Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi.
Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerahKabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan UU. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menjelaskan bahwa:
pengawasan atas keuangan daerah dilakukan oleh dewan, adanya pemeriksaan terhadap
pengelolaan keuangan daerah oleh eksternal yaitu BPK. Berdasarkan penjelasan di atas, jelas
bahwa salah satu aspek penting dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah adalah
masalah keuangan dan anggaran daerah (APBD).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang melatarbelakangi kinerja buruk pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan
daerah?
2.Bagaimanakah peran dan fungsi pengelolaan keuangan daerah?
3.Bagaimanakah prinsip manajemen keuangan daerah?
4.Bagaimanakah prinsip penting dalam mengelola keuangan daerah ?

C. Tujuan
1.Mengetahui apa yang melatarbelakangi kinerja buruk pemerintah daerah dalam pengelolaan
keuangan daerah
2.Mengetahui peran dan fungsi pengelolaan keuangan daerah
3.Mengetahui prinsip manajemen keuangan daerah
4.Mengetahui prinsip penting dalam mengelola keuangan daerah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Keuangan Daerah


Menurut Jaya (1999 :11) keuangan daerah adalah seluruh tatanan, perangkat
kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan belanja
daerah.
Menurut Mamesah ( 1995 :16 ) keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang
lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan daerah yang berlaku.
Mardiasmo ( 2000 : 3 ) mengatakan bahwa dalam pemberdayaan pemerintah daerah ini, maka
perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran
daerah adalah :
1. pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented);
2. kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumya dan anggaran daerah
pada khususnya;
3. desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam
pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH, Sekda dan perangkat daerah lainnya;
4.kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan keuangan
daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas;
5.kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH dan PNS Daerah, baik ratio maupun dasar
pertimbangannya;
6.ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan anggaran multi-
tahunan;
7.prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih professional;
8.prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik
dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi
anggaran kepada publik;
9.aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi, dan
peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah;
10.pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran
yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan
informasi.

Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri
berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989 : 279-280) adalah sebagai berikut.
1.Tanggung jawab (accountability). Pemerintah daerah harus mempertanggung jawabkan
keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan sah, lembaga atau orang itu
adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum.
2.Mampu memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus ditata dan dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka
pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan.
3.Kejujuran. Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus
diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan dapat dipercaya.
4.Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency). Merupakan tata cara mengurus
keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan
dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-
rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
5.Pengendalian. Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus
melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.

B. Apa yang dimaksud dengan Keuangan Daerah


Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. yang
dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. karena pemerintah daerah merupakan
bagian dari pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari
keuangan negara.
Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut menimbulkan aktivitas
yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya suatu sistem pengelolaan keuangan
daerah untuk mengelolanya. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud, merupakan
subsistem dari sistem pengelolaan keungan negara dan merupakan elemen pokok dalam
penyelenggaraan pemerintahaan daerah. Untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan
daerah tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan
dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.

 Dasar Hukum keuangan daerah


Undang-undang Dasar 1945 pasal 18 menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dalam undang-undang. Lebih lanjut pada pasal 18 A dijelaskan bahwa hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatn sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
Berkaitan dengan pelaksanaan dari pasal 18 dan 18 A tersebut di atas setidaknya terdapat
beberapa peraturan perundang-undangan yang menjelaskan lebih lanjut. adapun Peraturan
tersebut antara lain :
UU No 17 tahun 2003 tentang Keaungan Negara
UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
UU No 15 tahun 2003 tentang Pemeriksaan atas tanggung jawab pengelolaan Keuangan Negara
UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-undang tersebut diatas menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah. Peraturan
perundang-undangan diatas terbit atas dasar pemikiran adanya keinginan untuk mengelola
keuangan negara dan daerah secara efektif dan efisien. Ide dasar tersebut kemudian
mengilhami suatu pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar
utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.
Banyaknya Undang-undang yang menjadi acuan dalam pengelolaan anggaran mengakibatkan
perlunya akomodasi yang baik dalam tingkat pelaksanaan (atau peraturan dibawahnya yang
berwujud peraturan pemerintah). Peraturan pelaksanaan yang berwujud Peraturan Pemerintah
tersebut harus komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari berbagai undang-undang
tersebut diatas. Hal ini bertujuan agar memudahkan dalam pelaksanaanya dan tidak
menimbulkan multi tafsir dalam penerapanya. Peraturan tersebut memuat barbagai kebijakan
terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan
daerah.
Beberapa permasalahan yang dipandang perlu diatur secara khusus diatur dalam Peraturan
menteri Dalam Negeri terpisah. Beberapa contoh Permendagri yang mengatur masalah
pengelolaan keuangan daerah secara khusus antara lain :
 Permendagri No 7 tahun 2006 tentang standarisasi sarana dan prasarana kerja
pemerintahan daerah jo permendagri No 11 tahun 2007
 Permendagri No 16 tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tantag Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala daerah
tentang Penjabaran Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah
 Permendagri No 17 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis pengelolaan Barang Milik
Daerah
 Permendagri N0 61 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah
 Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Bahasan ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah, kewajiban daerah,
penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan daerah dan kekayaan pihak lain yang
dikuasai daerah. secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa ruang lingkup keuangan daerah
meliputi hal-hal dibawah ini:
hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman ;
kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan daerah dan membayar
tagihan pihak ketiga;
penerimaan daerah, adalah keseluruhan uang yang masuk ke kas daerah. pengertian ini harus
dibedakan dengan pengertian pendapatan daerah karena tidak semua penerimaan merupakan
pendapatan daerah. Yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah
yang diakui sebagai penambah nilai kekayan bersih;
pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Seringkali istilah pengeluaran
daerah tertukar dengan belanja daerah. yang dimaksud dengan belanja daerah adalah
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uanga, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan daerah;
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum. UU keuangan Negara menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan kekayaan pihak lain adalah meliputi kekayaan yang dikelola oleh
orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan
kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.

B. Apa yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah


Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam bentuk
peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan.
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2001:82-82) mengungkap bahwa pendapatan
daerah adalah arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas pemerintah satu
periode yang mengakibatkan kenaikan ekuitas dan bukan berasal dari pinjaman yang harus
dikembalikan.
Sedangkan menurit Abdul Halim (2002:66) pendapatan adalah penambahan dalam manfaat
ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset/aktiva,
atau pengurangan utang/kewajiban yang mengakibatkan penambahan dana yang berasal dari
kontribusi dana.
Menurut UU RI No. 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 15 pengertian
pendapatan daerah yaitu: “ pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai
penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.”
 Sumber Pendapatan Daerah
Maka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU RI No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 157, sumber-sumber pendapatan daerah dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah.
 Hasil pajak daerah
 Hasil retribusi daerah
 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
 Lai-lain PAD yang sah
2. Dana Perimbangan, yaitu:
 Bagi hasil pajak atau bagi hasil bukan pajak
 Dana alokasi umum
 Dana alokasi khusus
 Bagi hasil pajak dan Bantuan keuangan dari propinsi
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
1. Pendapatan Asli Daerah
Menurut UU RI No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan Daerah penjelasan pasal 1 ayat 28, menyatakan tentang pengertian Pendapatan Asli
Daerah yaitu: “pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan menurut Indra Bastian
(2001:83) mengemukakan bahwa : “ pendapatan Asli Daerah adalah semua pendapatan yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah”.
Kelompok PAD diklarifikasikan 4 jenis:
 Pajak Daerah ( contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air.
 Retribusi Daerah ( seperti: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan, Retribusi kelebihan Muatan, Retribusi
Perizinan Pelayanan dan pengendalian.)
 Bagian Laba Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang
dipisahkan ( seperti : Bagian laba Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bagian Laba Perusahaan
Daerah, dan Bagi hasil investasi pada pihak ketiga.
 Lain-lain PAD ( yaitu semua yang bukan berasal dari pajak, retribusi dan laba usaha
daerah, antara lain: hasil penjualan barang milik daerah, penerimaan jasa giro, penerimaan
ganti rugi atas kekayaan daerah, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, penerimaan
bunga deposit.\
2. Dana Perimbangan
“ dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.” (UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah pasal 1 ayat 19).
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2001:84) mengemukakan bahwa kelompok dana
perimbangan adalah:
 Bagi hasil pajak seperti: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB).
 Bagi Hasil Bukan Pajak seperti : Sumber Dana daya Hutan, Pemberian atas Hak Tanah
Negara, Penerimaan iuran eksplorasi.
 Dana Alokasi Khusus adalah perimbangan dalam rangka untuk membiayai kebutuhan
tertentu.
 Dana perimbangan dari propinsi adalah dana perimbangan dalam pemerintah
kabupaten/kota yang berasal dari pemerintah propinsi.
3. Lain-lain Pendapatan yang sah
Menurut UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah pada bagian penjelasan pasal 3 ayat 4 menyatakan bahwa : Lain-lain
pendapatan yang sah antara lain: hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan
peraturan perundang

C. Apa yang dimaksud dengan Pengeluaran Daerah (belanja daerah)


Menurut Sri Lesminingsih ( Abdul Halim, 2001:199) bahwa “ pengeluaran daerah adalah
semua pengeluaran kas daerah selama periode tahun anggaran bersngkutan yang mengurangi
kekayaan pemerintah daerah”.
Menurut Halim (2002:73) mengemukakan bahwa Belanja daerah merupakan bentuk penurunan
dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi
aset, atau terjadinya utang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang
berkaitan dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana.
Dan menurut Pemendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Pemendagri No.13 Tahun
2006 tentang Pedoman pengelolaan Keuangan Daerah diungkap pengertian pelanja daerah
yiaitu “ belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan
nilai kekayaan bersih”.
Dari pengertian diatas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belanja daerah adalah semua
pengeluaran pemerintah pada periode anggaran daerah yang berupa aktiva keluar, timbulnya
utang yang bukan disebabkan oleh pembagian kepada pemilik ekuitas dana (rakyat).
Menurut Pemendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Pemendagri No.13 Tahun
2006 tentang Pedoman pengelolaan Keuangan Daerah, Belanja Daerah dibagi menjadi 2
kelompok yaitu :
1. Belanja Langsung
Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secaralangsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Langsung terdiri dari: (belanja pegawai, belanja
barang dan jasa,belanja modal).
2. Belanja Tidak Langsung
Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Tidak Langsung diklasifikasikan menjadi: (belanja
pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan
belanja tak terduga).
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kinerja buruk pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah


Buruknya pengelolaan keuangan daerah disebabkan kinerja buruk pemerintah daerah
dalam pengelolaan anggaran. Hemat penulis, terdapat tiga faktor yang melatar belakangi
kinerja buruk pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu:

1) Minimnya pemahaman pemerintah daerah (SDM) tentang pengelolaan keuangan daerah


Sumber daya manusia merupakan hal yang terpenting dalam sebuah organisasi. Baik-
buruknya organisasi sangat ditentukan baik-buruknya kinerja manusia yang ada didalamnya.
Membangun organisasi dibutuhkan SDM yang berkualitas, profesional, dan bervisi jangka
panjang termasuk dalam pengelolaan kebijakan anggaran. Banyak pemerintah daerah tidak
memiliki SDM pendukung implementasi kebijakan APBD sehingga anggaran tidak dapat
direalisasaikan dengan baik. Banyak faktor yang menyebabkan pemerintah daerah tidak
memiliki SDM yang baik, diantaranya pola rekruitmen SDM yang tidak berdasarkan analisis
kemampuan. Pemerintah daerah dalam rekreuitmen SDM masih mengedepankan sikap
kolusifitas sehingga tidak jarang dijumpai unit-unit pemerintah ditempati SDM yang tidak
memiliki kemampuan dalam pengelolaan anggaran berbasiskan kegiatan dan kebutuhan
strategis untuk pembangunan daerah.

2) Sistem penganggaran yang rigid (rumit)


Sistem penganggaran pemerintahan daerah dinilai sangat rigid sehingga implementasi
(realisasi) anggaran tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang sudah diatur dalam kebijakan
APBD. Pengguna anggaran harus melalui proses dan waktu panjang untuk mendapatkan
anggaran karena harus menyiapkan syarat-syarat legalitas yang harus dipenuhi untuk realisasi
anggaran. Apabila pengguna anggaran tidak melalui sistem termasuk memenuhi syarat
legalitas, maka akan berdampak pada sanksi yang harus diterima. Karena itu, pengguna
anggaran (apalagi SDM yang tidak berkualitas) seringkali tidak ingin pusing dengan aturan
sehingga anggaran tidak dapat direalisasikan. Masyarakat (apalagi yang tidak paham tentang
mekanisme anggaran) semakin kesulitan untuk mendapatkan anggaran. Masyarakat
mendapatkan anggaran harus melalui proses sesuai aturan hukum yang barlaku. Kebutuhan
masyarakat yang insidental tidak dapat dibiayai melalui APBD karena tidak melalui sistem.
Rigidsitas anggaran menyebabkan pemerintah dan masyarakat kesulitan untuk akses anggaran.

3) Pengaruh politik dalam pengelolaan anggaran.


Mengingat kebijakan anggaran bagian dari politik, maka implementasi (realisasi)
anggaran sarat dengan kepentingan politik. Kepentingan politik menentukan realisasi anggaran.
Banyak program-program besar
pemerintah daerah tidak dapat direalisasikan karena dihambat kepentingan politik
stakeholder. Kepala daerah dan DPRD adalah dua stakeholder yang berkepentingan lansung
dengan kebijakan anggaran. Acapkali kepala daerah dan DPRD tidak harmonis dalam
pengelolaan anggaran. Mereka mengedepankan kepentingan masing-masing. Kepala daerah
menbawa visi yang berbeda dengan DPRD. Kebijakan anggaran dikelola berdasarkan
kepentingan, bukan kinerja dan kebutuhan penting untuk pembangunan daerah. Perbedaan
kepentingan dan visi memperburuk pengelolaan keuangan daerah sehingga kebijakan anggaran
diimplementasikan tanpa arah yang jelas.

B. Peran dan fungsi pengelolaan keuangan daerah


Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah mempunyai tugas melakukan koordinasi, mediasi
dan fasilitasi dalam merumuskan kebijaksanaan, bimbingan dan pembinaan dalam rangka
menyelenggarakan program kegiatan dibidang pengelolaan keuangan daerah. Untuk
menyelenggarakan tugas, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah mempunyai fungsi :
(a). penyusunan perencanaan pengelolaan keuangan daerah,
(b). perumusan kebijakan operasional program pengelolaan keuangan daerah,
(c). perumusan rencana, pelaksanaan program, pemberian bimbingan dan pembinaan
akuntansi pengelolaan keuangan,
(d). perumusan rencana dan pelaksanaan program pengelolaan kas daerah,
(e). penyusunan rencana APBD dan pembinaan pelaksanaan pengelola APBD,
(f). perumusan rencana dan pelaksanaan pembinaan administrasi pengelolaan keuangan
daerah,
(g). pengkoordinasian penyusunan dan pelaksanaan program dibidang pengelolaan keuangan
daerah,
(h). pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program dibidang pengelolaan keuangan
daerah,
(i). penyelenggaraan kegiatan ketatausahaan,
(j). pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati.

C. Prinsip manajemen keuangan daerah


Otonomi daerah memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah untuk
bertanggungjawab dalam penggunaan dana, baik dana dari Pemerintah pusat maupun dana
yang berasal dari Pemerintah daerah sendiri. Cara mengelola keuangan dengan berhasil guna
dan berdaya guna merupakan syarat penting untuk peningkatan pelayanan publik di daerah.
Dalam pelaksanaannya harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan keuangan
daerah (anggaran) yang baik. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa terdapat lima prinsip
manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah
meliputi :
1) .Akuntabilitas, mensyaratkan bahwa dalam mengambil suatu keputusan hendaknya
berperilaku sesuai dengan mandate yang diterimanya. Kebijakan yang dihasilkan harus dapat
diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal dengan baik.
2) .Value for money, prinsip ini diopersionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan
anggaran daerah dengan ekonomis, efektif, dan efisien.
3). Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity), dalam pengelolaan keuangan daerah
harus dipercayakan kepada pegawai yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi,
sehingga potensi munculnya praktek korupsi dapat diminimalkan.
4). Transparansi, merupakan keterbukaanpemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan
keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) maupun masyarakat.
5) Pengendalian, dalam pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan monitoring terhadap
penerimaan maupun pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga
bila terjadi selisih (varians) dapat dengan segera dicari penyebab timbulnya selisih.

D. Prinsip penting dalam mengelolah keuangan daerah


Menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.13 Tahun 2006 Pasal 4, terdapat prinsip penting dalam mengelola keuangan daerah
meliputi:
1) Taat pada peraturan perundang-undangan, dengan maksud bahwa pengelolaan keuangan
daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
2) Efektif, merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu
dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
3) Efisien, merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau
penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
4) Ekonomis, merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
tingkat harga terendah.
5) Transparan, merupakan prinsip keterbukaan ynag memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.
6) Bertanggung jawab, marupakan wujud dari kewajiban seseorang untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
7) Keadilan, adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya
dan/keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang objektif.
8) Kepatutan, adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.
9) Manfaat, maksudnya keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan
masayarakat.
BAB IV
KESIMPULAN

 Keuangan Daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
 Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan Undang-undang

yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai