Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Cedera Kepala


Di Ruang Medical Surrgical RSUP Sanglah Denpasar

1. Konsep Teori Cedera Kepala


1.1 Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi
baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat
berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif ,
psikososial, bersifat temporer atau permanen (PERDOSSI,2007).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala , bukan bersifat congenital
ataupun degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik
(Snell,2010).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Hudak&Gallo,2010)
Jadi Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala yang
diakibatkan oleh trauma mekanik baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi
neurologis seseorang.

1.2 Insidensi dan Prevalensi


Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hamper
1.500.000 kasus cedera kepala. Dari jumlah tersebut 80.000
diantaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia.
Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan
akibat cedera kepala (Moore&Argur, 2012). Di Indonesia, cedera
kepala berdasarkan hasil Riskesdas 2013 menunjukan insiden cedera
kepala dengan CFR sebanyak 100.000 jiwa meninggal dunia (Depkes
RI, 2013). Di Jawa Tengah terdapat kasus cedera kepala yang
sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalulintas dengan jumlah
kasus 23.628 dan 604 kasus diantaranya meninggal dunia.

1.3 Klasifikasi
Cedera Kepala menurut dewantoro,dkk(2007) di klasifikasikan
menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasglow Coma Scale)
yaitu:
a) CKR (Cedera Kepala Ringan)
- GCS > 13
- Tidak ada fraktur tengkorak
- Tidak ada kontosio serebri, hematom
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30 detik
- Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
- Tidak memerlukan tindakan operasi
b) CKS (Cedera Kepala Sedang)
- Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi < 24
jam
- GCS 9-13
- Muntah
- Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung)
- Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial
- Dirawat di RS setidaknya 48 jam
c) CKB (Cedera Kepala Berat)
- GCS 3-8
- Hilang kesadaran > 24 jam
- Adanya kontusio serebri, laserari/hematoma
intracranial

Menurut Wijaya dan Putri (2013) jenis cedera kepala :


a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada
tulang tengkorak dan jaringan otak. Luka kepala terbuka
akibat cedera kepala pecahnya tengkorak atau luka
penetrasi, besarnya cedera pada tipe ini ditentukan oleh
velositas, masa dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak
juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan
masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf
otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/tembakan. Cedera
kepala terbuka memungkinkan kuman/pathogen memiliki
akses masuk langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan
geger otak ringan dan oedem serebral yang luas.

1.4 Patofisiologi
1.4.1 Etiologi
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi Contosio
serebral,hematom serebral,kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi , pergeseran otak atau hernia
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh menyebabkan kerusakan secara luas dan terjadi
dalam 4 bentuk yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, multiple pada otak koma
terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer,cerebral,batang
otak atau keduanya (Wijaya,2013)
1.4.2 Proses Penyakit
Sebagian besar cedera kepala tidak disebabkan oleh cedera
lansung terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat
kekuatan luar yang membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari
gerakan otak itu sendiri dalam rongga tengkorak.pada cedera
deselerasi , kepala biasanya membentur suatu objek , sehingga
terjadi deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Respon
awal otak yang mengalami cedera adalah “swelling” . Memar pada
otak menyebabkan vasoliditasi dengan peningkatan aliran darah ke
daerah tersebut, menyebabkan penumpukan darah dan
menimbulkan penekanan terhadap jaringan otak sekitarnya.
Peningkatan kandungan cairan otak (edema) tidak sefera terjadi
tetapi mulai berkembang setelah 24 jam hingga 48 jam.
Kadar CO2 dalam darah mempengaruhi aliran darah
serebral. Level normal CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan
kadar CO2 menyebabkan vasodilitasi dan bengkak otak, sedangkan
penurunan kadar CO2 menyebabkan vasokontruksi dan serebral
iskemia. Dalam rongga tengkorak dan selaput yang membungkus
otak terdapat jaringan otak, liquor serebrospinal.
Saat otak membengkak khusunya setelah benturan pada
kepala, peningkatan tekanan intracranial yang tiba-tiba dapat
terjadi. Hal ini dapat mendorong bagian otak ke arah bawah,
menyumbat alran CSF dan menimbulkan tekanan besar terhadap
batang otak. Hal ini merupakan keadaan yang mengancam hidup
ditandai dengan penurunan tingkat kesadaran yang secara progresif
menjadi koma, dilatasi pupil, dan deviasi mata ke arah bawah dan
lateral mata pada sisi kepala yang mengalami cedera, kelemahan
pada tungkai dan lengan sisi tubuh berlawanan terhadap sisi yang
mengalami cedera, dan postur deserebrasi, penderita selanjutnya
akan kehilangan semua gerakan, berhenti nafas dan meninggal.
Jika otak tidak mendapatkan oksigen selama 4-6 menit,
kerusakan irreversible hampir selalu terjadi. Setelah anoksia 4-6
menit, perbaikan oksigenasi dan tekanan darah tidak akan
memperbaiki perfusi korteks dan cedera anoreksia akan terus
berlangsung dalam sel otak. Sepertinya hipotermia mampu
melindungi otak terhadap efek tersebut dan terdapat laporan kasus
pasien hipotermia yang diresusitasi setelah mengalami hipoksia
selama 1 jam.
1.4.3 Tanda dan Gejala
Tanda – tanda dan gejala fraktur basis crania (Oman, McLain, &
Scheetz, 2012) :
- Sakit kepala
- Perubahan tingkat kesadaran
- GCS < 13
- Ekimosisi
- Muntah
- Rinore atau otore cairan serebrospinal
- Adanya kontusio cerebri
1.4.4 Komplikasi
a. Edema Pulmonal
Komplikasi paru-paru yang paling serius pada pasien
cedera kepala adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal
dari gangguan neurologis atau akibat dari sindrom distress
pernapasan dewasa edema paru dapat terjadi akibat dari cedera
pada otak yang menyebabkan adanya refleks cushing. Peningkatan
pada tekanan darah sistemik terjadi sebagai respon dari system
saraf simpatis pada peningkatan TIK.
b. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari pasien cedera kepala
selama fase akut. Selama kejang , perawat harus memfokuskan
perhatian pada upaya mempertahankan jalan nafas paten ketika
mengamati perkembangan kejang dan mencegah cedera lanjut
pada pasien.
c. Kebocoran Cairan Serebral
Hal yang umum pada beberapa pasien cedera kepala
dengan fraktur tengkorak untuk mengalami kebocoran CSS dari
telinga atau hidung. Ini dapat akibat dari fraktur pada fossa
anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basiliar
bagian petrous dari tulang temporal
d. Sepsis/septik syok
e. Anemia
f. Shock
1.4.4 WOC

Cidera kepala TIK - oedem


- hematom
Tulang kranial Respon biologi Hypoxemia

Terputusnya kontinuitas
jaringan

Nyeri Akut
Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin


Sistemik & TD   sekresi a.lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah


Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik nutrisi kurang dari kebutuhan

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

R. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak oedema paru  cardiac out put 


Difusi O2 terhambat Hambatan Mobilitas
Fisik

Ketidakefektifan pola napas


1.5 Pemeriksaan Penunjang
 CT Scan: tanpa/dengan kontras mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
 Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
 X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
 Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
 Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
 MRI (Magnetic Resonance Imaging) : untuk mengevaluasi cedera
vascular serebral dengan cara noninvasive.
 EEG (elektro ensefalogram) : mengukur aktivitas gelombang otak disemua
regio korteks dan berguna dalam mendiagnosis kejang serta mengaitkan
pemeriksaan neurologis abnormal.
 BAER (Brainsteam Auditory Evoked Responses) dan SSEP
(Somatosensory Evoked Potensial) : pemeriksaan prognostic yang
bermanfaat pada pasien cedera kepala. Hasil abnormal dari salah satu
pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakan diagnosis disfungsi
batang otak yang tidak akan menghasilkan pemulihan fungsional yang
bermakna.

1.6 Penatalaksanaan Medis


- Penatalaksanaan jalan nafas
- Hiperventilasi
- Cairan intravena
Jumlah cairan dalam cedera kepala dipertahankan agar nomovolemia ,
kelebihan jumlah cairan akan membahayakan jiwa penderita.
- Obat – obatan
1. Manitol : untuk menurunkan intracranial, umunya dengan konsentrasi
20%, dosis 1gr/kg bb, diberikan bolus intra vena dengan cepat. Untuk
penderita hipotensi tidak boleh diberikan karena akan memperberat
hipovolemi
2. Furosemid : diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK, dosis
lazim 0,3-0,5 mg/kg bb IV
3. Barbiturate : bermanfaat menurunkan TIK. Tidak dianjurkan untuk
resusitasi akut
4. Anti konvulsan : epilepsy pasca trauma terjadi 5% pada penderita trauma
kepala tertutup dan 15% pada penderita cedera kepala berat.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian
a. Identitas klien

b. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit

yang di rasakan saat ini.

BREATHING :
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
- Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
- Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
- Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
- Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
- Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
- Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain ,dapat terjadi penurunan tonus otot.
2.2 Analisa Data
1. Nyeri Akut
Data Subyektif :
- Pasien mengeluh nyeri
Data Objektif :
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
Data Subyektif :
-
Data Objektif :
- Penurunan kesadaran
- Pernafasan menurun
3. Ketidakefektifan pola napas
Data Subyektif :
- Dipsnea
- Ortopnea
Data Obyektif :
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan cuping hidung
- Diameter thoraks anterior dan posterior meningkat
- Perubahan kedalaman pernafasan
4. Hambatan Mobilitas Fisik
Data Subyektif :
- Mengeluh sulit menggerakan tubuh
- Nyeri saat bergerak
- Enggan melakukan pergerakan
Data Obyektif
- Kekuatan otot menurun
- Rentang gerak menurun
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
- Sendi Kaku
5. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan tubuh
Data Subyektif :
- Sulit menelan
Data obyektif
- Bb menurun
- Lemas

2.3 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri Akut b.d agen cidera biologis kontraktur (terputusnya jaringan
tulang
2) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
3) Ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
4) Hambatan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal:
tirah baring, imobilisasi.
5) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk
mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
2.4 Intervensi Keperawatan

No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


DX Hasil (NIC)
(NOC)
1 Setelah diberikan asuhan Pain management
keperawatan selama 1. Kaji skala nyeri 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
...x24 jam diharapkan 2. Gunakan teknik komunikasi terapeutik 2. Untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang
nyeri berkurang untuk mengetahui pengalaman nyeri nyeri yang dialami pasien
NOC pasien
- Pain level 3. Ajarkan teknik non farmakologi 3. Untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami
- Pain control pasien
- Comfort level
Kriteria Hasil : 4. Kolaborasi dengan dokter jika ada 4. Untuk penanganan nyeri lebih lanjut
1. Mampu mengontrol keluhan dan tindakan nyeri tidak
nyeri berhasil
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
3. Mampu mengenali
nyeri
4. Mengatakan rasa
nyaman
2 Setelah diberikan asuhan Peripheral Sensation Management
keperawatan selama 1. Monitor adanya daerah tertentu yang 1. Untuk mengetahui kepekaan pasien
....x24 jam diharapkan hanya peka terhadap panas/dingin/
perfusi jaringan otak tajam / tumpul
tetap efektif 2. Batasi gerakan pada kepala, leher, 2. Untuk mencegah terjadinya keparahan
NOC dan punggung pada cedera
- Circulation status 3. Instrusikan keluarga untuk 3. Memberikan edukasi terhadap
- Tissue prefusion : mengobservasi kulit jika ada isi atau keluarga untuk kewaspadaan
Cerebral laserasi
Kriteria Hasil : 4. Kolaborasi dalam pemberian 4. Untuk meredakan rasa sakit
1. Mendemonstrasikan analgetik
kemampuan kognitif
yang ditandai
dengan :
- Berkomunikasi
dengan jelas sesuai
dengan kemampuan
- Menunjukan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
- Memproses
informasi
2. Menunjukan fungsi
sensori yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan involunter.
3 Setelah diberikan asuhan Airway Management
keperawatan selama 1. Monitor respirasi dan status O2 1. Untuk mengetahui respirasi pasien
....x24 jam diharapkan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan 2. Untuk mempermudah ventilasi pasien
ventilasi
pola nafas kembali
3. Ajarkan pasien untuk batuk efektif 3. Agar pasien tau bagaimana cara batuk
efektif.
NOC 4. Kolaborasi dengan dokter dalam yang efektif
- Respiratory Status : pemberian oksigen kepada klien 4. Untuk memaksimalkan ventilasi
Airway Patency
Kriteria Hasil :
1. Menunjukan jalan
nafas yang paten
(klien tidak
merasa tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)

4 Setelah diberikan asuhan Nutrition Management 1. untuk mengetahui status nutrisi klien
2. agar klien mau makan
keperawatan selama 1. Kaji adanya alergi makanan
3. untuk menambah pengetahuan klien
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
...x24 jam diharapkan tentang nutrisi
intake
4. diet dapat membantu masalah pencernaan
nutrisi pasien terpenuhi 3. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
NOC
4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet
- Nutritional Status : klien
food and Fluid Intake
- Nutritional Status :
nutrient intake
Kriteria hasil:
1. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi

5 Setelah dilakukan Exercise therapy : ambulation


asuhan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui tanda tanda vital
selama ...x24 jam pasien
diharapkan tidak ada 2. Latih pasien dalam pemenuhan 2. Untuk membantu pemenuhan ADLs
hambatan lagi dalam kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
bergerak dengan kemampuan
NOC
- Joint Movement : 3. Ajarkan pasien atau keluarga tentang 3. Untuk membantu ambulansi pasien
active teknik ambulansi
- Mobility level
- Self care : ADLs 4. Kolaborasi dalam pemberian alat bantu 4. Untuk membantu mobilisasi pasien
- Transfer performance
Kriteri Hasil
1. Klien meningkat
dalam aktifitas fisik
2. Mengerti tujuan dan
peningkatan
mobilitas
3. Bantu untuk
mobilitas (walker)
2.5 Implementasi
Melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan dan indikasi pasien
2.6 Evaluasi
Diagnosa Evaluasi

Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama


cidera biologis ...x24 jam diharapkan tidak ada hambatan lagi
kontraktur (terputusnya dalam bergerak
jaringan tulang NOC
- Joint Movement : active
- Mobility level
- Self care : ADLs
- Transfer performance
Kriteri Hasil
1. Klien meningkat dalam aktifitas fisik
2. Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
3. Bantu untuk mobilitas (walker)
Resiko ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
perfusi jaringan otak b.d ...x24 jam diharapkan nutrisi pasien terpenuhi
penghentian aliran darah NOC
(hemoragi, hematoma); - Nutritional Status : food and Fluid Intake
- Nutritional Status : nutrient intake
edema cerebral;
Kriteria hasil:
penurunan TD
1. Mampu mengidentifikasi
sistemik/hipoksia kebutuhan nutrisi
(hipovolemia, disritmia
jantung)

Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan keperawatan selama


napas b.d kerusakan ....x24 jam diharapkan pola nafas kembali efektif.
NOC
neurovaskuler (cedera
- Respiratory Status : Airway Patency
pada pusat pernapasan Kriteria Hasil :
otak). Kerusakan 1. Menunjukan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas,
persepsi atau kognitif.
frekuensi pernafasan dalam rentang
Obstruksi normal, tidak ada suara nafas abnormal)
trakeobronkhial.
Hambatan mobilitas Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
....x24 jam diharapkan perfusi jaringan otak tetap
fisik b. d kerusakan
efektif
persepsi atau kognitif. NOC
- Circulation status
Penurunan
- Tissue prefusion : Cerebral
kekuatan/tahanan. Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif
Terapi pembatasan
yang ditandai dengan :
/kewaspadaan - Berkomunikasi dengan jelas sesuai dengan
kemampuan
keamanan, misal: tirah
- Menunjukan perhatian, konsentrasi dan
baring, imobilisasi. orientasi
- Memproses informasi
- Menunjukan fungsi sensori yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan
involunter
Nutrisi kurang dari Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
...x24 jam diharapkan nyeri berkurang
kebutuhan tubuh b. d
NOC
perubahan kemampuan - Pain level
- Pain control
untuk mencerna nutrien
- Comfort level
(penurunan tingkat Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri
kesadaran). Kelemahan
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
otot yang diperlukan 3. Mampu mengenali nyeri
4. Mengatakan rasa nyaman
untuk mengunyah,
menelan. Status
hipermetabolik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 8. Jakarta :
EGC.

Carpenito, LJ. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC.

Depkes RI, 2013. Panduan Penatalaksanaan Cedera Kepala. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI.

Dewantoro, G., Suwono, W. J., Riyanto, B., Turana, Y. 2007. Panduan Praktis
Diagnosis Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC

Huda, Amin 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC Jilid 1.


Jakarta: Prima Medika.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius.

Santa, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Prima Medika.

PERDOSSI cabang Pekanbaru. 2007. Simposium trauma Krania- Serebral.


Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai