoglobin-Oksigen. Diakses melalui:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24578/4/Chapter%20II.pdf, 26-10-2013, 07.15
am

35
.

Wintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998, hantaran oksigen ke jaringan


periferWintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998

Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobe’s
clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010

36

Anda mungkin juga menyukai