KONSEPTUAL
DOSEN :
YUFRIZAL, SE.Ak.,M.Ak.,CA
Pengertian Kerangka Konseptual
Pada tingkatan teori yang tinggi, kerangka konseptual
menyatakan ruang lingkup dan tujuan pelaporan
keuangan. Pada tingkatan selanjutnya, kerangka
konseptual mengidentifikasikan dan mendefinisikan
karakteristik dari informasi keuangan dan elemen laporan
keuangan. Pada tingkatan operasional yang lebih rendah,
kerangka konseptual berkaitan dengan prinsip-prinsip dan
aturan-aturan (rules) tentang pengukuran dan pengakuan
elemen laporan keuangan dan tipe informasi yang perlu
disajikan. Agar dapat dijadikan legitimasi, maka kerangka
konseptual harus didukung oleh metodologi “ilmiah”
(scientific). Hal ini berarti, bahwa prinsip-prinsip dan aturan-
aturan pengukuran tersebut harus dihasilkan dari tujuan
dan konsep-konsep yang telah didefinisikan sebelumnya.
FASB (1978) mendefinisikan kerangka konseptual sebagai
suatu sistem yang saling berkaitan sebagai berikut.
“Suatu sistem yang koheren tentang tujuan (objectives)
dan konsep dasar yang saling berkaitan, yang diharapkan
dapat menghasilkan standar-standar yang konsisten dan
memberi pedoman tentang jenis, fungsi dan keterbatasan
akuntansi keuangan dan pelaporan keuangan”.
Pengertian Kerangka Konseptual
Ada beberapa pihak yang memandang kerangka
konseptual sebagai “konstitusi” (undang-undang), yang
merupakan landasan dalam proses penentuan standar
akuntansi. Tujuannya adalah untuk memberi pedoman
bagi badan yang berwenang dalam memecahkan
masalah yang muncul selama proses penentuan standar
tertentu sesuai dengan kerangka konseptual. Namun
demikian tidak ada cara yang dapat digunakan untuk
membuktikan bahwa pertimbangan nilai yang dibuat oleh
individu atau kelompok yang lain. Dengan demikian
keberadaan teori yang berkaitan secara logis (koheren)
untuk menyusun standar akuntansi merupakan argumen
yang bersifat konseptual.
1. Dua atau lebih metoda akuntansi yang diterima untuk fakta-fakta yang sama.
2. Digunakannya metoda akuntansi yang kurang konservatif daripada metoda awal
yang lebih konservatif.
3. Digunakannya pencadangan untuk meretakan fluktuasi pendapatan secara
artifisial.
4. Laporan keuangan yang tidak mampu memberikan peringatan akan masalah
likuiditas yang segera terjadi.
5. Adanya optimism yang elum mendapat penyesuaian dalam estimasi jumlah yang
akan diperoleh kembali.
6. Umumnya pendanaan yang tidak tercatat di laporan posisi keuangan.
7. Digunakannya penilaian imaterialitas yang tidak benar untuk menjustifikasi tidak
diungkapkannya informasi yang kurang menguntungkan atau penyimpangan dari
standar.
8. Bentuk menjadi lebih relevan daripada substansi.
Secara umum, dalam praktik terdapat beberapa masalah dalam kerangka
konseptual, antara lain:
1. Pandangan mengenai laba atau penghasilan mana yang harus digunakan.
2. Masalah pendefinisian.
3. Konsep pemeliharaan modal atau penembangan biaya mana yang harus
digunakan.
4. Metoda pengukuran mana yang harus digunakan.
Dalam membahas kerangka konseptual, ada beberapa masalah berikut yang perlu
diatasi, yaitu:
1. Mengapa mempersoalkan perumusan “teori” akuntansi umum melalui pendekatan
kerangka konseptual?
2. Karena pada masa lalu belum memiliki standar akuntansi, maka mengapa teori
tersebut diperlukan pada masa sekarang?
PERUMUSAN KERANGKA KONSEPTUAL
Proses perumusan kerangka konseptual pada dasarnya
merupakan proses evaluasi yang dihasilkan dari pekerjaan atau
kegiatan sebelumnya. Ada berbagai publikasi dari kegiatan
dalam perumusan kerangka konseptual, seperti tabel berikut.
FIRST LEVEL
Penjelasan Gambar
Pada level pertama, berisi tujuan laporan keuangan yang
menjelaskan tentang tujuan dan dimensi laporan untuk
menyediakan informasi. Hendaknya, pada level ini tidak
hanya menjelaskan isi laporan keuangan saja tetapi juga
berisi: useful in investment and credit decisions, useful in
assesing future cash flows and about enterprise resources and
change in them. (SFAC No, 1).
Pada level kedua berisi karakteristik kualitatif dan elemen
laporan keuangan (akun), dimana kerangkan konseptual
pada level ini terdiri dari conceptual building block yang
menjelaskan karakteristik informasi laporan keuangan tersebut
dan mendefinisikan elemen pelaporan keuangan.
Pada level ketiga berisi postulat (dalil), prinsip dan
keterbatasan. Level ini merupakan pedoman operasional
yang harus digunakan dalam mengukur dan mengakui
elemen laporan keuangan dan menyajikan informasi tersebut
secara wajar (fair), lengkap (full), dan cukup (adequate),
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU).
RUMUSAN KERANGKA KONSEPTUAL DI USA
Di Amerika Serikat, berbagai kritik ditujukan pada proyek konseptual.
Meskipun proyek kerangka konseptual tersebut gagal, namun paling tidak
kerangka konseptual tersebut berjalan atau berkembang agak lambat.
Analisis terhadap kritik tersebut akan memungkinkan dalam membantu
memahami alasan mengapa kerangka konseptual tersebut berkembang
lambat. Dan membantu kemungkinan pengembangannya di Indonesia
atau memperbaiki bagian-bagian yang masih memiliki kelemahan tersebut
secara terencana dan kontinyu.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis tersebut:
1. Pendekatan Ilmiah
a. Deskriptif dan Non operasional
Apabila kita memperhatikan berbagai isu dan perdebatan dalam
akuntansi, maka sering dihadapkan pada pertanyaan mendasar seperti:
apakah yang dimaksud dengan nilai (value)? Bagaimana kita menilai
elemen laporan keuangan seperti aset dan liabilitas? Salah satu tujuan dari
kerangka konseptual adalah untuk mejawab pertanyaan tersebut sehingga
dapat menghindari argumen repetative terhadap arti dari istilah elemen
laporan keuangan.
b. Asumsi Ontologi dan Epistemologi
Beberapa filosofis pengetahuan, antara lain Feyerabend (1987)
berpendapat bahwa kebenaran ilmiah tidak bersifat absolut. Suatu
pernyataan atau keyakinan dapat diterima setelah terbukti kebenarannya
sesuai dengan aturan yang disepakati dalam metodologi ilmiah.
c. Perputaran Logika
Kerangka konseptual tersebut lebih didasarkan pada “perputaran logika”
(circularity of reasoning) yang tidak berujung pangkal dalam kerangka itu sendiri.
Kerangka konseptual berusaha untuk memecahkan perputaran logika tersebut
dengan mengacu pada pernyataan bahwa pemakai laporan keuangan memiliki
pengetahuan yang cukup dan sesuai untuk menentukan dan menginterprestasikan
laporan keuangan. Akan tetapi, kerangka konseptual tidak memberikan pedoman
khusus tentang bagaimana hal tersebut dapat dicapai.
d. Disiplin yang Tidak Ilmiah
Apakah akuntansi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan murni (pure
science)? Kerangka konseptual mungkin mengadopsi pendekatan ilmiah. Elemen-
elemen empiris dan teoritis, dalam akuntansi didefinisikan secara bebas (loossely).
Oleh karena itu, faktor ini seringkali menjadi salah satu pertimbangan dalam
perumusan suatu teori, konsep ataupun dalil.
2. Nilai Profesional
a. Kerangka Konseptual sebagai Dokumen Kebijakan
Sebagai seperangkat pengetahuan yang digeneralisasikan, kerangka
konseptual gagal memenuhi pengujian ilmialh . Sekalipun kita beragumen bahwa
realitas hanya merupakan hasil dari konstruksi sosial, namun tidak ada proses deduktif
yang melekat dalam kerangka konseptual.
b. Nilai Profesional dan Perlindungan Diri (self preservation)
Perlindungan diri memiliki arti pencarian terhadap kepentingan sendiri,
sementara nilai profesional mengarah pada idealisme dan ketidakegoisan (altruism).
Greenwood (1978) mengatakan bahwa organisasi profesional muncul sebagai
perwujudannn dari kesadaran terhadap pentingnya profesi dan mempromosikan
kepentingan dan tujuan kelompok tertentu.
PERUMUSAN KERANGKA KONSEPTUAL DI INDONESIA
Di Indonesia kerangka konseptual mulai dikenalkan sejak bulan
September 1994 oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang telah
mengambil kebijakan untuk mengadopsi kerangka konseptual
yang disusun oleh International Accounting Standard Committee
(IASC) sebagai dasar dalam Kerangka dan Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK). Kebijakan ini telah disetujui
oleh Komite Prinsip Akuntansi Indonesai (PAI) Pusat pada tanggal
24 Agustus 1994 dan disahkan oleh Pengurus Pusat IAI tanggal
7September1994. Kemudian IAI memberikan nama Kerangka
konseptual Indonesia dengan istilah: “Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan”. Selanjutnya kerangka ini
dapat digunakan oleh semua pihak sebagai acuan dalam
menjalankan berbagai kegiatan (perusahaan) antara lain: