Anda di halaman 1dari 15

ARTIKEL

FILSAFAT PENDIDIKAN
DINAMIKA PT SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh: Rohana

Dosen Pembimbing: Iswandi, S.sos

JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


YAYASAN PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM PASAMAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam konteks pendidikan, bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah


berlangsungketika Islam hadir dan berkembang di Indonesia. Pendidikan Islam dalam
bentuk kelembaga-an belum terkonstruksi seperti pada era modern sekarang ini. Pada
masa awal, prosessosialisasi dan penguatan ajaran Islam diekspresikan dalam bentuk
pendidikan informal.Model transmisi ajaran Islam seperti ini telah berlangsung dalam
kehidupan masyarakatIndonesia. Model pendidikan informal adalah model klasik-
tradisional. Meskipun demikian,model pendidikan informal ini sangat efektif dan
ajaran Islam dapat diserap dengan baikoleh masyarakat. Islam di Indonesia mendapat
posisi yang stategis dan mempengaruhikekuatan politik. Faktanya, Islam dapat
menkonstruksi negara Islam dalam bentuk dinastiatau kerajaan-kerajaan di Indonesia,
yang sebelumnya secara umum masyarakat Indonesiaberagama Hindu dan Budha
Kehadiran kolonial Belanda ke Indonesia dengan berbagai motif, di antaranya
motifpolitik, ekonomi, doktrin kultural dan keagamaan. Belanda menjumpai
masyarakat Indonesiatelah menganut agama Islam dan hidup dalam nilai-nilai yang
dibangun atas ajaran Islam.Pada sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan Islam
indegeneus sudah terbentuk, meskipunsangat sederhana, jika dibandingkan dengan
sistem pendidikan modern, baik dari aspekkelembagaan, kurikulum, metode, dan
manajemen.
Masyarakat Indonesia memiliki perbedaanyang contras dengan Kolonial
Belanda dalam hal agama (religi) dan budaya (culture). Olehkarena itu, Belanda
membuat kebijakan diskiminatif kepada masyarakat pribumi dalamberbagai bidang,
baik dari sisi ras, politik, ekonomi, agama maupun pendidikan. Umat Islampada masa
tersebut mengalami kesulitan dan hidup dalam iklim diskriminatif. Namun,semangat
dan cita-cita umat Islam untuk mengembangkan pendidikan yang lebih majudan
berkualitas terus berdenyut dalam iklim kolonial.
Lembaga-lembaga pendidikan Islamtumbuh subur di tengah kebijakan
diskriminatif Belanda. Belanda tidak pasif dalam merespongerakan umat Islam dan
perkembangan pendidikan Islam, justeru Belanda aktif denganmembuat pendidikan
sekuler sebagai anti tesis terhadap lembaga pendidikan Islam danmerancang regulasi
untuk mengkarantina gerakan umat Islam dengan membuat Ordonansiyang sangat
rigid dan tidak demokratis sebagai bangsa yang dikenal telah mempunyaiperadaban
modern.Gema gerakan umat Islam kian bergelora di tengah era kolonial dan tidak
pernah berhentiuntuk berjuang meskipun pressure dari kolonial terus berlanjut.
Sebab, umat Islam di Indonesiamemiliki cita-cita mulia untuk generasi masa depan
bangsa untuk memajukan pendidikanIslam di Indonesia. Misalnya, Dr. Satiman
Wirjosandjoyo mengemukakan ide brilian tentangperlunya didirikan lembaga
pendidikan tinggi, ide segar ini diungkapkan pada tahun 1930-an. Kebutuhan sebuah
perguruan tinggi Islam adalah untuk mengangkat harkat dan martabat umat Islam di
pemerintahan Hindia-Belanda yang terjajah.
Akhirnya, pada tahun 1945sebelum deklarasi kemerdekaan, atas bantuan
kolonial Jepang di Jakarta, umat Islammendirikan perguruan tinggi Islam pertama di
Jakarta yang diberi nama STI (Sekolah TinggiIslam), dan resmi dibuka pada tanggal
8 Juli 1945 di Jakarta.Pertumbuhan dan perkembangan PTKIN (Perguruan Tinggi
Kegamaan Islam Negeri)di Indonesia sebelum dan setelah merdeka terdapat suatu
keunikan tersendiri dalam per-jalanan sejarah bangsa Indonesia. STI pondasi awal
PTKIN di Indonesia, dari STI kemudianmuncul perguruan tinggi UII, PTAIN, ADIA,
IAIN, STAIN dan UIN.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perguruan Tinggi merupakan wadah bagi masyarakat kampus. Sebagai
suatu organisasi maka perguruan tinggi mempunyai
(1) struktur,
(2) aturan penyelesaian tugas, yang mencakup pembagian tugas antar
kelompok fungsional dan antar warga dalam kelompok yang
sama,
(3) rencana kegiatan, dan
(4) tujuan. Tujuan dibimbing oleh asas dan membimbing rencana
kegiatan.
Struktur dan aturan penyelesaian tugas menjadi prasarana pencapaian
tujuan dan sekaligus mencerminkan asas. Perguruan tinggi sebagai
masyarakat tidak terlepas dari suatu masyarakat besar yang menjadi
lingkungannya (pengertian atau ungkapan universal), atau yang menjadi
induknya (pengertian atau ungkapan paternalistik). Dalam hal Indonesia, yang
kebanyakan warganya sangat cenderung pada paternalisme, masyarakat
perguruan tinggi menjadi anak masyarakat besar Indonesia. Penempatan dan
penyesuaian diri masyarakat kampus pada masyarakat besar Indonesia lebih
banyak berlangsung secara formalistic (melalui ketentuan, peraturan, undang-
undang yang bermaksud baik) daripada secara ekologi. Fakta ini berpengaruh
jelas pada penjabaran asas menjadi tujuan dan selanjutnya pada penjabaran
tujuan menjadi tugas pokok. Barangkali pengaruh fakta ini sampai pula
mencapai asas.
Hakekat perguruan tinggi (di Indonesia) dapat kiranya tercermin pada hal-hal
berikut:
1. merupakan pelaksana pemerintah dalam bidang pendidikan dan pengajaran
di atas perguruan tingkat menegah.
2. bertugas pokok melestarikan kebudayaan kebangsaan Indonesia dengan
cara ilmiah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari:
a. pengembangan pendidikan dan pengajaran
b. Penelitian dalam rangka pengembangan kebudayaan khususnya ilmu
pengetahuan, teknologi, pendidikan dan seni.
c. Pengabdian pada masyarakat
4. Menyelenggarakan pembinaan sivitas akademika dan hubungannya dengan
lingkungannya.
B. Ruang lingkup
Perguruan tinggi di Indonesia dengan jumlah lebih dari 4.500 kampus
memang memiliki karakteristik yang berbeda-beda termasuk kesiapan dalam
menerapkan delapan ruang lingkup standar nasional pendidikan tinggi dalam
kebijakan tersebut. Menurut Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen
Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nizam,
kebijakan Kampus Merdeka ini tidak akan bersifat paksaan yang akhirnya
menjadi sekadar formalitas belaka.
Kebijakan ini mendorong seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk
bereksplorasi sesuai kondisinya agar lebih berperan pada hasil nyata, mulai
dari perannya kepada masyarakat hingga penyiapan lulusan yang siap
berperan bagi masyarakat. “Implementasi kebijakan Kampus Merdeka
membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak mulai dari civitas
akademika, kementerian lain, hingga industri,” ujar Nizam pada saat acara
Peluncuran Kebijakan Kampus Merdeka di Kantor Kemendikbud, Jakarta,
beberapa waktu lalu.
1. standar nasional pendidikan tinggi adalah standar kompetensi lulusan.
Standar ini merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan.
Rumusan capaian pembelajaran tersebut mengacu pada deskripsi capaian
pembelajaran lulusan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
dan memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasinya. Rumusan ini juga
akan menjadi acuan utama pengembangan ruang lingkup standar nasional
pendidikan tinggi lainnya.

Melalui proses pembelajaran, lulusan perguruan tinggi harus memiliki


perilaku benar dan berbudaya sebagai hasil internalisasi serta aktualisasi
nilai dan norma yang tercermin dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam
hal pengetahuan dan keterampilan, seorang lulusan harus menguasai
konsep, teori, metode, dan atau falsafah bidang ilmu tertentu secara
sistematis melakukan unjuk kerja yang diperoleh melalui penalaran saat
proses pembelajaran.

2. standar isi pembelajaran merupakan kriteria minimal tingkat kedalaman


dan keluasan materi pembelajaran yang mengacu pada deskripsi capaian
pembelajaran lulusan dari KKNI, khusus materi pembelajaran program
profesi, spesialis, magister, magister terapan, doktor, dan doktor terapan
wajib memanfaatkan hasil penelitian dan hasil pengabdian kepada
masyarakat. Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran
tersebut bersifat kumulatif dan atau integrative serta dituangkan dalam
bahan kajian yang distrukturkan dalam bentuk mata kuliah.
3. standar proses pembelajaran yang merupakan kriteria minimal tentang
pelaksanaan pembelajaran pada program studi untuk memperoleh capaian
pembelajaran lulusan yang mencakup karakteristik, perencanaan,
pelaksanaan, dan beban belajar mahasiswa. Karakteristik proses
pembelajaran terdiri atas sifat interaktif, holistik, integratif, saintifik,
kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa.
Perencanaan proses pembelajaran disusun untuk setiap mata kuliah dan
disajikan dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS) atau istilah lain.
RPS tersebut ditetapkan serta dikembangkan oleh dosen secara mandiri
atau bersama dalam kelompok keahlian suatu bidang ilmu pengetahuan
atau teknologi dalam program studi.

Proses pembelajaran setiap mata kuliah dilaksanakan sesuai dengan RPS


baik dalam bentuk interaksi antardosen, mahasiswa, dan sumber belajar
dalam lingkungan belajar tertentu. Proses pembelajaran terkait penelitian
mahasiswa wajib mengacu pada standar penelitian sedangkan proses
pembelajaran terkait pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa
wajib mengacu pada standar pengabdian kepada masyarakat.

Ada juga proses pembelajaran melalui kegiatan kurikuler wajib dilakukan


secara sistematis dan terstruktur melalui berbagai mata kuliah dan dengan
beban belajar yang terukur. Proses pembelajaran ini juga wajib
menggunakan metode pembelajaran yang efektif sesuai dengan
karakteristik mata kuliah untuk mencapai kemampuan tertentu yang
ditetapkan dalam mata kuliah dalam rangkaian pemenuhan capaian
pembelajaran lulusan.

4. standar penilaian pembelajaran yang merupakan kriteria minimal tentang


penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa dalam rangka pemenuhan
capaian pembelajaran lulusan. Penilaian ini mencakup prisip penilaian,
teknik dan instrumen penilaian, mekanisme dan prosedur penilaian,
pelaksanaan penilaian, dan pelaporan penilaian serta kelulusan mahasiswa.
Pada prinsipnya penilaian perlu mencakup prinsip edukatif, otentik,
objektif, akuntabel, dan transparan yang dilakukan secara terintegrasi.
Teknik penilaiannya terdiri dari observasi, partisipasi, unjuk kerja, tes
tertulis, tes lisan, dan angket sedangkan instrumen penilaiannya terdiri atas
penilaian proses dalam bentuk rubrik dan atau penilaian hasil dalam
bentuk portofolio atau karya desain. Hasil akhir penilaian merupakan
integrase antara berbagai teknik dan instrument penilaian yang digunakan.

5. standar dosen dan tenaga kependidikan, di mana standar ini merupakan


kriteria minimal tentang kualifikasi dan kompetensi dosen dan tenaga
kependidikan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam rangka
pemenuhan capaian pembelajaran lulusan. Seorang dosen wajib memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut.

Tenaga kependidikan wajib memiliki kualifikasi akademik paling rendah


lulusan diploma tiga sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, kecuali
bagi tenaga administrasi wajib memiliki kualifikasi akademik paling
rendah yakni sekolah menenagah atas (SMA) atau sederajat. Tenaga
kependidikan yang memerlukan keahlian khusus wajib memiliki sertifikat
kompetensi sesuai dengan bidang tugas dan keahliannya.

6.  standar sarana dan prasarana pembelajaran yang merupakan kriteria


minimal tentang sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan isi dan
proses pembelajaran dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran
lulusan. Setiap perguruan tinggi juga harus menyediakan sarana dan
prasarana yang dapat diakses oleh mahasiswa yang berkebutuhan khusus.
Standar sarana paling sedikit terdiri atas perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku, buku elektronik dan repositori, sarana teknologi
informasi dan komunikasi, instrument eksperimen, sarana olahraga, sarana
berkesenian, sarana fasilitas umum, bahan habis pakai serta sarana
pemeliharaan, keselamatan, dan keamanan. Jumlah, jenis, dan spesifikasi
sarana ditetapkan berdasarkan rasio penggunaan sarana sesuai dengan
karakteristik metode dan bentuk pembelajaran serta harus menjamin
terselenggaranya proses pembelajaran dan pelayanan administrasi
akademik.
7. Standar prasarana pembelajaran meliputi lahan, ruang kelas, perpustakaan,
laboratorium atau sejenisnya, tempat berolahraga, ruang untuk
berkesenian, ruang unit kegiatan mahasiswa, ruang pimpinan perguruan
tinggi, ruang dosen, ruang tata usaha, dan fasilitas umum. Bangunan
perguruan tinggi harus memiliki standar kualitas minimal kelas A atau
setara dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan keamanan serta dilengkapi dengan instalasi listrik yang berdaya
memadai dan instalasi limbah domestic maupun limbah khusus apabila
diperlukan. Ada juga standar pengelolaan pembelajaran yang merupakan
kriteria minimal tentang perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan kegiatan pembelajaran pada
tingkat program studi. Pelaksana standar pengelolaan dilakukan oleh unit
pengelola program studi dan perguruan tinggi sesuai tugas dan fungsinya.
8. standar pembiayaan yang merupakan kriteria minimal tentang komponen
dan besaran biaya investasi dan biaya operasional yang disusun dalam
rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan. Standar satuan biaya
operasional pendidikan tinggi bagi perguruan tinggi negeri ditetapkan
secara periodik oleh Mendikbud dengan mempertimbangkan jenis
program studi, tingkat akreditasi perguruan tinggi dan program studi serta
indeks kemahalan wilayah. Perguruan tinggi wajib mempunyai sistem
pencatatan biaya dan melaksanakan pencatatan biaya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan, melakukan analisis biaya operasional
pendidikan tinggi, dan melakukan evaluasi tingkat ketercapaian standar
satuan biaya pendidikan tinggi pada setiap akhir tahun anggaran.
Perguruan tinggi juga wajib menyusun kebijakan, mekanisme, dan
prosedur dalam menggalang sumber dana lain secara akuntabel dan
transparan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.

C. Fungsi Peguruan tinggi


1. Membina kualitas hasil dan kinerja Perguruan Tinggi, agar dapat memberi
sumbangan yang nyata kepada perkembangan IPOLEKSOSBUD di
masyarakat. Untuk dapat melaksanakan pembinaan kualitas yang baik, secara
periodik Perguruan Tinggi menyelenggarakan evaluasi-diri yang melibatkan
semua Unit Akademik Dasar. Evaluasi-diri sewajarnya dianggap sebagai
perangkat manajemen Perguruan Tinggi yang utama, karena setiap
pengambilan keputusan harus dapat mengacu pada hasil evaluasi-diri.
2. Merencanakan pengembangan Perguruan Tinggi menghadapi
perkembangan di masyarakat. Rencana Strategis menjangkau waktu
pengembangan 10 tahun, seyogyanya dapat dibuat oleh Perguruan Tinggi.
Dari Rencana Strategis tersebut, dapat dijabarkan Rencana Operasional Lima
Tahunan dan Rencana Operasional Tahunan, dan yang terakhir ini
mengkaitkan pada Memorandum Program Koordinatif Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, dalam arti bahwa bagian-bagian Rencana Operasional
Tahunan yang memerlukan anggaran pembangunan, dapat diajukan sebagai
Daftar Isian Proyek.
3. Mengupayakan tersedianya sumberdaya untuk menyelenggarakan
tugastugas fungsional dan rencana perkembangan Perguruan Tinggi.
Sumberdaya diupayakan, tidak hanya Otoritas Pusat, tetapi juga dari pihak-
pihak lain melalui kerjasama, kontrak penelitian, penyediaan pendidikan dan
pelatihan khusus, sumbangan dan lain-lain.
4. Menyelenggarakan pola manajemen Perguruan Tinggi, yang dilandasi
Paradigma Penataan Sistem Pendidikan Tinggi, dengan sasaran utama adanya
suasana akademik yang kondusif untuk pelaksanaan kegiatan fungsional
pendidikan tinggi.
D. Dinamika perguruan tinggi islam
1. PTKIN
Muhaimin mengatakan, bahwa aspirasi umat Islam pada umumnya dalam
pengembangan pendidikan tinggi Islam pada mulanya didorong oleh
beberapa tujuan. Pertama, untuk melaksanakan pengkajian dan
pengembangan ilmu-ilmu agama Islam pada tingkat yang lebih tinggi
secara lebih sistematis dan terarah. Kedua, untuk melaksanakan
pengembangan dan peningkatan dakwah Islam. Ketiga, untuk
mereproduksi dan kaderisasi ulama dan fungsionaris keagamaan, baik
pada kalangan birokrasi negara maupun sektor swasta, serta lembaga-
lembaga sosial, dakwah, pendidikan dan sebagainya. Berikut akan
dipaparkan lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia yang dimulai
dari STI, UII, PTAIN, ADIA, IAIN, STAIN dan UIN.1
2. UII (Universitas Islam Indonesia)
UII sebuah perguruan tinggi Islam yang dibentuk dari STI. STI dalam
sejarahnya tidak eksis dalam waktu yang panjang. Karena STI dibentuk
pada masa kolonial Jepang yang masih berkuasa di Indonesia. Hanya
dalam waktu 4 tahun STI eksis, kemudian dibentuklah UII. Jika dilihat
akar historisnya, UII adalah hasil tranformasi STI. Transformasi STI
menjadi UII sebagai bentuk pengembangan kelembagaan pendidikan
tinggi Islam di Indonesia. Pada tanggal 22 Maret 1948 STI dirubah
1 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pres,
2012), h. 65-66.
menjadi UII di Yogyakarta. UII pada tahun 1948 mempunyai 4 fakultas
untuk menopang sebuah kelembagaan pendidikan tinggi. Salah satu
fakultas tersebut nantinya menjadi cikal bakal kelahiran PTAIN. Adapun
fakultas – fakultas tersebut yakni 1) fakultas Agama, 2) fakultas Hukum,
3) fakultas Ekonomi, dan 4) fakultas Pendidikan.
3. PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) Kelahiran PTAIN tidak
dapat dipisahkan dari UII, kehadiran PTAIN dalam konstelasi pendidikan
tinggi Islam di Indonesia merupakan bagian terpenting dalam
mengembangkan pendidikan tinggi Islam. Karenanya, pada tanggal 12
Agustus 1950 menjadi sejarah awal kemunculan PTAIN, dimana fakultas
agama yang berada di bawah pengelolaan UII dipisahkan dan diambil alih
oleh pemerintah dalam rangka memperkuat kelembangaan pendidikan
tinggi. Akhirnya, pada tanggal 26 September 1951 secara resmi dibuka
perguruan tinggi baru dengan nama PTAIN (Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri) yang langsung dibawah pengawasan Kementerian Agama
Republik Indonesia. Historis PTAIN adalah kelanjutan dari fakultas
agama UII. Artinya PTAIN tidak berdiri sendiri tanpa ada latar belakang
yang kuat. Ini menandakan bahwa perguruan tinggi Islam di Indonesia
mengalami dinamika seiring dalam perkembangan masyarakat dan
kebutuhan umat Islam.
4. ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) Disamping PTAIN sebagai milik
bersama Departemen Agama dan Departemen Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan didirikanlah Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta
dengan penetapan Menteri Agama No.1 Tahun 1957. Adapun tujuan
ADIA tersebut sebagai sambungan dari usaha mendirikan Pendidikan
Guru Agama Atas (PGAA) dan Sekolah Guru dan Hakim Agama
(SGHA). Akademi Dinas Ilmu Agama bertujuan mendidik dan
mempersiapkan pegawai negeri untuk mencapai ijazah semi akademi dan
akademi untuk dijadikan ahli didik agama pada sekolah-sekolah lanjutan,
baik umum maupun agama dan kejuruan.2
5. IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Kehadiran Institut Agama Islam
Negeri dalam perkembangan PTKIN di Indonesia memiliki akar sejarah
yang sangat kuat. Dimana lembaga ini tidak dilahirkan begitu saja tanpa
ada latar belakang yang membentuknya. IAIN merupakan transformasi
dari perguruan tinggi yang telah terbentuk sebelumnya di Indonesia.
Kehadirannya telah memberikan dampak positif bagi pengembangan
pendidikan Islam di Indonesia.3
6. STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam
Indonesia. STAIN adalah lembaga baru setelah IAIN. STAIN juga tidak
terlepas dari akar sejarah kemunculannya. Artinya STAIN sebagai institusi
pendidikan Islam tidaklah lembaga yang dikonstruk tanpa latar belakang
yang jelas, namun terbentuk seiring dengan perkembangan IAIN.
Kehadiran STAIN juga tidak memiliki pengaruh pada IAIN, dalam
pengertian bahwa setelah STAIN terbentuk IAIN dihilangkan. Justeru
kemunculan STAIN untuk memperkuat kelembagaan IAIN dalam
mengembangkan pendidikan Islam untuk masyarakat.4
7. UIN (Universitas Islam Negeri) PTKIN di Indonesia secara gradual terus
mengalami perkembangan ke arah universitas. Ini menunjukkan bahwa
perguruan tinggi yang dulu dibentuk dan dikonstruksi oleh pendahulu, kini
telah mencapai pada level universitas. Awalnya STI, UII, PTAIN, ADIA,
IAIN, STAIN dan kemudian menjadi UIN. Tentunya, ini merupakan suatu

2Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997), h. 2.
3 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milinium III, cet. 2
(Jakarta: Kencana, 2014), h. 194-198.
4 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan
Masyarakat (Yogyakarta: LKiS, 2009), h. 169.
proses sejarah dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Cita-cita
pendahulu dalam meneguhkan perguruan tinggi Islam mendapat dukungan
yang besar pada generasi belakangan, faktanya bahwa dari waktu ke
waktu PTKIN di Indonesia terus mengalami kemajuan. Universitas Islam
Negeri (UIN) merupakan lembaga perguruan tinggi Islam yang berbentuk
Universitas. Sebelumnya dalam konstelasi PTKIN di Indonesia memang
ada Universitas, akan tetapi dalam bentuk swasta yakni UII (Universitas
Islam Indonesia). Perguruan tinggi ini sudah lama terbentuk di Indonesia.
Jika kemudian lahir Universitas Islam Negeri (UIN), sebetulnya bukanlah
sesuatu yang langka dan baru. Justeru UII menjadi inspirasi atas kelahiran
UIN, meskipun salah satu faktor, disamping faktor-faktor lain yang
melatarbelakangi kelahiran UIN. Setidaknya, Universitas Islam sudah
pernah digagas sebelumnya. Hal senada juga dikatakan Badri Yatim,
Universitas Islam Indonesia (UII) adalah perguruan tinggi pertama yang
memiliki fakultas-fakultas non agama. Dengan demikian, ia dapat
memberi contoh tentang perkembangan universitas-universitas Islam di
Indonesia. PTKIN yang pertama membuat persiapan menjadi UIN ialah
IAIN Syarif Hidayatullah, sehingga pada tahun 2002 IAIN Syarif
Hidayatullah menjadi UIN Syarif Hidayatullah.5
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam konteks pendidikan, bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah
berlangsungketika Islam hadir dan berkembang di Indonesia. Pendidikan Islam dalam
bentuk kelembaga-an belum terkonstruksi seperti pada era modern sekarang ini. Pada
masa awal, prosessosialisasi dan penguatan ajaran Islam diekspresikan dalam bentuk
pendidikan informal.Model transmisi ajaran Islam seperti ini telah berlangsung dalam
kehidupan masyarakatIndonesia. Model pendidikan informal adalah model klasik-
5 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), h. 312.
tradisional. Meskipun demikian,model pendidikan informal ini sangat efektif dan
ajaran Islam dapat diserap dengan baikoleh masyarakat. Islam di Indonesia mendapat
posisi yang stategis dan mempengaruhikekuatan politik. Faktanya, Islam dapat
menkonstruksi negara Islam dalam bentuk dinastiatau kerajaan-kerajaan di Indonesia,
yang sebelumnya secara umum masyarakat Indonesiaberagama Hindu dan Budha.
Perguruan tinggi di Indonesia dengan jumlah lebih dari 4.500 kampus
memang memiliki karakteristik yang berbeda-beda termasuk kesiapan dalam
menerapkan delapan ruang lingkup standar nasional pendidikan tinggi dalam
kebijakan tersebut. Menurut Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nizam, kebijakan
Kampus Merdeka ini tidak akan bersifat paksaan yang akhirnya menjadi sekadar
formalitas belaka.

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan


Milinium III, cet. 2 ,Jakarta: Kencana, 2014.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ,Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di
Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat ,Yogyakarta: LKiS, 2009.
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta:
Rajawali Pres, 2012/
Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Anda mungkin juga menyukai