Anda di halaman 1dari 30

MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM II

(MATERI AL QUR’AN HADITS SMA)

Dosen Pengampu:
Watroh Mursyidi, M.Pd

Oleh Kelompok VI:


Ahmad Syamlawi
Ulfi Suwaibah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL MARHALAH AL ‘ULYA
BEKASI
2020 M/1442 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Materi Pendidikan
Agama Islam dengan judul “Materi Al Qur`an Hadits SMA”. Shalawat dan salam
kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga dengan membaca sholawat
kita semua mendapatkan syafaat-Nya di akhirat nanti. Kami mengucapkan
Terimakasih kepada Ibu Watroh Mursyidi, M.Pd. selaku dosen pengampu mata
kuliah Materi Pendidikan Agama Islam karena dengan diberikan tugas ini kami dapat
memahami makalah.
Kami mengharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan informasi
kepada kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun
selalu kami harapkan.

Bekasi, 24 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. KI, KD, Tujuan Pembelajaran Al-Qur`an Hadits SMA Kelas X ..........................................1
B. KI, KD, Tujuan Pembelajaran Al-Qur`an Hadits SMA Kelas XI .........................................2
C. KI, KD, Tujuan Pembelajaran Al-Qur`an Hadits SMA Kelas XII........................................4
BAB II ........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................6
A. Al-Qur`an Hadits adalah Pedoman Hidup ku .................................................................. 6
B. Membangun Bangsa melalui perilaku Taat, Kompetensi dalam kebaikan, dan Etos
Kerja .............................................................................................................................. 11

C. Menghidupkan Nurani dengan berfikir kritis ................................................................ 19


BAB III .....................................................................................................................................24
PENUTUP ................................................................................................................................24
A. Kesimpulan .........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Al Qur`an Hadits adalah Pedoman Hidup ku
1.1. Kompetensi Inti (KI)
KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI-2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI-3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI-4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
1.2. Kompetensi Dasar (KD)
4.1 Meyakini al-Qur‟an, Hadis dan ijtihad sebagai sumber hukum Islam.
4.2 Menunjukkan perilaku ikhlas dan taat beribadah sebagai implemantasi
pemahaman terhadap kedudukan al-Qur‟an, Hadis, dan ijtihad sebagai
sumber hukum Islam.
4.3 Menganalisis kedudukan al-Qur‟an, Hadis, dan ijtihad sebagai sumber
hukum Islam.
4.4 Mendeskripsikan macam-macam sumber hukum Islam.

1
1.3. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik mampu:
1. Meyakini al-Qur‟an, Hadis dan ijtihad sebagai sumber hukum Islam.
2. Menunjukkan perilaku ikhlas dan taat beribadah sebagai
implemantasi pemahaman terhadap kedudukan al-Qur‟an, Hadis, dan
ijtihad sebagai sumber hukum Islam.
3. Menganalisis kedudukan al-Qur‟an, Hadis, dan ijtihad sebagai
sumber hukum Islam.
4. Mendeskripsikan macam-macam sumber hukum Islam.1
2. Membangun Bangsa melalui Perilaku Taat, Kompetisi dalam Kebaikan, dan
Etos Kerja
2.1. Kompetensi Inti (KI)
KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI-2: Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai,
responsif dan pro-aktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan
diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI-3: Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI-4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di

1
Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen, Buku GuruPendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti, (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), cetakan ke-3, h. 107-108.

2
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.

2.2. Kompetensi Dasar (KD)


5.1 Berperilaku taat kepada aturan.
5.2 Menunjukkan perilaku taat kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras
sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-
Māidah/5: 48, dan Q.S. At-Taubah/9: 105 serta hadis yang terkait.
5.3 Menganalisis Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah /5: 48, dan Q.S. at-
Taubah/9: 105, serta hadis tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan
etos kerja.
5.4 Membaca Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48, Q.S. at-Taubah/9:
105 sesuai dengan kaidah Tajwĩd dan makhrajul huruf.
5.5 Mendemonstrasikan hafalan Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48,
Q.S. At-Taubah/9: 105 sesuai dengan kaidah Tajwĩd dan makhrajul huruf.
2.3. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik mampu:
1. Membaca Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48, Q.S. at-
Taubah/9: 105 sesuai dengan kaidah tajwĩd dan makhrajul huruf.
2. Menyebutkan arti Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48, Q.S. at-
Taubah/9: 105.
3. Menjelaskan makna isi Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5: 48,
Q.S. at Taubah/9: 105 sesuai dengan kaidah tajwĩd dan makhrajul
huruf.
4. Mendemonstrasikan hafalan Q.S. an-Nisā'/4: 59, Q.S. al-Māidah/5:
48, Q.S. at-Taubah /9: 105 sesuai dengan kaidah tajwĩd dan makhrajul
huruf.2

2
Mustakim dan Mustahdi, Buku Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), cetakan ke-1, h. 60-61.

3
5. Menampilkan contoh perilaku taat kompetitif dalam kebaikan dan
kerja keras berdasarkan Q.S. an-Nisā'/4: 59, QS. al-Māidah/5: 48, dan
Q.S. at-Taubah/9: 105.3
3. Menghidupkan Nurani dengan Berpikir Kritis
3.1. Kompetensi Inti (KI)
KI-1: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsive
dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI-2: Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI-3: Mengolah, menalar, menyaji dan mencipta dalam ranah konkret dan
ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
3.2. Kompetensi Dasar (KD)
6.1 Menunjukkan sikap kritis dan demokratis sebagai implementasi dari
pemahaman Q.S. Ali „Imrān/3:190-191 dan 159, serta hadis terkait.
6.2 Menganalisis Q.S. Ali „Imrān/3:190-191 dan Q.S. Ali „Imrān/3:159, serta
hadis tentang berpikir kritis dan bersikap demokratis.

3
Mustakim dan Mustahdi, Buku Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), cetakan ke-1, h. 60-61.

4
6.3 Membaca Q.S. Ali „Imrān/3:190-191 dan Q.S. Ali „Imrān/3:159; sesuai
dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf.
6.4 Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Ali „Imrān/3:190-191 dan Q.S. Ali
„Imrān/3:159 dengan lancar.
3.3. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik mampu:
1. Menunjukkan sikap kritis sebagai implementasi dari pemahaman Q.S.
Ali „Imran/3:190-191 dan hadis terkait.
2. Menganalisis Q.S. Ali „Imran/3:190-191 dan hadis tentang berpikir
kritis dan bersikap demokratis.
3. Membaca Q.S. Ali „Imran/3:190-191 sesuai dengan kaidah tajwid dan
makhrajul huruf.
4. Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Ali „Imran/3:190-191 dengan
lancar.4

4
Feisal Ghozaly dan Soleh Dimyati, Buku Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015), cetakan ke-1, h. 60-61.

5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Al Qur`an Hadits adalah Pedoman Hidup ku
Sumber hukum Islam merupakan suatu rujukan, landasan, atau dasar yang
utama dalam pengambilan hokum Islam. Hal tersebut menjadi pokok ajaran Islam
sehingga segala sesuatu haruslah bersumber atau berpatokan kepadanya. Hal tersebut
menjadi pangkal dan tempat kembalinya segala sesuatu. Ia juga menjadi pusat tempat
mengalirnya sesuatu. Oleh karena itu, sebagai sumber yang baik dan sempurna,
hendaklah ia memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya adalah
al-Qur’ān dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Benar
artinya al- Qur’ān mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan
kejadian yang sebenarnya. Mutlak artinya al-Qur’ān tidak diragukan lagi
kebenarannya serta tidak akan terbantahkan.
Adapun yang menjadi sumber hukum Islam, yaitu al-Qur’an, Hadis, dan
Ijtihād.

Al-Qur’ānul Karim

1. Pengertian al-Qur’ān
Dari segi bahasa, al-Qur’ān berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qirā’atan –
qur’ānan, yang berarti sesuatu yang dibaca atau bacaan. Dari segi istilah, al-
Qur’ān adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam
bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam mushaf,
dimulai dengan surah al-Fātihah dan diakhiri dengan surah an-Nās, membacanya
berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw. dan sebagai
hidayah atau petunjuk bagi umat manusia.5 Allah Swt. berfirman:

5
Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen, Buku Siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti, (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), h. 50

6
          

     

Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan
memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan,
bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar, (Q.S. Al-Isra' : 9).

2. Kedudukan al-Qur’ān sebagai Sumber Hukum Islam


Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur‟ān memiliki kedudukan yang sangat
tinggi. Al-Qur‟ān merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua
persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah Swt. dalam al-Qur‟ān:

           

              

   

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(Q.S. an-Nisā': 59).

7
ِ ‫ أ ََّوُُلما كِتاب‬:‫ْي‬ ِ ِ ِ ‫شر ي‬
‫هللا‬ ُ َ َُ ِ ْ َ‫ َوأ َََن ََت ِر ٌك في ُُ ْ ْ ثَ َقل‬،‫يب‬ ُ ‫ك أَ ْن ََيِِْتَ َر ُس‬
َ ‫ول َرِِّب فَأُج‬ ُ ‫وش‬ُ ٌ َ َ‫َّاس فَِإ ََّّنَا أ َََن ب‬
ُ ‫ أ َََل أَيُّ َها الن‬،‫أ ََّما بَ ْع ُد‬
ْ ‫استَ ْم ِس ُُوا بِ ِو ” رواه مسل‬ ِ ِ ‫فِ ِيو ا ُْل َدى والنُّور فَ ُخ ُذوا بِ ُِت‬
ْ ‫ َو‬،‫اب هللا‬َ ُ َ ُ

Artinya: “... Amma ba’du wahai sekalian manusia, bukankah aku


sebagaimana manusia biasa yang diangkat menjadi rasul dan saya
tinggalkan bagi kalian semua ada dua perkara utama/besar, yang pertama
adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/
penerang, maka ikutilah kitab Allah (al-Qur’an) dan berpegang teguhlah
kepadanya ... (H.R. Muslim)
Berdasarkan ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa al-Qur‟ān adalah kitab
yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang beriman Al-
Qur‟ān sumber dari segala sumber hukum baik dalam konteks kehidupan di dunia
maupun di akhirat kelak. Namun demikian, hokum-hukum yang terdapat dalam
Kitab Suci al-Qur‟ān ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, dan ada
yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk
memahaminya.
3. Kandungan Hukum dalam al-Qur‟ān
Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam al-Qur‟ān ke dalam
tiga bagian, yaitu seperti berikut.
a. Akidah atau Keimanan
Akidah atau keimanan adalah keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati.
Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib yang terangkum
dalam rukun iman (arkānu ³mān), yaitu iman kepada Allah Swt. malaikat,
kitab suci, para rasul, hari kiamat, dan qada/qadar Allah Swt.
b. Syari‟ah atau Ibadah
Hukum ini mengatur tentang tata cara ibadah baik yang berhubungan
langsung dengan al-Khāliq (Pencipta), yaitu Allah Swt. yang disebut „ibadah
ma¥«ah, maupun yang berhubungan dengan sesama makhluknya yang disebut

8
dengan ibadah gairu ma¥«ah. Ilmu yang mempelajari tata cara ibadah
dinamakan ilmu fikih.
1) Hukum Ibadah
Hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan ibadah
yang sesuai dengan ajaran Islam. Hukum ini mengandung perintah
untuk mengerjakan śalat, haji, zakat, puasa, dan lain sebagainya.
2) Hukum Mu‟amalah
Hukum ini mengatur interaksi antara manusia dengan sesamanya,
seperti hukum tentang tata cara jual-beli, hukum pidana, hokum
perdata, hukum warisan, pernikahan, politik, dan lain sebagainya.
c. Akhlak atau Budi Pekerti
Selain berisi hukum-hukum tentang akidah dan ibadah, al-Qur‟ān juga berisi
hukum-hukum tentang akhlak. Al-Qur‟ān menuntun bagaimana seharusnya
manusia berakhlak atau berperilaku, baik berakhlak kepada Allah Swt.,
kepada sesama manusia, dan akhlak terhadap makhluk Allah Swt. yang lain.
Pendeknya, berakhlak adalah tuntunan dalam hubungan antara manusia
dengan Allah Swt. Hubungan manusia dengan manusia dan hubungan
manusia dengan alam semesta. Hukum ini tecermin dalam konsep perbuatan
manusia yang tampak, mulai dari gerakan mulut (ucapan), tangan, dan kaki.
Hadis atau Sunnah
1. Pengertian Hadis atau Sunnah
Secara bahasa, hadis berarti perkataan atau ucapan. Menurut istilah, hadis
adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad saw. Hadis juga dinamakan sunnah. Namun demikian, ulama
hadis membedakan hadis dengan sunnah.
Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw, sedangkan sunnah adalah
segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum
Islam. Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah saw. terdiri atas

9
beberapa bagian yang saling terkait satu sama lain. Bagian-bagian hadis tersebut
antara lain sebagai berikut.6
a. Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan
hadis dari Rasulullah saw, sampai kepada kita sekarang ini.
b. Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw.
c. Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis.
2. Kedudukan Hadis atau Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam
Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah al- Qur’ān.
Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al- Qur’ān, yang
harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut. Hal ini sebagaimana
firman Allah Swt:

              

 

“... dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan
apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-¦Hasyr :7).
Ijtihād sebagai upaya memahami al-Qur’ān dan Hadis
1. Pengertian Ijtihād
Kata ijtihād berasal bahasa Arab ijtahada-yajtahidu-ijtihādan yang berarti
mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau
bekerja secara optimal. Secara istilah, ijtihād adalah mencurahkan segenap tenaga
dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang
yang melakukan ijtihād dinamakan mujtahid.
2. Syarat-Syarat berijtihād
Karena ijtihād sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para mujtahid,
dimungkinkan hasil ijtihād antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda

6
Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen, Buku Siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti, (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), h. 52

10
hukum yang dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat melakukan
ijtihād dan menghasilkan hukum yang tepat.
Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan ijtihād.
a. Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
b. Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul
fikih, dan tarikh (sejarah).
c. Memahami cara merumuskan hukum (istinba¯).
d. Memiliki keluhuran akhlak mulia.7

7
Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen, Buku Siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), h. 56

11
2. Membangun Bangsa melalui perilaku Taat,Kompetensi dalam kebaikan,dan
Etos Kerja
A. Pentingnya taat pada aturan
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah SWT, pemerintah, dsb), tidak
berlaku curang atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus
dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau
perbuatan yang telah dibuat oleh Allah, Nabi, pemimpin dan yang lainya.
Di sekolah terdapat aturan, di rumah terdapat aturan, di lingkungan
masyarakat terdapat aturan, di mana saja kita berada pasti ada aturannya.
Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi ketertiban dan
ketentraman. Mustahil aturan dibuat tanpa tujuan. Oleh karena itu, wajib
hukum nya kita menaaati peraturan yang berlaku.
Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah yaitu
terdapat pada Al qur‟an. Sementara dibawahnya ada aturan yang dibuat oleh
Nabi Muhammad SAW yang disebut sunnah atau hadist. Dibawahnya lagi ada
aturan yang dibuat oleh pemimpin baik pemerintah, negara, daerah maupun
pemimpin yang lain termasuk pemimpin keluarga.
Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi dari terkecil sampai
pada suatu Negara sebagai institusi besar tidak akan tercapai kestabilannya
tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah Negara
tentulah Negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang ambing
oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, islam memerintahkan ummatnya untuk
taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin
(selama tidak maksiat) akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta
kemakmuran.8

8
Mustakim dan Mustahdi, Buku siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), cetakan ke-1, h. 88

12
           

             

    

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(
Q.S. an-Nisā' : 59).
Penerapan Hukum Tajwid

Kalimat Hukum Bacaan Alasan


َ‫ ٰۤيـاَيُّ َها الَّذ ِۡين‬Mad Jaiz Munfasil mad aṡli bertemu huruf alif di
luar kata
‫ ا َمنُ ٰۡۤىا‬Mad Badal Huruf alif beranda baca fathah
berdiri
ٰ ‫ ا َ ِط ۡيـعُىا‬Tafkhim
َ‫ّللا‬ Lafadz jalalah didahului tanda
baca dhommah

‫ َواُو ِلى ۡاۡلَمۡ ِر‬alif lam qomariyah Huruf alif lam berhadapan
dengan huruf qomariyyah

‫ فَا ِۡن تَنَازَ ۡعت ُ ۡم‬Ikhfa Nun sukun bertemu dengan


huruf ta

Asbābu al-Nuzūl atau sebab turunnya ayat ini menurut Ibn Abbas adalah
berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika
Rasulullah saw. mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah (perang
yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa ayat ini

13
turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya
diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam sariyah. Q.S. an-
Nisā/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah Swt.,
perintah Rasulullah saw., dan ulil amri. Tentang pengertian ulil amri, di
bawah ini ada beberapa pendapat:
1. Abu Jafar Muhammad bin Jarir at-Thabari
Arti ulil amri adalah , ahlul „ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu
dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa
sahabat-sahabat Rasulullah saw. itulah yang dimaksud dengan ulil amri.
2. Al Mawardi
Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil amri", yaitu: (1)
umāra (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah
keduniaan), (2) ulama dan fuqaha, (3) sahabat-sahabat Rasulullah saw., (4)
dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar.
3. Ahmad Mustafa Al Maraghi
Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan
dan seluruh pemimpin lainnya.
Kita memang diperintah oleh Allah Swt. untuk taat kepada ulil amri (apa
pun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil amri). Namun, perlu
diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan
kata “taat”; sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan Allah Swt.
dan rasul-Nya. Quraish Shihab, Mufassir Indonesia, memberi ulasan yang
menarik: “Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil amri untuk memberi
isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan
atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Artinya,
apabila perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan rasul-
Nya, tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka. Umat Islam wajib menaati
perintah Allah Swt. dan rasul-Nya dan diperintahkan pula untuk mengikuti
atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya memerintahkan

14
kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada
kemungkaran, wajib hukumnya untuk menolak.9

B. Kompetisi dalam Kebaikan


Hidup adalah kompetisi. Bukan hanya untuk menjadi yang terbaik, tetapi
juga kompetisi untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Namun sayang,
banyak orang terjebak pada kompetisi semu yang hanya memperturutkan
syahwat hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Kompetisi harta-
kekayaan, kompetisi usahapekerjaan, kompetisi jabatankedudukan dan
kompetisi lainnya, yang semuanya bak fatamorgana. Indah menggoda, tetapi
sesungguhnya tiada. Itulah kompetisi yang menipu. Bahkan, hal yang sangat
memilukan ialah tak jarang dalam kompetisi selalu diiringi “suuẓan” buruk
sangka, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah Swt. Lebih
merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam kompetisi tersebut.
Lalu, bagaimanakah selayaknya kompetisi bagi orang-orang yang
beriman? Allah Swt. telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada
orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana
firman-Nya:

          

              

             

9
Mustakim dan Mustahdi, Buku siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), cetakan ke-1, h. 90

15
           

     

dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,


membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang
telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,( Q.S. al-Māidah : 48)
Penerapan Hukum Tajwid
Kaliimat Hukum Bacaan Alasan
‫ ِل ُك ٍّّل َج َع ۡلنَا‬Ikhfa Tanwin bertemu huruf jim

َ ‫ ِم ۡن ُك ۡم ِش ۡر‬Idzhar syafawi
‫عة‬ Mim sukun bertemu huruf
syin
ؕ‫َّو ِم ۡن َهاجا‬ Mad iwad Fathahtain bertemu dengan
huruf alif dan di waqafkan
َ ‫ َولَ ۡى‬Mad wajib muttasil
ٰ ‫شا ٓ َء‬
ُ‫ّللا‬ Mad asli bertemu huruf
hamzah dalam satu kalimat
ِ ‫ا ُ َّمة َّو‬
‫احدَة‬ Idghgam bigunnah Fathah tain bertemu dengan
huruf wawu

16
Pada Q.S. al-Māidah/5:48 Allah Swt. menjelaskan bahwa setiap kaum
diberikan aturan atau syariat. Syariat setiap kaum berbeda-beda sesuai dengan
waktu dan keadaan hidupnya. Meskipun mereka berbeda-beda, yang terpenting
adalah semuanya beribadah dalam rangka mencari riḍa Allah Swt., atau
berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah Swt. mengutus para nabi dan
menurunkan syariat kepadanya untuk memberi petunjuk kepada manusia agar
berjalan pada rel yang benar dan lurus. Sayangnya, sebagian dari ajaran-ajaran
mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai ganti ajaran para nabi,
manusia membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan takhayul.
Ayat ini membicarakan bahwa al-Qur‟ān memiliki kedudukan yang sangat
tinggi; al-Qur‟ān sebagai pembenar kitab-kitab sebelumnya; juga sebagai
penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran
para nabi terdahulu, al-Qur‟ān juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu
dan menyempurnakannya. Akhir ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat
tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-
suku, berbangsa-bangsa. Semua perbedaan itu adalah rahmat dan untuk ajang
saling mengenal.
Ayat ini juga mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan
yang dimiliki oleh manusia, bukan malah menjadi ajang perdebatan. Semua
orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus berlomba-
lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah Swt. senantiasa melihat dan
memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatu yang
tersembunyi. Mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam
kebaikan? Paling tidak ada beberapa alasan, antara lain sebagai berikut.
Pertama, bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda, melainkan harus
segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga
kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Kematian bisa
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti 97 datang secara tiba-tiba tanpa
diketahui sebabnya.

17
Oleh karena itu, begitu ada kesempatan untuk berbuat baik, jangan
ditunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan. Kedua, bahwa untuk berbuat baik
hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolang, di sinilah perlunya
kolaborasi atau kerja sama. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang
membuat kita terdorong untuk berbuat baik. Tidak sedikit seorang yang tadinya
baik menjadi rusak karena lingkungan. Lingkungan yang saling mendukung
kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqāmah (konsisten).
Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan
kesungguhan, Allah Swt berfirman:

               

  

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
(Q.S. al-Māidah : 2)

Langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang baik adalah dengan


memulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Mengapa?
Sebab inilah jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita
harus memulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa, apa pun hebatnya
secara teknologi, tidak akan pernah bisa tegak dengan kokoh jika pribadi dan
keluarga yang ada di dalamnya sangat rapuh.
C. Etos Kerja
Sudah menjadi kewajiban manusia sebagai makhluk yang memiliki
banyak kebutuhan dan kepentingan dalam kehidupannya untuk berusaha
memenuhinya. Seorang muslim haruslah menyeimbangkan antara kepentingan
dunia dan akhirat. Tidaklah semata hanya berorientasi pada kehidupan akhirat

18
saja, melainkan harus memikirkan kepentingan kehidupannya di dunia. Untuk
menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, wajiblah seorang muslim
untuk bekerja. Bekerja adalah kodrat hidup, baik kehidupan spiritual,
intelektual, fisik biologis, maupun kehidupan individual dan sosial dalam
berbagai bidang. Seseorang layak untuk mendapatkan predikat yang terpuji,
seperti potensial, aktif, dinamis, produktif atau profesional, semata-mata karena
prestasi kerjanya. Karena itu, agar manusia benar-benar “hidup”, dalam
kehidupan ini, ia memerlukan ruh (spirit). Untuk ini, al-Qur‟ān diturunkan
sebagai spirit hidup, sekaligus sebagai nur (cahaya) yang tak kunjung padam
agar aktivitas hidup manusia tidak tersesat. Dalam al-Qur‟ān maupun hadis,
banyak ditemukan literatur yang memerintahkan seorang muslim untuk bekerja
dalam rangka memenuhi dan melengkapi kebutuhan duniawi. Salah satu
perintah Allah kepada umat-Nya untuk bekerja termaktub dalam Q.S. at-
Taubah: 105 berikut ini.

           

     

Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat


pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Q.S. at-Taubah: 105 menjelaskan, bahwa Allah Swt. memerintahkan


kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya.
Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Pada akhirnya, seluruh
manusia akan dikembalikan kepada Allah Swt. dengan membawa amal
perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat baik akan diberi pahala atas

19
perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi siksaan atas perbuatan
yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia.

Sebutan lain dari ganjaran adalah imbalan atau upah atau compensation.
Imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan
akhirat. Namun, penekanan kepada akhirat itu lebih penting daripada penekanan
kepada dunia (dalam hal ini materi). Ayat di atas juga menjelaskan bahwa Allah
Swt. memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah Swt. pasti membalas semua
yang telah kita kerjakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam ayat ini adalah
penegasan Allah Swt. bahwa motivasi atau niat bekerja itu mestilah benar.
Umat Islam dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan
“tobat” saja, tetapi harus dibarengi dengan usaha-usaha untuk melakukan
perbuatan terpuji yang lainnya, seperti menunaikan zakat, membantu
orangorang yang membutuhkan pertolongan menyegerakan untuk mengerjakan
ṡalat, saling menasihati teman dalam hal kebenaran dan kesabaran, dan masih
banyak lagi usaha-usaha lain yang sangat terpuji.

Semua itu dilakukan atas dasar taat dan patuh kepada perintah Allah Swt.
dan yakin bahwa Allah Swt. pasti menyaksikan itu. Ayat ini pun berisi
peringatan bahwa perbuatan mereka itu pun nantinya akan diperlihatkan pula
kepada rasul dan kaum muslimin lainnya kelak di hari kiamat. Dengan
demikian, akan terlihatlah kebajikan dan kejahatan yang mereka lakukan sesuai
amal perbuatannya. Bahkan, di dunia ini pun sudah sering kita saksikan,
bagaimana gambaran orang-orang yang berbuat jahat seperti pencuri, penipu,
pemerkosa, koruptor, dan lain sebagainya. Banyaknya berita tentang korupsi,
bagaimana koruptor dipertontonkan di ruang publik. Ini menandakan bahwa di
dunia pun perbuatan kita sudah bisa dipertontonkan Apalagi kelak di akhirat
yang pasti sangat nyata dan tidak bisa ditutup-tutupi.

3. Menghidupkan nurani dengan berfikir kritis


A. Perintah berfikir kritis

20
Berpikir kritis didefinisikan beragam oleh para pakar. Menurut Mertes,
berpikirkritis adalah “sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan
untukmenafsirkan dan mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan
sejumlahsikap reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan dan
tindakan”. Berangkat dari definisi di atas, sikap dan tindakan yang
mencerminkanberpikir kritis terhadap ayat-ayat Allah Swt. (informasi Ilahi)
adalah berusahamemahaminya dari berbagai sumber, menganalisis, dan
merenungikandungannya, kemudian menindaklanjuti dengan sikap dan tindakan
positif.10
Salah satu mukjizat al-Qur'an adalah banyaknya ayat yang
memuatinformasi terkait dengan penciptaan alam dan menantang para
pembacanya untuk merenungkan informasi Ilahi tersebut. Di antara ayat yang
dimaksud adalah firman Allah Swt. dalam Q.S. Ali Imran :190-191 berikut:

           

          

          

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian


malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang berakal, yaitu orang-orang yang senantiasa mengingat Allah
dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring, dan memikirkan
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
lindungilah kami dari siksa api neraka”

10

21
Asbabun Nuzul
At-Tabari dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abas r.a.,bahwa
orang-orang Quraisy mendatangi kaum Yahudi dan bertanya,”Bukti-bukti
kebenaran apakah yang dibawa Musa kepadamu?” Dijawab, “Tongkatnya dan
tangannya yang putih bersinar bagi yang memandangnya”. Kemudian mereka
mendatangi kaum Nasrani dan menanyakan, “Bagaimana halnya dengan Isa?”
Dijawab, “Isa menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit sopak
serta menghidupkan orang yang sudah mati.” Selanjutnya mereka mendatangi
Rasulullah saw. dan berkata, “Mintalah dari Tuhanmu agar bukit safa itu jadi
emas untuk kami.” Maka Nabi berdoa, dan turunlah ayat ini (Q.S. Ali
'Imran3:190-191), mengajak mereka memikirkan langit dan bumi tentang
kejadiannya, hal-hal yang menakjubkan di dalamnya, seperti bintang-bintang, ,
bulan,dan matahari serta peredarannya, laut, gunung-gunung, pohon-pohon,
buah-buahan, binatang-binatang, dan sebagainya.

Penjelasan ayat
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah minta izin untuk beribadah
pada suatu malam, kemudian bangunlah dan berwudu lalu salat. Saat salat
beliau menangis karena merenungkan ayat yang dibacanya. Setelah salat beliau
duduk memuji Allah dan kembali menangis lagi hingga air matanya membasahi
tanah. Setelah Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Nabi menangis ia
bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa Anda menangis, padahal Allah Swt. telah
mengampuni dosa-dosa Anda baik yang terdahulu maupun yang akan datang?”
Nabi menjawab “Apakah tidak boleh aku menjadi hamba yang bersyukur
kepada Allah Swt.?” dan bagaimana aku tidak menangis, pada malam ini Allah
Swt. telah menurunkan ayat kepadaku. Kemudian beliau berkata, “alangkah
ruginya dan celakanya orang-orang yang membaca ayat ini tetapi tidak
merenungi kandungannya.” Memikirkan terciptanya siang dan malam serta silih
bergantinya secara teratur, menghasilkan perhitungan waktu bagi kehidupan
manusia.

22
Semua itu menjadi tanda kebesaran Allah Swt bagi orang-orang yang
berakal sehat. Selanjutnya mereka akan berkesimpulan bahwa tidak ada satu
pun ciptaan Tuhan yang sia-sia, karena semua ciptaan-Nya adalah inspirasi bagi
orang berakal. Pada ayat 191 Allah Swt. menjelaskan ciri khas orang yang
berakal, yaitu apabila memperhatikan sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan
terinspirasi oleh tanda-tanda besaran Allah Swt. di alam ini. Ia selalu ingat
Allah Swt. dalam segala keadaan, baik waktu berdiri, duduk, maupun berbaring.
Setiap waktunya diisi untuk memikirkan keajaiban-keajaiban yang terdapat
dalam ciptaan-Nya yang menggambarkan kesempurnaanNya. Penciptaan langit
dan bumi serta pergantian siang dan malam benar-benar merupakan masalah
yang sangat rumit dan kompleks, yang terus menerus menjadi lahan penelitian
manusia, sejak awal lahirnya peradaban. Banyak ayat yang menantang manusia
untuk meneliti alam raya ini, di antaranya adalah Q.S. al-A‟raf/7:54, yang
menyebutkan bahwa penciptaan langit itu dalam enam masa. Terkait dengan
penciptaan langit dalam enam masa ini, banyak para ilmuwan yang terinspirasi
untuk membuktikan dalam penelitian-penelitian mereka.

B. Hakikat Berfikir Kritis


Definisi tentang berpikir kritis disampaikan oleh Mustaji. Ia memberikan
definisibahwa berpikir kristis adalah “berpikir secara beralasan dan reflektif
dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai
atau dilakukan”. Salah satu contoh kemampuan berpikir kritis adalah
kemampuan “membuat ramalan”, yaitu membuat prediksi tentang suatu
masalah, seperti memperkirakan apa yang akan terjadi besok berdasarkan
analisis terhadap kondisi yang ada hari ini.
Dalam Islam, masa depan yang dimaksud bukan sekedar masa depan
di dunia, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu di akhirat. Orang yang dipandang
cerdas oleh Nabi adalah orang yang pikirannya jauh ke masa depan di akhirat.
Maksudnya, jika kita sudah tahu bahwa kebaikan dan keburukan akan
menentukan nasib kita di akhirat, maka dalam setiap perbuatan kita, harus ada

23
pertimbangan akal sehat. Jangan dilakukan perbuatan yang akan menempatkan
kita di posisi yang rendah di akhirat. “Berpikir sebelum bertindak”, itulah motto
yang harus menjadi acuan orang “cerdas”. Hadits Rasulullah SAW yang
artinya: Abu Ya‟la yaitu Syaddad Ibnu Aus r.a. dari Nabi saw. Beliau bersabda:
“Orang yang cerdas ialah orang yang mampu mengintrospeksi dirinya dan suka
beramal untuk kehidupannya setelah mati. Sedangkan orang yang lemah ialah
orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah dengan
harapan kosong”. (HR. At-Tirmizi dan beliau berkata: Hadis Hasan)
Dalam hadis ini Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang benar-
benar cerdas adalah orang yang pandangannya jauh ke depan, menembus
dinding duniawi, yaitu hingga kehidupan abadi yang ada di balik kehidupan
fana di dunia ini. Tentu saja, hal itu sangat dipengaruhi oleh keimanan
seseorang kepada adanya kehidupan kedua, yaitu akhirat. Orang yang tidak
meyakini adanya hari pembalasan, tentu tidak akan pernah berpikir untuk
menyiapkan diri dengan amal apa pun. Jika indikasi “cerdas” dalam pandangan
Rasulullah adalah jauhnya orientasi dan visi ke depan (akhirat), maka
pandangan-pandangan yang hanya terbatas pada dunia, menjadi pertanda
tindakan “bodoh” atau “jahil” (Arab, kebodohan=jahiliyah).
Bangsa Arab pra Islam dikatakan jahiliyah bukan karena tidak bisa baca
tulis, tetapi karena kelakuannya menyiratkan kebodohan, yaitu menyembah
berhala dan melakukan kejahatan-kejahatan. Orang “bodoh” tidak pernah takut
melakukan korupsi, menipu, dan kezaliman lainnya, asalkan dapat selamat dari
jerat hukum di pengadilan dunia. Jadi, kemaksiatan adalah tindakan “bodoh”
karena hanya memperhitungkan pengadilan dunia yang mudah direkayasa,
sedangkan pengadilan Allah di akhirat yang tidak ada tawar-menawar malah
”diabaikan”. Orang-orang tersebut dalam hadis di atas dikatakan sebagai orang
“lemah”, karena tidak mampu melawan nafsunya sendiri. Dengan demikian,
orang-orang yang suka bertindak bodoh adalah orang-orang lemah. Orang yang
cerdas juga tahu bahwa kematian bisa datang kapan saja tanpa diduga. Oleh

24
karena itu, ia akan selalu bersegera melakukan kebaikan (amal saleh) tanpa
menunda.

25
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Meyakini al-Qur‟an, Hadis dan ijtihad sebagai sumber hukum Islam, dan
selalu menunjukkan perilaku ikhlas dan taat beribadah sebagai implemantasi
pemahaman terhadap kedudukan al-Qur‟an, Hadis, dan ijtihad sebagai sumber hukum
Islam. Serta Menganalisis kedudukan al-Qur‟an, Hadis, dan ijtihad sebagai sumber
hukum Islam. Dan bisa Mendeskripsikan macam-macam sumber hukum Islam.
Kandungan Q.S.Ali-Imran/3:159 dan H.R. at-Tirmizi menjelaskan bahwa
musyawarah termasuk salah satu sifat orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang penting.
Mencintai musyawarah dalam mengambil keputusan pada segala hal yang terkait
dengan kehidupan keluarga dan masyarakat, seperti memilih lembaga pendidikan
yang cocok, memilih tempat kerja, memilih ketua RT, dan lain-lain. Bersikap lemah
lembut dalam bermusyawarah, baik ketika menyampaikan pendapat maupun
menanggapi pendapat orang lain.

26
DAFTAR PUSTAKA
Feisal Ghozaly dan Soleh Dimyati, Buku Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015), cetakan ke-1.
Feisal Ghozaly dan Soleh Dimyati, Buku Siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015), cetakan ke-1
Mustakim dan Mustahdi, Buku Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), cetakan ke-1
Mustakim dan Mustahdi, Buku Siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti,
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), cetakan ke-1
Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen, Buku Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti, (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016)
Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen, Buku Siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti, (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016)

27

Anda mungkin juga menyukai