Anda di halaman 1dari 26

MENINGKATKAN EFEKTIFITAS

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI


SEKOLAH

RASIONAL
Pendidikan jasmanimerupakan salah satumatapelajaran yang disajikan di SMU.
Mata pelajaraninimemilikikarakteristik yang berbedadibandingdenganmatapelajaran lain,
perbedaantersebutmeliputi: tujuan yang ingindicapai, prosedur yang harusdilaksanakan,
dan alatatau media yang digunakan.
Metodepengajaran, kondisipengajaran dan
hasilpengajaranmerupakantigavariabelutama yang mempengaruhipengajaran. Ketepatan
guru dalammemilihmetodemengajar, dan didukungdengankualitaskondisipengajaran yang
baik, makaakanberpengaruhterhadaphasilpengajaran. Efektifitaspengajaranmerupakan
salah satuindikatoruntukmengukurhasilpengajaran. Efektifitaspengajarandapatdilihatdari:
kecepatanpenguasaanmateripelajaran, kesesuaiandenganprosedur, kuantitaskinerja, dan
kualitashasilakhir. Pengajaranpendidikanjasmani yang efektif di SekolahMenengahUmum
(SMU) salah satunyadapatdiukurmelaluikuantitaskinerjasiswa, pada saat proses
belajarmengajar (PBM) berlangsung.

HAKIKAT PENDIDIKAN JASMANI


Mata pelajaran Pendidikan Jasmani yang disajikan di
sekolahbertujuanmembantuanakdidikmenujukearahkedewasaan. Intensitaspendidikan
(paedagogis) dalammatapelajaranpendidikanjasmanimenurutRijsdorp (1975)
meliputiempatpokokpikiran: (1) pembentukangerak, (2) pembentukanprestasi, (3)
pembentukansosial, dan (4) pembentukan badan.
Siedentop (1980), Bucher (1983), dan Pangrazi (1989),
menyatakanpendidikanjasmanimerupakanbagian integral dari proses
pendidikansecarakeseluruhan, merupakanbidangusaha yang
memilikitujuanpengembanganpenampilanmelaluiaktivitasfisik, yang
telahdiseleksidengancermatuntukmemperolehhasilsecaranyata, yang
akanmemberikemungkinankepadaindividuuntukhiduplebihefektif dan lebihsempurna.

Menurut Bennet (1983) pendidikanjasmanimerupakanbagian integral


daripendidikan, dan
melaksanakankegiatanuntukmenjaminseluruhperkembangankualitasfisik dan moral anak-
anak di sekolahdalammenyiapkankehidupannya, bekerja dan mempertahankannegaranya.
Secaralebihkhususpendidikanjasmaniakanmeningkatkankesehatan,
perkembanganketerampilanfisik, potensi organ-organ tubuh, keterampilangerakfungsional
dan menanamkankualitas moral sepertipatriotisme, kerjasama, keberanian, ketekunan, dan
keyakinandiri.

Ateng (1993) mengemukakanpendidikanjasmanimerupakanbagian integral


daripendidikansecarakeseluruhanmelaluiberbagaikegiatanjasmani yang
bertujuanmengembangkanindividusecaraorganik, neuro muskuler, intelektual dan
emosional.

Konseppendidikanjasmani yang dianut di Indonesia sesuaidengan Surat Keputusan


(SK) Menteri Pendidikan dan KebudayaanNomor 0413/U/1987,
dinyatakanbahwapendidikanjasmanimerupakanbagian integral daripendidikankeseluruhan.
Pendidikan jasmanibertujuanmengembangkanindividusecaraorganis, neuromuskuler,
intelektual, dan emosional.
Dari beberapapendapat di
depandapatdisimpulkanbahwapendidikanjasmanimerupakanbagian integral dari proses
pendidikansecarakeseluruhan yang menggunakanaktivitasjasmani (fisik) sebagai media
ataualatuntukmencapaitujuan. Pendidikan
jasmanibertujuanmengembangkanindividusecaraorganis, neuromuskuler, intelektual, dan
emosional.
Pendidikan Jasmani di Sekolah
Tujuanutama program pendidikanjasmani di sekolahlanjutanMenurut Lawson dan
Placek (1981) adalahuntuk: (1) memberikesempatansiswabelajarbergeraksecaraterampil
dan cekatan, (2) memberikesempatansiswauntukmemahamiberbagaipengaruh dan
akibatketerlibatanmerekadalamkegiatanjasmani yang menggembirakan, (3)
membantusiswauntukmemadukanketerampilanbaru yang dibutuhkandenganpengetahuan
yang telahdipelajarisebelumnya, (4)
meningkatkankemampuansiswauntukmenggunakanpengetahuan dan
keterampilanmerekasecararasional.
Menurut Bloom (1985) tujuanpendidikanmeliputitigakawasan: kawasankognitif,
afektif dan psikomotor. Ketigakawasantersebutmerupakansatukesatuan yang ututh dan
tidakdapatdipisah-pisahkan. Ketigakawasantersebuttidakharusmemilikipersentase yang
sama, masing-masing matapelajaranmemilikipersentase yang berbeda-beda.
Perbedaanpersentasetersebutdisebabkan masing-masing
matapelajaranmemilikikarakteristik yang mungkinberbedadenganmatapelajaran lain. Mata
pelajaranmatematikamisalnya,
berdasarkankarakteristiknyalebihdominanmengembangkanaspekkognitif,
tetapiuntukmatapelajaran lain, mungkinmemilikititiktekan pada aspekafektifataupsikomotor.
Perbedaankarakteristiksetiapmatapelajarantersebutmenyebabkanperbedaan pada tujuan
yang ingindicapai, prosedur yang harusdilaksanakan, dan media ataualat yang digunakan.
Pendidikan jasmanisebagai salah satumatapelajaran yang disajikan di sekolah,
dalamkegiatansehari-harimemilikipersentase yang lebihbanyak pada kawasanpsikomotor,
dibandingdengankawasankognitif dan afektif. Hal inidiperkuat oleh pendapatAnnarino
(1980) yang mengembangkantaksonomitujuanpendidikanjasmanimeliputi: (1) kawasanfisik;
kekuatan, dayatahan, dan kelentukan, (2) kawasanpsikomotor; kemampuanperseptual-
motorik, dan keterampilangerak fundamental, (3)
kawasankognitifatauperkembanganintelektual yang terdiridari; pengetahuan, kemampuan
dan
keterampilanintelektual, (4) kawasanafektifmeliputiperkembangan personal, sosial dan
emosional.
Dengandemikianpendidikanjasmani di SMU
bertujuanmemberikankesempatankepadasiswa: (1) belajarbergeraksecaraterampil dan
cekatan, (2) memadukanketerampilanbarudenganpengetahuan yang telahdipelajari, dan
(3) menggunakanpengetahuan dan keterampilandalamkehidupansehari-hari.
Denganmengikutipendidikanjasmanisiswaakanmampumengembangkanfisik, mental,
sosial, emosional, intelektual dan kesehatansecarakeseluruhan.

KondisiPengajaran Pendidikan Jasmani


Keberhasilanpengajaranpendidikanjasmani di SMU salah satunyaditentukan oleh
kondisipengajaran, baiksyaratkuantitasmaupunkualitas. Kondisipengajaran yang
dimaksuddiantaranyaadalah: (1) adanya guru pendidikanjasmani yang
memenuhisyaratakademik dan profesional, (2) tersedianyasarana dan prasarana yang
memadai, baikditinjaudarikuantitasmaupunkualitas, dan (3) situasilingkungan yang
mendukungpembelajaranpendidikanjasmani.
Masalahumum yang dihadapi guru pendidikanjasmani di SMU antara lain: (1)
terlalubanyaknyajumlahsiswa, dibandingdengansarana dan prasaranamengajar yang
tersedia, dan (2) rendahnyawaktubelajarsiswa, karenaberkuranguntukgantipakaiansebelum
dan setelahpelajaran. Akibatnya guru
pendidikanjasmanihanyamampumenyajikansatukegiatantertentukepadasiswanya.
Minimnyaperlengkapan yang dimilikisuatu SMU
menyebabkanpengajaranpendidikanjasmanitidakdapatdisajikansecaramaksimal. Seorang
guru pendidikanjasmani SMU yang menyajikanmateribolavoli I misalnya,
harusmengajarmenggunakanduabuahbolavoli dan satulapangan, denganjumlahsiswa 40
orang. Rasioantarasarana dan prasarana yang
digunakandenganjumlahsiswatidakseimbang. Dengankondisitersebuttugas guru
untukmencapaitujuanpendidikanjasmanicukupberat, baiktujuankognitif, afektif,
maupunpsikomotor.
Ketidakseimbanganantarajumlahsiswadengansarana dan prasarana yang tersedia,
bukanhanyauntukpenyajianmateribolavolisaja, tetapi juga berlakuuntukmaterilain, bahkan
di SMU tertentutidakmemilikiprasaranauntukmatapelajaranpendidikanjasmani,
sehinggapengajaranpendidikanjasmaniharusdilaksanakan di stadion yang
jaraknyacukupjauh,
akibatnyawaktupelajaranpendidikanjasmanibanyakberkuranguntukgantipakaian dan
perjalanankestadion.
Melihatkondisi di depan, wajarsajaapabilasiswa SMU
tidakmenguasaiketerampilangeraktertentu, karenasarana dan prasarana yang
dapatdigunakantidakseimbangdenganjumlahsiswa,
sehinggafrekuensisiswadalammelakukankegiatansangatsedikit.
Akibatnyaefektifitaspengajaranpendidikanjasmani di SMU rendah.
Siswa SMU yang selamainimemilikiketerampilan yang
baikdalamcabangolahragatertentu, misalnyabolavoli dan sepakbola, banyakdibentuk oleh
lingkungandimanadiatinggal. Frekuensilatihan di lingkungantempattinggal,
lebihbanyakdibanding di sekolah yang hanya 2 jam pelajaransetiapminggu.
Peningkatanketerampilansiswabukankarenaberhasilnyapembelajaranpendidikanjasmani di
SMU, melainkankarenamengikutilatihan di lingkungannyasecararutin.
Melihattidakseimbangnyaantarajumlahsiswadengansarana dan prasarana yang
dimiliki SMU, maka guru pendidikanjasmaniharuspandai-pandaimerancangpengajaran,
agar kondisisarana dan prasarana yang dimilikisekolahdapatdimanfaatkansecara optimal.
Upayainidilakukanuntukmeningkatkanefektifitaspembelajaranpendidikanjasmani pada saat
PBM.

EFEKTIVITAS PENGAJARAN PENDIDIKAN JASMANI


Degeng (1989) menyatakan, hasilpengajarandapatdiukurmelalui: (1)
efektifitaspengajaran, (2) efisiensipengajaran dan (3) dayatarikpengajaran.
Efektifitaspengajarandapatdilihatdari: kecepatanpenguasaanmateripelajaran,
kesesuaiandenganprosedur, kuantitaskinerja, dan kualitashasilakhir.
Pengajaranpendidikanjasmani yang efektif di SMU salah
satunyadapatdiukurmelaluikuantitaskinerjasiswa pada saat PBM.
Tingginyaaktivitassiswaselamapembelajaranpendidikanjasmanimerupakanindikatordarikua
ntitaskinerja. Untukmampumenciptakankuantitaskinerja yang tinggi, maka guru
pendidikanjasmaniharuskreatifdalammerancang program pengajaran,
denganberbagaiketerbatasankondisi yang dimiliki.
Soemosasmito (1988)
mengemukakanbahwaefektivitaspengajaranpendidikanjasmanidapatdianalisismelaluitinggi
nya rata-rata waktubelajar yang tepat, diikutidenganrendahnyawaktumenunggu.
Duafaktortersebutdinilaisebagaifaktorutama yang membedakanantarapengajaran yang
baik dan pengajaran yang buruk. Pengajaran yang baikadalahpengajaran yang
tinggiketepatanwaktubelajarnya. Sedangkanpengajaran yang buruk, adalahpengajaran
yang rendahwaktukegiatannyadenganwaktumenunggu yang tinggi. Menurut McLeish
(dalamSoemosasmito, 1988) pengajaran yang efektifadalahpengajaran yang
memperhatikan model waktubelajar. Teoribelajar yang mendasari Waktu BelajarAkademis
Pendidikan Jasmani (WBA-PJ) memilikiprinsip: (1)
pengajaranmengusahakansemaksimalmungkinsejumlahproporsi dan
tipekesempatanbelajar, (2)
belajarakandapatdilakukandenganbaikmelaluipemusatanperhatianlatihangerak dan
meggunakanpengalamannyata.
Dengandemikianpengajaran yang efektifberartisusunanpengajaran yang
memaksimalkanjumlahwaktudalamlatihanlangsung, bagisetiapindividu pada tingkattertentu,
dan sekaligusmeyakinkanterwujudnyaperkembangan yang berkelanjutandariketerampilan
yang sesuai, denganjumlahkegagalan yang rendah (minimal).
Mustain (1990) menjelaskanbahwaperilakupengajaran yang
efektifdapatdilihatmelaluidelapanvariabelyaitu: (1) penentuantujuanpengajaranharusjelas
dan bermanfaat, (2) harusdilakukanperencanaanpengajaransecarabaik, (3)
melaksanakanpresentasidenganbaik, (4) mengelolasiswadenganbaik, (5)
mengelolapengajaran
denganbaik, (6) memperhatikanaktivitassiswa, (7) memberikanumpanbalik pada saat yang
tepat, dan (8) memilikitanggungjawab yang tinggisebagai guru.
Pieron dan Graham (dalamMustain, 1990)
menyatakanefektivitaspengajarantidakdapatdilihatdarisatuvariabelsaja,
tetapimerupakansekelompokvariabeldariaspek-aspekpengajaran yang
harusdilihatsecarakeseluruhan. Aspek-aspek yang
dapatdipertimbangkanuntukmelihatefektivitaspengajaranmeliputi: informasitujuan,
perencanaanpengajaran, presentasimateripelajaran, informasiwaktu yang digunakansiswa,
pengelolaanpengajaran, pengelolaanaktivitassiswa, umpanbalik dan tanggungjawab guru.
Dari pendapat di depandapatdisimpulkanpengajaranpendidikanjasmani di SMU
yang efektifadalahtingginya rata-rata waktubelajar yang dilakukansiswaselama PBM,
diikutidenganrendahnyawaktumenunggu. Kondisiinihanyaakandapatdilakukansiswaapabila
SMU memilikisarana dan prasarana yang seimbangdenganjumlahsiswa yang
mengikutipelajaranpendidikanjasmani.
Dengandemikiansiswaakanbanyakmelakukankegiatandibandingdenganwaktumenunggu
(istirahat).

MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGAJARAN


Masalahutamapengajaranpendidikanjasmani di SMU
adalahrendahnyafrekuensigerak yang dilakukansiswaselama PBM berlangsung,
sehinggakualitasgeraksiswatidakmeningkat. Untukmeningkatkanfrekuensi dan
kualitasgeraksiswa, maka guru
pendidikanjasmanidapatmeningkatkanefektifitaspengajaranpendidikanjasmani, antara lain
melalui: (1) Melengkapisarana dan prasaranasesuaikebutuhan, (2) disajikan pada jam I
dan II, (3) disajikandiluar jam, dan (4) menyajikanmateriganda.

Melengkapi Sarana dan PrasaranaSesuaiKebutuhan


Penambahansarana dan prasaranapendidikanjasmani yang
seimbangdenganjumlahsiswa,
akanmeningkatkanfrekuensisiswamelakukankegiatanselama PBM.
Penyajianmateripelajaranbolavolimisalnya, diikuti 40 siswadenganmenggunakandua
bola dan satulapangan, jauhtidakseimbang dan
kurangmemadaidibandingdenganjumlahsiswa.
Kondisisepertiinitidakakandapatmenunjangtercapainyatujuanpendidikanjasmani,
karenafrekuensisiswauntukbergeraksangatrendah, sehinggasiswalebihbanyakdiamdari
pada bergerak, haliniberlawanandengankonseppendidikanjasmani. Rasio yang
seimbangpenyajianmateribolavoli yang diikuti 40 siswaadalahmenggunakan 10 bola
denganduasampaitigalapangan.
Kendalautamameningkatkanefektifitaspengajaranpendidikanjasmanidenganmenam
bahsarana dan prasaranasesuaidengankebutuhansiswaadalah, besarnyaanggaran yang
diperlukanuntukpembeliansarana dan prasarana yang diperlukan,
sehinggacarainisulitditerapkan oleh SMU, karenasemuamatapelajaransama-
samamembutuhkansarana dan prasarana yang memadai.
Sulitnyamenyempurnakan dan memenuhisarana dan
prasaranapendidikanjasmanisecaraseimbangdenganjumlahsiswa,
bukanberarticarainiharusdihindariataudiabaikan, namun guru
pendidikanjasmaniharustetapmengusahakan agar sarana dam prasarana yang
diperlukanmemilikirasio yang seimbangdenganjumlahsiswa.
Dengandemikianefektifitaspengajaranpendidikanjasmanitetapdapatditingkatkan.

Disajikan pada Jam I dan II


Salah satu yang membedakanpengajaranpendidikanjasmanidenganmatapelajaran
lain adalahtempatkegiatan. Untukpenyajianmatapelajaranpendidikanjasmani,
siswasebelummengikutimatapelajarandiperlukanpersiapankhusus, persiapan yang
dimaksudadalah (1) siswaharusmenggunakanpakaianolahraga,
sehinggamembutuhkanwaktuuntukgantipakaian pada saatakanmengikutipelajaran, dan
gantipakaian pada saatsetelahpelajaranselesai, (2) Kegiatanbelajardilakukan di lapangan,
kolamrenang, atau di gedungolahraga (gymnasium), yang
memerlukanwaktukhususuntuksampaiketempattersebut.
Akibatnyawaktupengajaranpendidikanjasmaniberkuranguntukgantipakaian dan
berjalanketempatkegiatan.
Beberapa guru Pendidikan Jasmani SMU di Kotamadya Malang menyatakan,
waktu yang diperlukanuntukgantipakaian pada saatawalpelajaran 10-15 menit, dan pada
saatakhirpelajaranmembutuhkanwaktu 10-15 menit. Sehinggawaktuefektif yang
dipergunakansiswa pada saat PBM matapelajaranpendidikanjasmani di SMU selama 2 jam
pelajaran (2 X 45 menit) setiapminggu, berkurang 20-30 menit.
Untukmengurangihilangnyawaktugantipakaian dan perjalanankelapangan,
makamatapelajaranpendidikanjasmanidapatdisajikan pada jam I dan II. Penyajian pada
jam tersebutbanyakmemilikikeuntungan; (1) matapelajaranpendidikanjasmanidapatdimulai
30 menitsebelum jam pertama, (2) siswamemilikiwaktu yang
cukupuntukgantipakaiansebelum dan setelahpelajaran, dan (3) siswamemilikiwaktu yang
cukupuntukberjalankelapangan, sehinggawaktupengajaranpendidikanjasmaniselama 2 jam
pelajarandapatdimanfaatkansecarapenuh.
Pengaturan jam pelajaraninidapatditerapkan oleh semua SMU yang masukpagi,
hanyasajajumlahnyasangatterbatas, karenaseorang guru
setiapharihanyamampumenyajikanmatapelajaranpendidikanjasmanisatukelas,
berartidalamsatumingguseorang guru hanyamampumenyajikanenamkelas.
Sehinggaapabilasuatu SMU memilikikelaslebihdarienam,
makamaterimatapelajaranpendidikanjasmaniuntukkelas lain harussajikan pada jam lain.
Untuk SMU yang masuk sore, matapelajaranpendidikanjasmanidapatdisajikan
pada dua jam terakhirsebelum jam pelajaranselesai. Denganpengaturan jam
inidiharapkansiswamemilikiwaktu yang banyakuntukmelakukanpersiapan, dan
melaksanakankegiatan.

DisajikanDiluar Jam
Beberapa SMU di Malang sudahada yang
menyajikanmatapelajaranpendidikanjasmanidiluar jam pelajaran, yang dimaksuddiluar jam
pel- ajaranadalahapabila SMU masukpagi,
makakhususuntukmatapelajaranpendidikanjasmanidisajikan pada sore
hari, sehingga jam pelajaranlebihlonggar, baikuntukmelakukanpersiapan, melaksanakan
dan mengakhirikegiatan.
Masalahutama yang munculpenyajianmatapelajaranpendidikanjasmanidiluar jam
pelajaranadalah, apakahsemuasiswa SMU akanmengikutipelajaransecarapenuh,
karenatidaksedikitsiswa SMU yang berdomisilijauhdarisekolah,
sehinggasiswatersebuttidakmungkinseharipenuhberada di sekolahuntukmengikutikegiatan.

MenyajikanMateri Ganda
Penyajianmaterigandadapatditerapkansebagaialternatifdalammeningkatkanefektifit
aspengajaranpendidikanjasmani. Upayainiditempuhkarena SMU tertentumemilikisarana
dan prasarana yang tidakseimbangdenganjumlahsiswa,
sehinggaaktifitassiswasangatrendah. Untukmeningkatkanaktifitassiswaselama PBM
makadapatdilakukandenganmenyajikanmateriganda.
Penyajianmateritersebutdimaksudkanuntukmenambahjumlahsarana dan prasarana yang
dapatdimanfaatkansiswa, sehinggaselamamengikutipelajaransiswalebihbanyakbergerak.
Guru pendidikanjasmani SMU dapatmengelompokkansiswamenjadidua: putra dan
putri. Pada minggupertama, materiutamadisajikanuntuksiswaputra,
sedangkansiswaputrimelakukankegiatanolahraga lain yang berbentukpermainan dan
banyakmelibatkansiswamisalnyabolavoli. Pada minggukedua,
materidisajikanuntuksiswaputri, sedangkansiswaputramelakukankegiatanolahraga lain
yang berbentukpermainan.
Prinsipinidikemukakankarenahakikatpendidikanjasmaniadalahpendidikan yang
dilaksanakanmelaluigerak, sehinggagerakmerupakansaranautamauntukmencapaitujuan.
Siswa yang mengikutimatapelajaranpendidikanjasmaniharusbanyakbergerakselama PBM
berlangsung. Untukmeningkatkanfrekuensigeraksiswa, makaharusdisediakansarana dan
prasarana yang memadai, dan salah satucaranyaadalahmenambahsarana dan prasarana
yang dapatdigunakanselama PBM berlangsung. Denganmenyajikanmateriganda,
makasarana dan prasarana yang dapatdimanfaatkansiswa SMU selama PBM
lebihbanyakjumlahnya.
Penyajianmaterigandadikemukakansebagaiupayameningkatkanefektifitaspengajara
npendidikanjasmani di SMU. Untukdapatmenyajikanmateriinisecarabaik, makarambu-
rambutertentuharusdipenuhi oleh guru pendidikanjasmanidalammemilihmaterikedua.
Prinsippemilihanmaterikedua yang harusdiperhatikan guru pendidikanjasmani,
dalammenyajikanpengajaranmaterigandaadalah:
1. Materipelajaranberbentukpermainan yang banyakmelibatkansiswa, misalnyabolavoli,
sepakbola, bola basket, dan sebagainya.
2. Materipelajarantidakmembahayakansiswa, sehinggatanpadikontrol guru
siswaamanmelakukankegiatan.
3. Materipelajaran, pernahdiperoleh (disajikandalamkurikulum) di Sekolah Dasar (SD) atau
di SekolahMenengah Tingkat Pertama (SMTP),
sehinggasemuasiswadapatmelakukandenganbaik.
Contohpenyajianmaterigandadenganmateriutamalemparlembing, dapat
dilakukansebagaiberikut: Pada pertemuan I materilemparlembingdisajikanuntuksiswaputra,
sedangkansiswaputrimelakukankegiatanpendidikanjasmanidenganmateripermainan yang
tersedia di SMU, misalnyabolavoli. Pada pertemuan II (mingguberikutnya),
materilemparlembingdisajikanuntuksiswaputri, sedangkansiswaputradapatbermainbolavoli,
bola basket, dan sebagainya.
Dengancarainidiharapkansiswaakanlebihaktifdalammengikutimatapelajaranpendidi
kanjasmani, karenaalat yang dapatdigunakanlebihbanyak, dengancaraini guru
pendidikanjasmanidapatmemaksimalkankemampuansiswasesuaidengankondisisarana dan
prasarana yang dimilikisuatu SMU.

KESIMPULAN
Hasil pengajarandapatdiukurmelalui: (1) efektifitaspengajaran, (2)
efisiensipengajaran dan (3) dayatarikpengajaran.
Menilaiefektifitaspengajaranpendidikanjasmani di SMU
dapatdilihatdarikuantitaskinerjasiswaselama PBM berlangsung.
Upayameningkatkanefektifitaspembelajaranpendidikanjasmani di SMU
dapatdilakukandengancara: (1) Melengkapisarana dan prasaranasesuaikebutuhan, (2)
menyajikanmateri pada jam I dan II, (3) menyajikanmateridiluar jam, dan (4)
menyajikanmateriganda. Cara
iniditempuhsebagaiupayameningkatkanfrekuensisiswauntukbergerakselama PBM
berlangsungnya.
Penyajianmateripendidikanjasmanibertujuanuntukmengembangkanindividusecarao
rganis, neuromuskuler, intelektual, dan emosional, melaluiaktivitasjasmani (fisik).
Dengandemikianpengajaranpendidikanjasmani di SMU
harusbanyakmelibatkansiswauntukbergerak.

DAFTAR RUJUKAN
Abdulkadir, Ateng. 1993. Pendidikan Olahraga. PidatoPengukuhan Guru Besar FPOK.
Jakarta: Sabtu 30 Oktober 1993.
Annarino,Anthony, A. &Cowel. 1980. Curriculum Theory and Design in PhysicalEducation .
St. Louis: CV. Mosby Company.
Bennet, B. L. 1983. Comparative Physical Education and Sport . Philadelphia: Lea and
Febiger.
Bloom, Benyamin, S. 1985. Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman Hall
Inc.
Bucher, Charles, A. 1983. Foundation of Physical Education and Sport. St. Louis: CV.
Mosby Company.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta:
Depdikbud P2LPTK.
Lawson Hal A. and Placek Judith H. 1981. Physical Education in The Secondary
Schools;Curriculum Alternatives. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Mustain, Wendy C. 1990. Are you the best teacher you can be?. Journal of
PhysicalEducation Recreation and Dance. (JOHPERD). Volume 61 Number 2
February pp.88-93.
Pangrazi Robert P. and Daur, Victor P. 1989. Dynamic Physical Education For
ElementarySchool Children. New York: Macmillan Publishing Company.
Rijsdorp, K. 1975. Gymnology. Terjemahan Abdulkadir Ateng, Jakarta: DitjenPemuda dan
OlahragaDepdikbud.
Siedentop, D. 1980. Physical Education Introductory Analysis. Dubuqua, Iowa: Wm. C.
Brown.
SK Mendikbud 0413/U/1987. TentangPerubahan Nama Pendidikan Olahraga
danKesehatan menjadi Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud
Soemosasmito,Soenardi. 1988. Dasar Proses dan EfektivitasBelajarMengajarPendidikan
Jasmani. Jakarta: P2LPTK DitjenDiktiDepdikbud.
PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI
SEKOLAH DASAR

A. RASIONAL
Pendidikan jasmani dan kesehatan (Penjaskes) merupakan salah
satumatapelajaran yang disajikan di Sekolah Dasar (SD). Mata
pelajaraniniseharusnyamemilikikedudukan yang setaradenganmatapelajaranpendidikan
Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan matapelajaran lain yang disajikan di
SD.
PenyajianmateriPenjaskes yang dominanmenggunakanaktivitasfisiksebagai media
utamauntukmencapaitujuandenganpersentase yang lebihbanyak pada domain
psikomotordibandingdengan domain kognitif dan
afektifdianggapkurangmemilikisumbangandalambidangpendidikan dan pengajaran.
Kenyataantersebutdapatdilihatdaribeberapamatapelajaransaja yang yang di-
EBTANAS-kan,
haltersebutmemperlihatkanbahwabelumadakesamaanpenghargaanterhadapmatapelajaran
di SD, termasuk juga untukmatapelajaranPenjaskes, yang
dianggapkurangpentingdalammenunjangtercapainyatujuanpendidikan,
sepertimatapelajaran lain yang dominan pada aspekkognitif.
PemberiannilaimatapelajaranPenjaskes yang diperolehmelaluitestulis, yang
diperolehdaritessumatifmerupakankesalahanpelaksanaanevaluasiPenjaskes yang
seharusnyatidakterjadi. Data tersebutsekaligusmerupakan salah satubuktibahwa model
evaluasipendidikanjasmani yang dilaksanakan pada saatsekarangperludikajiulang.

14
B. RUANG LINGKUP KAJIAN

Fokuskajian kali iniditikberatkan pada pengembanganinstrumenevaluasiPenjaskes


di SD, yang menurutpenulisbelumbanyakdisentuh oleh guru Penjaskes SD.
Pengembanganinstrumenevaluasitersebutmeliputi: (1) menilai proses belajar dan (2)
menilaihasilbelajar.

C. TUJUAN PENDIDIKAN JASMANI

PerbedaanpenyajianmateripelajaranPenjaskesdibandingdenganmatapelajaran lain
diantaranyaterletak pada pelaksanaankegiatan. Dalampendidikanjasmani,
aktivitasfisikmerupakan media utama yang digunakanuntukmencapaitujuan.

Annarino (1980) yang mengembangkantaksonomitujuanpendidikanjasmani yang


meliputi: (1) domain fisik; kekuatan, dayatahan, dan kelentukan, (2) domain psikomotor;
kemampuanperseptual-motorik, dan keterampilangerakdasar, (3) domain
kognitifatauperkembanganintelektual yang terdiridari; pengetahuan, kemampuan dan
keterampilanintelektual, dan (4) domain afektifmeliputiperkembangan personal, sosial dan
emosional.

MenurutAbdoellah (1988) tujuanumumpendidikanjasmani di sekolahmeliputi: (1)


Perkembanganorganik, (2) perkembangan neuro muskuler, (3) perkembangan personal-
sosial, dan (4) perkembangankemampuanbernalar.
Untukmengetahuitingkatkeberhasilanpendidikan di sekolahdiperlukanpengukuran dan
evaluasi.

Di Indonesia menurut SK Mendikbud 0413/U/1987, pendidikanjasmanidiajarkan di


sekolahbertujuanuntukmengembangkanindividusecaraorganis, neuromuskuler, intelektual,
dan emosional.

Untukmencapaitujuanpendidikantersebut, maka guru Penjaskes SD


dalammelakukankegiatansehari-hari paling tidakharusmelakukantigakegiatan, yaitu: (1)
menyusunpersiapanmengajar, (2) melaksanakankegiatanpembelajaran, dan (3)
melaksanakanevaluasikegiatan.
D. EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI

Evaluasimerupakan salah satuaspekpenting yang harusdiperhatikan guru


Penjaskes SD. EvaluasiPenjaskesdapatmengacu pada proses belajar dan product (hasil)
belajar. Untukdapatmelakukanevaluasidenganbaik, makadiperlukaninstrumentertentu.
Dalampendidikanjasmaniinstrumenevaluasitersebutdapatberbentuktes dan non tes.

Untukdapatmelakukanpengembanganinstrumenevaluasi, makaharusada data


proses dan hasilbelajarpendidikanjasmani yang dapatdianalisis, sehinggapengumpulan
data melaluites dan non tesmerupakanprasyarat yang harusdikuasai oleh guru Penjaskes
SD sebelummelakukanevaluasi.

Minimnyasarana dan parasarana yang dimilikisekolah, dan


tidakseimbangdenganjumlahsiswamerupakanmasalahklasik yang seringmuncul dan
dihadapai oleh guru pendidikanjasmani di SD,
sehinggasiswalebihbanyakistrirahatdibandingdenganwaktuberaktifitas (Soemosasmito,
1988).

Selaindariaspeksiswa,
aspekkebijakanternyatacugaturutmempengaruhikesalahandalammelakukanevaluasi.
Testulis pada EBTA untukmatapelajaranPenjaskesmerupakan salah satukebijakan yang
kurangtepat, karenatidaksesuaiantaratujuanmatapelajaranPenjaskesdenganinstrumen
yang digunakanuntukmengukur.

Hasil penelitianTaufikdkk. (1998) menyebutkanbahwaBobotpenilaian yang


dinginkan oleh guru Penjaskes SD memilikikomposisisebagaiberikut: psikomotor 48,27%,
kognitif 22,91%, dan afektif 26,52%.

Berangkatdarihasilpenelitiantersebut,
sudahselayaknyakebijakanmemasukkanPenjaskesdiujikan pada EBTA harusdihapuskan,
karenamendudukiposisi yang paling rendahdibandingdengan domain lain, yang
hanyamemilikibobot 22,91%.
Kebijakan yang dapatdiusulkanadalahmatapelajaranPenjaskesmerupakanpra-
syaratbagisiswauntukmengikuti EBTA dan EBTANAS. Siswa yang memilikikesegaran

jasmanitinggijelasakanmampubelajarlebih lama dibandingdengansiswa yang


memilikikesegaranjasmani yang rendah. Berdasar pada kerangkaberpikirtersebut,
menurutpenulisperludipertimbangkantingkatkegaranjasmanisebagai salah
satupertimbangankelayakansiswauntukkenaikankelas, mengikuti EBTA dan EBTANAS.

Kegiatanevaluasimeliputidualangkah, yaitutes dan pengukuran. Mathwes (1978)


menyatakanevaluasimencakuppengambilankeputusan, penaksiran, penilaian, dan
implementasiterhadap proses pendidikansecarakeseluruhan. MenurutVerducci (1980)
evaluasimerupakan proses yang
sistematisuntukmenentukantingkattercapainyasuatutujuan. RatnaSayekti (1988)
menyatakanevaluasimerupakansuatu proses yang
sistematisuntukmenentukanseberapajauhtujuaninstruksionaltelahdicapaisiswa.

Berdasarkanpendapat di depan, dapatdisimpulkanbahwaevaluasimerupakansuatu


proses yang sitematisuntukmenentukannilaiberdasarkan data yang
dikumpulkanmelaluipengukuran.
Menilaiadalahmengambilsuatukeputusanterhadapsesuatudenganukuranbaikburuk, dan
penilaianbersifatkualitatif.

PengertianTes

MenurutKirkendall (1980) tesadalahinstrumen yang


digunakanuntukmendapatkaninformasitentangindividuatauobjek.
Dengandemikiantesmerupakaninstrumenataualat yang digunakanuntukmengumpulkan
data yang berupapengetahuanmaupunketerampilanseseorang.

Dalampendidikanjasmani, terdapatbeberapajenistes,
diantaranyaberupatespengetahuanuntukmengukurkemampuankognitifmaupunafektif,
biasanyatesiniberbentukpertanyaan-pertanyaan. Tesketerampilancabang-cabangolahraga
dan kesegaranjasmanimerupakantes yang mewakili domain psikomotor.

Contoh; Teskesegaranjasmanidari Cooper, tesAsian Committe on theStandization


of Physical Fitness Test (ACSPFT), TesKesegaranJasmani Indonesia(TKJI),
tesketerampilan bola voli, sepakbola, bola basket, softball, bola tangan, tenislapangan,
tenismeja, bulutangkis, sepak takraw, renangdsb.

PengertianPengukuran
MenurutVerducci (1980)
pengukuranmerupakanaspekkuantitatifuntukmenentukaninformasitentangsifatatauperlengk
apansecaratepat. Kirkendall, (1980) menyatakanpengukuranmerupakan proses
pengumpulaninformasi. MenurutArikunto (1991)
mengukuradalahmembandingkansesuatudengansatuukurantertentu, dan
pengukuranbersifatkuantitatif.

Dari beberapapendapat di atas,


makadapatdisimpulkanbahwapengukuranmerupakanbagiandarievaluasi yang
menggunakanalat dan tekniktertentuuntukmengumpulkaninformasisecaratepat dan benar.

Contoh; mengukurkecepatanlari, renang dan


balapsepedadenganmenggunakanstop-watch. Mengukurjauhnyalompatanatlitlompatjauh,
tingginyalompatanatlitlompattinggi, jauhnyalemparanatlitlemparlembing, lemparcakram,
tolakpeluru dan lontar martildiukurdenganmenggunakanmeteran, dsb.

TujuanPengukuran dan Evaluasi

Safrit (1981) dan Verducci (1980) menyatakantujuanpengukuran dan


evaluasimeliputi: (1) mendiagnosiskelemahan, (2)
pengelompokansiswasesuaidengankemampuan, (3) mengarahkansiswasesuaidengan
program, (4) memprediksitingkatkemampuan, (5) menentukanprestasisiswa, (6)
mengetahuikemajuansiswa, (7) memotivasisiswa, (8) penentuankelas, (9)
mengevaluasiefektifitaspengajaran, (10) melakukanperbaikan program administrasi, dan
(11) mengevaluasikurikulum.

MenurutKirkendall (1980) tujuanpengukuran dan evaluasimeliputi: Penentuan


status, pengelompokansiswa, seleksisiswa, diagnosis dan bimbingan, motivasi,
mempertahankanstandar, perlengkapanpengalamanpendidikan, dan
melengkapipenelitian.

Dengandemikiandapatdisimpulkantujuanpengukuran dan
evaluasidapatmemilikimeliputi: (1) penentuan status siswa, (2) pengelompokansiswa, (3)
seleksi, (4) diagnostik dan bimbingan, (5) motivasi, (6) mempertahankanstandar, dan (7)
melengkapipengalamanpendidikan.

E. PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN DAN EVALUASI

Pengukuran dan evaluasiPenjaskes di SD, harusmengacu pada prinsip-prinsip-


prinsiptertentu, apabila guru pendidikanjasmaniinginberhasildalam program evaluasi, maka
guru tersebutharustahupastiprinsip-prinsipevaluasi. Prinsip-
prinsiptersebutdiantaranyaadalah:

Pengukuranharusdilakukansecaraobyektif

Obyektifitassudahmulaidiberlakukansebelumsuatutesdilaksanakan, yaitu pada


saatmerencanakansebuahevaluasi. Seorang guru
pendidikanjasmanidalammemberikannilaiharusobyektif, nilai yang
diberikankepadasiswaharusdidasarkan pada data-data yang
diperolehdarihasilpengukuransesuaidengankondisisiswa.

Bertolakdarisifatobyektiftersebut, makatidakbenarapabilaada guru Penjaskes yang


memberikanpenilaianberdasarkanunsur-unsur yang subyektif,
karenahaltersebutakanmempengaruhikeabsahandaripenilaianitusendiri,
dimanapenilaiantidakdidasarkan pada data-data yang
sebenarnyatetapiberdasarkankeinginan guru.

EvaluasiDilaksanakanSebelum, Selama dan Setelah Proses BelajarMengajar

Evaluasi yang dilaksanakansebelumberlangsungnya proses belajar dan


mengajardimaksudkanuntukmengetahuikemampuanawal yang telahdimilikisiswa. Hasil
evaluasitersebutdapatdipergunakansebagaibahanpertimbangandalammenyusun program
ataupunmetodepenyampaian,
sertabergunauntukmelakukanpengelompokansiswaberdasarkankemampuan yang dimiliki.

Evaluasi yang dilaksanakanselama proses belajar-mengajar, dimaksud-


kanuntukmemberikanbantuan,
apabilaanakdidikmengalamikesulitandalammengikutipelajarantertentu.
Evaluasidilaksanakanselamaberlangsungnya proses belajar-
mengajardapatberfungsisebagi motivator bagisiswa yang tidakmengalamihambatan.

Evaluasi yang dilaksanakansetelahberlangsungnya proses belajar-


mengajardimaksudkanuntukmenentukantingkatkemajuan yang
telahdicapaiselamamengikutipelajaran, yang pada
akhirnyadapatdigunakansebagaibahanpertimbangandalammenentukannilaisetiapsiswa.

PrinsipKontinyuitas

Evaluasi dan pengukuranharusdilaksanakansecaraterus-menerusselama proses


belajar-mengajarberlangsung, halinikarena pada
dasarnyaevaluasimulaidilaksanakansebelum, selama dan setelahkegiatanbelajar-
mengajarberlangsung. Prinsipkontinyuitasdalamevaluasiakanmembantumemberikan data
yang tepat (sebenarnya) tentangkemampuansiswa, yang
nantinyaakanmembantudalammenentukannilaisiswa.

PrinsipMenyeluruh (Komprehensif)

Dalammemberikanevaluasi, aspek-aspekpenting yang


adaharustercakupsecarakeseluruhan. Dalambidangpendidikan, aspek-
aspektersebutmeliputi: kognitif, afektif dan psikomotor.
Dengandemikianketigaaspektersebutharusmenjadipertimbanganbagiseorang guru
dalammelakukanevaluasi.
Komprehensifdapatditerjemahkansebagaikeseluruhankomponenpentingdalampengajaranh
arusmasukdalamevaluasi.

F. PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI PENJASKES


PengembanganinstrumenevaluasiPenjaskesharusselaluberorientasikepadatujuanP
enjaskes. Penjaskesdisajikan di SD
memilikitujuanuntukmengembangkanindividusecaraorganis, neuromuskuler, intelektual,
dan emosional.
Bertolakdaritujuantersebut,
makainstrumenevaluasiPenjaskesdapatdikembangkandenganberpijak pada proses dan
hasilbelajar. Eksistensipendidikanjasmani yang berorientasi pada proses
pendidikanjauhlebihpentingdibandinghasilbelajar, sehinggakegiatanselama proses
belajarlayakdipertimbangkanuntukdirekamsebagaibahanpertimbangandalammelakukaneva
luasiPenjaskes. SecaraskematikpengembanganevaluasiPenjaskesdisajikan pada Bagan
2.1.

PENGEMBANGAN EVALUASI
PENJASKES

PROSES PRODUCT (HASIL)


* CatatanHarian TesFormatif
denganTes& Non Tes TesSumatif

DATA HASIL TES DAN NON-TES

KOGNITIF AFEKTIF PSIKOMOTOR

Bagan 2.1. PengembanganEvaluasi Pendidikan Jasmani


G. PENUTUP

PengembanganinstrumenevaluasiPenjaskesharusberorientasikepadatujuanPenjask
es. Duakegiatan yang harusdilakukandalammelakukanevaluasiadalahtes dan pengukuran.

Tesadalahinstrumenataualat yang berfungsiuntukmengumpulkan data yang


berupapengetahuanmaupunketerampilan yang dimiliki oleh seorangsiswaataumahasiswa.

Pengukuranmerupakanbagiandarievaluasi yang menggunakanalat dan


tekniktertentuuntukmengumpulkaninformasisecaratepat dan benar.

Evaluasimerupakansuatu proses yang sitematisuntukmenentukannilaiberdasarkan


data yang dikumpulkanmelaluipengukuran.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. Kurikulum Pendidikan Dasar: Garis-garis Besar Program Pengajaran


MataPelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud.
DirektoratPendidikan Dasar. 1993.
Depdikbud. SK. Mendikbud 0413/U/1987. Tentangperubahannama Pendidikan Olahraga
dan Kesehatan menjadi Pendidikan Jasmani. Jakarta. 1987.
Annarino, Anthony, A., Cowell, Charles, C. and Hazelton, Helen, W., Curriculum
Theoryand Design in Physical Education, Second Edition, Toronto: The C.V.
MosbyCompany, 1980.
Abdoellah, Arma. 1988. Evaluasidalam Pendidikan Jasmani. Jakarta: P2LPTK, DitjenDikti,
Depdikbud.
Arikunto, Suharsimi. 1991. Dasar-dasarEvaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Bina Aksara.
Kirkendall, Don, R. Gruber, Joseph, J. and Johnson, Robert, E. 1980. Measurement
andEvaluation of Physical Educators. Illinois: Human Kinetics Publisher Inc.
Mathews, Donald, K. 1978. Measurement ini Physical Education. Philadelpia: W.B.
Saunders Company.
Safrit, Margareth, J. 1981. Evaluation in Physical Education. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Verducci, F.M. 1980. Measurement Concept in Physical Education. London: The C.V.
Mosby Company.

Anda mungkin juga menyukai