A. Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluranpernafasan atas
maupun bawah yangdisebabkan oleh infeksi jasad renik ataubakteri, virus, maupun reketsiatanpa
atau disertai dengan radang parenkimparu.
ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalamsaluran
pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsungsampai 14 hari.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,
beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian
besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila
infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
3.Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian
terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena
penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya
daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit
penyakit dalam tubuh.
6.Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular
tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan
pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam
pemeliharaan kesehatan anak.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2012), dengan desain cross
sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada
balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan
mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini
berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak
memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran
udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri
dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon
Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil
penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua
umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.
C. Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum.
Tanda-tanda klinis
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan
wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac
arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.
Tanda-tanda laboratoris
a. Hypoxemia
b.Hypercapnia dan
c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak
golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
E. Patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang
terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar
penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang
penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung
unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun
infeksi relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang
mengenai bronchus dan alveoli.
Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk mencegah
infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus
yang tertimbun, terdapat lapisan mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus
ke atas yang menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang
terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan
melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system
Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas
atas, maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting
(system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya
misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan
berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau
mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:
Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:
a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%
b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3
c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3
d.Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh meningkat.
G. Penatalaksanaan
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian
multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO :Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin, Ampisillin,Penisillin
Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
H. Komplikasi
ISPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease yangsembuh
sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak
mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti :
semusitis paranosal, penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco
pneumonia dan berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas.( Whaley and Wong,
2000 ).
ASKEP TEORITIS
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS
A. Pengkajian
Riwayat kesehatan:
1. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).
2. Riwayat penyakit sekarang (Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak,
sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan
sakit tenggorokan).
3. Riwayat penyakit dahulu (Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
sekarang).
4. Riwayat penyakit keluarga (Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut).
5. Riwayat sosial (Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya).
Pemeriksaan fisik :
B1 (Breath) :
Inspeksi :
o Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
o Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
o Tampak batuk tidak produktif,
o Tidak ada jaringna parut pada leher,
o Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung,
tachypnea, dan hiperventilasi.
Palpasi :
o Adanya demam.
o Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis.
o Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
Perkusi :
o Suara paru normal (resonance).
Auskultasi :
o Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman.
2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
B. Diagnosa keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan :
suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.
Pasien akan menunjukkan termoregulasi (keseimbangan antara produksi
panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas).
Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal
Nadi : 60-100 denyut per menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
RR : 16-20 kali per menit
3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri berkurang skala 1-2
4)Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi
penekanan imun).
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi Meminimalisir penularan infeksi
lewat udara
Kriteria hasil : Anggota keluarga tidak ada yang tertular ISPA
C. Intervensi
1. Intervensi diagnose 1:
a.Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d. Atur sirkulasi udara
e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g. Kolaborasi dalam pemberian therapy:
- Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
- Antipiretika
Rasionalisasi:
a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukanperkembangan perawatan
selanjutnya.
b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proseskonduksi/perpindahan panas
dengan bahan perantara.
c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebaldan tidak akan
menyerap keringat.
d. Penyediaan udara bersih.
e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas.
g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas.
2. Intervensi diagnose 2:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0–10),faktoryang memperburuk atau
meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokok,
dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat.
d. Kolaborasi dalam pemberian therapy: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan
inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang
amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari
terapi yang diberikan.
b.Mengurangi bertambah beratnya penyakit.
c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta menguranginyeri tenggorokan.
d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin
dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.
3. Intervensi diagnose 3:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.
c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.
d. Tingkatkandaya tahan tubuh, lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A da
nmineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupanmakanan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.
b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaikipertahanan klien
terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
d.Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap
infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengankultur dan sensitifitas
atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.
D. Implementasi Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
1. Mengukur tanda tanda vital
2. Menganjurkan kompres air hangat
3. Memberikan penjelasan kepada klien tentang manfaat mengunakan pakaian berbahan
tipis
4. Berkolaborasi dalam pemberian therapy obat penurun panas sesuai dengan dosis dan
tepat waktu
2 . Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil
1. Meningkatkan istirahat
2. Memberikan informasi tentang nyeri kepada klien seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur
3. Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.