Anda di halaman 1dari 21

TUGAS

ADMINISTRASI KESEHATAN DAN PROMOSI KESEHATAN

“ASMA BROKIAL PADA ANAK”

DOSEN PEMBIMBING : NOVI WULANSARI, SKM. M.Kes

DISUSUN OLEH

AKBAR CIPTA ILLAHI (1811401062)

4/B FISIOTERAPI

PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI

2019 /2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Pengasih. Berkat rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asma Bronkial Pada

Anak”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh nilai mata

kuliah Administrasi Kesehatan Dan Promosi Kesehatan di Universitas Fort De Kock

Bukittinggi.

Dalam penulisan makalah ini, penulis dibimbing dan diberi motivasi oleh berbagai

pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : (1) Ibuk Novi Wulansari

SKM. M.Kes selaku Pembimbing dan Dosen di Universitas Fort De Kock Bukittinggi, (2)

Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi dan dukungan, (3) serta teman-teman

yang memberi motivasi dan dukungan dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis meminta kritik dan saran

kepada pembaca untuk penulis perbaiki dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini

bermanfaat bagi pembaca.

Sijunjung, 16 April 2020

Akbar Cipta Illahi


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1

1.2 Tujuan...........................................................................................................................2

1.3 Rumusan Masalah.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Asma Bronkial Secara

Umum...................................................................3

2. 2 Klasifikasi Asma

Bronkial...........................................................................................4

2. 3 Patofisiologi Asma

Bronkial........................................................................................6

2. 4 Siklus Problem

Solving...............................................................................................7

2. 5 Fishbone Asma

Bronkial...........................................................................................11

2. 6 Prioritas

Masalah.......................................................................................................11

2. 7

POA...........................................................................................................................15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................16
3.2 Saran...........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan

mengiepisodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.1 Ciri-ciri klinis

yang dominan pada asma adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang

sering disertai batuk.

Asma dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan. Mengingat

patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi

kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai

rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi, dan rasa

berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel

baik dengan atau tanpa pengobatan.

Menurut WHO3 (World Health Organization) tahun 2011, 235 juta orang di seluruh

dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-negara berkembang

yang sebenarnya dapat dicegah pada tahun 2011, mengatakan bahwa prevalensi asma

menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa, sedangkan menurut jenis

kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7% perempuan.


Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mendapatkan

hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5%, dengan

prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur

(7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), Sulawesi Selatan (6,7%), untuk Jawa Tengah memiliki

prevalensi asma sebesar 4,3 %.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana pemecahan masalah yang ada pada kasus asma bronkial

pada anak serta bagaimana cara seorang tenaga kesehatan untuk menyelesaikan

permasalahan dan mencari prioritas masalah yang ada.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana Pengertian Asma Bronkial Secara Umum

Bagaimana Klasifikasi Asma Bronkial

Bagaimana Patofisiologi Asma Bronkial

Bagaimana Siklus Problem Solving

Bagaimana Fishbone Asma Bronkial

Bagaimana Prioritas Masalah

Bagaimana POA
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asma Bronkial Secara Umum

Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh

periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski :

1996). Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan

bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asthma adalah penyakit jalan

nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif

terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).

Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan

bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas

yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari

pengobatan (The American Thoracic Society).

Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering dikeluhkan di rumah sakit anak

dan mengakibatkan kehilangan 5-7 hari sekolah secara nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-

15% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan dapat menderita asma pada suatu waktu

selama masa kanak-kanak.


Telah terjadi peningkatan kematian akibat asma termasuk pada anak di beberapa negara

pada dua dekade terakhir. Jumlah penderita asma terus meningkat seiring dengan

bertambahnya komunitas yang mengikuti gaya hidup barat dan urbanisasi. Hal tersebut juga

berhubungan dengan peningkatan terjadinya alergi lain seperti dermatitis dan rinitis.7,8

Dalam penelitian yang menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and

Allergy in Children), periode usia yang sering mengalami kematian diwakili oleh kelompok

usia 13-14 tahun.

2.2 Klasifikasi Asma Bronkial

Pembagian asma pada anak, yaitu :

1. Asma episode yang  jarang

Biasanya terdapat pada anak umur 3 – 8 tahun. Serangan umumnya dicetuskan

oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 3 – 4 kali dalam

1 tahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari, jarang merupakan serangan yang

berat. Gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat

berlangsung kurang dari 3-4 hari, sedang batuk-batuknya dapat berlangsung 10 –

14 hari. Manifestasi alergi lainya misalnya, eksim jarang terdapat pada golongan

ini. Tumbuh kembang anak biasanya baik, diluar serang tidak ditemukan

kelainan. Waktu remisi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Golongan ini

merupakan 70 – 75 % dari populasi asma anak.

2. Asma episode yang sering

Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada

permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur

5 – 6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua

menghubungkan dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan


stress. Banyak yang tidak jelas pencetusya. Frekuensi serangan 3 – 4 kali dalam 1

tahun, tiap serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan

paling tinggi pada umur 8 – 13 tahun. Pada golongan lanjut  kadang-kadang sukar

dibedakan dengan golongan asma kronik ataui persisten. Umumnya gejala paling

jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang akan mengganggu

tidurnya. Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung frekwensi serangan. Jika

waktu serangan lebih dari 1 – 2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik.

Hay Fever dapat ditemukan pada golongan asma kronik atau persisten. Gangguan

pertumbuhan jarang terjadi . Golongan ini merupakan 2-0 % dari populasi asma

pada anak.

3. Asma kronik atau persisten

Pada 25 % anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan; 75

% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih adari 50 % anak terdpat mengi yang lama

pada dua tahun pertama, dan 50 % sisanya serangannya episodik. Pada umur 5 –

6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten dan

hampir selalu terdapat mengi setiap hari; malam hari terganggu oleh batuk dan

mengi. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi. Dari waktui ke waktu

terjadiserangan yang berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit.

Terdapat juga gologan yang jarang mengalami serangan berat, hanya sesak

sedikit dan mengisepanjang waaktu. Biasanya setelah mendapatkan penangan

anak dan orang tua baru menyadari mengenai asma pada anak dan masalahnya.

Obstruksi jalan nafas mencapai puncakya pada umur 8 – 14 tahun, baru kemudian

terjadi perubahan, biasanya perbaikan. Pada umur dewasa muda 50 % golongan

ini  tetap menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas

mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik jarang yang normal;
dapat terjadi perubahan bentuk thoraks seperti dada burung (Pigeon Chest),

Barrel Chest dan terdapat sulkus Harison. Pada golongan ini dapat terjadi

gangguan pertumbuhan yakni, bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisik

kurangsekali, sering tidak dapat melakukan olah raga dan kegiatan lainya. Juga

sering tidak masuk sekolah hingga prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil ada

mengalami gangguan psiko sosial.

2.3 Patofisiologi Asma Bronkial

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-

benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara:

seseorang alergi àmembentuk sejumlah antibodi IgE abnormal à reaksi alergi. Pada asma,

antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang

berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup

alergen maka antibodi IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang

telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam

zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor

ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi mukus

yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga

menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi

karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar

bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah


akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama

ekspirasi.pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat

tetapi hanya sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas

residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma

akibat kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel

chest.

2.4 Siklus Problem Solving

1. Kasus atau permasalahan

Pasien anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 12 kg, datang dengan keluhan sesak

nafas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai batuk dan muntah 5 kali berupa

makanan yang dimakan sebanyak ¼ gelas belimbing. Batuk tidak disertai dahak,

darah, dan tidak terdengar suara whoop di ujung batuk. Sesak nafas terjadi sampai

bibir berwarna kebiruan, disertai suara mengi, dan tidak dipengaruhi oleh perubahan

posisi. Batuk dan sesak dirasakan terutama bila udara dingin atau bila pasien

kelelahan karena terlalu aktif atau banyak beraktivitas. Sesak dan batuk dirasakan

semakin memberat pada malam hari terutama saat udara dingin, serta berkurang

setelah diberikan obat sirup batuk pilek.

Sebelumnya pasien juga sering mengalami sesak nafas terutama pada malam hari

pada usia 1 tahun. Pasien sempat dirawat di rumah sakit, dikatakan menderita radang

paru, kemudian sembuh. Sekitar 3 bulan setelah keluar dari rumah sakit, keluhan

batuk dan sesak kembali timbul, namun pasien hanya dibawa berobat ke bidan dan

mendapat obat sirup batuk pilek, kemudian pasien kembali sembuh. Pada 5 bulan

lalu, keluhan batuk dan sesak nafas kembali timbul, pasien hanya diberi obat sirup
batuk pilek dan sembuh. Saat ini keluhan sesak nafas dan batuk kembali timbul,

namun karena sesak nafas disertai bibir kebiruan, akhirnya pasien dibawa ke rumah

sakit. Terdapat riwayat alergi dingin pada pasien. Riwayat asma, alergi debu dan

dingin pada keluarga ada, yaitu pada ibu dan nenek pasien. Riwayat merokok pada

keluarga tidak ada.

2. Uraian Masalah

Pasien juga sering mengalami sesak nafas terutama pada malam hari pada usia 1

tahun. Pasien sempat dirawat di rumah sakit, dikatakan menderita radang paru,

kemudian sembuh. Sekitar 3 bulan setelah keluar dari rumah sakit, keluhan batuk

dan sesak kembali timbul, namun pasien hanya dibawa berobat ke bidan dan

mendapat obat sirup batuk pilek, kemudian pasien kembali sembuh. Pada 5 bulan

lalu, keluhan batuk dan sesak nafas kembali timbul, pasien hanya diberi obat sirup

batuk pilek dan sembuh. Saat ini keluhan sesak nafas dan batuk kembali timbul,

namun karena sesak nafas disertai bibir kebiruan, akhirnya pasien dibawa ke rumah

sakit. Terdapat riwayat alergi dingin pada pasien. Riwayat asma, alergi debu dan

dingin pada keluarga ada, yaitu pada ibu dan nenek pasien. Riwayat merokok pada

keluarga tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik, dari tandatanda vital didapatkan keadaan umum tampak

sesak nafas, nadi 120x/menit, pernafasan 42x/menit, suhu 36,5oC, pada status

generalis tampak bibir sianosis. Pada pemeriksaan thoraks tampak retraksi subcostal,

pergerakan dinding dada cepat dan simetris, perkusi hipersonor, dan auskultasi

terdengar vesikuler menurun serta wheezing meningkat pada akhir ekspirasi pada

kedua lapang paru.

3. Analisis akar masalah


Pada kasus ini, pasien mengalami serangan mengi pertama kali timbul pada usia 1

tahun. Sebelum serangan saat ini, pasien memiliki alergi terhadap udara dingin.

Pasien sering batuk terutama bila udara dingin. Serangan asma saat ini timbul 3 kali

dalam 1 tahun terakhir, menyebabkan pasien mengeluarkan suara mengi dan sesak

napas atau dada terasa berat. Serangan terjadi selama 2 hari, membaik setelah

diberikan obat saat di rumah sakit dan serangan tidak berulang. Pada malam hari

pasien sering batuk dan pasien memiliki riwayat sembuh lama apabila mengalami

batuk.

Berdasarkan anamnesis di atas, terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan

terjadinya asma pada pasien ini. Dari gender, pasien laki-laki memiliki risiko asma

lebih tinggi dibandingan perempuan. Dilihat dari faktor usia pertama kali serangan,

pasien mendapatkan serangan pertama pada usia 1 tahun dan serangan saat ini pada

usia 3 tahun. Pada waktu serangan, sesak dan batuk dirasakan memberat pada malam

hari terutama saat udara dingin. Berdasarkan riwayat atopi, pasien memiliki riwayat

alergi terhadap suhu dingin. Pada riwayat keluarga didapatkan adanya riwayat asma

dan atopi pada ibu dan nenek pasien dari pihak ibu.

4. Impelentasi solusi

Klasifkasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan tatalaksana. PNAA

(Pedoman Nasional Asma Anak) membagi asma menjadi 3, yaitu asma episodik

jarang, asma episodik sering, dan asma persisten. Dasar pembagian ini karena pada

asma anak kejadian episodik lebih sering dibanding persisten (kronisitas). Dasar

pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi serangan, lamanya

serangan, aktivitas di luar serangan, dan beberapa pemeriksaan penunjang. Dalam

menentukan penilaian derajat serangan asma diperlukan juga pemeriksaan fungsi

paru. Pemeriksaan fungsi paru mulai dari pengukuran sederhana, yaitu peak
expiratory flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi (APE), pulse oxymetry,

spirometri sampai pengukuran yang kompleks, yaitu muscle strength testing, volume

paru absolut serta kapasitas difusi. Pemeriksaan analisis gas darah merupakan baku

emas untuk menilai parameter pertukaran gas. Pada uji jalan napas, hal yang penting

adalah melakukan manuver ekspirasi paksa secara maksimal. Tetapi, pemeriksaan

ini hanya dapat dilakukan pada anak usia di atas 6 tahun. Pemeriksaan rontgen

thoraks menjadi pertimbangan untuk menentukan adanya kelainan lain atau penyakit

pada paru. Namun, pada pasien ini tidak dilakukan rontgen thoraks karena keluhan

pasien hanya berlangsung singkat dan tidak ada keluhan yang mengarah ke kelainan

atau penyakit paru lain. Uji provokasi bronkus juga dilakukan untuk melihat adanya

reaksi hipersensitivitas bronkus terhadap adanya alergen yang menjadi pencetus

terjadinya serangan asma.

5. Hasil

Tatalaksana awal pada pasien ini adalah pemberian β2-agonis kerja cepat dengan

penambahan larutan NaCl 0,9% secara nebulisasi yang diberikan sebanyak 1 kali.

Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis, yaitu untuk

menentukan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu

dapat dilakukan dengan cepat dan jelas. Pasien juga diberikan injeksi antibiotik

ampicillin 400mg/8jam sebagai profilaksis terhadap timbulnya infeksi yang dapat

memperberat keluhan dan ranitidin injeksi 6,25mg/12 jam sebagai anti emetik

terhadap pasien. Setelah dilakukan nebulisasi dan pemberian obat, keluhan sesak

pada pasien semakin berkurang dan keadaan pasien berangsur baik, sehingga satu

hari setelah dirawat pasien dapat dipulangkan.

Menurut alur tatalaksana serangan asma pada anak, pada tatalaksana awal

seharusnya dilakukan nebulisasi β2-agonis 1- 2x selang 20 menit dan nebulisasi ke


dua ditambah dengan antikolinergik. Pada pasien ini setelah dilakukan nebulisasi

pertama, keluhan sesak mulai berkurang, kemudian dilakukan observasi selama 20

menit, dan keluhan mengi berangsur hilang. Sehingga pemberian nebulisasi ke dua

tidak diberikan. Pemberian antibiotik dan antiemetik pada pasien ini kurang tepat.

Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi baik dari gejala maupun tanda

klinis. Keluhan muntah pada pasien terjadi karena adanya batuk. Pada anak dengan

gejala batuk, dalam paru-paru akan memproduksi lendir berlebih. Lendir kemudian

akan masuk ke dalam saluran cerna dan dikeluarkan melalui muntah. Karena

penjelasan di atas, maka penggunaan antiemetik pada kasus kurang tepat. Untuk

keluhan batuk sebaiknya diberikan terapi mukolitik untuk pengeluaran lendir, yaitu

ambroxol dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.

2.5 Fishbone Asma Bronkial

Material Metode

Tidak ditemukannya media 1. menjadwalkan penyuluhab rutin


untuk informasi di suatu tempat mengenai asma
mengenai asma bronkial
2. menambahkan tempat praktek
fisioterapis dilingkungan sekitar tempat
tinggal
Kurangnya kesadaran orang tua
terhadap kesehatan anak dan
kurangnya kesadaran sosialisasi
upaya pencegahan terhadap
penyakit asma

Daerah pada kasus tersebut


Kurangnya pengetahuan Kurangnya tenaga
merupakan daerah yang dengan
masyarakat terhadap asma kesehatan dibidang ahli
tingkat polusi yang tinggi dan
bronkial fisioterapi
daerahnya juga sangat sering
dingin.

Enviroment Market Man


2.6 Prioritas Masalah

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai

penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya

sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama

dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

Pengobatan non farmakologik :

 Memberikan penyuluhan

 Menghindari faktor pencetus

 Pemberian cairan

 Fisiotherapy

 Beri O2 bila perlu.

Pengobatan farmakologik :

 Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas terbagi dalam 2 golongan :

 Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat : Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan

dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga

yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin  Diskhaler dan Bricasma

Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin)


yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat

halus) untuk selanjutnya dihirup.

 Santin (teofilin) Nama obat : Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin

Retard), Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara

kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling

memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai

pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh

darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau  sirupnya sebaiknya

diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit

lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam

bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.

Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum

teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

 Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.

Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin

biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru

terlihat setelah pemakaian satu bulan.

 Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan

dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika

secara oral.

Pemeriksaan fisik

1. Kepala
Inspeksi       : Rambut lengket, kulit kotor

Palpasi         :Tidak ada haematoma

2. Muka

Inspeksi       : Wajah pucat, lemas, menyeringai menahan rasa sakit

3. Mata

Inspeksi       : Penglihatan baik, reflek pupil spontan

4. Hidun

Inspeksi       : Keluar lendir, terpasang selang oksigen 3 liter

5. Mulut

Inspeksi       : Pengecapan baik, membran mukosa kering

6. Telinga

Inspeksi       : Tidak ada serumen, pendengaran baik

7. Leher

Inspeksi       : Tidak ada kelainan bentuk

Palpasi         : Tidak ada pembesaran kelenjar typoid/kelenjar getah bening

8. Thorak/Dada

Inspeksi       : Bentuk simetris tidak ada oedema

Palpasi         : Tidak ada benjolan

Auskultasi   : Bunyi nafas mengi

9. Abdomen

Inspeksi       : Perut buncit

Palpasi         : Tidak ada nyeri tekan

Auskultasi   : Bising usus 14 kali/menit

Perkusi        : Perut tidak kembung

10. Kulit
Inspeksi       : Kulit seluruh tubuh kasar

Palpasi         : Turgor kulit baik

Inspeksi       : Tangan kanan terpasang infus RL 16-20 tetes/menit

Prioritas masalah

 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret akibat penurunan

mobilitas dan kemampuan batuk menurun

 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Anoreksia

 Gangguan pola aktivitas b.d kelemahan fisik

2.7 POA

No Masalah Penyebab Tujuan sasaran Waktu Dan Keberhasilan

Masalah Kegiatan
1. Belum adanya tidak adanya Terjadwalnya Puskesmas Terlaksananya

penyuluhan dan jadwal penyuluhan rutin Sijunjung penyuluhan yang

sosialisasi penyuluhan yang diadakan oleh diadakan oleh

mengenai mengenai asma tenaga kesehatan tenaga kesehatan.

pencegahan asma bronkial pada

bronkial pada anak anak


2. Belum adanya Kurangnya tenaga Merekomendasikan Puskesmas Diterimanya

sosialisasi terhadap kesehatan kepada tenaga Sijunjung rekomendasi yang

upaya pencegahan dibidang kesehatan untuk diajukan dan

kekambuhan fisioterapis menambah tenaga ditambahnya 1

penyakit asma ahli fisioterapis orang tenaga ahli

bronkial. fisioterapi
3. Belum adanya Tidak Tersampainya Masyarakat Tersedianya

sosialisasi upaya ditemukannya informasi kepada Sijunjung media informasi

pencegahan media informasi tenaga kesehatan (muaro) yang dibutuhkan


kekambuhan mengenai mengenai oleh masyarakat.

penyakit asma pentingnya

bronkial pencegahan

kekambuhan asma

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pasien anak laki-laki berusia 3 tahun didiagnosis asma bronkial derajat ringan episodik

jarang. Tatalaksana medikamentosa pada pasien ini kurang tepat. Menurut alur tatalaksana

serangan asma pada anak, pada tatalaksana awal seharusnya dilakukan nebulisasi β2-agonis

1-2x selang 20 menit dan nebulisasi ke dua ditambah dengan antikolinergik. Tatalaksana

nebulisasi pemberian β2-agonis kerja cepat dengan penambahan larutan NaCl 0,9% sudah

tepat. Namun untuk pemberian ampicillin 400 mg/8 jam dan ranitidin injeksi 6,25 mg/12

jam tidak tepat. Pada kasus ini sebaiknya diberikan ambroxol dengan dosis 1,5

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Sedangkan untuk tatalaksana non medikamentosa

berupa edukasi terhadap pencegahan faktor pencetus berupa alergi terhadap udara dingin

dan membatasi aktivitas berlebihan sudah tepat.

3.2 Saran

 Berdasarkan kesimpulan di atas penulis mencoba memberi saran bahwa kesehatan itu

sangat penting, dan hidup sehat itu berawal dari diri kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: IDAI; 2004.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar respirologi. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI; 2010.

Jurnal Asma Bronkial pada Anak Erin Imaniar Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai