BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang
paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan ini juga menduduki peringkat kedua
sebagai ikan konsumsi yang paling banyak dibudidayakan setelah ikan mas (Cyprinus
carpio). Ikan nila (O. niloticus) memiliki varietas-varietas yang unggul seperti nila
merah, nila gift, nila get, nila nirwana, dan lainnya. Keunggulan dari nila adalah dapat
dibudidayakan di berbagai habitat, baik air tawar, payau, maupun laut (Kordi, 2010).
Klasifikasi dari ikan nila (O. niloticus) menurut Saanin (1995) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Percomorphii
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochormis
sedangkan warna tubuh umumnya berwarna putih kehitaman dan merah sehingga
dikatakan sebagai nila nila hitam dan nila merah (Kordi, 2010). Tubuh dari nila hitam
Nila memiliki garis vertikal 9-11 buah yang berwarna hijau kebiruan. Pada
sirip bagian ekor terdapat 6-12 garis melintang yang pada ujungnya berwarna
tampak menonjol agak besar dengan bagian tepi yang berwarna hijau kebiru-biruan.
Letak muluk terminal, dengan posisi sirip perut terhadap sirip dada, garis rusuk
terputus menjadi dua bagian memanjang di atas sirip dada. Jari-jari sirip terdiri dari
17 jari-jari keras dan 13 jari-jari yang lunak pada sirip punggung, 1 jari-jari keras dan
5 jari-jari lunak pada sirip perut, 15 jari-jari lunak pada sirip dada, 3 jari-jari keras
dan 10 jari-jari lunak pada sirip dubur (anus) dan pada sirip ekor terdapat 8 jari-jari
Banyak masyarakat yang keliru untuk membedakan antara ikan nila dengan
ikan mujair (O. mossambicus). Perbedaan keduanya dapat dilihat dari perbandingan
antara panjang total dan tinggi badan. Untuk ikan nila perbandingannya 3:1,
sedangkan ikan mujair 2:1. Selain itu, terdapat adanya pola garis-garis vertikal yang
terlihat sangat jelas pada sirip ekor dan sirip punggung ikan nila. Jumlah garis
vertikal yang ada pada sirip ekor berjumlah enam buah dan sirip punggung delapan
2.1.3 Habitat
Ikan nila tersebar di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis. Ikan
nila tidak dapat hidup pada wilayah yang beriklim dingin (Ayuningtyas, 2012). Ikan
nila mampu hidup pada lingkungan air tawar, air payau, dan air asin di laut. Ikan nila
air tawar dapat dipindahkan ke air asin tetapi harus diadaptasikan secara bertahap,
yaitu dengan menaikkan kadar garam air sedikit demi sedikit. Kadar garam air yang
disukai berkisar antara 0-35 per mil (Rijal, 2014). Ikan nila baik dipelihara pada
2.2 Imunostimulan
dapat meningkatkan respon imunitas ikan (Anderson, 1992 dalam Alifuddin, 2002).
disintesis yang dapat meningkatkan respon imun non spesifik. Selain itu
imunostimulan juga diartikan suatu materi biologis dan zat yang dapat meningkatkan
sistem pertahanan non spesifik serta dapat merangsang organ pembentuk antibodi
dalam tubuh untuk bekerja secara maksimal (Fenichel Chirigos, 1984 dalam
Donando, 2002).
sumbernya yaitu bakteri, derivat alga, derivat hewan, faktor nutrisi imunostimulan,
dan hormon/ sitokinin (Sakai, 1999 dalam Ayuningtyas, 2012). Berbeda dengan
dengan peningkatan aktivitas dan reaktivitas sel pertahanan seluler ataupun humoral
injeksi, bersama pakan (oral), dan perendaman. Menurut Siwicki et al. (1995) dalam
Menurut Brisknell & Dalmo (2005) imunostimulan secara alami muncul pada
sistem imun dengan cara meningkatkan resistensi inang terhadap penyakit yang
memiliki pola yang sama dengan penggunaan antibiotik. Imunostimulan yang biasa
dipakai adalah LPS (lipopolisakarida), β glukan yang diperoleh dari S. cerevisiae, dan
Alifuddin, 2002).
Imunitas dipengaruhi oleh sistem imun tubuh yang merupakan gabungan sel,
molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi (Baratawidjaja,
2006 dalam Napitupulu ,2011). Sifat resistensi ini dapat diketahui dengan cara
melihat kelangsungan hidup maupun respon imun yang dihasilkan berupa reaksi yang
(Napitupulu, 2011).
perlawanan terhadap infeksi penyakit terutama oleh sistem fagositik disebut dengan
imunostimulan. Apabila sistem imun terpapar pada suatu zat yang dianggap asing,
maka terdapat dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun non
Respon imun non spesifik berupa pertahanan secara fisik dan kimiawi. Salah
satu upaya tubuh untuk dapat mempertahankan diri terhadap masuknya antigen
diantara substansi-substansi asing itu (Kresno, 2001). Dalam hal ini leukosit yang
Supaya dapat terjadi proses fagositosis, maka sel-sel fagosit tersebut harus terletak
pada jarak yang dekat dengan partikel bakteri. Respon imun non spesifik kimiawi
meliputi komponen-komponen yang terdapat dalam serum darah dan berfungsi untuk
Respon imun non spesifik memiliki fungsi untuk segala jenis patogen yang
menyerang dan bersifat permanen (selalu ada) serta tidak perlu ada perangsangan
terlebih dahulu. Respon imun non spesifik berbeda antara ikan yang satu dengan ikan
yang lainnya. Disebut non spesifik karena respon ini tidak ditujukan terhadap
mikroba tertentu, namun telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya
tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh
pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan dari berbagai mikroba dan dapat
Respon imun non spesifik terdiri dari tiga aspek yaitu pertahanan
Sedangkan menurut Anderson (1974) dalam Ayuningtyas (2012), respon imun non
spesifik meliputi pertahanan mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik, dan insang)
dan pertahanan seluler (sel makrofag, leukosit seperti monosit, neutrofil, eusinofil,
dan basofil).
Respon imun spesifik dapat dihasilkan secara bawaan (innate immunity) yang
Respon kekebalan merupakan suatu fungsi koordinasi diantara organ-organ tubuh dan
bagian selulernya (Donando, 2002). Fungsi dari organ-organ ini untuk menunjukkan
mikroorganisme (Anderson, 1974 dalam Donando, 2002). Inti dari proses respon
imun spesifik ini adalah limfosit karena sel-sel ini dapat mengenal setiap jenis
antigen, baik antigen yang terdapat intraseluler maupun ekstraseluler misalnya dalam
Terdapat dua jenis respon imun spesifik, yaitu respon imun seluler dan respon
imun humoral. Respon imun selular dikendalikan oleh sel limfosit T, sedangkan
respon imun humoral dikendalikan oleh sel limfosit B. Respon imun terhadap suatu
antigen tergantung oleh dosis dan cara pemasukannya ke dalam tubuh (Mulia, 2012).
Pada umumnya, cara pemasukan antigen ke dalam tubuh dapat langsung melalui
kulit, organ pernafasan, saluran pencernaan atau disuntikkan, dan masing-masing cara
tersebut dapat menimbulkan respon imun yang berbeda intensitasnya (Subowo, 1993
gandum dan jelai, mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena mengandung
maupun bulat telur tergantung strain yang mempengaruhinya (Ahmad, 2005). Sistem
Kingdom : Eukaryota
Phylum : Fungi
Subphylum : Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
S. cerevisiae tergolong cendawan berupa khamir (yeast) pembuat kue dan roti
bagian yang bermanfaat tersebut adalah dinding selnya yang mengandung (1,3 dan
1,6) glukan. Bahan inilah yang dipakai sebagai imunostimulan setelah berhasil
dipisahkan pada bagian dinding sel S. cerevisiae (Life Source Basic, 2002 dalam
Ahmad, 2005).
pertahanan non spesifik pada berbagai organisme tingkat tinggi seperti vertebrata dan
avertebrata (Raa et al.,1992 dalam Donando, 2002). β-glukan adalah senyawa yang
menyusun dinding sel dari khamir. β-glukan juga dapat diisolasi dari berbagai jenis
ragi, alga, dan juga dari lumut (Danielson et al., 2010 dalam Napitupulu, 2011).
Produk glukan yang paling umum digunakan adalah Saccaharomyces cerevisiae (ragi
roti) dan preparasi fungi Schizophyllum commune dan Selerotium glukanicum (Sakai,
potensi mengaktifkan sistem imun dalam tubuh melalui sel makrofag imun (Salimi,
2005). Seperti pada semua sel darah, makrofag ada di dalam sum-sum tulang. Saat sel
mulai matang dan memasuki pada aliran darah maka akan berubah menjadi monosit.
Makrofag yang terdapat pada seluruh jaringan, organ, darah, dan urat yang
partikel asing di dalam sel imun. Agar berfungsi secara imunologi, makrofag harus
perubahan metabolik yang memproduksi sitokin sebagai regulator internal dari sistem
pernah dilakukan juga oleh Napitupulu (2011) terhadap udang galah melalui pakan,
dan dihasilkan dosis pemberian β-glukan yang terbaik sebesar 0,15 % dapat
Selain itu penelitian lain oleh Hastuti (2012) mengenai suplementasi β-glukan dari
ragi roti juga berpengaruh terhadap aktivitas fagositosis dan jumlah total protein
Pada proses mekanisme kerja β-glukan ini dengan cara mengikat molekul
reseptor yang terdapat di permukaan sel-sel fagosit. Ketika reseptor diikat oleh β-
glukan, sel fagosit akan menjadi lebih aktif dalam melakukan aktivitas fagositosis
terhadap benda asing (bakteri) yang masuk. Pada saat bersamaan,sel fagosit akan
pembentukan sel-sel haemocyte yang baru (Rodriguez & Lee Moullac, 2000 dalam
Napitupulu, 2011).
Hasil penelitian yang menggunakan produk samping dari industri ragi roti
juga dapat meningkatkan respon imun non spesifik dan pertumbuhan beberapa
spesies ikan (Olivia-Teles & Goncalves, 2001 dalam Manurung et al., 2013). Selain
itu ragi roti dapat meningkatkan pencernaan pakan dan protein sehinggga
menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih baik (Wache et al., 2006
kelangsungan hidup. Makanan pada ikan biasa disebut dengan istilah pakan. Pakan
reproduksi pada ikan (Kusnadi & Bani, 2007). Pakan yang tergolong baik merupakan
pakan yang mengandung protein, energi, mineral, dan vitamin yang sangat
dibutuhkan oleh ikan. Pemberian pakan pada ikan harus berkualitas dan efisien
supaya kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan ikan dapat terpenuhi (Mudjiman, 2001
dalam Hayanti, 2011). Pakan yang baik ini harus didasarkan pada bahan baku yang
digunakan untuk membuat pakan, jenis ikan, umur ikan, dan ukuran tubuh ikan. Hal
ini yang nantinya akan menentukan kebutuhan ikan terhadap kandungan protein.
Pakan pada ikan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan (Kusnadi & Bani,
2007). Pakan alami adalah pakan yang berupa plankton atau zooplankton yang hidup
melayang pada perairan kolam. Ketersediaan dari pakan alami ini berbeda-beda
tergantung dari tingkat kesuburan yang ada pada perairan kolam. Sedangkan pakan
buatan adalah pakan yang dengan sengaja dibuat dari berbagai campuran bahan-
bahan alami atau diolah menjadi bentuk sedemikian rupa sehingga ikan menjadi
tertarik untuk memakannya (Hayanti, 2011). Pakan buatan yang biasanya sering
diberikan pada ikan adalah sejenis pellet yang mengandung komposisi protein lebih
dari 30%. Pakan buatan ini diberikan berkisar 2%-5% dari berat total ikan yang
3. dapat menghindari adanya pakan yang tidak termakan oleh ikan karena
dipelihara.
dimiliki, sifat fisik, warna, dan aroma pada pakan. Kandungan nutrisi pada pakan
dapat diketahui dengan melihat tabel yang tercantum pada tiap kemasan pakan,
kandungan nutrisi protein ini harus selalu diperhatikan. Sifat fisik pakan yang baik
ditunjukan dengan tampilan permukaan yang halus dan licin, berwarna keputih-
putihan (tidak berjamur), aroma pakan tidak tengik, serta bagian pakan yang hancur
Air memiliki peranan yang sangat penting sebagai media dalam pertumbuhan
ikan. Sebagai kunci keberhasilan dalam budidaya ikan, maka perlu memperhatikan
kualitas dan kuantitas air yang memenuhi syarat. Oleh sebab itu, kualitas dan
kuantitas air merupakan salah satu hal yang dijadikan sebagai ukuran untuk dapat
menilai layak tidaknya suatu perairan atau sumber air untuk digunakan dalam
budidaya ikan dengan menggunakan wadah tertentu (Kordi, 2004). Parameter yang
2.6.1 Suhu
Setiap ikan membutuhkan suhu yang optimal untuk dapat hidup dengan baik.
khususnya terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Laju pertumbuhan ikan dapat
meningkat sejalan dengan kenaikan suhu dan dapat menekan kehidupan ikan bahkan
dapat menyebabkan kematian pada ikan jika suhu mengalami kenaikan secara drastis.
Faktor yang dapat menjaga kestabilan suhu dalam air adalah kedalaman air
(Jangkarau, 1995 dalam Nurcahyo, 2008). Kisaran suhu yang optimum bagi
kehidupan ikan adalah sekitar 25-52 0 C (Kordi, 2004). Ikan nila dapat tumbuh secara
normal pada kisaran suhu 14-38 0C dan dapat menjelajah secara alami pada suhu 22-
370C (Rijal, 2014). Apabila suhu rendah maka ikan akan kehilangan nafsu makan,
dalam air terlalu tinggi maka ikan akan stress bahkan sampai mati karena kekurangan
oksigen.
Oksigen yang terlarut dalam air diperlukan oleh ikan untuk pernafasan dan
pertumbuhan dan reproduksi. Oksigen ini juga merupakan salah satu faktor pembatas,
oleh sebab itu jika kebutuhan di dalam air tidak tercukupi segala aktivitas ikan akan
terhambat (Kordi, 2004). Oksigen terlarut yang dianggap paling ideal untuk
pertumbuhan dan perkembangan ikan adalah sebesar 5-6 mg/l (Nurcahyo, 2008).
2.6.3. pH
ikan, perairan yang tergolong baik adalah perairan yang sedikit mengalami
goncangan pH (Soesono, 1979 dalam Nurcahyo, 2008). Pada kondsi pH yang rendah
oksigen menurun, sehingga aktivitas pernapasan ikan naik dan selera makan menjadi
berkurang. Oleh karena itu, dalam usaha budidaya ikan akan dapat berjalan dengan
baik apabila pH dalam air 6,5-9,0 dan selera makan ikan tertinggi pada kisaran pH