Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU


DI RUANG JAMRUD (PD 2B)
RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Oleh :
Amirah Ersa Damaiyanti
P07120118048

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Amirah Ersa Damaiyanti


Nim : P07120118048
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien TB Paru di
Ruang Jamrud (PD 2B) RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Sarpau, S.Kep, Ns Ns. Endang Sri P Ningsih, M.Kep,. SpMB


LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis merupakan infeksi akut atau kronis yang disebabakan oleh
mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya infiltrat paru, pemebentukan
granuloma dengan perkijuan, fibrosis,serta pembentukan kavitas. Orang yang hidup pada
lingkungan yang padat, kondisi ventilasi yang buruk, serta keadaan ganguan imunologik
adalah mereka yang berisiko tingggi menular ( Joan M. Robinson, RN, MSN & dr.Lyndon
Saputra,2014).
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan mycobacterium tuberculusis yang
hampir seluruh organtubuh dapat terserang olehnya, tapi paling banyak adalah paru-paru
(North American Nursing Diangnosis Association,2013).

2. Etiologi
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2011).
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes,2012).
Basil TBC paru sangat rentan terhadap matahari, sehinggga dalam beberapa menit
saja akan mati. Ternyata kerentannan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultra-violet.
Basil TBC paru juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam dua menit saja basil
TBC paru yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkenana air bersuhu
seratus derajat celcius. Basil TBC paru juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila
terkena alkohol 70%,atau lisol 5%. Dalam suasana lembab dan gelap bakteri dapat
bertahan berhari-hari bahkan berbulan- bulan. Orang dapat terinfeksi apabila droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan dan menempel pada jalan nafas atau paru-
paru( Danusanoso,2010).
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5-10 menit atau pada
pemanasan 60 0C selama 30 menit. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di
tempat yang gelap dan lembab sampai berbulan- bulan, dapat hidup bertahun-tahun di
lemari es, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi, namun tidak tahan
terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk
mendapatkan 90 % udara besih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran
udara (Sumantri, Irman. 2012)
3. Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung
bertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau
dibagian atas lobus bawah, basil tuberkelosis ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut, leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul peneumonia akut.
Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang
biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke getah benih
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkulosis epiteliod, yang di kelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu sampai 10-12 hari.
Lesi primer paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB Paru tidak terlihat secara klinis atau
dengan radiografi.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan
jaringan parut fibrosis. Bila, peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan
menutup pleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan
perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini tidak dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama ataumembentuk
lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif..
(Sylfia&Lorraine,2012)
Jika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka droplet nuklei yang
keluar akan berterbangan di udara dan bisa juga jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap.
Droplet nuklei yang tadi menguap akan dibantu angin berterbangan dan akan membuat
bakteri tuberkulosis terbang dan menyebar ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh
orang sehat, maka oang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkulosis (Sumantri,
Irman. 2012).
Cara penularan bakteri lewat udara ini disebut juga dengan air-bone infection.
Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk
hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan
menggandakan diri atau multiplying. Bakteri tuberkulosis dan fokus ini disebut fokus
primer atau lesi primer atau fokus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional,
yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6
minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap protein yang
dibuat bakteri tuberkulosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux
(Muttaqin, Arif. 2012).

4. Tanda Gejala
Menurut Santa Manurung, dkk (2013) tuberkulosis paru tidak menunjukkan tanda
dan gejala yang spesifik pada stadium awal. Namun siring dengan bertambah parahnya
kerusakan jaringan paru akan menimbulkan peningkatan produksi sputum yang
ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai kompensasi pengeluaran dahak. Selain
itu klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat malam pada malam hari dan mengalami
penurunan berat badan secara drastis.
Tanda dan gejala pada pasien secara objektif seperti :
a. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus. Mula-mula
batuk terjadi karena iritasi bronkhus, selanjutnya bronkhus mengalami peradangan
dan batuk akan menjadi produktif. Batuk berguna untuk membuang produk eksresi
peradangan. Dahak bisa bersifat mukoid atau purulen.
b. Batuk darah
Batuk darah terjadi karena ada pembuluh darah yang pecah. Berat ringannya batuk
darah tergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah
tidak selalu timbul karena pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat
terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus. Batuk darah inilah yang sering
membawa penderita berobat ke dokter.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan sudah menyebar luas di paru. Pada awal
penyakit gejala ini tidak pernah ditemukan.
d. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem pernafasan di pleura terkena. Gejala ini dapat
bersifat lokal atau pleuritik.
e. Demam
Demam merupakan keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama makin
panjang masa serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek.
f. Malaise.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang bersifat radang menahun, maka dapat
menimbulkan rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan
semakin kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita bisa terjadi gangguan
siklus menstruasi.
5. Pathway
B. Konsep Asuhan Keperawatan TB Paru
1. Pengkajian Keperawatan
1) Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengobatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a. Inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b. Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
c. Perkusi      : Suara ketok redup.
d. Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
3. Sistem pengindraan
4. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7. Sistem neurologis

2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan
upaya batuk buruk
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan
upaya batuk
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru,
kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
6. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk
aktivitas

3. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan upaya
batuk buruk
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil : Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
Intervensi :
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan
dan penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronchi,
mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah kental /
darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila
pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m/hari kecuali kontra indikasi
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membantu untuk mudah dikeluarkan.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan
upaya batuk
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan pola
nafas kembali aktif
Kriteria Hasil : Dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan pernafasan
normal
Intervensi :
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat setiap
perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja
nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen diduga
terjadi sebagai masalah sekunder.
3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk
untuk memobilisasi dan membuang sekret.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru,


kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan tidak
ada tanda-tanda dyspnea.
Kriteria Hasil : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan
ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang normal, bebes dari
gejala, distres pernafasan.
Intervensi :
1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan
kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis effure pleural untuk
fibrosis luas.
2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna kulit,
termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu O2 organ
vital dan jaringan.
3) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi, khususnya untuk
pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps atau
penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru
dan menghilangkan atau menurunkan nafas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien sesuai
keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode
penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran
sekret.
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan suhu
tubuh kembali normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal (36°C - 37°C)
Intervensi :
1) Pantau suhu tubuh
Rasional : Sebagai indikator untk mengetahui status hipertermi
2) Anjurkan untuk mempertahanan masukan cairan adekuat untuk mencegah
dehidrasi
Rasional : Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu
timbulnya dehidrasi
3) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
Rasional : Menghambat pusat simpatis dan hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas
tubuh melalui penguapan
4) Anjurkan pasin untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
Rasional : Kondisi kulityang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan
jamur. Juga akan mngurangi kenyamanan pasien.
5) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Mengurangi panas dengan farmakologis

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan,


anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku atau
perubahan pola hidup.
Intervensi :
1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan
derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntah, diare.
Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat

2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan pertimbangan keinginan
individu dapat memperbaiki masukan diet.
3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan
obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan
masalah untuk meningkatkan pemasukan atau penggunaan nutrien.
4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan meningkat saat
demam.
5) Berikan perawatan rnulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau kebutuhan
energi dari makan makanan banyak dari menurunkan iritasi gaster.
7) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan
metabolik dan diet.

6. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan agar
pola tidur terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
Intervensi :
1) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal usia,
tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.
Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam nyatanya tidak
mempunyai fungsi dasar ilmiah individu yang dapat rileks dan istirahat dengan
mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali dengan
bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur
tahap IV dan waktu tahap meningkat.

2) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan


kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan selimut, berikan ritual
waktu tidur yang menyenangkan bila perlu pastikan ventilasi ruangan baik, tutup
pintu ruangan bila klien menginginkan.
Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi, lingkungan rumah
sakit dapat mengganggu relaksasi.

7. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk
aktivitas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan agar
aktivitas kembali efektif.
Kriteria hasil : pasien mampu melakukan aktifitas secara mandiri dan tidak kelelahan
setelah beraktivitas.
Intervensi dan rasional:
1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen seperti
merokok. suhu sangat ekstrim, berat badan kelebihan, stress.
Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan vasokastriksi yang
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen, berat badan
berlebihan, meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja
jantung.
2) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.
Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan yang diawasi
memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan.
3) Memberikan dukungan emosional dan semangat
Rasional : rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan
aktivitas.
4) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.
Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung sirkulasi
dan status pernafasan setelah beraktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.Heather (2011). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Nanda International. 2015. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi & Klasifikasi
2015-2017.Jakarta : EGC
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2013. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai