Anda di halaman 1dari 6

Dalam penggunaan bahasa, novel ini juga menggunakan beberapa majas, yaitu:

a. Majas Personifikası

Personifiksi adalah majas kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang

Yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.

1. Dukuh Paruk masih diam membisu meskipun beberapa jenis satwanya sudah terjaga. (hlm.

111)

Tohari melukiskan proses datangnya pagi hari menjelang cahaya matahari terbit dari timur

Di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk dilukiskan pada suasana pagi yang masih sepi dan belum

Ada aktifitas manusia.

2. Tetes-tetes embun jatuh menimbulkan suara desahan desahan musik yang serempak. (hlm.

11)

Suasana pagi tampak di segala pepohonan terdapat embun yang secara bergantian menetes,

Dengan demikian menimbulkan suara-suara bagai musik yang serempak. Tohari

Menggambarkan kehidupan Dukuh Paruk yang masih alami sama sekali belum tersetuh

Teknologi modern, setiap pagi hanya dihiasi, dihibur oleh suara musik dari tetes-tetes

Embun yang berjatuhan dari atas pohon.

3. Dalam kerimbunan daun-daunnya sedang dipagelarkan merdunya hamoni alam yang

Melantumkan kesyahduan. (hlm. 111)

Tohari menggambarkan sebuah pohon dengan daunnya yang tampak subur, rimbun, segar

Sehingga terlihat indah dan asri serta selaras dengan alam.

4. Dukuh Paruk kembali menjatuhkan pundak-pundak yang berat, kembali bersimbah air

Mata. (hlm. 276).

Di kutipan diatas kita mengetalhui bahwa Dukuh Paruk hanyalah sebuah desa yang tidak

Bisa menjatuhkan sebuah punggung

b. Majas Simile

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada novel yang berjudul * Ronggeng Dukuh

Paruk” ditemukan penggunaan gaya bahasa perbandingan’simile. Kalimat yang menggunakan

Gaya bahasa simile, yaitu:

1. Di bagian langit lain, seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya. Dia

Terbang bagai batu lepas dari ketapel sambil menjerit-jerit sejadinya. (hlm. 9

2. Bii dadap yang telah tua menggunakan kulit polongnya untuk terbang sebagai balıng-
Baling. Bila angin berembus tampak seperti ratusan kupu terbang menuruti arah angin

Meninggalkan poho dadap. (hlm. 10)

3. Setelah didapat, Rasus memanjat. Cepatseperti seekor monyet. (hlm. 12)

4. Ibarat meniti sebuah titian panjang berbahaya, aku hanya bisa menceritakannya kembali,

Mengulas serta merekamnya setelah aku sampai di seberang. (hlm. 32)

5. Emak sudah mati, ketika hidup ia secantik Srintil, tampilan emak bagai citra perempuan

Sejati (hlm. 33)

6. Dengar, pak. Serintil masih segar sepeiti kecambah. “sambung nyai kartareja sambil

Menyentuh dada marsusi dengan lembut. (hlm. 121)

7. Arif seperti sepasang perkutut itu adalah Wirsiter dan Ciplak, istrinya. (hlm. 128)

8. Latar sejarahnya yang melarat dan udik ibant beribil. (hlm. 185)

9. Tetapi Srintil tenang seperti awan putih bergerak di akhir musim kemarau. (hlm. 190)

10. Matanya berkilatseperti kepik emas hinggap di atas daun. (hlm. 190)

T1. Dia menari seperti mengapung di udara; incah dan bebas lepas. Kadang sepeti burung

Beranjangan, berdıri di atas satu titık meski sayap dan paruhnya terus bergetar. Kadang

Seperti bangau yang melayang meniti arus angin. (hlm. 193)

12. Megap-megap, mulutnya terbuka sepeti ikan mujair (hlm. 194)

13. Di hadapan mereka Dukuh Paruk kelihatan remang seperti seekor kerbau besar sedang

Lelap. (hlm. 197)

14. Kadang suara Srintil penuh semangat, garakannya cekatan, seperti seorang ibu yang

Sedang mengajari anaknya berjalan. (hlm. 216)

15. Padahal sejak semula Rasus mengerti pekerjaan semacam itu ibarat mendongkel sejarah

Dengan sebatang lidi. (hlm. 265)

16. Bila ternyata dirinya masih mewujud, pikir Srintil, itu karena aib adalah salah satu faset

Kehidupan dan dia harus mewujud disana. Seperti tinja yang harus ada di dalam usus

Manusia. (hlm. 272)

17. Dukuh Paruk merambat perlahan seperti akar ilalang menyusuri cadas. (hlm. 275)

18. Dan bila ditiup menentang arus angin, suara puput jadi muncul tenggelam seperti bulan

Hilang-tampak di balik awan. (hlm. 290)

19. Srintil bingung seperti munyuk dirubung orang. (hlm. 296)

20. Namun setiap kali diurungkannya; batu-batu di atas jalan pegunungan itu bergerak_seperti
Mata gergaji besar yang akan menggorok apa saja yang jatuh ke permukaannya. (hlm. 297)

21. Dari jauh udara di permukaan tanah kelihatan berbinar seperti riak-riak panas pada telaga

Yang mendidih. (hlm. 309)

22. Malam hari berlatar langit kemarau, langit seperi akan menelan segalanya kecuali apa-apa

Yang bercahaya (hlm. 312)

c. Majas Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam

Bentuk yang singkat.

1. Di pelataran yang membantu di bawah pohon nangka ketika angin tenggara bertiup dingin

Menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar di musim kemarau (hlm. 13)

Maknanya:

Melukiskan keadaan dukuh paruk yang masih asri, ketika malam hari pada musim kemarau

Angin terasa dingin.

2. Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang. Mereka sebaiknya tahu masa kanak-

Kanak adalah surga yang hanya sekali datang. (hlm. 14)

Maknanya:

Melukiskan keindahan dunia anak-anak di dukuh kecil yang serba gembira, bebas bermain

Dan belum memiliki tanggung jawab. Dunia anak-anak merupakan fase kehidupan yang

Indah dan tidak mungkin terulang kembali pada kehidupan seseorang.

3. Wirsiter bersama istrinya pergi ke sana kemari menjajakan musik yang memanjakan rasa,

Yang sendu, dan yang melankolik. Musiknya tidak membuat orang bangkit berjoget,

Melainkan membuat pendengarnya mengangguk angguk menatap ke dalam diri atau

Terbang mengapung bersama khayalan sentimental. (hlm. 130)

Maknanya:

Musik tradisional siter yang kini sudah langka dalam masyarakat, yang dimainkan oleh

Sepasang suami istri, Wirsiter dan Ciplak. Tohari menempatkan musik yang memanjakan

Rasa, membuat pendengarnya masuk ke alam khayalan sentimental. Di sinilah Tohari

Membuat pesan tersirat bahwa musik siter adalah budaya kuno yang harus dilestarikan

Jangan sampai dilupakan.

d. Majas Metonimia

Majas metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan
Orang, barang atau hal sebagai penggantinya, kita dapat menyebut pencipta atau pembuatnya

Jika yang kita maksudkan ciptaan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika yang

Kita maksudkan barangnya.

1. Di sana di dalam kurung klambu yang tampak dari tempatku berdiri, akan terjadi

Pemusnahan mustika yang selama ini amat kuhargai (hlm. 53)

Kata “mustika pada kutipan di atas artinya sebuah keperawanan seorang gadis.

2. Pelita kecil dalam kamar itu melengkapi citra punahnya kemanusiaan pada dii bekas

Mahkota Dukuh Paruk itu (hlm. 395)

Kata “Citra” pada kutipan di atas adalah gambaran kepribadian dari seorang onggeng yaitu

Tokoh srintil, citra tersebut telah hilang karena suatu deraan, cobaan hingga muncullah

Kegoncangan jiwa pada srintil yang semula mendapat sebutan scorang mahkota Dukuh

Paruk.

e. Majas Hiperbola

Majas hiperbola adalah majas yang mengungkapkan sesuatu pernyataan yang berlebihan

Dengan membesar besarkan suatu hal.

1. Ini cukup untuk kukatakan bahwa yang terjadi pada dirinya seribu kali lebih hebat daripada

Kematian karena kematian itu sendiri adalah anak kandung kehidupan manusia. (hlm. 386)

2. Aku bisa mendengar semua bisik hati yang paling lirih sekalipun. (hlm. 394)

3. Aku dapat melihat mutiara-mutiara jiwa dalam lubuk yang paling pingit. (hlnm. 394)

4. Kedua unggas kecil itu telah melayang berates-ratus bahkan beribu-ribu kilometer mencari

Genangan air. (hlm. 9)

5. Dalam pemukinman yang sempit, hitam, gelap, gulita, pekat, terpencil itu lengang sekali,

amat sangat lengang. (hlm. 21)

6. Aku membiarkan Dukuh Paruk tetap cabul, kere, bodoh, dungu dan sumpah serapah. (hlm.

391)

7. Srintil meratap, meronta, menangıs, melolong lolong di kamamya yang persis bui. (hlm.

402)

8. Langit dan matahari menyaksikan luka pada lutut dan mata kaki yang bertambah parah

serta darahnya mengalir lebih banyak, menetes netes menggenangi batu batu. (hlm. 304)

f. Majas Sinckdoke

Majas sinekdoke adalah majas yang mempergunakan scbagian dari suatu hal yang
menyatakan keseluruhan (pars prototo) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan

sebagian (totem pro parte).

1. Celoteh di sudut pasar itu berhenti karena kehabisan bahan. (hlm. 126)

Penggambaran majas sinekdoke terdapat pada kata di sudut pasar" padahal yang

dimaksudkan tidak hanya sudut pasar tetapi seluruh wilayah pasar, ungkapan ini termasuk

majas sinekdoke totem pro parte.

2. Sampean hanya memikirkan diri sendıri dan tidak mau mengerti urusan perut orang. (hm.

288)

Majas sinekdoke pada kutipan tersebut terdapat pada kata *perut orang yang maksud

sebenarnya adalah seluruh jiwa raga manusia.

3. Dua ckor anak kambing melompat lompat dalam gerakan amat lucu. (hlm. 118)

Majas sinekdoke pada kutipan tersebut terdapat pada kata "dua ekor anak kambing'

padahal yang sebenarnya adalah seluruh jiwa raga kambing bukan hanya ekornya.

g. Majas pertentangan (litotes)

Litotes adalah majas yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.

Sesuatu hal kurang dari keadaan sebenamya atau suatu pikiran dinyat akan dengan

menyangkal lawan katanya.

1. Aku sadar betul diriku terlalu kecil bagi akam. (hlm. 66)

Majas litotes terdapat pada kata diriku terlalu kecil.

2. Aku terkejut menyadari semua orang di tanah airku yang kecil ini memenuhi segala

keinginanku. (hlm. 104)

Majas litotes muncul dalam kata tanah airku yang kecil ini.

3. Kita ini memang buruk rupa tapi punya suami dan anak anak. (hlm. 339)

Majas litotes pada kutipan tersebut terdapat pada kata buruk rupa.

h. Majas Penegasan (repetisi)

Repetisi adalah majas yang mengandung pengulangan berkali-kali kata atau kelompok kata

yang sama.

1. Mereka hanya ingin melihat Srintil kembali menari, menari dan menari (hlm. 140)

Pada data kutipan di atas majas repetisi ditemukan pada kata kembali menari, menari dan

Menari,

2. Srintil sedang berada dalam haribaan Dukuh Pauk yang tengah tidur lelap selelap
Lelapnya, merenung dan terus merenung (hlm. 156)

Pada kutipan di atas majas repetisi terlihat pada kata tidur lelap selelap lelapnya, merenung

Dan terus merenung.

3. Yang kelihatan adalah perempuan perempuan pekerja, perempuan perempuan bergiwang

Serta perempuan perempuan berkaleng besar (hlm. 235)

Pada kutipan di atas repetisi tergambar pada kata perempuan perempuan pekerja,

Perempuan perempuan bergiwang serta perempuan perempuan berkalung besar tersebut

Dimaksudkan untuk penegasan gagasan tertentu. Dengan gaya bahasa repetisi terciptalah

Makna yang lebih lugas dan intens.

i. Majas Sindiran (sarkasme)

Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu

Acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Dalam RDP majas sarkasme

Ditemukan pada kutipan di bawah ini,

1. Dower merasa berat dan mengutuk Kartareja dengan sengit”Si tua bangka ini sungguh

Sungguh tengik !” (hlm. 71)

Majas sarkasme pada kutipan tersebut ada pada kata “si tua bangka sungguh tengik’.

2. Kertareja memang bajingan. Bajul buntung, “jawabku, mengumpat dukun ronggeng itu.

(hlm. 49)

Majas sarkasme pada kutipan tersebut ada pada kata “bajingan. Bajul buntung’.

3. Kalian mau mampus mampuslah tapi jangan katakan tempeku mengandung racun (hlm.

28)

Majas sarkasme pada kutipan tersebut ada pada kata” mampus mampuslai.

Anda mungkin juga menyukai