Program Kekhususan :
Hukum Pidana
2012
Proposal Penelitian Tesis, ANISA, SH. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Korupsi di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Padang, Universitas Andalas (UNAND) 1
PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA
KELAS II A PADANG
Latar Belakang
sangat tinggi. Banyak kajian yang telah dilakukan1 salah satunya oleh Political
karena memang demikianlah adanya hingga saat ini.3 Korupsi telah menjadi
masalah serius bagi bangsa Indonesia, yang telah merambah ke seluruh lini
stigma negatif bagi negara dan bangsa indonesia di dalam pergaulan masyarakat
internasional.
Sungguh sebuah prestasi yang memalukan bagi masa depan bangsa ini
4
yang terkenal hidup bersahaja, ramah dan berbudaya tinggi. Aneh nya,
1
. Hasil Survei Political Ekonnomi Risk Consultancy (PERC) tahun 2010,
Menempatkan Indoesia Sebagai Negara Terkorup di Asia, www.antikorupsi.com di akses pada
tanggal 28 November 2011
2
. www.bukumizam.com diakses tanggal 1 Desember 2011
3
. Elwi Danil, 2005, Melawan Hukum Sebagai Unsur Tindak Pidana Korupsi,
Disampaikan Dalam Seminar dan Lokakarya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Dalam
Pengadaan Barang Dan Jasa, Padang, hal 1
4
. Teguh Sulistya dan Aria Zurnetti, 2005, Konsep Efektif Hukum Dalam Upaya
Pemberantasan Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme di Indonesia, dalam majalah Projustisia,
Padang , hal 27
mampu menurunkan peringkat Indonesia dalam deretan negara terkorup di
biasa (extra ordinary crime) sehingga memerlukan penanganan yang luar biasa
pula (extra ordinary measure), untuk itu peran serta seluruh komponen
diperlukan. Hal ini dipertegas oleh Basrief Arief, yang menyatakan bahwa
meningkatnya aktivitas tindak pidana korupsi yang tidak terkendali, tidak saja
berbangsa dan bernegara pada umumnya. Oleh karena itu, tindak pidana
korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah
menjadi suatu kejahatan luar biasa. Metode konvensional yang selama ini
biasa.6
5
. Sudi Pratiyo.2005, Pembuktian Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan
Daerah, di sampaikan pada diskusi bulanan bertema “ strengthening Regulation Enforcement
Integrity Assurance and Public Participation On Local Budget In West Sumatera” di
selenggarakan oleh PusatKajian Hukum Wilayah Barat UniversitasAndalas, Padang, hal. 2
6
Basrief Arief, 2006, Korupsi dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta), Jakarta:
PT. Adika Remaja Indonesia, hal. 87.
Sejak beberapa tahun belakangan, korupsi7 telah menjadi permasalahan
sebagai daerah yang terdapat dugaan kasus korupsi paling tinggi di Sumatera
Pesisir Selatan, dan Kabupaten Solok," kata Staf LBH Padang Divisi
kasus korupsi didaerah itu saat ini telah mencapai 17 kasus, sedangkan di
kasus. Hasil monitoring LBH Padang terkait kasus korupsi di provinsi itu
data Kejaksaan, laporan masyarakat, serta hasil dari investigasi media massa
korupsi di Provinsi Sumbar dari data LBH Padang, terkait dengan banyaknya
proyek pengadaan barang dan jasa di wilayah tersebut, dimana sekor itu juga
19 kota dan kabupaten di Sumbar yang didata LBH Padang, untuk lingkungan
7
. Korupsi Berasal dari kata corruption dalam bahasa latin yang berarti kerusakan atau
kebobrokkan, lihat dalam Elwi Danil, 2011, Korupsi (Konsep, tindak Pidana dan
Pembahasannya), PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, hal.3. sedangkan Robert Klitgarrd,
mendefenisikan korupsi sebagai perbuatan seseorang yang dilakukan secara tidak halal dengan
meletakkan kepentingan pribadinya diatas kepentingan rakyat serta cita-cita, menurut sumpah
akan dilayaninya, dengan ,menggunakan instrument-intrument kebijakan atau prosedur-
prosedur sederhana, baik disektor swasta maupun pemerintahan. Lihat dalam Robert Klidgard,
2001, MembasmiKorupsi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. xix
pemerintahan Provinsi Sumbar juga masuk dalam monitoring, dimana
diwilayah itu tercatat sebanyak deapan kasus dugaan korupsi. Selain Kota
peringkat tiga teratas jumlah dugaan korupsi, berikutnya diikuti oleh Kota
Kabupaten Mentawai, Kota Pariaman tiga kasus, serta yang terendah adalah
Kota Solok dan Kabupaten Pasaman dengan dua kasus. Total kasus dugaan
korupsi di Sumbar sendiri berdasarkan catatan LBH Padang pada tahun 2011
ini telah mencapai 157 kasus, dan jumlah tersebut didata sejak tahun 2007.8
Melihat hal diatas sungguh ironis, karena korupsi akan menjadi faktor
anggaran telah dikorupsi oleh pejabat. Dampak lain, korupsi juga memperbesar
tindak pidana pencucian uang. Dampak diataslah yang kita cemaskan bila
8
. http://eksposnews.com/view/6/29476/Bukittinggi-Peringkat-Paling-Atas-Korupsi-di-
Sumbar.html. Diakses pada hari senen tanggal 30 Januari 2012. Jam. 13.00 Wib
kabupaten dan kota melakukan tindak pidana korupsi karena jumlah uang di
perundang-undangan, untuk saat ini setidaknya memuat tiga isu utama, yaitu
hanya terletak pada upaya pencegahan maupun pemidanaan para koruptor saja,
negara akibat dari tindak pidana korupsi. Tetapi, jika kegagalan terjadi dalam
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, maka dapat mengurangi rasa
kejahatan luar biasa.10 Bahkan sebagian kalangan menilai bahwa saat ini tindak
9
http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6140:tingkat
-persepsi-korupsi-kota-padang-relatif-buruk&catid=12:refleksi&Itemid=82 . Diakses tanggal
1Desember 2011
10
.Tim Task Force, 2008, Naskah Akademis dan Rancangan Undang-undang Pengadilan
Khusus Korupsi, Konsorium Reformasi Hukum Nasional, Jakarta, hal 2
pidana itu telah berubah menjadi kelaziman 11 di dalam praktek kehidupan
bangsa ini.
sanksi dalam pidana tidak terlepas dari penetapan tujuan yang ingin dicapai
Disebabkan pidana sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu, maka haruslah
menunjang tujuan umum tersebut. Kemudian, berorientasi dari tujuan itu untuk
upaya-upaya yang luar biasa pula untuk memberantasnya. Salah satu upaya luar
11
. Hasril Hartanto, Proses Recruetment Hakim Pengadilan Khusus Korupsi, Majalah
Hukum dan Keadilan “Teropong”, MAPPI-FHUI, Jakarta, hal. 24
12
. Rasionalitas: Kekuatan Memikir. Lihat juga dalam Tim Prima Pena, 2006, Kamus
ilmiah Populer, Surabaya, Gita Media Press, hal. 400
13
. Kebijakan Kriminal adalah: Usaha-usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan,
yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, dengan menggunakan
konsepsi dengan cara Penal dan juga kebijakan penanggulangan kejahatan yang integral
mengandung konsekuensi bahwa segala usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahtan
harus merupakan satu kesatuan yang terpadu, ini berarti menanggulangi kejahatan dengan
menggunakan sanksi pidana atau dengan cara penal, yang nantinya juga digabungkan dengan
usaha-usaha lain yang bersifat non-penal. Usaha-usaha non penal ini dapat meliputi bidang
yang sangat luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial atau pembangunan nasional. Tujuan
utama dari usaha-usaha nan penal ini adalh memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu yang
secara tidak lansung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Menurut Radzinowicz
“ kebijakan kriminal harus mengkombinasikan bermacam-macam kegiatan preventive itu dan
mengaturnya sedemikian rupa sehingga membentuk suatu mekanisme tunggal yang luas dan
akhirnya menggkoordinasikan keseluruhnya itu kedalam suatu kegiatan negara yang teratur”
.Lihat dalam Barda Nawawi Arief, 2010, Kebijakan Legislatif dan Penanggulangan Kejahatan
Dengan Pidana Penjara, Genta Publising, Yogyakarta, hal. 34
14
narapidana tindak pidana korupsi di lembaga pemasyarakatan maka
orang lain.
hampir dua kali lipat dibanding tahun 2010. Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Padang mencatat, angka korupsi sepanjang 2011 mencapai 157 kasus, pada
sepanjang 2011 ini hanya 64 kasus yang sudah divonis pengadilan. LBH
ketahun, hal ini tentu sangat menarik untuk melihat proses pembinaan terhadap
14
. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
pemesayarakatan. Lihat dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan.
15
.http://www.mediaindonesia.com/read/2011/12/09/282437/126/101/-Korupsi-di-
Sumbar-Mencapai-157-Kasus-Tahun-Ini. Diakses pada hari Kamis, tanggal 1 Desember, Jam.
8.00 Wib
Sebagaimana diketahui bahwa lembaga pemasyarakatan sebagai sub
16
system dalam peradilan pidana yang mempunyai perangkat struktur yang
17
bekerja secara koheren, koordinatif dan integrative agar dapat mencapai
tersebut berlatar belakang pendidikan yang tinggi dan memiliki jabatan yang
16
. Muladi, 1998, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, hal, 21
17
. Koheren adalah: Bersifat harmonis atau konsisten, atau melekat, berhubungan dan
bersangkut paut. Integrative (Integritas): kesempurnaan kesatuan keterpadauan, ketulusan hati
kejujuran, dan tidak suap. Tim Prima pena, Op Cit hal. 253
18
. Marjono Reksodiporo, 1998, HAM dan Sitem Peradilan Pidana, Jakarta, Pusat
Pelayanan keadilan, sebagaimana dikutip oleh Shinta Agustina, Menuju Proses Hukum yang
Adil dalam Sistem Peradilan Pidana yang terpadu di Indonesia (Kajian terhadap RUU dari
Perspektif HAM), 2001, Makalah dalam Diskusi Publik tentang membangun dukungan dari
masyarakat dalam proses Advocasi RUU KUHAP, Padang, hal, 1s
melakukan pembinaan. Atas dasar latar belakang pemikiran itulah, fenomena
ini menjadi daya tarik tersendiri untuk melakukan pengkajian dalam bentuk
RumusanMasalah
Beranjak dari hal di atas maka dapat dirumuskan yang menjadi masalah
TujuanPenelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penulisan tesis ini adalah:
Proposal Penelitian Tesis, ANISA, SH. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Korupsi di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Padang, Universitas Andalas (UNAND)
10
2. Untuk mengungkapkan Hambatan yang ditemukan oleh Lembaga
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
1. Kerangka Teoritis
pada sektor tertentu. Ada dua sektor penting yang harus ditangani secara serius
berbisnis.19
utama bukan peraturan hukum yang mesti dikuatkan hati nuraninya, ditebalkan
enam instansi atau institusi yang terkait dengan penegakan hukum yakni,
dan pemahaman yang sama dalam proses hukum terhadap tindak pidana
korupsi.
Menurut Baharuddin Lopa mencegah kolusi dan korupsi tidak begitu sulit,
19
. Frans Seda, Memberantas Korupsi didua Sektor Publik, Kompas, hal. 7, edisi hari
Senin tanggal 22 Desember 2003.
20
. Dyatmiko Soemodihardjo, 2008, Mencegah dan Memberantas Korupsi mencermati
Dinamikanya Di Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, hal. 10.
betapapun sempurnanya peraturan, kalau niat untuk korup tetap ada di hati yang
mencegah dan memberantas korupsi yang tepat, yaitu strategi preventif, strategi
detektif dan strategi represif.23 Strategi preventif harus dibuat dan dilaksanakan
pemikiran ini banyak hal yang harus digunakan sebagai asal dari strategi
cepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga
diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan
tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran
ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan
tanpa memerlukan ijin khusus. KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan
yang melibatkan aparat penegak hukum dan penyelenggaraan negara dan orang
alat negara penegak hukum, tetapi oleh pasal 2 ayat (1) dinyatakan sebagai
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia hanya terhadap tindak pidana
tertentu antara lain penyidikan terhadap tindak pidana korupsi melalui Pasal
284 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan pelanggaran Hak
Republik Indonesia.25
mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak
25
. Chaerudin, dkk, Op.Cit, hal. 75-76
26
. Soerjono Soekanto, 2010, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers, hal. 8.
4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut
berlaku dan diterapkan.
5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada
Kejaksaan Agung sebagai aparat penegak hukum juga akan terlihat upayanya
faktor ini.
B. Teori pemidanaan
sejak lama. Hal ini disebabkan karena perbedaan teori dalam melihat tujuan
pemidanaan tersebut.
teori tentang tujuan pemidanaan yang dapat dijadikan acuan dan perbandingan
27
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT Rafika
Aditama, Bandung, 2006, hal. 103
dalam memahami tujuan pemidanaan. Secara garis besar dapat dikemukakan
Menurut teori absolut, pidana adalah suatu hal yang mutlak harus
dijatuhkan terhadap adanya suatu kejahatan. Muladi dan Barda Nawawi Arief
berpendapat bahwa “pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai
pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu
sendiri”.28 Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Andi Hamzah bahwa
pidana adalah hal yang mutlak diberikan sebagai pembalasan terhadap suatu
29
kejahatan. Teori ini menganggap bahwa hukuman yang diberikan kepada
sipelaku tindak pidana menjadi suatu pembalasan yang adil terhadap kerugian
yang diakibatkannya.
hal yang memang sengaja ditimpakan karena diyakini juga mempunyai manfaat
30
yang berbeda-beda. Namun, Andi Hamzah lebih tegas menyatakan bahwa
“pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan dan tidaklah
28
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana,
Bandung : Alumni, hal.10-11.
29
Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, Jakarta : Pradnya
Paramita, hal. 26.
30
JE.Sahetapy, 1982, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap
Pembunuhan Berencana, Jakarta : Rajawali, hal 201.
31
Andi Hamzah, Loc.Cit
terkesan lebih tegas dari pernyataan sebelumnya karena penjatuhan pidana itu
pandangan yaitu, teori retributif murni dan teori retributif tidak murni. Teori
retributif murni beranggapan bahwa pidana harus cocok atau sepadan dengan
dengan kesalahan.
bermanfaat”. Oleh karena itu, teori ini sering disebut teori tujuan (utilitarian
theory). Dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada
Teori relatif ini dalam hukum pidana dapat dikelompokkan menjadi dua,
preventie). Kedua bentuk ini mempunyai fokus perhatian yang berbeda, namun
kejahatan yang sama atau kejahatan lainnya. Sedangkan teori prevensi khusus
menekankan bahwa tujuan pidana itu adalah terhadap pelaku itu sendiri.
tersebut. Dalam hal ini pidana itu mempunyai fungsi untuk mendidik dan
c) Teori gabungan
Teori ini menurut Andi Hamzah bervariasi juga, ada yang menitik
beratkan kepada pembalasan dan ada pula yang menginginkan supaya unsur
34
pembalasan seimbang dengan unsur pencegahan. Van Bemmelen sebagai
salah satu tokoh teori gabungan ini mengatakan bahwa “pidana bertujuan
33
. Djisman Samosir, hal.12
34
. Andi Hamzah, Op.Cit, hal.31.
35
. Ibid, hal.32.
yaitu pembalasan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku dan sebagai
tujuan pemidanaan itu bergerak kearah yang lebih baik. Munculnya teori
absolut dengan sifat yang tegas terhadap perilaku jahat dirasa sangat keras dan
tidak memberi peluang terhadap tujuan lebih besar yang ingin dicapai dalam
seimbang. Sehingga dengan teori ini akan terangkum semua tujuan yang ada
3 (tiga) kelompok, yaitu, teori absolut (retributif), teori teleologis, dan teori
pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan seseorang sehingga teori ini
kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum
kejahatan. Sanksi ini merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu
tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka
bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural. Sifat plural dari teori tersebut terlihat
retributif sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan
moral dalam menjawab suatu tindakan yang salah dan menyimpang. Sedangkan
karakter teleologisnya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah
dilihat sebagai sasaran yang harus dicapai oleh suatu rencana dalam melakukan
pemidanaan.
dapat dilihat melalui dua pendapat. Pendapat tersebut yaitu, pendapat yang
teori relatif atau tujuan disampaikan oleh Sudarto yang menyatakan bahwa
“tidak sulit untuk mengatakan, bahwa sistem itu termasuk teori yang
jadi jelas tidak dapat digolongkan kedalam teori pembalasan” 37. Pendapat ini
pembinaan pada LAPAS tidak terlepas dari maksud untuk mencapai tujuan
integratif. Hal ini dengan alasan bahwa pada saat ini masalah pemidanaan
yang lebih banyak terhadap hak asasi manusia serta keinginan untuk
37
. Sudarto, 2010, Kapita Selekta Hukum Pidana, Ed.1. Cet .ke 4, Bandung :Penerbit
PT.Alumni, hal.99.
38
. Muladi, Ibid, hal. 53.
mengutamakan tujuan yang akan dicapai dan melepaskan diri sepenuhnya dari
kepenjaraan yang berangkat dari pemikiran perlunya perlakuan yang lebih baik
terhadap perbuatan yang dilakukan oleh narapidana tetap saja tidak dapat
Muladi tersebut lebih tepat dan dapat diterima sebagai teori yang mendasari
tujuan yang hendak dicapai. Unsur teori retributif terlihat dengan adanya upaya
satu unsur teori relatif. Kedua hal ini termasuk kedalam pandangan dari teori
integratif, hanya saja unsur-unsur teori yang lebih lebih dominan muncul
didalam penerapannya akan tergantung kepada tahap-tahap pembinaan yang
Pemasyarakatan Indonesia.40
39
. Riza Kestra Pernata,2004, Pelaksanaan Pola Binaan melalui Konsep “LABOR
EDUCATION” Dalam Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A
Padang, Universitas Andalas, hal. 15
40
. Dwidja Priyatno, Op Cit, hal 97-98
Di dalam teori sistem pemasyarakatan yang dikemukakan oleh Saharjo
membimbing
10) Sarana pisik bangunan lembaga dewasa ini merupakan salah satu
41
. Ibid, hal. 98
D. Teori Tentang Tujuan atau Doelthheorieen
Teori tentang tujuan atau doelthheorieen adalh teori yang berusaha mencari
dasar pembenaran dari suatu pidana itu semata-mata pada satu tujuan tetentu,
ingin mencapai tujuan dari pidana itu dengan membuat jera, dengan
2. Kerangka Konseptual
dikemukakan, maka perlu adanya definisi dan beberapa konsep. Konsep yang
1) Pelaksanaan
kata sifat, maka mempunyai arti perbuatan. Kemudian awalan “pe” dan
42
. P.A.F. Lumintang, 1983, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 27
akhiran “an” yang melekat pada kata dasar “laksana” menjadi kata kerja
2) Pembinaan
3) Narapidana
43
. KBBI Dalam Jaringan, http://pusatbahasa.diknas.go.id, Diakses pada Tanggal 11
Februari 2011.
Proposal Penelitian Tesis, ANISA, SH. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Korupsi di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Padang, Universitas Andalas (UNAND)
27
5) Lembaga Pemasyarakatan
Metode Penelitian
sekunder sebagai data awalnya kemudian dilanjutkan dengan data primer atau
data lapangan.45
terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah
44
. Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan “ Lembaran
Negara R.I Tahun 1995 Nomor 77, Pasal 1 ayat 3
45
. Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
Raja Grafindo, Jakarta, hal. 133
46
. Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, antara lain : Pertama,
pendekatan Undang-undang (statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara
menelaah semua undang-undang den regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yng
sedang ditangani, pendekatan ini untuk menelaah konsistensi dan kesesuaian antara suatu
undang-undang dengan undang-undang lainnya; Kedua, pendekatan historis ialah pendekatan
pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan
perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi,; Ketiga, pendekatan komperatif adalah
pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara dengan
undang-undang dari satu atau lebih negara lain menegnai hal yang sama; Keempat, adalah
pendekatan konseptual adalah pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum, guna menemukan ide-ide yang
melahirkan pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan
Proposal Penelitian Tesis, ANISA, SH. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Korupsi di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Padang, Universitas Andalas (UNAND)
28
B. Sumber Data dan jenis Data
kepustakaan data yang diperoleh adalah data sekunder yakni data yang
perundang-undangan seperti : 48
1945
dengan isu hukum yang dihadapi; Kelima adalah pendekatan kasus, Lihat dalam Peter Mahmud
Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Kencana Prada Media Grup, Jakarta, hal. 94-95
47
. Soejono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, penerbit Universitas
indonesia, Jakarta, hal. 12
48
. Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum Edisi II, Ed.1 Cet.5,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hal. 116-117.
b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
Rancangan Undang-undang
49
. Ibid hal. 116-117.
50
. Ibid.
b. Data sekunder. Data ini mencakup dokumen-dokumen resmi,
sebagainya.
Dalam penelitian ini yang akan menjadi populasi adalah narapidana tindak
sampling yaitu peneliti sendiri yang akan menentukan subjek yang akan di
pedoman wawancara.51
51
. Menurut Amirudin dan Zainal Asikin, wawancara pada umumnya dibagi dalam dua
golongan yaitu: Pertama, wawancara berencana, yaitu suatu wawancara yang disertai dengan
suatu daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya; Kedua, wawancara tak berencana yaitu
suatu wawancara yang tidak disertai dengan suatu daftar pertanyaan, wawancara ini dibagi lagi
menjadi wawancara berstruktur yaitu wawancara walaupun tidak berencana, tapi memiliki
struktur yang rumit seperti wawancara untuk mengumpulkan data pangalaman seseorang. Jenis
wawancara selanjutnya adalah wawancara tak berstruktur, yang kemudian dibagi lagi menjadi
dua yakni wawancara terfokus yaitu wawancara yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi
selalu terpusat pada pokok permasalahan tertentu, dan wawancara bebas yakni wawancara yang
D. Jenis-jenis Alat Pengumpulan Data
1. Studi Dokumen
2. Wawancara
seseorang.52
1. Pengolahan Data
tidak terpusat artinya pertanyaan yang diajukan tidak terpusat pada suatu permasalahan pokok,
pertanyaannya dapat beralih-alaih dari suatu pokok permasalahan ke pokok permasalahan
lainnya. Lihat dalam Amirudin dan Zainal Asikin, Op Cit, hal. 84-85.
52
. Ibid
53
. Bambang Waluyo, 1999, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,
hal. 72
peneliti melakukan pengolahan terhadap data tersebut. Dengan cara
hendak dianalisis.54
2. Analisa Data
F. Lokasi Penelitian
G. Sistematika Penulisan
54
. Amirudin dan Zainal Asikin, Op Cit, hal. 168-169
55
. Bambang Waluyo, Op Cit, hal. 77
penelitian untuk menjelaskan arah penulisan ini. Dengan demikian perlu
Bab I. Pendahuluan, pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang
penulisan.
Bab II. Tinjauan Pustaka, pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan umum
Bab III. Pembahasan, dalam bab ini penulis akan membahas tentang
Bab IV. Penutup, pada bab terakhir ini memuat kesimpulan dan saran.
LAPORAN PERKEMBANGAN PENELITIAN
Nama : Anisa. SH
Universitas : UNAND
NB: Judul Penelitian sekarang merupakan hasil dari 3 kali perobakan judul
sebelumnya, adapun judul sebelumnya adalah: