Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Ataksia

Ataksia adalah gangguan gerakan tubuh yang disebabkan masalah pada otak. Saat
terserang ataksia, seseorang sulit menggerakkan tubuh seperti yang diinginkan atau anggota
tubuh dapat bergerak di saat tidak diinginkan. Dengan kata lain, ataksia berarti juga gangguan
saraf atau neurologis yang berpengaruh pada koordinasi, keseimbangan, dan cara bicara.

Banyak kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan bagian otak yang mengatur
koordinasi otot. Kondisi tersebut bisa berupa kecanduan alkohol, penyakit, faktor genetik, atau
konsumsi obat tertentu.

Sejauh ini, ditemukan sekitar 100 jenis ataksia yang berbeda. Jenis-jenis tersebut
dikelompokkan berdasarkan penyebab dan bagian tubuh yang terganggu. Penanganan ataksia
bergantung dari penyebabnya dan bertujuan agar penderita dapat melakukan kegiatannya secara
mandiri. Bentuk penanganan yang bisa dilakukan, antara lain pemberian obat, fisioterapi, dan
terapi bicara.
2.2 Gejala Ataksia

Gejala ataksia dapat berkembang perlahan atau menyerang secara tiba-tiba. Gejala umum
ditunjukkan dengan gangguan saraf, yang meliputi:

Koordinasi gerak yang buruk.

Langkah kaki yang tidak stabil atau seperti mau jatuh.

Kesulitan mengendalikan motorik halus, seperti makan, menulis, atau mengancingkan


baju.

Perubahan cara bicara.

Sulit menelan.

Nystagmus atau pergerakan bola mata yang tidak disengaja. Pergerakan mata ini dapat
terjadi pada satu atau kedua mata yang bergerak ke samping (horizontal), atas-bawah
(vertikal), atau memutar.

Gangguan dalam berpikir atau emosi.

Gejala lain yang juga harus Anda kenali adalah:

Tangan gemetar

Kehilangan sensasi dan kekuatan pada tungkai

Masalah kandung kemih dan usus

Kehilangan memori
Kecemasan dan depresi

Perkembangan penyakit bervariasi pada tiap orang, tapi setelah bertahun-tahun sejak
gejala pertama, pasien mungkin perlu menggunakan kursi roda. Kebanyakan pasien meninggal
pada usia dini jika memiliki penyakit jantung kronis (penyebab kematian penyakit ini yang
paling umum).

Pada penderita atkasia Friedreich stadium lanjut, kaki dan telapak kaki akan terasa lemah
sehingga menyebabkan sulit untuk berjalan. Pelemahan pada kaki akan berlanjut menjadi
kelumpuhan dan penderita harus menggunakan kursi roda atau hanya berbaring di tempat tidur.
Pelemahan anggota gerak juga akan terjadi pada tangan, meskipun pelemahan pada tangan
seringkali muncul setelah terjadinya kelumpuhan pada kaki.

Ataksia dapat terjadi pada beberapa area dalam sistem saraf pusat. Berdasarkan lokasi
kerusakan, maka ataksia terbagi menjadi:

1. Ataksia serebelum (otak kecil). Kondisi ini terjadi saat kerusakan terjadi pada serebelum
atau otak kecil yang berperan dalam keseimbangan atau koordinasi. Ataksia serebelum
ditunjukkan dengan gejala berupa perubahan kepribadian atau tingkah laku, otot menjadi
lemah atau mengalami tremor, sulit berjalan, bicara cadel, atau berjalan dengan langkah
yang lebar.

2. Ataksia sensorik. Kerusakan bisa terjadi pada saraf tulang belakang atau sistem saraf
perifer. Saraf perifer merupakan bagian sistem saraf selain otak dan saraf tulang
belakang. Gejala ataksia sensorik, antara lain mati rasa di tungkai, sulit menyentuh
hidung dengan mata tertutup, tidak bisa merasakan getaran, sulit berjalan dalam cahaya
redup, atau langkah yang berat saat berjalan.

3. Ataksia vestibular. Kerusakan jenis ini terjadi pada sistem vestibular di telinga bagian
dalam. Fungsi sistem vestibular adalah untuk mengatur gerakan kepala, keseimbangan
tubuh, serta mempertahankan postur tubuh dalam sebuah ruang (spasial). Gejala
gangguan sistem vestibular, antara lain gangguan penglihatan atau pandangan kabur,
mual dan muntah, masalah saat berdiri atau duduk, sulit berjalan lurus, serta vertigo atau
pusing.
2.3 Penyebab Ataksia

Beberapa kondisi dapat menyebabkan terjadinya ataksia. Dari penyebabnya, ataksia dapat
digolongkan menjadi ataksia yang didapat (acquired ataxia), ataksia genetik, dan ataksia idiopati.

 Ataksia yang didapat(aquiret ataxia)

Jenis ataksia ini terjadi saat terdapat gangguan pada saraf tulang belakang karena cedera atau
penyakit. Beberapa penyebabnya, antara lain:

a. Infeksi bakteri pada otak, misalnya meningitis atau

b. Infeksi virus yang menyebar hingga ke otak, misalnya cacar air atau campak.

c. Kurangnya hormon tiroid dalam darah.

d. Kondisi yang menggangu asupan darah ke otak, misalnya stroke atau perdarahan.

e. Cedera kepala berat pasca jatuh atau kecelakaan.

f. Tumor otak.

g. Cerebral palsy, atau gangguan karena kerusakan otak saat pertumbuhan anak sebelum
atau setelah kelahiran, yang memengaruhi kemampuan tubuh dalam koordinasi gerakan.

h. Penyakit autoimun, seperti multiple sclerosis, sarkoidosis, atau penyakit celiac.

i. Sindrom paraneoplastik, yaitu gangguan dari sistem kekebalan tubuh akibat kanker.

j. Hidrosefalus.

k. Kekurangan vitamin B1, B12, atau E.

l. Reaksi racun atau efek samping obat-obatan, seperti obat penenang atau obat kemoterapi.

m. Kecanduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA.

 Ataksia genetik
Ataksia genetik merupakan ataksia yang diturunkan dari orang tua. di mana terdapat
kesalahan pada gen tertentu yang membuat fungsi sel saraf di otak atau tulang belakang menjadi
terhambat, sehingga menyebabkan kerusakan sel saraf. Beberapa jenis ataksia genetik, antara
lain:

 Ataksia karena gen dominan (gangguan dominan autosomal). Pada gangguan ini, ataksia
dapat diturunkan meski gen abnormal yang diturunkan hanya dari salah satu orang tua.
Salah satu yang termasuk golongan ini adalah ataksia spinoserebelar, yang biasanya
menyerang orang dewasa di usia 25-80 tahun. Jenis lainnya adalah ataksia episodik, yang
dapat dipicu akibat terkejut atau gerakan tiba-tiba, serta stres. Gejala awal ataksia
episodik dapat muncul saat remaja.

 Ataksia karena gen resesif (gangguan resesif autosomal). Pada gangguan ini, kedua
orang tua perlu menurunkan gen pada anak untuk menimbulkan ataksia. Beberapa jenis
ataksia jenis ini adalah:

1. Ataksia telangiektasia, yaitu penyakit progresif yang jarang terjadi pada anak-anak,
dan menyebabkan penurunan fungsi otak serta sistem kekebalan tubuh.

2. Ataksia serebelar bawaan, yaitu kondisi yang disebabkan oleh kerusakan pada otak
kecil saat lahir.

3. Penyakit Wilson, yang ditandai dengan penumpukan zat tembaga di dalam otak, hati,
atau organ lainnya.

4. Ataksia Friedreich, yang biasanya diderita sebelum usia 25 tahun.

Ataksia Friedreich disebabkan oleh mutasi genetik yang biasa disebut X25 (juga disebut
frataxin), sebuah protein yang diperlukan dalam sistem saraf, jantung, dan pankreas. Protein akan
mengalami penurunan pada orang yang menderita ataksia Friedreich. Selain mewarisi masalah
genetik atau cedera, penyebab lain dari ataksia Friedreich, meliputi:

 Infeksi bakteri termasuk meningitis atau ensefalitis


 Infeksi virus seperti cacar atau campak yang menyebar ke otak

 Stroke, perdarahan di otak, transient ischemic attack (TIA)

 Cerebral palsy

 Multiple sclerosis (MS)

 Penyalahgunaan alkohol

 Kelenjar tiroid yang kurang aktif

 Kanker

 Paparan racun atau pestisida

 Beberapa obat, termasuk benzodiazepin untuk kecemasan atau gangguan tidur

 Kondisi autoimun, termasuk lupus

 Epilepsi

5. Ataksia Idiopatik

Ataksia ini penyebabnya tidak diketahui. Dengan kata lain, jenis ataksia ini tidak
dilatarbelakangi oleh mutasi gen, cedera, atau penyakit. Yang termasuk ataksia idiopatik adalah
multiple system atrophy. Ataksia ini dapat terjadi karena kombinasi dari faktor lingkungan atau
genetik.

2.4 Diagnosis Ataksia

Diagnosis ataksia dapat ditetapkan dokter setelah menanyakan gejala dan melakukan
pemeriksaan fiisk, termasuk pemeriksaan saraf. Pemeriksaan tersebut termasuk melihat kondisi
ingatan dan konsentrasi, penglihatan, pendengaran, keseimbangan, koordinasi, serta refleks
pasien. Guna mengetahui penyebab ataksia, dokter dapat menyarankan pemeriksaan penunjang,
seperti:
Pemindaian otak. Untuk mengidentifikasi kondisi abnormal pada otak yang menyebabkan
ataksia. Pemindaian dapat dilakukan melalui foto Rontgen, CT scan atau MRI.

Pungsi lumbal. Dokter akan memeriksa cairan serebrospinal untuk melihat adanya
kondisi abnormal, seperti infeksi, yang menyebabkan gejala yang sama dengan ataksia.

Tes genetik. Untuk memastikan apakah ataksia disebabkan oleh mutasi gen. Dokter akan
mengambil sampel darah untuk diteliti.

2.5 Pengobatan Ataksia

Penanganan ataksia dilakukan beradasarkan penyebabnya. Sebagai contoh, ataksia akibat


defisiensi vitamin dapat diatasi dengan pemberian suplemen vitamin. Sementara itu, ataksia
episodik dapat diatasi dengan obat acetazolamide dan menghindari faktor pemicu, seperti stres.
Untuk ataksia yang diperoleh karena infeksi, dapat diatasi dengan pemberian obat antibiotik atau
antivirus.

Untuk meringankan ganggguan yang dialami penderita ataksia, dokter dapat


merekomendasikan:

 Obat-obatan. Contohnya adalah baclofen dan tizanidine untuk kejang dan kram otot, obat
sildenafil untuk disfungsi ereksi, suntik botulinum toxin untuk menghilangkan kram otot,
obat pereda nyeri untuk nyeri saraf (ibuprofen, paracetamol), serta obat antidepresan
untuk gangguan depresi.

 Penanganan mandiri untuk mengatasi gangguan kandung kemih. Misalnya, membatasi


asupan cairan, mengatur jadwal untuk berkemih secara teratur, serta menghindari
minuman yang dapat meningkatkan produksi urine, seperti kafein atau alkohol.

 Pemakaian kacamata dengan prisma, untuk penderita ataksia yang mengalami


penglihatan ganda.

 Untuk kasus ataksia yang disebabkan oleh multiple sclerosis atau cerebral palsy, belum
dapat disembuhkan. Guna memudahkan penderita dalam melakukan kegiatan rutin,
dokter dapat menganjurkan penggunaan alat bantu, seperti tongkat untuk berjalan, alat
bantu komunikasi untuk berbicara, dan perlengkapan makan yang dimodifikasi.

 Di samping mengatasi kondisi yang menyebabkan ataksia, dokter juga dapat melakukan
terapi untuk membantu penderita agar bisa melakukan kegiatan sehari-hari secara
mandiri. Contohnya adalah:

1. Terapi fisik, untuk membantu koordinasi dan meningkatkan keleluasan penderita dalam
melakukan gerakan.

2. Terapi bicara, untuk meningkatkan kemampuan bicara dan menelan.

3. Terapi okupasi, untuk membantu penderita dalam melaksanakan kegiatan rutin, misalnya
makan sendiri.
4. Selain terapi, konsultasi dengan konselor atau bergabung dalam support group juga dapat
membantu penderita untuk menemukan motivasi dan pemahaman yang lebih baik dari
kondisi ataksia yang dialami.

2.6 Siapa yang lebih berisiko terjangkit ataksia?

Seseorang yang memiliki garis keturunan ataksia berisiko besar mewarisi gen mutasi
yang memicu terjadinya ataksia. Meski begitu, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat
menyebabkan seseorang mengalami ataksia, antara lain:

a. Trauma kepala. Trauma kepala akibat terjatuh, pukulan benda keras atau pun kecelakaan
dapat menyebabkan terjadinya ataksia serebelum akut atau serebelitis akut.

b. Stroke. Stroke terjadi akibat pasokan darah ke otak terganggu, bila tidak segera ditangani
dengan tepat maka dapat menyebabkan matinya sel-sel otak.

c. Cerebral palsy. Kelumpuhan otak, dimana fungsi motorik dan koordinasi gerak tubuh
mengalami masalah permanen. Kondisi ini dapat terjadi sebelum atau sesudah bayi
dilahirkan.

d. Penyakit autoimun. Multiple sclerosis, fibromyalgia, penyakit celiac dan beberapa


penyakit autoimun lainnya dapat menyebabkan ataksia.

e. Infeksi. Ataksia dapat terjadi akibat komplikasi dari cacar air dan infeksi virus lainnya.

f. Sindrom paraneoplastik. Kelainan degeneratif yang dipicu oleh respon imun terhadap
kanker. Paling sering terjadi pada kanker paru-paru, ovarium, limfoma dan kanker
payudara.

g. Tumor. Tumor otak, baik jinak maupun ganas dapat merusak cerebellum atau otak kecil.

h. Efek toksik. Ataksia dapat timbul akibat efek samping dari penggunaan obat-obatan
tertentu khususnya obat penenang dan pengobatan kemoterapi. Selain itu, keracunan
alkohol, logam berat seperti timah dan merkuri serta pelarut thinner dapat memicu
terjadinya ataksia.
i. Defisiensi vitamin E dan B-12. Kurangnya asupan vitamin E dan B-12 di dalam tubuh
memicu terjadinya ataksia. akibatTidak mendapatkan cukup nutrisi ini, karena
ketidakmampuan menyerap cukup, penyalahgunaan alkohol atau alasan lainnya, bisa
menyebabkan ataksia.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat, taufiq beserta hidayah-Nya kepada penyusun,sehingga
penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan pada waktu yang telah
ditentukan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, yang telah membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan
ilmu teknologi dan ilmu pengetahuan.

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah PATOLOGI UMUM, dengan judul
“Penyakit Ataksia”. Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca
tentang topik di didalamnya.

Penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembina serta semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan tugas akhir ini. Dan penyusun berharap semoga semua
yang telah berjasa dalam penyusunan tugas akhir ini mendapat balasan yang sebaik-baik nya dari
Allah SWT.

Akhirnya penyusun menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna, untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran sehhingga tugas akhir ini bisa mencapai kesempurnaan.

Bukittinggi, Juni 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ataksia adalah sebuah kondisi neurologis yang menyebabkan seseorang mengalami


masalah yang terkait dengan koordinasi fisik, seperti berjalan, berbicara, penglihatan dan
menelan. Ataksia sering disebabkan oleh kerusakan pada bagian otak yang disebut
cerebellum atau kerusakan di tempat lain yang terkait dengan sistem saraf tubuh.

Gejala yang terjadi pada penderita ataksia tergantung pada tipe ataksia itu sendiri,
kelainan gen  umumnya menyebabkan ataksia dimulai sejak anak-anak hingga dewasa.
Ataksia Friedreich juga merupakan penyakit degeneratif yang progresif dan bisa
menyebabkan kematian pada penderitanya. Lebih dari 95% penderita penyakit ini harus
menggunakan kursi roda pada usia 45 tahun. Kematian yang diakibatkan oleh ataksia
Friedreich berkisar di usia 35-50 tahun.

1.2 Rumusan masalah

1.Apa defenisi Ataksia?

2.Apa saja gejala dari penyakit Ataksia?


3. Apa penyebab dari penyakit Ataksia?
4. Bagaimana diagnosis dari penyakit Ataksia?
5. Bagaimana pengobatan dari penyakit Ataksia?
6. Siapa yang paling beresiko terjangkit penyakit Ataksia?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuak mengetauhi defenisi Ataksia
2. Untuk mengetahui gejala dari penyakit Ataksia
3. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit Ataksia
4. Untuk mengetahui diagnosis dari penyakit Ataksia
5. Untuk mengetahui pengobatan dari penyakit Ataksia
6. Untuk mengetahui siapa yang paling beresiko terkena penyakit Ataksia
DAFTAR PUSTAKA

Angliadi LS, Sengkey L., ogi TI., Gessal J. 2006. Bells Palsy. Dikutip dalam:
Bahan Kuliah Ilu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik. Manado:
Bagian Ilu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK UNSRAT.
https://www.alodokter.com/ataksia

Djamil, M. 2005. Kelainan Degeneratif Saraf Tepi Neuropati Saraf Tepi. Padang:
SMF Bedah Saraf RSUP
Duus, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi: Anatoi, Fisiologi, Tanda, Gejala.
Edisi. 2. Jakarta: EGC
Weiner HL, Levitt LP. 2001. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi.Ed 5.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Simpulan
Ataksia adalah gangguan gerakan tubuh yang disebabkan masalah pada otak. Saat
terserang ataksia, seseorang sulit menggerakkan tubuh seperti yang diinginkan atau anggota
tubuh dapat bergerak di saat tidak diinginkan. Dengan kata lain, ataksia berarti juga gangguan
saraf atau neurologis yang berpengaruh pada koordinasi, keseimbangan, dan cara bicara.

Gejala yang terjadi pada penderita ataksia tergantung pada tipe ataksia itu sendiri,
kelainan gen  umumnya menyebabkan ataksia dimulai sejak anak-anak hingga dewasa. Ataksia
Friedreich juga merupakan penyakit degeneratif yang progresif dan bisa menyebabkan kematian
pada penderitanya. Lebih dari 95% penderita penyakit ini harus menggunakan kursi roda pada
usia 45 tahun. Kematian yang diakibatkan oleh ataksia Friedreich berkisar di usia 35-50 tahun.
MAKALAH PATOLOGI UMUM

TENTANG

PENYAKIT ATAKSIA

DOSEN PEMBIMBING:

ANNISA ADENIKHEIR, S.Fis,M. Kes

OLEH:

ASMAUL HUSNA (1811401045)

DIII FISIOTERAPI 2 B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FORT DE KOCK

BUKITTINGGI

2019/2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................
1.3 TUJUAN PENELITIAN....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFENISI ATAKSIA......................................................................................
2.2 GEJALA ATAKSIA..........................................................................................
2.3 PENYEBAB ATAKSIA...................................................................................
2.4 DIAGNOSIS ATAKSIA..................................................................................
2.5 PENGOBATAN ATAKSIA............................................................................
2.6 SIAPA YANG TERJANGKIT ATAKSIA......................................................

BAB III KESIMPULAN


1.1 KESIMPULAN.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai