Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

DEMAM TYFOID

DISUSUN OLEH :

Nur Vidyastuti

1702068

DIII Keperawatan

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Klien dengan Demam Tifoid”

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa
bantuan dan dukungan baik dukungan moril dan materiil dari berbagai pihak sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Dan kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG...........................................................................................1
B. TUJUAN................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN......................................................................................................2
B. ETIOLOGI.............................................................................................................2
C. PATOFISIOLOGI.................................................................................................3
D. PATHWAY...........................................................................................................4
E. MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................4
F. PENATALAKSANAAN.......................................................................................5
G. KOMPLIKASI.......................................................................................................6
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................................7
I. ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................8

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN..................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).

Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada
anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting melakukan
pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama : Demam yang
berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.

B. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian Demam tifoid.
2. Mengetahui etiologi Demam tifoid.
3. Mempelajari patofisiologi dari Demam tifoid.
4. Mempelajari pathway dari Demam tifoid.
5. Mengetahui manifestasi klinik dari Demam tifoid.
6. Mengetahui Penatalaksanaan pada penderita Demam tifoid
7. Mengetahui Komplikasi pada penderita Demam tifoid
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penderita Demam tifoid
9. Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada kasus Demam tifoid.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C, paratyphoid biasanya lebih ringan dengan gambaran klinis penyakit
sama (Purnawan Junaidi, 2001 dalam Sujono Riyadi, 2010).

Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. (Simanjuntak, 2009)

Demam thypoid  merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007)

Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya 
mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005)

B. ETIOLOGI

Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella


parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini
dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal


dari tubuh kuman).

Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal


dari flagel kuman).

2
Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul  yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W.
Sudoyo, 2009)

C. PATOFISIOLOGI

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui feses.

Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.

Apabila orang tersebut tidak memperhatikan kebersihan dirinya, seperti mencuci


tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi kemudian kuman
tersebut masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Setelah itu, kuman masuk
ke lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limfoid. Di dalam
jaringan limfoid ini kuman berkembang biak lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel – sel retikuloendotelial. Sel – sel retikuloendotial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk ke limfa, usus halus dan kantung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada thypoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam thypoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis thypoid. Karena membantu proses inflamasi lokal pada
intestinum. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang.

D. PATHWAY
Bakteri salmonella thypi
dan salmonella
3 paratyphi
Saluran pencernaan
melalui makanan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin


usus halus
Tukak lambung Hipertermia
Splenomegali
Hepatomegali
Nyeri perabaan Mual / tidak
Perdarahan dan
nafsu makan
perforasi

Perubahan
nutrisi

Risiko kurang volume cairan

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala yang timbul bervariasi yaitu :

1. Pada minggu pertama :


a. Demam
b. Nyeri kepala dan pusing
c. Nyeri otot
d. Anoreksia
e. Mual muntah
f. Konstipasi atau diare
4
g. Perasaan tidak enak di perut
h. Batuk dan epistaris pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu
tubuh.
2. Pada minggu kedua :
a. Demam
b. Bradikardi relatif
c. Lidar typhoid (kotor ditengah, tepi, dan ujung merah dan tremor)
d. Hepatomegaly, splenomegaly, metiorismes, gangguan kesadaran berupa
salmonella sampai koma, sedangkan residopi jarang ditemukan pada orang
Indonesia (FKUI, 1996 dalam Sujono Riyadi, 2010).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :

1. Pemberian antibiotik; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman.


Antibiotik yang dapat digunakan:
a. Kloramfenikol; dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan
selama demam dilanjutkan sampai dua hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan
menjadi 4 x 250 mg selama lima hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di
RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil
penurunan suhu empat hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
b. Ampisilin/Amoksilin; dosis 50 – 150 mg/kg BB, diberikan selama dua minggu.
c. Kotrimoksazol; 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol-80 mg
trimetoprim, diberikan selama dua minggu.
d. Sefalosporin generasi II dan III. Di subbagian penyakit tropik dan infeksi FKUI-
RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik.
Demam umumnya mereda pada hari ketiga atau menjelang hari keempat.

Regimen yang dipakai adalah :

1) Seftriakson 4 gr/hari selama tiga hari


2) Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
3) Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama enam hari
4) Ofloksasin 600 mg/hari selama tujuh hari
5) Pefloksasin 400 mg/hari selama tujuh hari
6) Fleroksasin 400 mg/hari selama tujuh hari.

5
2. Istirahat dan perawatan profesional;
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah
baring absolut sampai minimal tujuh hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Duduk dilakukan pada hari kedua bebas panas, berdiri dilakukan pada hari ketujuh bebas
panas, berjalan dilakukan pada hari kesepuluh bebas panas. Mobilisasi dilakukan
bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
kebersihan diri, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan
karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi
biasa sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian
vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan
dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi
dengan optimal.

Pada kasus perforasi intestinal dan rejatan septik diperlukan perawatan intensif
dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat
yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan
pada rejatan septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :

1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intertinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : miakarditis, thrombosis, dan trombo flebitis
b. Komplikasi darah :anemia hemolitik, trombustapenia dan sindrom urena
hemolitik
c. Komplikasi paru : preomonia, emfiema, dan pleuritic

6
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitaris
e. Kompikasi ginjal : glumerulonetritis, prelene tritis, dan perine pitis
f. Komplikasi tulang : ostieomilitis, spondilitis, dan ortitis.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat
leukoponia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukoponia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas – batas normal bahkan kadang – kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada kompikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
thypoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapidapat
kembali normal setela sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
c. Vaksinasi di masa lampau
d. Pengobatan dengan antimikroba
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukkan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin, yaitu :
a. Aglutinin O yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman)
b. Aglutinin H yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman)

7
c. Aglutinin Vi yang dibuat karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari
simpai kuman
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukkan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar kemungkinan klien menderita
typhoid.

I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DEMAM TIFOID


1. Pengkajian

a. Biodata klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang
tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
b. Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing
demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat,
nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada
hubungannya dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-
obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat
alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau makanan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada
epigastrium, mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau
pusing, letih atau lesu.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.
4) Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik
(gelisah) dan keluarga biasanya cemas.
8
5) Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari
segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien
baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.
6) Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum
sakit dan saat sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan
dan perawatan pasien, biasanya mencakup :
a) Nutrisi
b) Eliminasi
c) Pola istirahat/ tidur
d) Pola kebersihan
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2) Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
3) Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
4) Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
5) Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
6) Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
7) Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.

9
8) Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis
9) Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
10) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat
nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
11) Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora
12) Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
13) Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertemia b.d proses infeksi salmonella thyposa
b. Risiko defisit volume cairan b.d pemasukan yang kurang, mual, muntah/
pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh
c. Risiko keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan
akibat diare
d. Gangguan pola defekasi : diare b.d proses peradangan pada dinding usus halus
e. Perubahan pola defekasi : konstipasi b.d proses peradangan pada dinding usus
halus
f. Risiko tinggi trauma fisik b.d gangguan mental, delirium/psikosis

10
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


.
1. Hipertemia b.d proses Setelah dilakukan asuhan  Fever treatment
infeksi salmonella thyposa keperawatan selama 3X24  Monitor suhu sesering mungkin
jam diharapkan termoregulasi  Monitor IWL
pasien normal dengan kriteria  Monitor warna dan suhu kulit
hasil :  Monitor TTV
1. Suhu tubuh dalam  Monitor tingkat kesadaran
rentang normal  Monitor WBC, Hb, Hct.
2. Nadi dan RR dalam  Monitor input dan output makanan
rentang normal  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
3. Tidak ada perubahan  Selimuti pasien
warna kulit dan tidak  Lakukan tapid sponge
ada pusing, merasa  Kompes pasien pada lipat paha dan aksila
nyaman  Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
menggigil
 Kolaborasi pemberian anti piretik
 Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian cairan
intravena sesuai program

11
 Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
 Ajarkan pasien mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negative dari kedinginan
 Edukasi indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
 Edukasi indikasi dari hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik
 Vital sign
 Monitor TTV
 Monitor kualitas nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernafasan
 Monitor suara paru dan pola pernafasan abnormal
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan siastolik)

12
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
2. Risiko defisit volume Setelah dilakukan asuhan  Fluid Management
cairan b.d pemasukan yang keperawatan selama 3X24  Monitor input dan output cairan
kurang, mual, muntah/ jam diharapkan input cairan  Monitor turgor kulit
pengeluaran yang pasien adekuat dengan  Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa,
berlebihan, diare, panas kriteria hasil : nadi adekuat, TD ortostatik), jika diperlukan
tubuh 1. Mempertahankan  Monitor TTV
urine output sesuai  berikan masukan cairan oral
dengan usia  Berikan terapi cairan IV pada suhu ruangan
2. TTV dalam batas  Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
normal  Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
3. Tidak ada tanda-tanda memburuk
dehidrasi  Atur kemungkinan transfusi darah

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

13
3. Risiko keseimbangan Setelah dilakukan asuhan  Nutrition management
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3X24  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh jam diharapkan nutrisi pasien  Anjurkan pasien untuk meningkatkan input Fe, protein
berhubungan dengan adekuat dengan kriteria dan vitamin
intake kurang akibat mual, hasil :  Berikan substansi gula
muntah, anoreksia, atau 1. Input dan output  Anjurkan diet yang diberikan mengandung banyak serat
output yang berlebihan nutrisi adekuat untuk mencegah konstipasi
akibat diare 2. Adanya peningkatan  Edukasi klien makanan yang tinggi serat
berat badan  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3. Berat badan ideal  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
4. Mampu kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
mengidentifikasi  Nutrition Monitoring

kebutuhan nutrisi  Monitor BB pasien

5. Tidak ada tanda-tanda  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

malnutrisi  Monitor turgor kulit jadwalkan pengobatan dan tindakan


tidak selama jam makan
 Monitor mual muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor konjungtiva
 Monitor input dan output nutrisi

14
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
4. Gangguan pola defekasi : Setelah dilakukan asuhan  Diarhea Management
diare b.d proses keperawatan selama 3X24  Monitor tanda dan gejala diare
peradangan pada dinding jam diharapkan nutrisi pasien  Monitor fases
usus halus adekuat dengan kriteria  Monitor persiapan makan yang aman
hasil :  Observasi turgor kulit
1. Fases lembek, BAB  Evaluasi efek samping pengobatan terhadap
sehari sekali gastrointestinal
2. Tidak megalami diare  Evaluasi input makanan yang masuk
 Edukasi pasien/keluarga untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan konsistensi fases
 Indikasi faktor penyebab diare
 Berikan pasien obat anti diare
 Kolaborasi dengan dokter jika ada kenaikan bising
usus.

15
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
5. Perubahan pola defekasi : Setelah dilakukan asuhan  Constipation/Impaction Management
konstipasi b.d proses keperawatan selama 3X24  Monitor tanda dan gejala konstipasi
peradangan pada dinding jam diharapkan pasien tidak  Monitor bising usus
usus halus mengalami konstipasi dengan  Monitor fases : frekuensi, konsistensi, dan volume
. kriteria hasil :  Monitor tanda dan gejala ruptur usus/peritonitis
1. Mempertahankan  Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
bentuk fases lunak  Pertahankan intake cairan
2. Bebas dari  Kolaborasikan pemberian laksatif
ketidaknyamanan dan
konstipasi
3. Mencegah konstipasi

16
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
6. Risiko tinggi trauma fisik Setelah dilakukan asuhan  Environmental Management safety
b.d gangguan mental, keperawatan selama 3X24  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
delirium/psikosis. jam diharapkan pasien tidak  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
mengalami trauma dengan  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
kriteria hasil :  Memasang side rail tempat tidur
1. Tidak ada trauma atau  Menyediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman
gangguan mental  Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
pasien dijangakau pasien
2. Mampu beristirahat  Membatasi pengunjung
dengan nyaman  Memberikan penerangan yang cukup
 Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
 Mengontrol lingkungan dari kebisingan

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya


mengenaisaluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
cernadan gangguan kesadaran. Penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-
gejalasistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella type A.B.C
penularan terjadi secara oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Cara pencegahan penyakit tifoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah
dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,hindari
minum susu mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari minum airmentah, rebus air
sampai mendidih dan hindari makanan pedas.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho, Susilo. (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika


2. Simanjuntak, C. H. (2009). Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan
Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Jakarta. Nuha
3. Sjamsuhidayat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta: EGC
4. Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
5. Ridha, Nabiel. 2014. “Buku Ajar Keperawatan Anak” Yogyakarta : Pustaka Pelajar
6. http://www.academia.edu/31676390/TYPHOID diambil pada 22 November 2018
7. http://www.academia.edu/17147262/Demam_tifoid diambil pada 22 November
2018

19

Anda mungkin juga menyukai