Anda di halaman 1dari 52

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki risiko tinggi terhadap

kejadian gempa bumi. Hal ini sebagai akibat interaksi antar tiga lempeng

raksasa yang mengelilingi Indonesia, yaitu Lempeng Samudera Indo-

Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Samudra Pasifik (Setiawan,

2016). Lampung sebagai provinsi yang berada di paling selatan Pulau

Sumatera juga berada di daerah dengan beberapa wilayah yang resiko

gempanya cukup tinggi terutama di bagian barat dari provinsi Lampung

(Safira, 2018).

Gempa bumi adalah peristiwa bergetar atau bergoncangnya bumi karena

pergerakan/pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba‐tiba akibat

pergerakan lempeng‐lempeng tektonik. Pergerakan tiba‐tiba dari lapisan

batuan di dalam bumi menghasilkan energi yang dipancarkan ke segala arah

berupa gelombang gempabumi atau gelombang seismik. Ketika gelombang

ini mencapai permukaan bumi, getarannya dapat merusak segala sesuatu di

permukaan bumi seperti bangunan dan infrastruktur lainnya sehingga dapat

menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Sunarjo dkk, 2012).


Oleh karena itu struktur bangunan di Indonesia harus direncanakan

sedemikian rupa sehingga mampu menahan beban yang ditimbulkan oleh

pengaruh gempa bumi.

Mengingat gempa ini dapat mengakibatkan keruntuhan bangunan, maka

gedung di wilayah Lampung harus dibuat atau direncanakan dengan

memperhitungkan beban gempa. Defleksi yang besar pada bangunan

bertingkat memiliki peluang yang tinggi terjadi terutama pada banguan yang

berada di wilayah rawan gempa. Hal ini tidak aman dan berpotensi

mengakibatkan adanya korban jiwa bagi manusia dan makhluk hidup yang

menggunakannya. Perancangan gedung yang aman agar tidak mengakibatkan

adanya korban jiwa menjadi suatu keharusan dalam perancangan sebuah

gedung.

Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan manusia semakin banyak gedung-

gedung bertingkat yang mulai dibangun, salah satunya adalah gedung

(Markas Kepolisian Daerah) Mapolda Provinsi Lampung yang mulai

dibangun pada bulan maret 2018 di Jalan Terusan Ryacudu, Way Huwi, Jati

Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Pada area Markas

Kepolisian Daerah Lampung telah dibangun beberapa gedung bertingkat,

yang salah satunya merupakan bangunan bertingkat 4 yang terletak paling

depan setelah gerbang masuk Mapolda Lampung.

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak software yang dapat digunakan

untuk mempermudah suatu perencanaan dan analisis suatu struktur gedung,

salah satunya adalah aplikasi ETABS 2016.


1.2 Rumusan Masalah

Setiap bangunan struktur haruslah dihitung menggunakan beban-beban yang

bekerja, Salah satunya adalah beban gempa terutama pada wilayah yang

rawan gempa seperti Indonesia. Salah satu software yang biasa digunakan

untuk menganalisis struktur bangunan adalah ETABS 2016. Struktur

bangunan yang akan dianalisis terhadap beban gempa adalah Gedung A

Mapolda Lampung. Maka bagaimana suatu pengaruh yang diakibatkan oleh

beban gempa terhadap konstruksi Gedung A Mapolda Lampung?

1.3 Batasan Masalah

Analisis pengaruh beban gempa pada gedung tiga lantai menggunakan

metode statik ekuivalen dibatasi sebagai berikut:

1. Perencanaan, perhitungan, dan penggambaran bangunan atas meliputi :

Bangunan atas ini terdiri dari beberapa struktur yang terbuat dari beton

bertulang yaitu, balok, kolom, pelat, dan tangga.

2. Perencanaan dan perhitungan bangunan bawah meliputi : Bangunan

bawah ini terdiri dari struktur yang bahan dasarnya berasal dari beton

bertulang. Fondasi yang dipakai pada bangunan adalah Fondasi dalam

yaitu fondasi tiang bor (bore pile).

3. Analisis Struktur

a. Metode statik ekuivalen dipakai untuk menganilis beban gempa

dengan bantuan ETABS 2016.

b. Hasil analisis berupa gaya dalam (M, D, dan N) dari program

ETABS 2016 digunakan untuk perhitungan penulangan.


c. Metode statik ekuivalen digunakan untuk menganalisa struktur

terhadap beban gempa.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh beban gempa

pada struktur Gedung A Mapolda Lampung. Pengaruh gempa yang ditinjau

mencakup dimensi, tulangan, dan defleksi struktur dengan membandingkan

terhadap gedung tanpa beban gempa.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk berbagai macam hal yaitu :

1. Untuk memberikan informasi aman atau tidak amannya gedung yang

telah dibangun.

2. Untuk bahan pertimbangan dalam perkuatan struktur Gedung A Mapolda

Lampung.

3. Untuk memberikan pengetahuan lebih mengenai analisis gedung dengan

beban gempa.
BAB II

2.1 Deskripsi Umum

Daktilitas yang cukup merupakan syarat yang harus dipenuhi dari suatu

struktur gedung agar struktur tidak runtuh dalam kondisi apapun.Kekuatan

struktur gedung harus menjamin keamanan dan dapat memiliki kemampuan

untuk menahan berat beban yang diterima pada gedung tersebut Selain itu,

penggunaan bahan harus memikirkan kefisienan suatu rangka kosntruksi

yang akan dibuat. Suatu struktur gedung harus memiliki kekakuan

maksimum dengan berat bangunan yang minimum, sehingga akan tercipta

suatu rangka konstruksi bangunan yang ringan dan kuat dalam menahan

beban yang ada sekalipun itu beban lateral, terutama beban gempa.

(Mahaendra, Prasetya, Himawan, dan Bambang, 2015)

2.2 Gempa Bumi

2.3 Persyaratan Umum Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung

Berdasarkan SNI 1726:2012

2.3.1 Analisis Dinamik

Secara umum analisis struktur terhadap beban gempa dibagi menjadi dua

macam, yaitu :

1. Analisis beban statik ekuivalen adalah suatu cara analisis struktur

dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai beban

statik horizontal yang diperoleh dengan hanya memperhitungkan

respon ragam getar yang pertama. Biasanya distribusi gaya geser

tingkat ragam getar yang pertama ini di sederhanakan sebagai

segitiga terbalik.
2. Analisis dinamik adalah analisis struktur dimana pembagian gaya

geser gempa di seluruh tingkat diperoleh dengan memperhitungkan

pengaruh dinamis gerakan tanah terhadap struktur. Analisis

dinamik terbagi menjadi 2, yaitu :

a. Analisis ragam respon spektrum dimana total respon didapat

melalui superposisi dari respon masing-masing ragam getar.

b. Analisis riwayat waktu adalah analisis dinamis dimana pada model

struktur diberikan suatu catatan rekaman gempa dan respon

struktur dihitung langkah demi langkah pada interval tertentu.

Analisis dinamik untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika

diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja

pada struktur, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat

pengaruh gempa. Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur

dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur. Analisis dinamik dapat

dilakukan dengan cara elastis maupun inelastis. Pada cara elastis

dibedakan Analisis Ragam Riwayat Waktu (Time History Modal

Analysis), dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan

Analisis Ragam Spektrum Respon (Respons Spectrum Modal Analysis),

dimana pada cara ini respon maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi

didapat dari Spektrum Respon Rencana (Design Spectra). Pada analisis

dinamis elastis digunakan untuk mendapatkan respon struktur akibat

pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung

(Direct Integration Method). Analisis dinamik elastis lebih sering

digunakan karena lebih sederhana.


Untuk struktur gedung yang tidak beraturan yang tidak memenuhi struktur

gedung beraturan, pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung

tersebut harus ditentukan melalui analisis respon dinamik 3 dimensi.

Untuk mencegah terjadinya respon struktur gedung terhadap pembebanan

gempa yang dominan dalam rotasi dari hasil analisis vibrasi bebas 3

dimensi, paling tidak gerak ragam pertama (fundamental) harus dominan

dalam translasi. (SNI 03-1726-2002)

Analisis dinamik adalah untuk menentukan pembagian gaya geser tingkat

akibat gerakan tanah oleh gempa dan dapat dilakukan dengan cara analisis

ragam spektum respon. Pembagian gaya geser tingkat tersebut adalah

untuk menggantikan pembagian beban geser dasar akibat gempa sepanjang

tinggi gedung pada analisis beban statik ekuivalen. Pada analisis ragam

spektum respon, sebagai spektrum percepatan respon gempa rencana harus

dipakai diagram koefisien gempa dasar (C) untuk wilayah masing-masing

gempa. Nilai C tersebut tidak berdimensi sehingga respon masing-masing

ragam merupakan respon relatif.

Untuk stuktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu-waktu getar

alami yang berdekatan harus dilakukan dengan metoda yang dikenal

dengan Kombinasi Kuadratik Lengkap (Complete Quadratic Combination

atau CQC). Waktu getar alami harus dianggap berdekatan, apabila selisih

nilainya kurang dari 15%. Untuk struktur gedung tidak beraturan yang

memiliki waktu getar alami yang berjauhan, penjumlahan respon ragam


tersebut dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Akar Jumlah

Kuadrat (Square Root of the Sum of Squares atau SRSS) (SNI 03-1726-

2002)

Perbedaan antara Beban Statik dan Dinamik (Widodo 2000)

Pada ilmu statika keseimbangan gaya-gaya didasarkan atas kondisi statik,

artinya gaya-gaya tersebut tetap intesitasnya, tetap tempatnya dan tetap

arah/ garis kerjanya. Gaya-gaya tersebut dikategorikan sebagai beban

statik. Kondisi seperti ini akan berbeda dengan beban dinamik dengan

pokok-pokok perbedaan sebagai berikut ini :

a. Beban dinamik adalah beban yang berubah-ubah menurut waktu

(time varying) sehingga beban dinamik merupakan fungsi dari waktu.

b. Beban dinamik umumnya hanya bekerja pada rentang waktu

tertentu. Untuk gempa bumi maka rentang waktu tersebut kadang-kadang

hanya beberapa detik saja. Walaupun hanya beberapa detik saja namun

beban angin dan beban gempa misalnya dapat merusakkan struktur dengan

kerugian yang sangat besar.

c. Beban dinamik dapat menyebabkan timbulnya gaya inersia pada

pusat massa yang arahnya berlawanan dengan arah gerakan.


d. Beban dinamik lebih kompleks dibanding dengan beban statik,

baik dari bentuk fungsi bebannya maupun akibat yang ditimbulkan.

Asumsi-asumsi kadang perlu diambil untuk mengatasi ketidakpastian yang

mungkin ada pada beban dinamik.

e. Karena beban dinamik berubah-ubah intensitasnya menurut waktu,

maka pengaruhnya terhadap struktur juga berubah-ubah menurut waktu.

Oleh karena itu penyelesaian problem dinamik harus dilakukan secara

berulang-ulang bersifat penyelesaian tunggal ( single solution ), maka

penyelesaian problem dinamik bersifat penyelesaian berulang-ulang

(multiple solution).

f. Sebagai akibat penyelesaian yang berulang-ulang maka

penyelesaian struktur dengan beban dinamik akan lebih mahal dan lebih

lama.

Gambar 2.2. Diagram Beban (P) - Waktu (t)

Sumber : www.mafiosodeciviliano.com (Mei,2011)

Beban dinamik menimbulkan respon yang berubah-ubah menurut waktu,

maka struktur yang bersangkutan akan ikut bergetar atau ada gerakan.
Dalam hal ini bahan akan melakukan resistensi terhadap gerakan dan pada

umumnya dikatakan bahan yang bersangkutan mempunyai kemampuan

untuk meredam getaran. Dengan demikian pada pembebanan dinamik,

akan terdapat peristiwa redaman yang hal ini tidak ada pada pembebanan

statik.

Menurut Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung

SNI 01-1726-2002, Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung

beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak

lebih dari 10 tingkat atau 40 m.

2. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan

kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari

25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan

tersebut.

3. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan

kalaupun mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak

lebih dari 15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi

coakan tersebut.

4. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem

penahan beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan

sumbu-sumbu utama orthogonal denah struktur gedung secara

keseluruhan.
5. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka

dan kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah

struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak

kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung

sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak

lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan

bidang muka.

6. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan,

tanpa adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah

suatu tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70%

kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral

rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan

kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di

tingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar-tingkat.

7. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang

beraturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari

150% dari berat lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau

rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.

8. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem

penahan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya,


kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur

dalam arah perpindahan tersebut.

9. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus,

tanpa lubang atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai

tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu,

jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.

Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau

sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga menurut standar

ini analisisnya dapat dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen.

Struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan diatas, ditetapkan sebagai

struktur gedung tidak beraturan. Untuk struktur gedung tidak beraturan,

pengaruh Gempa Rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan

gempa dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis

respon dinamik.

2.2.2 Konsep Perencanaan Gedung Tahan Gempa

Struktur tahan gempa adalah struktur yang tahan (tidak rusak dan tidak

runtuh) apabila terlanda gempa, bukan struktur yang semata-mata (dalam


perencanaan) sudah diperhitungkan dengan beban gempa (Tjokrodimulyo,

2007)

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa struktur yang didesain harus

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Di bawah gempa ringan (gempa dengan periode ulang 50 tahun

dengan probabilitas 60% dalam kurun waktu umur gedung) struktur harus

dapat berespon elastik tanpa mengalami kerusakan baik pada elemen

structural (balok, kolom, pelat dan pondasi struktur) dan elemen non

struktural (dinding bata, plafond dan lain lain).

b. Di bawah gempa sedang (gempa dengan periode ulang 50-100

tahun) struktur bangunan boleh mengalami kerusakan ringan pada lokasi

yang mudah diperbaiki yaitu pada ujung-ujung balok di muka kolom, yang

diistilahkan sendi plastis, struktur pada tahap ini disebut tahap First Yield

yang merupakan parameter penting karena merupakan batas antara kondisi

elastik (tidak rusak) dan kondisi plastik (rusak) tetapi tidak roboh atau

disingkat sebagai kondisi batas antara beban gempa ringan dan gempa

kuat.

c. Di bawah gempa kuat (gempa dengan periode ulang 200-500 tahun

dengan probabilitas 20%-10% dalam kurun waktu umur gedung) resiko

kerusakan harus dapat diterima tapi tanpa keruntuhan struktur. Jadi,

kerusakan struktur pada saat gempa kuat terjadi harus didesain pada

tempat-tempat tertentu sehingga mudah diperbaiki setelah gempa kuat

terjadi.
2.2.3 Prinsip dan Kaidah Perancangan

2.2.3.1 Prinsip Dasar Perencanaan, Perancangan dan Pelaksanaan

Prinsip-prinsip dasar perlu diperhatikan dalam perencanaan, perancangan

dan pelaksanaan struktur bangunan beton bertulang tahan gempa yaitu :

1. Sistem struktur yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat

kerawanan daerah dimana struktur bangunan tersebut berada terthadap

gempa.

2. Aspek kontinuitas dan integritas struktur bangunan perlu

diperhatikan. Dalam pendetailan penulangan dan sambungan-sambungan,

unsur-unsur struktur bangunan harus terikat secara efektif menjadi satu

kesatuan untuk meningkatkan struktur secara menyeluruh.

3. Konsistensi sistem struktur yang diasumsikan dalam desain dengan

sistem struktur yang dilaksanakan harus terjaga.

4. Materi beton yang digunakan haruslah memiliki daya tahan yang

tinggi dilingkungannya.
5. Unsur-unsur arsitektural yang memiliki masa yang besar harus

terikat dengan kuat pada sistem portal utama dan harus diperhitungkan

pengaruhnya terhadap sistem struktur.

6. Metode pelaksanaan, sistem quality control dan quality assurance

dalam tahapan konstruksi harus dilaksanakan denagn baik dan harus sesuai

dengan kaidah yang berlaku.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa besarnya gaya gempa yang

diterima struktur bangunan pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik

gempa yang tejadi, karakteristik tanah dimana bangunan berada dan

karakteristik struktur bangunan. Karakteristik struktur bangunan yang

berpengaruh diantaranya bentuk bangunan, massa bangunan, beban

gravitasi yang bekerja, kekakuan dan lain-lain.

2.2.3.2 Sistem Struktur

Ada 4 jenis sistem struktur dasar yang ditetapkan dalam peraturan

perencanaan gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002), yaitu:

1. Sistem dinding penumpu, yaitu sistem struktur yang tidak memiliki

rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu


atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral

dipikul dinding geser atau rangka bresing.

2. Sistem rangka gedung, yaitu sistem struktur yang pada dasarnya

memililki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban

lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing.

3. Sistem rangka pemikul momen, yaitu sistem struktur yang pada

dasarnya memililki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap.

Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme

lentur.

4. Sistem ganda, yaitu sistem yang terdiri dari rangka ruang yang

memikul seluruh beban gravitasi, pemikul beban lateral berupa dinding

geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka

pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul

sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral, dan kedua sistem

harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban

lateral dengan memperhatikan interaksi sistem ganda.

Selain 4 sistem struktur dasar tersebut, dalam SNI 03-1726-2002 juga

mengenalkan 3 sistem struktur lain, yaitu sistem struktur gedung kolom

kantilever (sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk

memikul beban lateral), sistem interaksi dinding geser dengan rangka, dan

subsistem tunggal (subsistem struktur bidang yang membentuk struktur

gedung secara keseluruhan).


2.2.3.3 Jenis Beban

Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak

selalu dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah

diketahui dengan baik pada salah satu lokasi struktur tertentu, distribusi

dari elemen yang satu ke elemen yang lain pada keseluruhan struktur

masih membutuhkan asumsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa

digunakan dalam bangunan gedung meliputi :

a. Beban Lateral, yang terdiri atas :

1) Beban Gempa

Besarnya simpangan horisontal (drift) bergantung pada kemampuan

struktur dalam menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila struktur

memiliki kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka struktur

akan mengalami simpangan horisontal yang lebih kecil dibandingkan

dengan struktur yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar.

Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 15.11.2.3, untuk mensimulasikan

arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap struktur gedung

baja, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap

efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh

gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama tetapi efektifitasnya hanya

sebesar minimal 30% tapi tidak lebih dari 70%.


2) Beban Angin

Beban angin pada struktur terjadi karena adanya gesekan udara dengan

permukaan struktur dan perbedaan tekanan dibagian depan dan belakang

struktur. Beban angin tidak memberi konstribusi yang besar terhadap

struktur dibandingkan dengan beban yang lainnya. Menurut Schodek

(1999), besarnya tekanan yang diakibatkan angin pada suatu titik akan

tergantung kecepatan angin, rapat massa udara, lokasi yang ditinjau pada

stuktur, perilaku permukaan struktur, bentuk geometris struktur, dimensi

struktur.

b. Beban Gravitasi, yang terdiri atas :

1) Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau

penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada

lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin

serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

gedung dan dapat diganti selama masa hidup gedung tersebut, sehingga

mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap.


Beban hidup dapat menimbulkan lendutan pada struktur, sehingga harus

dipertimbangkan menurut peraturan yang berlaku agar struktur tetap aman.

Menurut Schueller (1998), beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di

dalam atau di atas suatu bangunan disebut beban penghunian (occupancy

load). Beban ini mencakup beban peluang untuk berat manusia, perabot

partisi yang dapat dipindahkan, lemari besi, buku, lemari arsip,

perlengkapan mekanis dan sebagainya.

Tabel 2.1 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No Lantai gedung Beban Satuan

1. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang

disebut dalam no 2. 200 Kg/m2

2. Lantai tangga rumah tinggal sederhana dan gudang- gudang tidak

penting yang bukan untuk took, pabrik atau bengkel.

125

Kg/m2

3. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, took, toserba,

restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit. 250 Kg/m2

4. Lantai ruang olah raga. 400 Kg/m2


5. Lantai dansa. 500 Kg/m2

6. Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang

lain dari yang disebut dalam no 1 s/d 5, seperti masjid, gereja, ruang

pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton dengan tempat

duduk tetap.

400

Kg/m2

7. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk

penonton berdiri. 500 Kg/m2

8. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam no 3.

300 Kg/m2

9. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut

dalam no 4,5,6 dan 7. 500 Kg/m2

10. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam no

3,4,5,6 dan 7. 250 Kg/m2

11. Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip,

took buku, took besi, ruang alat-alat dan ruang mesin harus direncanakan

terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri dengan minimum.


400

Kg/m2

12. Lantai gedung parkir bertingkat :

 Untuk lantai bawah

 Untuk lantai tinggkat lainnya

800

400

Kg/m2 Kg/m2

13. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan

terhadap beban hidup dari lantai yang berbatasan dengan minimum.

300

Kg/m2

Sumber : Peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung

(Standar Nasional Indonesia 1983.hal.11)

2). Beban Mati


Beban mati (DL) adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat

tetap. Beban mati terdiri dari dua jenis, yaitu berat struktur itu sendiri dan

superimpossed deadload (SiDL). Beban superimpossed adalah beban mati

tambahan yang diletakkan pada struktur, dimana dapat berupa lantai

(ubin/keramik), peralatan mekanik elektrikal, langit-langit, dan

sebagainya. Perhitungan besarnya beban mati suatu elemen dilakukan

dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume

elemen. Berat satuan (unit weight) material secara empiris telah ditentukan

dan telah banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah standar atau

peraturan pembebanan

Tabel 2.2 Berat Sendiri Bahan Bangunan

No Bahan bangunan Beb an Satuan

1 Baja 7850 Kg/m3

2 Batu alam 2600 Kg/m3

3 Batu belah, batu bulat, batu gunug ( berat tumpuk ) 1500 Kg/m3

4 Batu karang ( berat tumpuk ) 700 Kg/m3

5 Batu pecah 1450 Kg/m3

6 Besi tuang 7250 Kg/m3

7 Beton ( 1 ) 2200 Kg/m3

8 Beton bertulang ( 2 ) 2400 Kg/m3

9 Kayu ( kelas 1 ) ( 3 ) 1000 Kg/m3

10 Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak) 1650

Kg/m3

11 Pasangan bata merah 1700 Kg/m3


12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 Kg/m3

13 Pasangan batu cetak 2200 Kg/m3

14 Pasangan batu karang 1450 Kg/m3

15 Pasir ( kering udara sampai lembab ) 1600 Kg/m3

16 Pasir ( jenuh air ) 1800 Kg/m3

17 Pasir kerikil, koral ( kering udara sampai lembab ) 1850 Kg/m3

18 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab) 1700

Kg/m3

19 Tanah, lempung dan lanau ( basah ) 2000 Kg/m3

20 Timah hitam ( timbel ) 1140 Kg/m3

Sumber : Peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung

(Standar Nasional Indonesia 1983)

Tabel 2.3 Berat Sendiri Komponen Gedung

No Komponen gedung Beban Satuan

1 Adukan, per cm tebal :

 Dari semen

 Dari kapur, semen merah atau tras

21

17

Kg/m2 Kg/m2
2 Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm

tebal 14 Kg/m2

3 Dinding pasangan bata merah :

 Satu batu

 Setengah batu

450

250

Kg/m2 Kg/m2

4 Dinding pasangan batako :

 Berlubang :

 Tebal dinding 20 cm ( HB 20 )

 Tebal dinding 10 cm ( HB 10 )

 Tanpa lubang

 Tebal dinding 15 cm

 Tebal dinding 10 cm

200

120

300

200

Kg/m2 Kg/m2

Kg/m2 Kg/m2
5 Langit-langit dan dinding ( termasuk rusuk-rusuknya, tanpa

penggantung langit-langit atau pengaku ), terpadu dari :

 Semen asbes ( eternity dan bahan lain sejenis ), dengan tebal

maksimum 4mm.

 Kaca, dengan tebal 3-4 mm.

11

10

Kg/m2 Kg/m2

6 Penggantung langit-langit ( dari kayu ), dengan bentang

maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80 m.

40

Kg/m2

7 Penutup atap genting dengan reng dan usuk / kaso per m2

bidang atap.

50

Kg/m2

8 Penutup atap sirap dengan reng dan usuk / kaso, per m2

bidang atap.

40
Kg/m2

9 Penutup atap seng gelombang ( BWG 24 ) tanpa gording 10

Kg/m2

10 Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan

beton, tanpa adukan, per cm tebal.

21

Kg/m2

11 Semen asbes gelombang ( tebal 5 mm ) 11 Kg/m2

12 Ducting AC dan penerangan 30,6 Kg/m2

Sumber : Peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung

(Standar Nasional Indonesia 1983.hal.11-12)

2.2.3.4 Kombinasi Pembebanan

Menurut SNI 2847-2002 pasal 11.2, kombinasi beban yang dipakai dalam

penelitian ini yaitu :

a. U = 1,4 D

b. U = 1,2 D + 1,6 L c. U = 0,9 D + 1,0E

d. U = 1,2 D + 1,0L + 1,0E

Dimana:

U = Kuat Perlu D = Beban Mati


L = Beban Hidup E = Beban Gempa

2.2.3.5 Defleksi Lateral

Besarnya simpangan horisontal (drift) harus dipertimbangkan sesuai

dengan peraturan yang berlaku, yaitu kinerja batas layan struktur dan

kinerja batas ultimit. Mc.Cormac (1981) menyatakan bahwa simpangan

struktur dapat dinyatakan dalam bentuk Drift Indeks seperti pada Gambar

2.3.

H H

L L

Gambar 2.3. Defleksi Lateral

Sumber : Mc. Cormac (1981)

Drift Indeks dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.1 :


Drift Indeks = Dimana :

 (2.1)

 = besar defleksi maksimum yang terjadi (m) h = ketinggian struktur

portal (m)

Besarnya drift Indeks tergantung pada besarnya beban-beban yang

dikenakan pada struktur. Berdasarkan AISC 2005, besarnya drift indeks

berkisar antara 0,01 sampai dengan 0,0016. Kebanyakan, besar nilai drift

indeks yang digunakan antara 0,0025 sampai 0,002.

2.2.4 Ketentuan Umum Bangunan Gedung Dalam Pengaruh Gempa.

2.2.4.1 Faktor Keutamaan

Untuk berbagai kategori gedung bergantung pada probabilitas terjadinya

keruntuhan struktur gedung selama umur gedung yang diharapkan.

Pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung harus dikalikan dengan

suatu faktor keutamaan (I).

Tabel 2.4 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur lainnyan untuk

beban gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori


Resiko

Gedung dan struktur lainnyan yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk tidak dibatasi untuk :

- Fasilitas Pertanian.

- Fasilitas sementara tertentu

- Fasilitas gedung yang kecil

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori

resiko I,II,IV II

Dilanjutkan

Lanjutan

Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko

Gedung dan struktur lainnyan yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk tidak dibatasi untuk :

- Gedung dan stuktur lainnya dimana terdapat lebih dari 300 orang

yang menghuninya.

- Gedung dan stuktur lainnya day care berkapasitas lebih dari 150

orang.
- Gedung dan struktur lainnya dengan fasilitas sekolah dasar atau

sekolah menengah berkapasitas lebih besar dari 250 orang

Gedung dan struktur lainnya dengan kapasitas lebih 500 orang untuk

gedung perguruan tinggi atau fasilitas pendidikan untuk orang dewasa.

- Fasilitas kesehatan dengan kapasitas 50 atau lebih pasien inap,

tetapi tidak memiliki fasilitas badah dan unit gawat darurat.

- Penjara atau rumah tahanan.

Gedung dan struktur lainnyan, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV,

yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar

dan /atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari- hari

bila terjadi kegagalan, termasuk tetapi tidak dibatasi untuk :

- Pusat Pembangkit Energi.

- Fasilitas Pengolahan Air Bersih.

- Fasilitas Pengolahan Air Kotor dan Limbah.

- Pusat Telekomunikasi.

Gedung dan struktur lainnyan, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV,

(termasuk tetapi tidak dibatasi untuk fsilitas manufaktur,proses

penanganan penyimpsnsn, Penggunaan atau tempat penyimpanan bahan

bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan

yang mudah meledak), yang mengandung bahan beracun atau peledak

dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan

oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi

masyarakat jika terjadi kebocoran.


III

Dilanjutkan

Lanjutan

Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko

Gedung dan struktur lain yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting,

tetapi tidak dibatasi untuk :

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas

bedah dan unit gawat darurat.


- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulance dan kantor polisi serta

kendaraan darurat.

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan

tempat perlindungan darurat lainnya.

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas

lainnya untuk tanggap darurat.

- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang

dibutuhkan pada saat keadaan darurat.

- Struktur tambahan ( termasuk tidak dibatasi untuk, tower

telekomunikasi, tangki penyimpan bahan bakar, tower pendingin, struktur

stasiun listrik,tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau

struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran)

diisyaratkan dalam kategori resiko IV untuk operasi pada saat keadaan

darurat

- Tower.

- Fasilitas penampung air dan struktur pompa yang dibutuhkan untuk

meningkatkan tekanan air pada saat memadamkan kebakaran

- Gedung dan struktur lainnya yang memiliki fungsi yang penting

terhadap sistem pertahanan nasional.

Gedung dan struktur lainnya (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas

manufaktur, proses, penanganan , penyimpanan, penggunaan atau tempat

penyimpanan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah

berbahaya) yang mengandung bahan yang sangat beracun dimana jumlah

kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyarakan oleh instansi


yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi nasyarakat bila

terjadi kebocoran.

Gedung dan struktur lainnya yang mengandung bahan yang beracun,

sangat beracun atau mudah meledak dapat dimasukkan dalam kategori

resiko yang lebih rendah bilamana dapat dibuktikan dengan memuaskan

dan berkekuatan hukum melalui kajian bahaya bahwa kebocoran bahan

beracun dan mudah meledak tersebut tidak akan mengancam kehidupan

masyarakat. Penurunan kategori resiko ini tidak diijinkan jika gedung atau

struktur lainnya tersebut juga merupakan fasilitas yang penting.

Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan

struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori resiko IV


IV

Fasilitas pembangkit energi yang tidak memasok energi untuk kebutuhan

nasional dapat dimasukkan kedalam kategori resiko II

Sumber : RSNI 2010

commit to user

Tabel 2.5 Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan

Bangunan

Kategori Resiko Banguan Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50
Sumber : RSNI 2010

2.2.4.2 Koefisien Modifikasi Respon.

Koefisien modifikasi respon, rasio antara beban gempa maksimum akibat

pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung elastik penuh dan beban

gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung

daktail, bergantung pada faktor daktilitas struktur gedung tersebut, faktor

reduksi gempa representatif struktur gedung tidak beratutan.

Tabel 2.6 Parameter daktilitas struktur gedung

Sistim Penahan - Gaya Gempa

Koefisien Modifikasi Respon (R)

C. Sistem Rangka Penahan Momen

1. Rangka momen baja khusus 8

2. Rangka momen rangka batang baja khusus 7

3. Rangka momen baja menengah 4,5

4. Rangka momen baja biasa 3,5

5. Rangka momen beton bertulang khusus 8

6. Rangka momen beton bertulang menengah 5

7. Rangka momen beton bertulang biasa 3

8. Rangka momen baja dan beton komposit khusus 8

9. Rangka momen komposit menengah 5


10. Rangka momen terkekang posisi komposit 6

11. Rangka momen komposit biasa 3

12. Rangka momen Cold Form khusus dengan baut 3,5

Sumber : RSNI 2010

Nilai faktor daktilitas struktur gedung µ di dalam perencanaan struktur

gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih

besar dari nilai factor daktilitas maksimum µm yang dapat dikerahkan oleh

masing-masing sistem atau subsistem struktur gedung.

2.2.4.3 Wilayah Gempa

Menurut peta hazard gempa Indonesia 2010, meliputi peta percepatan

puncak (PGA) dan respon spektra percepatan di batuan dasar (SB) untuk

perioda pendek

0.2 detik (Ss) dan untuk periode 1.0 detik (S1) dengan redaman 5%

mewakili tiga level hazard gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun atau

memiliki kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100

tahun, dan 2% dalam 50 tahun.

Gambar 2.4. Peta Wilayah gempa di Indonesia untuk S1

Sumber : Peta hazard gempa Indonesia 2010


Gambar 2.5. Peta Wilayah gempa di Indonesia untuk SS

Sumber : Peta hazard gempa Indonesia 2010


2.2.4.4 Jenis Tanah Setempat

Perambatan gelombang Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar (PPEBD)

melalui lapisan tanah di bawah bangunan diketahui dapat memperbesar

gempa rencana di muka tanah tergantung pada jenis lapisan tanah.

Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis

perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah

dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak

untuk batuan dasar (SNI 03-1726- 2002). RSNI Gempa 2010 menetapkan

jenis-jenis tanah di Indonesia menjadi 4 kategori, yaitu Tanah Keras,

Tanah Sedang, Tanah Lunak, dan Tanah Khusus yang identik dengan Jenis

Tanah versi UBC berturut-turut SC, SD, SE, dan SF.

Tabel 2.7 Jenis-jenis tanah berdasar RSNI 1726-2010

Kelas Lokasi

Profil Tanah (deskrpsi umum) Sifat tanah rata-rata untuk 30 m

teratas

Kecepatan rambat gelombang

(m/s) N SPT
(cohesionles soil layers) Kuat geser niralir (KPa)

A Hard Rock >1500 Diasumsikan tidak ada di Indonesia

B Rock 760 – 1500

C Very Dense Soil and Soft Rock

(Tanah Keras) 360 – 760

(≥ 350)

> 50

> 100

D Stiff Soil Profile (Tanah Sedang) 180-360

(175-350) 15 - 50 50 - 100

E Soft Soil Profile

(Tanah Lunak)< 180

(<175) < 15 < 50

F Membutuhkan evaluasi khusus

(Tanah Khusus)

2.2.4.5 Faktor Respon Gempa

Faktor respon gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi, besarnya

nilai faktor respon gempa diperoleh dari perhitungan SS dan S1.

Tabel 2.8 Kategori Lokasi Fa untuk Menentukan Nilai Ss

Site Class Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss =

1,0 Ss ≥ 1,20

A 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8


B 1 1 1 1 1

C 1.2 1.2 1.1 1 1

D 1.6 1.4 1.2 1.1 1

E 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9

F Lihat Pasal 4.5

Catatan : Gunakan interpolasi linier untuk angka tengah Ss

Sumber : RSNI (2010)

Tabel 2.9 Kategori Lokasi Fv untuk Menentukan Nilai S1

Site Class Mapped Maximum Consideret Earthquike Spectral

Response Acceleration Parameterr at 1-s periode

S1 < 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1 >

0.5

A 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

B 1 1 1 1 1

C 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3

D 2.4 2 1.8 1.6

1.5

E 3.5 3.2 2.8 2.4

2.4
F Lihat pasal 4.5

Catatan : Gunakan interpolasi linier untuk angka tengah S1

Sumber : RSNI (2010)


Gambar 2.6. Desain Respon Spektrum

Sumber : Peta hazard gempa Indonesia 2010

Keterangan:

SS = Parameter respon spektra percepatan pada perioda pendek, yang

didapat dari Peta Wilayah gempa di Indonesia untuk SS.

S1 = Parameter respon spektra percepatan pada perioda 1-detik, yang

didapat dari Peta Wilayah gempa di Indonesia untuk S1.

Fa = Parameter respon spektra percepatan untuk gempa maksimum yang

ditinjau, bergantung pada kelas lokasi dan nilai SS.

Fv = Parameter respon spektra percepatan untuk gempa maksimum yang

ditinjau, bergantung pada kelas lokasi dan nilai S1.

SDS= Parameter respon spektra percepatan desain. (2/3.Fa.SS) SD1=

Parameter respon spektra percepatan desain. (2/3.Fv.S1) T = Perioda

2.2.4.6 Kategori Desain Gempa (KDG).

Tabel 2.10 Kategori Desain Gempa (KDG) Berdasarkan Parameter

Percepatan Perioda Pendek.

Nilai SDS Kategori Resiko Bangunan (KRB)


I atau II III IV

SDS < 0,167 A A A

0,167 < SDS < 0,33 B B B

0,330 < SDS < 0,50 C C C

0,500 < SDS D D D

Sumber : RSNI (2010)

Tabel 2.11 Kategori Desain Gempa (KDG) Berdasarkan Parameter

Percepatan Perioda 1,0 detik.

Nilai SD1 Kategori Resiko Bangunan (KRB)

I atau II III IV

SD1 < 0,067 A A A

0,067 < SD1 < 0,133 B B B

0,133 < SD1 < 0,20 C C C

0,20 < SD1 D D D

Sumber : RSNI (2010)

Tabel 2.12 Kategori Desain Gempa (KDG) dan Resiko Kegempaan.

Kode Tingkat Resiko Kegempaan


RSNI 1726-10 Rendah Menengah Tinggi

KDG

A,B KDG

C KDG

D,E,F

SRPMB/mM/K SRPMM/K SRPMK

Sumber :RSNI (2010)

2.2.4.7 Arah pembebanan gempa

Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana

harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar

terhadap unsur- unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara

keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang

sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam

arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus

dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam

arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan

efektifitas hanya 30%.


2.4 Metode Direct Displacement Based Design (DDBD)

Beban gempa akan menyertakan gaya dan perpindahan pada stuktur.

Kemampuan stuktur berdeformasi pada respon elastic akan berhubungan

langsung dengan kekakuan system, tapi untuk struktur pada saat respon

inelastik, maka hubungannya akan menjadi rumit, sehingga akan

tergantung pada perpindahan sesaat juga riwayat pepindahan selama

respon gempa. (Priestley, 2007 dalam Tavio, 2018)

Dasar dari prosedur DDBD adalah struktur tidak didesain lagi dengan

karakteristik elastic awal, akan tetapi struktur akan didesain dengan

karakteristik inelastic struktur pada tingkat kinerja desain. Secara

berurutan peritungan nilai gaya geser dasar desain dengan metode DDBD

untuk system rangka sebagai berikut:

2.6.1 Desain Perpindahan Tingkat

Desain perpindahan untuk system rangka ditentukan berdasarkan

inelastic mode shape dan tinggi masing-masing lantai. Perhitungan nilai

inelastic mode shape dihitung berdasarkan jumlah lantai rencana

Hi
Untuk n ≤ 4, δi = (2.1a)
Hn

4 Hi Hi
Untuk n > 4, δi = ( )(
3 Hn
1−
Hn ) (2.1b)

Desain perpindahan atau profil perpindahan rencana untuk system rangka

dapat dihitung dengan persamaan 2.2a dan 2.2b, dimana profil

perpindahan rencana dipengaruhi oleh nilai simpangan desai nstuktur yang

didesain.

Untuk lantai pertama:


∆ 1=θ x H 1 (2.2a)

∆1
∆ i=δ i x (2.2b)
δi

Dimana:

θ : simpangan desain (drift design) pada tingkat kinerja desain.

2.6.2 Desain Perpindahan SDOF yang Setara (Ekuivalen)

Desain perpindahan tingkat mdof harus dikon versi kedalam sistem sdof,

dimana perpindahan maksimum merupaka ekuivalen dari desain

perpindahan tingkat mdof, sehingga dapat dihitung dengan persamaan 2.3.


n
(m¿¿ i ∆¿¿ i¿¿ 2)
∆ d =∑ n
¿¿¿
i=1
∑ (m¿¿ i∆ ¿¿ i) ¿¿
i=1

(2.3)

Dimana:

∆d = perpindahan maksimum desain sdof

mi = massa pada tingkat ke-i

∆i = perpindahan pada lantai ke-i

2.6.3 massa efektif

Massa efektif untuk sistem sdof pada sistem rangka dihitung dengan

persamaan berikut.
n
(m¿¿ i ∆¿¿ i)
me =∑ ¿¿ (2.4)
i=1 ∆d

Dimana:

me = massa efektif

2.6.4 tinggi efektif


Tinggi efektif struktur yang setara dengan sistem sdof dapat dihitung

dengan persamaan berikut.


n

∑ ( mi ∆ i hi )
i=1
H e= n (2.5)
∑ ( m¿¿ i ∆¿¿ i) ¿ ¿
i=1

Dimana:

He = tinggi efektif struktur

2.6.5 desain daktilitas perpindahan (displacement ductility)

Daktilitas perpindahan untuk sistem sdof ekuivalen ditentukan dengan

karakteritik perpindahan leleh sistem dan dapat dihitung dengan

persamaan berikut.

∆d
μ= (2.6)
∆y

Dimana:

μ = daktilitas perpindahan sistem

∆d = perpindahan rencana sdof ekuivalen sistem

∆y = perpindahan leleh sdof ekuivalen sistem

Perpindahan leleh untuk sistem rangka ditentukan dengan karakteristik

simpangan leleh (yield drift) pada rangka dan dapat dihitung dengan

persamaan berikut.

∆ y =θ y x H e (2.7)

Dimana:

θy = simpangan leleh (yield drift) pada frame

Simpangan leleha pada rangka untuk tingkat ke-i dipengaruhi degan

karakteristik ometri bangunan dan kekuatan elemen itu sendiri. Kekuatan


elemen dipengaruhi oleh nilai regangan material, panjang balok juga tinggi

efektif balok.

Lb
Rangka beton: θ y =0.5 ε y (2.8a)
hb

Lb
Rangka baja: θ y =0.65 ε y (2.8b)
hb

2.6.6 redaman viscous ekuivalen (equivalent viscous damping)

Nilai rdaman viscous ekuivalen untuk sist sdof dihitung dengan persamaan

2.9a untuk frame beton bertulang, dan persamaan 2.9b untuk frame baja.

μ F −1
Rangka beton bertulang: ξ F =0.05+ 0.565 ( μF μ ) (2.9a)

μ F −1
Rangka baja; ξ F =0.05+ 0.565 ( μF μ ) (2.9b)

2.6.7 Periode efektif (TE)

nilai periode efektif sistem berderajat kebebasan tunggal (SDOF)

pada saat respon perpindahan puncak dengan redaman inelastis dari

sistem dihitung dengan mengkonversi respon spektrum desain ke

grafik spektra perpindahan (Sd) dengan mengkoreksi ke tingkat

redaman viscous ekuivalen (ξ eq). Lalu pada grafik spektra

perpindahan ditarik nilai perpindahan rencana (∆ d ) sehingga nilai

periode efektif sistem dapat diketahui. Untuk lebh jelasnya

konversi kurva respon spektrum desain ke spektra perpindahan

dapat dilhat pada gambar berikut


Gambar 2.1 Konversi Respon Spektrum Percepatan ke Respon

Spektrum Displacement (Corigliano, 2012).

Nilai spectra displacement (Sd) dihitung dengan persmaan 2.10 dan

nilai spectra displacement (Sd) pada tingkat redaman viscous

ekuivalen (ξ eq) harus dikalikan faktor koreksi untuk tingkat

redaman yang dihitung dengan persamaan 2.11.

T2
Sd = Sa .(g) (2.10)
4 π2
1/ 2
0.02+ ξ
Rξ = ( 0.07 ) (2.11)

Dimana:

Sd = spectra displacement

Sa = spectra acceleration

g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2)

Rξ = faktor koreksi spectra displacement pada tingkat redaman

T = periode getar fundamental

2.6.8 Kekakuan Efektif


Nilai kekakuan efektif bergantung pada nilai massa efektif dan

periode efektif dan dihitung dengan persamaan berikut.

4. π 2 . me
K e= 2 (2.12)
Te

Dimana:

Ke = kekakuan efektif sistem

2.6.9 Gaya Geser Dasar

Setelah nilai kekakuan efektif sistem dihitung maka nilai gaya

geser dasar desain dapat dihitung dengan persamaan berikut.

Vbase = Kc x ∆ d (2.13)

2.5 Konsep DDBD untuk Sistem Ganda

2.5.1 Desain Proporsi

BAB III

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena hasil penelitian

yang dilakukan berupa angka atau bilangan yaitu merupakan hasil analisis
dinamik response spectrum suatu struktur bangunan gedung. Pada analisis

penelitian ini digunakan software Microsoft Excel, dan ETABS 2016.

3.2 Data Penelitian

Pada penelitian ini, analisis stuktur bangunan dilakukan pada sebuah gedung

yang baru dibangun pada tahun 2018 yang terletak di Jalan Terusan

Ryacudu, Way Hui Kabupaten Lampung Selatan, yaitu Gedung Markas

Kepolisian Daerah Lampung yang berfungsi sebagai gedung perkantoran.

3.3

3.4 Diagram Alir

Mulai

Data
struktur

Membuat model geometri struktur 3D sesuai


data

Perhitugan Pembebanan:

1. Beban Mati dan Beban Hidup


2. Beban gempa (respon spectrum)

Analisis struktur dengan program ETABS


2016
3.5 D

3.6 DD

3.7 D

3.8 D

3.9 D

3.10 D

DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, Agus. 2016. Perancangan Struktur Beton Bertulang. Erlangga:

Jakarta..

Safira, Nadia. 2018. Analisis Pengaruh Beban Gempa pada Gedung Tiga Lantai

Menggunakan Metode Statik Ekuivalen. Skripsi. Tidak diterbitkan.

Fakultas Teknik, Universitas Lampung: Lampung.

Sunarjo, dkk. 2012. Gempa Bumi Indonesia Edisi Populer. Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika (BMKG): Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai