1.3 Klasifikasi
Cedera Kepala menurut dewantoro,dkk(2007) di klasifikasikan
menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasglow Coma Scale)
yaitu:
a) CKR (Cedera Kepala Ringan)
- GCS > 13
- Tidak ada fraktur tengkorak
- Tidak ada kontosio serebri, hematom
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30 detik
- Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
- Tidak memerlukan tindakan operasi
b) CKS (Cedera Kepala Sedang)
- Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi < 24
jam
- GCS 9-13
- Muntah
- Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung)
- Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial
- Dirawat di RS setidaknya 48 jam
c) CKB (Cedera Kepala Berat)
- GCS 3-8
- Hilang kesadaran > 24 jam
- Adanya kontusio serebri, laserari/hematoma
intracranial
1.4 Patofisiologi
1.4.1 Etiologi
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi Contosio
serebral,hematom serebral,kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi , pergeseran otak atau hernia
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh menyebabkan kerusakan secara luas dan terjadi
dalam 4 bentuk yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, multiple pada otak koma
terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer,cerebral,batang
otak atau keduanya (Wijaya,2013)
1.4.2 Proses Penyakit
Sebagian besar cedera kepala tidak disebabkan oleh cedera
lansung terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat
kekuatan luar yang membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari
gerakan otak itu sendiri dalam rongga tengkorak.pada cedera
deselerasi , kepala biasanya membentur suatu objek , sehingga
terjadi deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Respon
awal otak yang mengalami cedera adalah “swelling” . Memar pada
otak menyebabkan vasoliditasi dengan peningkatan aliran darah ke
daerah tersebut, menyebabkan penumpukan darah dan
menimbulkan penekanan terhadap jaringan otak sekitarnya.
Peningkatan kandungan cairan otak (edema) tidak sefera terjadi
tetapi mulai berkembang setelah 24 jam hingga 48 jam.
Kadar CO2 dalam darah mempengaruhi aliran darah
serebral. Level normal CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan
kadar CO2 menyebabkan vasodilitasi dan bengkak otak, sedangkan
penurunan kadar CO2 menyebabkan vasokontruksi dan serebral
iskemia. Dalam rongga tengkorak dan selaput yang membungkus
otak terdapat jaringan otak, liquor serebrospinal.
Saat otak membengkak khusunya setelah benturan pada
kepala, peningkatan tekanan intracranial yang tiba-tiba dapat
terjadi. Hal ini dapat mendorong bagian otak ke arah bawah,
menyumbat alran CSF dan menimbulkan tekanan besar terhadap
batang otak. Hal ini merupakan keadaan yang mengancam hidup
ditandai dengan penurunan tingkat kesadaran yang secara progresif
menjadi koma, dilatasi pupil, dan deviasi mata ke arah bawah dan
lateral mata pada sisi kepala yang mengalami cedera, kelemahan
pada tungkai dan lengan sisi tubuh berlawanan terhadap sisi yang
mengalami cedera, dan postur deserebrasi, penderita selanjutnya
akan kehilangan semua gerakan, berhenti nafas dan meninggal.
Jika otak tidak mendapatkan oksigen selama 4-6 menit,
kerusakan irreversible hampir selalu terjadi. Setelah anoksia 4-6
menit, perbaikan oksigenasi dan tekanan darah tidak akan
memperbaiki perfusi korteks dan cedera anoreksia akan terus
berlangsung dalam sel otak. Sepertinya hipotermia mampu
melindungi otak terhadap efek tersebut dan terdapat laporan kasus
pasien hipotermia yang diresusitasi setelah mengalami hipoksia
selama 1 jam.
1.4.3 Tanda dan Gejala
Tanda – tanda dan gejala fraktur basis crania (Oman, McLain, &
Scheetz, 2012) :
- Sakit kepala
- Perubahan tingkat kesadaran
- GCS < 13
- Ekimosisi
- Muntah
- Rinore atau otore cairan serebrospinal
- Adanya kontusio cerebri
1.4.4 Komplikasi
a. Edema Pulmonal
Komplikasi paru-paru yang paling serius pada pasien
cedera kepala adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal
dari gangguan neurologis atau akibat dari sindrom distress
pernapasan dewasa edema paru dapat terjadi akibat dari cedera
pada otak yang menyebabkan adanya refleks cushing. Peningkatan
pada tekanan darah sistemik terjadi sebagai respon dari system
saraf simpatis pada peningkatan TIK.
b. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari pasien cedera kepala
selama fase akut. Selama kejang , perawat harus memfokuskan
perhatian pada upaya mempertahankan jalan nafas paten ketika
mengamati perkembangan kejang dan mencegah cedera lanjut
pada pasien.
c. Kebocoran Cairan Serebral
Hal yang umum pada beberapa pasien cedera kepala
dengan fraktur tengkorak untuk mengalami kebocoran CSS dari
telinga atau hidung. Ini dapat akibat dari fraktur pada fossa
anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basiliar
bagian petrous dari tulang temporal
d. Sepsis/septik syok
e. Anemia
f. Shock
1.4.4 WOC
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Nyeri Akut
Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel otak
BREATHING :
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
- Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
- Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
- Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
- Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
- Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
- Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain ,dapat terjadi penurunan tonus otot.
2.2 Analisa Data
1. Nyeri Akut
Data Subyektif :
- Pasien mengeluh nyeri
Data Objektif :
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
Data Subyektif :
-
Data Objektif :
- Penurunan kesadaran
- Pernafasan menurun
3. Ketidakefektifan pola napas
Data Subyektif :
- Dipsnea
- Ortopnea
Data Obyektif :
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan cuping hidung
- Diameter thoraks anterior dan posterior meningkat
- Perubahan kedalaman pernafasan
4. Hambatan Mobilitas Fisik
Data Subyektif :
- Mengeluh sulit menggerakan tubuh
- Nyeri saat bergerak
- Enggan melakukan pergerakan
Data Obyektif
- Kekuatan otot menurun
- Rentang gerak menurun
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
- Sendi Kaku
5. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan tubuh
Data Subyektif :
- Sulit menelan
Data obyektif
- Bb menurun
- Lemas
4 Setelah diberikan asuhan Nutrition Management 1. untuk mengetahui status nutrisi klien
2. agar klien mau makan
keperawatan selama 1. Kaji adanya alergi makanan
3. untuk menambah pengetahuan klien
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
...x24 jam diharapkan tentang nutrisi
intake
4. diet dapat membantu masalah pencernaan
nutrisi pasien terpenuhi 3. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
NOC
4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet
- Nutritional Status : klien
food and Fluid Intake
- Nutritional Status :
nutrient intake
Kriteria hasil:
1. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 8. Jakarta :
EGC.
Carpenito, LJ. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC.
Dewantoro, G., Suwono, W. J., Riyanto, B., Turana, Y. 2007. Panduan Praktis
Diagnosis Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC
Santa, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Prima Medika.