DEMAM TYFOID
DISUSUN OLEH :
Nur Vidyastuti
1702068
DIII Keperawatan
2018/2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Klien dengan Demam Tifoid”
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa
bantuan dan dukungan baik dukungan moril dan materiil dari berbagai pihak sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Dan kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................1
B. TUJUAN................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN......................................................................................................2
B. ETIOLOGI.............................................................................................................2
C. PATOFISIOLOGI.................................................................................................3
D. PATHWAY...........................................................................................................4
E. MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................4
F. PENATALAKSANAAN.......................................................................................5
G. KOMPLIKASI.......................................................................................................6
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................................7
I. ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................8
A. KESIMPULAN..................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada
anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting melakukan
pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama : Demam yang
berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.
B. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian Demam tifoid.
2. Mengetahui etiologi Demam tifoid.
3. Mempelajari patofisiologi dari Demam tifoid.
4. Mempelajari pathway dari Demam tifoid.
5. Mengetahui manifestasi klinik dari Demam tifoid.
6. Mengetahui Penatalaksanaan pada penderita Demam tifoid
7. Mengetahui Komplikasi pada penderita Demam tifoid
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penderita Demam tifoid
9. Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada kasus Demam tifoid.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C, paratyphoid biasanya lebih ringan dengan gambaran klinis penyakit
sama (Purnawan Junaidi, 2001 dalam Sujono Riyadi, 2010).
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. (Simanjuntak, 2009)
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007)
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005)
B. ETIOLOGI
2
Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W.
Sudoyo, 2009)
C. PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui feses.
Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada thypoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam thypoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis thypoid. Karena membantu proses inflamasi lokal pada
intestinum. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang.
D. PATHWAY
Bakteri salmonella thypi
dan salmonella
3 paratyphi
Saluran pencernaan
melalui makanan
Perubahan
nutrisi
E. MANIFESTASI KLINIS
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :
5
2. Istirahat dan perawatan profesional;
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah
baring absolut sampai minimal tujuh hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Duduk dilakukan pada hari kedua bebas panas, berdiri dilakukan pada hari ketujuh bebas
panas, berjalan dilakukan pada hari kesepuluh bebas panas. Mobilisasi dilakukan
bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
kebersihan diri, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan
karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi
biasa sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian
vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan
dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi
dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan rejatan septik diperlukan perawatan intensif
dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat
yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan
pada rejatan septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.
G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intertinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : miakarditis, thrombosis, dan trombo flebitis
b. Komplikasi darah :anemia hemolitik, trombustapenia dan sindrom urena
hemolitik
c. Komplikasi paru : preomonia, emfiema, dan pleuritic
6
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitaris
e. Kompikasi ginjal : glumerulonetritis, prelene tritis, dan perine pitis
f. Komplikasi tulang : ostieomilitis, spondilitis, dan ortitis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat
leukoponia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukoponia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas – batas normal bahkan kadang – kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada kompikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
thypoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapidapat
kembali normal setela sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
c. Vaksinasi di masa lampau
d. Pengobatan dengan antimikroba
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukkan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin, yaitu :
a. Aglutinin O yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman)
b. Aglutinin H yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman)
7
c. Aglutinin Vi yang dibuat karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari
simpai kuman
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukkan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar kemungkinan klien menderita
typhoid.
a. Biodata klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang
tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
b. Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing
demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat,
nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada
hubungannya dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-
obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat
alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau makanan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada
epigastrium, mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau
pusing, letih atau lesu.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.
4) Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik
(gelisah) dan keluarga biasanya cemas.
8
5) Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari
segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien
baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.
6) Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum
sakit dan saat sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan
dan perawatan pasien, biasanya mencakup :
a) Nutrisi
b) Eliminasi
c) Pola istirahat/ tidur
d) Pola kebersihan
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2) Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
3) Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
4) Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
5) Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
6) Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
7) Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
9
8) Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis
9) Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
10) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat
nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
11) Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora
12) Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
13) Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertemia b.d proses infeksi salmonella thyposa
b. Risiko defisit volume cairan b.d pemasukan yang kurang, mual, muntah/
pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh
c. Risiko keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan
akibat diare
d. Gangguan pola defekasi : diare b.d proses peradangan pada dinding usus halus
e. Perubahan pola defekasi : konstipasi b.d proses peradangan pada dinding usus
halus
f. Risiko tinggi trauma fisik b.d gangguan mental, delirium/psikosis
10
Intervensi Keperawatan
11
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
Ajarkan pasien mencegah keletihan akibat panas
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negative dari kedinginan
Edukasi indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
Edukasi indikasi dari hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
Berikan anti piretik
Vital sign
Monitor TTV
Monitor kualitas nadi
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Monitor suara paru dan pola pernafasan abnormal
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan siastolik)
12
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
2. Risiko defisit volume Setelah dilakukan asuhan Fluid Management
cairan b.d pemasukan yang keperawatan selama 3X24 Monitor input dan output cairan
kurang, mual, muntah/ jam diharapkan input cairan Monitor turgor kulit
pengeluaran yang pasien adekuat dengan Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa,
berlebihan, diare, panas kriteria hasil : nadi adekuat, TD ortostatik), jika diperlukan
tubuh 1. Mempertahankan Monitor TTV
urine output sesuai berikan masukan cairan oral
dengan usia Berikan terapi cairan IV pada suhu ruangan
2. TTV dalam batas Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
normal Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
3. Tidak ada tanda-tanda memburuk
dehidrasi Atur kemungkinan transfusi darah
13
3. Risiko keseimbangan Setelah dilakukan asuhan Nutrition management
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3X24 Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh jam diharapkan nutrisi pasien Anjurkan pasien untuk meningkatkan input Fe, protein
berhubungan dengan adekuat dengan kriteria dan vitamin
intake kurang akibat mual, hasil : Berikan substansi gula
muntah, anoreksia, atau 1. Input dan output Anjurkan diet yang diberikan mengandung banyak serat
output yang berlebihan nutrisi adekuat untuk mencegah konstipasi
akibat diare 2. Adanya peningkatan Edukasi klien makanan yang tinggi serat
berat badan Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3. Berat badan ideal Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
4. Mampu kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
mengidentifikasi Nutrition Monitoring
5. Tidak ada tanda-tanda Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
14
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
4. Gangguan pola defekasi : Setelah dilakukan asuhan Diarhea Management
diare b.d proses keperawatan selama 3X24 Monitor tanda dan gejala diare
peradangan pada dinding jam diharapkan nutrisi pasien Monitor fases
usus halus adekuat dengan kriteria Monitor persiapan makan yang aman
hasil : Observasi turgor kulit
1. Fases lembek, BAB Evaluasi efek samping pengobatan terhadap
sehari sekali gastrointestinal
2. Tidak megalami diare Evaluasi input makanan yang masuk
Edukasi pasien/keluarga untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan konsistensi fases
Indikasi faktor penyebab diare
Berikan pasien obat anti diare
Kolaborasi dengan dokter jika ada kenaikan bising
usus.
15
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
5. Perubahan pola defekasi : Setelah dilakukan asuhan Constipation/Impaction Management
konstipasi b.d proses keperawatan selama 3X24 Monitor tanda dan gejala konstipasi
peradangan pada dinding jam diharapkan pasien tidak Monitor bising usus
usus halus mengalami konstipasi dengan Monitor fases : frekuensi, konsistensi, dan volume
. kriteria hasil : Monitor tanda dan gejala ruptur usus/peritonitis
1. Mempertahankan Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
bentuk fases lunak Pertahankan intake cairan
2. Bebas dari Kolaborasikan pemberian laksatif
ketidaknyamanan dan
konstipasi
3. Mencegah konstipasi
16
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
6. Risiko tinggi trauma fisik Setelah dilakukan asuhan Environmental Management safety
b.d gangguan mental, keperawatan selama 3X24 Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
delirium/psikosis. jam diharapkan pasien tidak Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
mengalami trauma dengan Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
kriteria hasil : Memasang side rail tempat tidur
1. Tidak ada trauma atau Menyediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman
gangguan mental Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
pasien dijangakau pasien
2. Mampu beristirahat Membatasi pengunjung
dengan nyaman Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cara pencegahan penyakit tifoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah
dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,hindari
minum susu mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari minum airmentah, rebus air
sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
18
DAFTAR PUSTAKA
19