GC BSK PDF - Nadira - Piscesia PDF
GC BSK PDF - Nadira - Piscesia PDF
Oleh :
Nadira Haura Sausano Gunawan 1940312032
Piscesia Monika 1940312050
Pembimbing :
dr. Peri Eriad Yunir, Sp.U
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
grandcase ini yang berjudul Batu Saluran Kemih.
Grandcase ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Batu Saluran Kemih, selain itu juga
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian
Ilmu Bedah di RSUP dr. M. Djamil, Padang Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan referat ini, terutama kepada preseptor dr. Peri Eriad Yunir,
SpU yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, saran dan
perbaikan kepada penulis.
Dengan demikian, penulis berharap agar grandcase ini dapat bermanfaat dalam
menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Batu Saluran Kemih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pembentukan batu pada saluran kemih ini didukung oleh beberapa faktor
risiko seperti usia, jenis kelamin, geografis, iklim dan diet serta kebiasaan individu.
Semakin banyak faktor risiko yang terdapat pada individu, maka kemungkinan
untuk terjadinya batu saluran kemih akan meningkat.3 Batu yang terbentuk di
saluran kemih ini dapat mengakibatkan morbiditas dan menimbulkan mortalitas
jika telah mengakibatkan komplikasi.4 Diantara gejala yang dapat timbul akibat batu
saluran kemih ini yaitu nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.1
Penulisan grand case ini bertujuan untuk memahami serta menambah ilmu
pengetahuan penulis maupun pembaca mengenai batu saluran kemih dan dapat
mengaplikasikan ilmu tersebut di kemudian hari.
Batu Saluran Kemih (BSK) atau “urolithiasis” berasal dari kata “ouron”
(urin) dan “lithos” (batu), merupakan suatu keadaan didapatkannya masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih, baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra).5 Batu ini
bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu
kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium,
asam urat, sistein,dll.2
Pengendapan batu yang terdapat di saluran kemih ini dapat menyebabkan
gejala seperti nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu yang
terbentuk bervariasi dalam ukuran, dapat berukuran dari sekecil pasir hingga
sebesar buah anggur, atau jika dalam satuan memiliki diameter mencapai 5mm, 5-
10 mm, 10-20 mm dan >20mm2. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak
menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika
berkemih.5 Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan
kolik sedangkan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih
dan uretra) dapat menghambat buang air kecil.1
2.2 Epidemiologi
Batu Saluran kemih (BSK) merupakan salah satu kasus yang paling sering
terjadi di Indonesia di antara kasus urologi lainnya. Angka prevalensi di dunia
bervariasi sekitar 1-20%. Angka prevalensi Batu Saluran Kemih di negara dengan
standar hidup tinggi seperti Swedia, Kanada atau Amerika Serikat cukup tinggi
yaitu >10%. Di Amerika Serikat angka kejadian BSK pada perempuan sebesar 7%,
sedangkan pada laki-laki sebesar 10.6%. Rasio laki-laki dan perempuan sebesar
3:1.2 Angka kejadian BSK bervariasi tergantung dari etnis, musim, diet, genetik dan
penyakit yang diderita.8 Kejadian BSK ini pada suatu individu dapat mengalami
rekurensi, diantaranya pada 14% penderita dapat mengalami kekambuhan dalam 1
tahun, 35 % dalam 5 tahun dan sebanyak 52% dapat mengalami kekambuhan dalam
10 tahun.4
2.3 Etiologi
Pembentukan batu saluran kemih diduga berhubungan dengan adanya
gagguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran
kemih pada seseorang.
Tabel 2.3 Etiologi Batu Saluran Kemih1
Idiopatik
Gangguan Aliran Air Kemih
- Fimosis
- Striktur meatus
- Hipertrofi prostat
- Refluks vesiko-ureteral
- Ureterokele
- Konstriksi hubungan ureteropelvik
Gangguan Metabolisme
- Hiperparatirodisme
- Hiperuresemia
- Hiperkalsuria
Infeksi Saluran Kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
(Proteus mirabilis)
Dehidrasi
- Kurang minum
- Suhu Lingkungan Tinggi
Benda Asing
- Fragmen Kateter
- Telur Skistosoma
Jaringan mati (nekrosis papila ginjal)
Multifaktor
- Penderita multitrauma
- Anak di negara berkembanga
2.4 Klasifikasi2
• Berdasarkan etiologi
Obat
Berdasarkan ukuran
Ukuran batu biasa diukur berdasarkan satu atau 2 dimensi, dan dibagi atas
kelompok yaitu diameter kuran dari 5 mm, 5 hingga 10 mm, 10 hingga 20 mm,
dan lebih dari 20 mm.
Berdasarkan lokasi batu
Berdasarkan posisi anatomi yaitu kaliks ginjal superior, medial, atau inferior,
pelvis renal, ureter proksimal atau distal, dan buli.
Berdasarkan gambaran radiologis
Sistin Xanthine
Obat - Obatan
ii. Nukleasi
Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organic
terdapat bahan yang sering terdapat dalam prosrs penghambat terjadinya batu yaitu
asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein. Sedangkan inhibitor
anorganik diantaranya pirofosfat dan zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat,
karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat
larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya Kristal kalsium oksalat dan
mencegah perlengketan Kristal kalsium oksalat pada membrane tubulus. Sitrat
terdapat pada hamper semua buah-buhan, tertinggi pada buah jeruk.4
Manifestasi klinis yang timbul pada batu saluran kemih dipengaruhi oleh
lokasinya, adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Gejala yang dialami bervariasi,
dimulai dari asimptomatis, sakit pinggang ringan hingga berat (kolik), disuria,
hematuria, retensi urin dan anuria. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil
dan nyeri ketika berkemih.2
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Keluhan pasien mengenai batu saluran kemih dapat bervariasi, mulai dari
tanpa keluhan, sakit pinggang ringan hingga berat (kolik), disuria, hematuria, retensi
urine, dan anuria. Keluhan tersebut dapat disertai dengan penyulit seperti demam dan
tanda gagal ginjal. Selain itu, perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu
yang berhubungan dengan penyakit batu saluran kemih seperti obesitas,
hiperparatiroid primer, malabsorbsi gastrointestinal, penyakit usus atau pankreas.
Riwayat pola makan juga ditanyakan sebagai predisposisi batu pada pasien, antara
lain asupan kalsium, cairan yang sedikit, garam yang tinggi, buah dan sayur kurang,
serta makanan tinggi purin yang berlebihan, jenis minuman yang dikonsumsi, jumlah
dan jenis protein yang dikonsumsi. Riwayat pengobatan dan suplemen seperti
probenesid, inhibitor protease, inhibitor lipase, kemoterapi, vitamin C, vitamin D,
kalsium, dan inhibitor karbonik anhidrase. Apabila pasien mengalami demam atau
ginjal tunggal dan diagnosisnya diragukan, maka perlu segera dilakukan
pencitraan.6,7
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai dari tanpa
kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada letak batu dan
penyulit yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fiisk khusus urologi dapat
dijumpai:8
-Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok dan pembesaran ginjal
-Colok dubur : teraba batu pada buli-buli pada saat melakukan palpasi bimanual
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko, jenis batu dan
komplikasi yang ada. Pemeriksaan laboratorium dilakukan melalui pemeriksaan
darah rutin, urinalisis dan analisa urin 24 jam.4 Melalui pemeriksaan darah dapat
diketahui kemungkinan faktor risiko penyebab batu. Sedangkan melalui urinalisa
dapat diketahui apakah terdapat hematuri mikroskopik maupun makroskopik, serta
kemungkinann adanya piuria. Tinggi atau rendahnya pH urin dan adanya Kristal
dapat memberikan petunjuk apakah batu bersifat asam atau basa. Pengumpulan urin
24 jam dilakukan untuk mengevaluasi kalsium, natrium, magnesium, oksalat, asam
urat, sitrat, sulfat, kreatinin, pH dan volume total.9
Batu yang tidak bergejala, diketahui secara tidak sengaja pada urin rutin (pH,
BJ, sedimen) untuk menentukan hematuri, leukosituri, kristaluria
Lab darah : darah rutin (hb, ht, leukosit, trombosit) kadar kalsium, sistin, asam
urat
Kultur urin : menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea
Faal ginjal : mencari kemungkinan penurunan fungsi ginjal dan persiapan IVP
Kadar elektrolit : mencari faktor penyebab timbulnya BSK
2.7.4 Pencintraan
Pada wanita hamil, paparan radiasi dapat menyebabkan efek teratogenik dan
karsinogenesis. USG menjadi modalitas pencitraan utama pada pasien hamil dengan
kecurigaan adanya kolik renal. Namun, perubahan fisiologis pada wanita hamil dapat
menyerupai gejala obstruksi ureter. MRI dapat digunakan sebagai modalitas lini
kedua untuk menilai adanya obstruksi saluran kemih dan dapat melihat batu sebagai
‘filling defect’. MRI 1,5 T merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan pada
wanita hamil. Penggunaan gadolinium tidak rutin digunakan pada wanita hamil
karena memiliki efek toksik pada janin. Untuk deteksi BSK selama kehamilan,
penggunaan CT-Scan dosis rendah memiliki nilai prediksi positif 95,8%
dibandingkan MRI (80%) dan USG (77%).
Foto polos abdomen : melihat batu di ginjal, ureter dan kandung kemih. dapat
menunjukan ukuran, bentuk, posisi dan membedakan klasifikasi batu yaitu
dengan: densitas tinggi menunjukan batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat,
densitas semiopak menunjukan batu struvit, sistin dan campuran, densitas lusen
menunjukan batu asam urat, xanthin, triamteren. Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan batu di dalam maupun diluar ginjal.
USG : menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi. diperlukan
pada wanita hamil dan pasien yang alergi kontras radiologi. Keterbatasannya
adalah kesulitan menunjukan batu ureter, dan tidak dapat membedakan batu
klasifikasi dan radiolusen.
IVP : menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat penurunan fungsi ginjal, penggantinya
adalah pielografi retrograd. Kontraindikasi pada alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun dan pada wanita hamil
Urogram : deteksi batu lusen sebagai filling defect (batu asam urat, xanthin),
lokasi batu dalam system kolectikus, menunjukan kelainan anatomis.
Analisa urin mikroskopik untuk adanya eritrosit yang banyak, terjadi infeksi
(leukositosis, hematuria, bakteriuria, nitrit urine (+). pH urine : batu sistin dan
asam urat terbentuk jika pH < 6,0. batu fosfat dan struvit pada pH urine > 7,2.
CT scan : menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi batu.
2.8 Tatalaksana
b. Non Medikamentosa
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini dapat memecah
batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui tindakan invasive
dan tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave batu dapat dipecahkan.
Pasien dapat merasa nyeri kolik pada proses pemecahan batu.
Kontraindikasi pemecahan batu menggunakan ESWL adalah pasien hamil,
infeksi saluran kemih dan batu sistein.
PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): menggunakan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dipecah menjadi
ukuran yang lebih kecil.
Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra, batu dapat
dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.
Ureteroskopi: dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal.
Bedah laparoskopi: cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
Bedah terbuka
2.8.1 Tatalaksana Umum
Tatalaksana batu pada saluran kemih dipituskan berdasarkan komposisi batu,
ukuran batu, dan gejala pasien. Terapi analgesik harus diberikan segera pada pasien
dengan nyeri kolik akut.14 Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan
parasetamol dengan memperhatikan dosis dan efek samping obat merupakan obat
pilihan pertama pada pasien dengan nyeri kolik akut dan memiliki efikasi lebih baik
dibandingkan opioid. Obat golongan NSAID yang dapat diberikan antara lain
diklofenak, indometasin, atau ibuprofen.15 Penambahan obat anti spasmodik pada
pemberian NSAID tidak menghasilkan kontrol nyeri yang lebih baik.14 Pada pasien
dengan batu ureter yang diharapkan dapat keluar secara spontan, maka pemberian
NSAID baik tablet maupun supositoria (seperti natrium diklofenak 100-150 mg/hari
selama 3-10 hari) dapat membantu mengurangi inflamasi dan risiko nyeri berulang.17
Pemberian obat golongan α-blocker, juga dapat menurunkan episode nyeri, namun
masih terdapat kontroversi pada beberapa literatur.18 Pemberian obat simtomatik
segera diikuti dengan terapi desobstruksi drainase dan atau terapi definitif pada batu
saluran kemih. Untuk pasien batu ureter simptomatik, pengangkatan batu segera
merupakan tata laksana pertama apabila memungkinkan.15
Tata laksana pada obstruksi ginjal dengan sepsis dan/atau anuria merupakan
kasus emergensi di bidang urologi. Dekompresi segera merupakan tata laksana yang
sangat penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut berupa infeksi, hidronefrosis,
atau obstruksi ginjal unilateral ataupun bilateral. Saat ini, ada dua cara untuk
melakukan dekompresi segera pada obstruksi saluran kemih, yaitu pemasangan stent
ureter dan pemasangan nefrostomi.16
2.8.2. Tatalaksana Spesifik Batu Ginjal
1. Konservatif (Observasi)
Observasi batu ginjal, terutama di kaliks, bergantung pada riwayat perjalanan
penyakit. Rekomendasi observasi pada batu ginjal saat ini belum didukung literature
yang baik. Saat ini, suatu studi prospektif menyarankan dilakukan observasi tahunan
untuk batu kaliks inferior asimptomatik ≤10 mm. Bila terdapat pertambahan ukuran
batu, interval follow-up perlu diperpendek. Intervensi disarankan apabila batu
bertambah ukurannya >5 mm.
2. Faramakologis
Pelarutan batu dengan tata laksana farmakologis merupakan pilihan terapi
hanya untuk batu asam urat, tetapi informasi mengenai komposisi batu perlu dalam
menentukan pilihan terapi.
3. Pengangkatan Batu Ginjal Secara Aktif
Indikasi adanya pengangkatan batu pada batu ginjal antara lain:
• Pertambahan ukuran batu;
• Pasien risiko tinggi terjadinya pembentukan batu;
• Obstruksi yang disebabkan oleh batu;
• Infeksi saluran kemih;
• Batu yang menimbulkan gejala seperti nyeri atau hematuria;
• Ukuran batu >15 mm;
• Ukuran batu <15 mm jika observasi bukan merupakan pilihan terapi;
• Preferensi pasien;
• Komorbiditas;
• Keadaan sosial pasien (misalnya, profesi dan traveling)
Pilihan terapi antara lain:
a) Shock Wave Lithotripsy (SWL)
b) Percutaneous Nephrolithotripsy (PNL) / Ureterorenoskopi (URS)
c) Retrograde Intra Renal Surgery (RIRS)
4. Tatalaksana Endourologi
a) Nefrolitotomi Perkutan (PNL)
Nefrolitotomi perkutan merupakan prosedur standar untuk tatalaksana batu
ginjal yang berukuran besar. Perbedaan endoskopi kaku dan fleksibel merupakan
pilihan yang bergantung pada preferensi operator. Ukuran standar yang digunakan
adalah 24-30 F, sedangkan untuk akses yang lebih kecil, dapat digunakan ukuran
<18 F yang biasa digunakan untuk anak-anak, namun saat ini mulai popular untuk
penggunaan bagi orang dewasa. Kontraindikasi nefrolitotomi perkutan antara lain
infeksi saluran kemih yang tak terkontrol, tumor yang dicurigai di sekitar daerah
akses PNL, tumor ginjal dengan potensial ganas, dan kehamilan
b) Ureterorenoskopi
Penggunaan ureterorenoskopi pada batu ginjal dan/atau ureter saat ini banyak
digunakan karena memiliki beberapa kelebihan antara lain endoskopi yang sangat
kecil, mekanisme defleksi, peningkatan kualitas optik, dan penggunaan alat sekali
pakai (disposable).
Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS) adalah suatu tindakan endourologi
yang menggunakan ureterorenoskopi fleksibel. RIRS atau PNL menjadi pilihan
terapi pada batu kaliks inferior berukuran 10-20 mm bila terdapat faktor penghambat
SWL misalnya sudut infundibulum-pelvis yang curam atau infundibulum yang
sempit. URS dapat dilakukan pada semua pasien tanpa kontraindikasi spesifik
apapun. Pemasangan stent ureter tidak rutin dilakukan sebelum melakukan prosedur
RIRS.
5. Tata Laksana Operasi Terbuka
Penggunaan SWL dan operasi endourologi (URS dan PNL) secara signifikan
menurunkan indikasi untuk dilakukannya operasi terbuka. Terdapat consensus
menunjukkan bahwa pada kasus batu yang kompleks, termasuk batu staghorn baik
parsial dan komplit, dapat dilakukan dengan PNL. Namun, apabila pendekatan
secara perkutan atau berbagai macam teknik endourologi tidak berhasil, maka
operasi terbuka dapat digunakan sebagai tatalaksana alternatif.
19
2.10 Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,
80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator
BAB III
KESIMPULAN