Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam kehidupan masyarakat, masyarakat mempunyai peran

sebagai konsumen dengan kata lain yaitu pemakai barang atau jasa, dan

pelaku usaha sebagai oenyedia barang atau jasa, antara pelaku usaha

dengan konsumen. Terdapat aspek yang sangat penting guna melindungi

para konsumen yaitu, tentang tanggung jawab pelaku usaha atas

kerugian yang diterima oleh konsumen, dan perlindungan hukum terhadap


1
konsumen. Barang-Barang yang tersedia untuk konsumen tidak

selamanya berada dalam kondisi yang aman untuk dikomsumsi.

Undang - Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa

hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan atau jasa, hak untuk

memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi

dan atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana semestinya, dan

sebagainya.2 Perlindungan Konsumen menurut Undang-Undang


1
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : PT. Grasindo, 2000, hal. 5.
2
UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia.
Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disingkat UUPK) Nomor 8

Tahun 1999 Pasal 1 berbunyi “ Perlindungan Konsumen adalah segala

upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen.”3 Dalam Hukum Perlindungan

Konsumen, kepentingan konsumen yang harus dilindungi. Sebab

konsumen adalah subjek utama dalam ketentuan perlindungan

konsumen. Hal ini juga dikarenakan terkadang terjadi beberapa kondisi

dimana konsumen berada dalam posisi yang lemah dibandingkan dengan

pelaku usaha. Kondisi itulah yang menjadikan konsumen sangat rentan

mengalami pelanggaran hak-hak konsumennya dalam hukum.

Berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 Huruf i Undang-Undang No. 8 Tentang

Perlindungan Konsumen: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memasang label atau

membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi

bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan,akibat

sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk

pengguna yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat”. 4 Hal ini

tentunya tidak sesuai dengan realita yang ada.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penjualan suatu produk ada

kalanya pelaku usaha tidak jujur dalam mengkomfirmasikan produk-

produk yang dijualnya. Ada beberapa produk yang ada pada kemasannya

tidak tercantum komposisi produk dan pelaku usaha tetap berusaha untuk

3
Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia.
4
Pasal 8 Ayat (1) Huruf i UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia.
menyakinkan konsumen bahwa produk tersebut aman dikomsumsi.

Sehingga konsumen akan merasa dirugikan karena mendapatkan

informasi semu tentang produk tersebut. Konsumen sering kali dengan

mudahnya dikelabui oleh para produsen yang kerap kali tidak jujur dalam

memasarkan produknya seperti contoh, dalah bidang industri rokok.

Kemajuan teknologi, industri rokokpun sekarang telah bekembang pesat,

bahkan sudah ada namanya rokok elektronik atau rokok vape (e-

cigarette), diaman rokok elektrik ini sedang menjadi fenomena baru

ditengah masyarakat Indonesia. Banyak yang beralih ke rokok elektrik

karena menganggap cara merokok seperti ini aman tanpa mengurangi

kenikmatan dari rokok itu sendiri.5

Salah satu produk yang banyak ditemui dan dikomsumsi saat ini

adalah rokok vape, yaitu sebuah inovasi dari bentuk rokok konvensional

menjadi rokok modern yang terdiri dari dua elemen yaitu alat hisap dan

liquid (refillcairan). Perizinan alat hisap vapor sendiri menggunakan HS

Code (Harmonized System Code) barang elektronik. Sedangkan liquid

vape mengandung zat adiktif dimana kadar nikotin bervariasi dari kadar

rendah hingga kadar tinggi. Namun, sering kali kadar nikotin yang tertera

pada label tidak sesuai dan berbeda signifikan dari kadar yang diukur

sebenarnya. Nikotin apabila digunakan secara berlebihan dalam jangka

waktu yang lama akan terakumulasi dalam tubuh sehingga tidak dapat

ditoleransi oleh tubuh dan dapat mengakibatkan gangguan serius.

5
Supriaoerdana,A,”Apakah Rokok Elektrik Aman”, (http;//www.alodokter.com, diakses pada tanggal 18 juni 2019)
Sebagaimana diatur pada Pasal 113 Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa “Zat

adiktif sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau,

produk yang mengandung tembakau, padat, cair, dan gas yang bersifat

adiktif yang penggunanya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya

dan/atau masyarakat sekelilingnya”.6 Menurut Menteri Perdagangan

Rachmat Gobel, Pemerintahan melalui kementrian perdagangan serius

untuk melarang penjualan rokok elektronik (e-cegerette). Alasan utama

pelarangan rokok elektronik ini adalah kesehatan. Selain itu, yang

berbahaya dari rokok elektrik adalah menimbulkan ketergantungan alias

kecanduan. Maka dari itu, pihaknya atasrekomendasi Kementrian

Kesehatan (KEMENKES) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) akan melarang total perdagangan rokok elektrik didalam Negeri.

Agar konsumen terhindar dari bahaya yang ditimbulkan oleh rokok vape. 7

Bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran ketentuan produk

tembakau, khususnya rokok elektrik dengan tidak mencantumkan

peringatan kesehatan secara jelas sebagaimana yang telah diataur

dalam Pasal 14 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012

Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa

Produk Tembakau Bagi Kesehatan terhadap produk Rokok Elektronik (E-

Cegarette).8 Diamana peringatan kesehatan yang dimaksud pada ayat (1)

6
Pasal 113 Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan.
7
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2916302/mendang-gobel-penjualan-rokok-elektrik-dilarang-
total 31-07-2019.18.05
8
Pasal 14 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung
Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan terhadap Rokok Elektronik (E-Cigarette).
adalah peringatan yang berbentuk gambar dan tulisan yang harus

mempunyai satu makna, maka dalam hal inidapat diberikan sanksi Hukum

berupa sanksi adminitratif sesuai ketentuan Pasal 60 Ayat (3) Peraturan

Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang

Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

Terhadap Produk Rokok Elektronik (E-Cigarette) berupa: teguran lisan,

teguran tertulis, penarikan produk, rekomendasi penghentian sementara

kegiatan, dan/atau rekomendasi penindakan kepada instansi terkait

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 9

Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, maka tentu menjadi

permasalahan jika peredaran rokok elktrik yang marak digunakan saat ini

di Indonesia tetap dibiarkan, karena peredaran rokok elektrik seperti itu

tidak memperhatikan kepentingan konsumen yang memerlukan

perlindungan dalam mengomsumsi suatu produk agar tetap merasa

aman. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengkaji tentang

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ROKOK

ELEKTRIK BERDASARKAN PASAL 8 AYAT (1) HURUF i UNDANG-

UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTNAG PERLINDUNGAN

KONSUMEN DIKOTA PONTIANAK”.

B. Masalah Penelitian

9
Pasa 60 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung
Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan terhadap Produk Rokok Elektronik (E-Cigarette)
1. Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap konsumen Rokok Elektrik

berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) Huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Apa Tugas Dan Fungsi BPOM Kota Pontianak Dalam Melakukan

Pengawasan Terhadap Peredaran Rokok Elektrik (E-Cigarette).

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan data informasi mengenai bagaimana perlindungan

hukum serta pengawasan terhadap penggunaan rokok elektrik (e-

cigarette) berdasarkan undang-undang konsumen di Kota Pontianak.

2. Untuk mengetahui apa tugas dan fungsi BPOM Kota Pontianak dalam

melakukan pengawasan terhadap peredaran rokok elektrik di Kota

Pontianak?

3. Untuk mengetahui dan mengkapkan apa upaya yang dilakukan BPOM

dan Pemerintahan Kota Pontianak Dalam memberikan Perlindungan

Hukum terhadap konsumen serta pengawasan dari pihak BPOM Kota

Pontianak terhadap rokok elektrik (e-cigarette) yang sudah beredar.

b. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis

a. Bagi penulis secara teoritis penulisan ini diharapkan daoat memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan terori ilmu

hukum terutama Perlindungan Hukum terhadap Konsumen rokok

elektrik di Kota Pontianak.

b. Bagi masyarakat dengan adanya tulisan ini penulis berhrap dapat

menambah dan melngkapi perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah

terkait kewajiban dan bagi pelaku usaha rokok elektrik.

c. Untuk pemerintah, yaitu dengan memberikan kontribusi pemkiran terkait

Perlindungan Konsumen Rokok Elektrik di Indonesia secara umumnya

dan secara Khususnya Pemerintahan Daerah Pontianak agar dapat

memberikan inovasi kebijakan mengenai Perlindungan Hukum terhadap

Konsumen Rokok Elektrik.

2. Secara Praktis

Bagi pemerintah mudah-mudahan dapat memberikan masukan terutama

bagi pembentuk hukum, khususnya pembentuk Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dan praktisi Hukum, penjabat atau instansi

terkait dalam menetapkankebijaksanaan lebih lanjut terhadap

pelaksanaan perlindungan terhadap Konsumen Rokok Elektrik untuk

mengantisipasi suatu tindakan melawan hukum terutama perlindungan

konsumen yang dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat.

Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan sumbangan pemikiran yang

secara umumnya masyarakat Indonesia, dan khususnya Korban


pelanggaran terhadap perlindungan bagi Konsumen Rokok Elektrik,

shingga regulasi terkait Rokok Elektrik dibuat oleh pemerintah bisa

selaras dan menjunjung tinggi Negara hukum-hukum dan kesejahteraan

Negara.

D. Keaslian Penelitian

Peneliti skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Rokok

Elektrik Berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) Huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dikota Pontianak.” Memiliki rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap konsumen rokok elektrik

berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) Huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Apa tugas dan fungsi BPOM Kota Pontianak dalam melukan Pengawasan

Terhadap Peredaran Rokok Elektrik (e-cigarette)?

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan data informasi mengenai bagaimana perlindungan

hukum serta pengawasan terhadap penggunaan rokok elektrik (electronic

cigarette) berdasarkan Undang-Undang perlindungan konsumen dikota

Pontianak.

2. Untuk mengetahui apa tugas dan fungsi BPOM Kota Pontianak dalam

melakukan pengawasan terhadap peredaran rokok elektrik dikota Pontianak?

3. Untuk mengetahui dan mengungkapkan apa upaya yang dilakukan BPOM

dan pemerintahan Kota Pontianak dalam memberikan Perlindungan Hukum


terhadap konsumen serta Pengawasan dari pihak BPOM Kota Pontianak

terhadap rokok elektrik (electronic cigarette) yang sudah beredar.

Penelitian yang diangkat oleh peneliti ini diatas berbeda dengan penelitian

hukum yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, penelitian skripsi yang

dilakukan oleh M Zaenal pada fakultas hukum Universitas Panca Bhakti yang

berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pembelian Isi Tabung

gas Elpji Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Dikota Pontianak.” Memiliki rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Mengapa konsumen dikota Pontianak Utara Belum mendapatkan

Perlindungan Hukum Atas Pembelian isi tabung Gas Elpiji Yang tidak

memenuhi ketentuan standar?

2. Apa dampak bagi konsumen atas pembelian Tabung Gas Elpiji yang belum

mendapatkan perlindungan atas hukum?

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh data serta informasi tentang penjualan Gas Elpiji dikota

Pontianak Utara.

2. Untuk mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan pengecer menjual isi

produk Tabung Gas Elpiji dikota Pontianak Utara yang tidaksesuai dengan

standar (isi bersih atau berat bersih/netto) yang tercantum pada label Tabung

Gas. pada
3. Untuk mengetahui upaya Hukum yang dilakukan oleh konsumen terhadap

pelaku usaha yang menjual Tahung Gas Elpiji yang tidak sesuai dengan

standar isi

Penelitian ini yang diangkat oleh peneliti diatas berbeda dengan penelitian

hukum yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya,

E. Karangka Teoritik

Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum adalah perlidungan akan

harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang

dimliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan

atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu

hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan

perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari ssesuatu yang mengakibatkan

tidak terpenuhinya hak-hak tersebut10

Teory Ekonomi Analysis Of law, analisis ekonomi hukum didasari pada

ultilitarianisme yang dipelopori oleh Jeremy Bentham. Dengan menekankan pada

prinsip kemanfaatan sebagai doktrin ilmu hukum. Jika dicermati pemikiran ini

sebenarnya merupakan jalan tengah ketika hukum dihadapkan pada dua

pemikiran yang saling bertolak belakang, yaitu keadilan (justice) dan kepastian

(legal certainly).

Dalam buku economic analysis of law, memuat beberapa pemikiran para

ahli antara lain jeremi Bentham dan Richard Posner menjabarkan tentang hukum

10
Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987). Hlm. 8.
ekonomi. Bentham memasukan elemen-elemen penting seperti ke murnian

(purity), keluasan (extent), durasi (duration), intensitas (intensity), kepastian

(certainty), kesuburan (fecundity), keakraban (propinquity) yang dapat dipercaya

dapat mencapai tingkat the greatest happiness of the greattest number.

Menurutnya, hukum barulah dapat diakui sebagai hukum apabila dapat

memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya kepada orang terbanya.

Selanjutnya Bentham mebambahkan bahwa tujuan peraturan hukum harus

dapat mencapai :

a. To Provide subsistance (untuk memberi nafkah hidup)

b. To Provide abudance ( Untuk memberikan nafkah hidup)

c. To Provide security ( Untuk memberikan perlindungan)

d. To attain equality ( Untuk mencapati persamaan)

Teori felcific calculus dikembangkan dengan asumsi-asumsi dasar :

1. Kebahagiaan setiap individu meningkatkan pada saat dimana jumlah

total kepuasannya lebih besar daripada kesedihannya.

2. Keuntungan atau benefit secara umum dari suatu komunitas terdiri dari

seluruh benefit sekelompok individu.

3. Kebahagiaan dari suatu komunitas dapat ditingkatkan apabila jumlah

total seluruh kepuasan individu-induvidu dalam komunitas tersebuh

lebih besar skalanya dari pada kesedihan/kesenangan mereka 11

Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond

bahwa hukum bertujuan mengintergasikan dan mengkoordinasikan


11
Yahman (ed), Economic Analysis Of Law, (Jakarta : Kencana, 2013). Hlm.27.
berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalulintas

kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat

dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan dilain pihak.

Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia

yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat

tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum

dan segala peraturan hukum yang ada diberikan oleh masyarakat

yang ada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut

untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota

masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintahan yang

dianggap mewakili kepentingan masyarakat. 12

Menurut Satjipto Roharjo, Perlindungan konsumen adalah

memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang

dirugikan orang lain dan perlidungan itu diberikan kepada masyarakat

agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 13

Selanjutnya menurut Philipus M. Hadjon bahwa perlindungan

hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintahan yang bersifat

preventif dan resprentif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan

untuk mencegah terjadinya sangketa,yang mengarahkan tindakan

pemerintahan bersifat hati-hati dalam pengambilan keputusan

besarkan diskresi dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk

12
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditnya Bakti, 2000). Hlm.53.
13
Ibid, hlm. 69
mencegah terjadinya sangketa, termasuk penanganannya dilembaga

peradilan.14

Sedangkan menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum

dapat didifungsikan untuk menghujudkan perlindungan yang sifatnya

tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan

antipatif.15

Dari uraian para ahli diatas memberikan pemahaman bahwa

perlindungan hukum merupakan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan,

kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu

perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan

aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk

yang bersifak respresif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis

dalam rangka menegakan peraturan hukum.

Prinsip-prinsip mengenai kedudukan konsumen dalam hubungan

dengan pelaku usaha berdasarkan dalam atau teori yang dikenal

dalam perkembangan sejarah hukum perlindungan konsumen, antara

lain :

1. Let the buyer beware (caveat emptor)

Doktrin Let the buyer beware (caveat emptor) merupakan dasar

dari lahirnya sangketa dibanding transaksi konsumen. Asas ini

beramsumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah kedua

14
Ibid, hlm. 54
15
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung : Remaja Rusdakarya, 1993) hlm. 118.
pihak yang sangat seimbang, sehinggakonsumen tidak

memerlukan perlindungan. Prinsip ini mengandung kelemahan,

bahwa dalam perkembangan konsumen tidak mendapat informasi

yang memadai untuk menentukan pilihan terhadap barang

dan/atau jasa yang dikonsumsinya. Hal tersebut dapat disebabkan

oleh keterbasan pengetahuan konsumen atau ketidakterbukaan

pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Dengan

demikian, apabila konsumen mengalami kerugian maka pelaku

usaha dapat beralih bahwa kerugian tersebut akibat kelalaian

konsumen sendiri.

2. The due care theory

Doktrin ini menyebabkan bahwa pelaku usaha mempunyai

kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produk, baik

barang maupun jasa. Selama pelaku usaha berhati-hati dengan

produknya, maka ia tidak dipersalahkan. Para prinsip ini berlaku

pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang membuktikan. Hal

ini sesuai dengan jiwa pembukaan pada hukum privat di Indinesia

yaitu pembuktian ada pada penggugat, sesuai dengan pasal 1865

BW yang secara tegas menyatakan bahwa barang siapa yang

mendalilkan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya

atau membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu

peristiwa, maka diwajibkan membuktikan adanya hak dan peristiwa

tersebut.
3. The privity of cantract

Doktrin ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk

melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika

diantara mereka terjalin suaty hubukan kontraktual. Pelaku usaha

tidak dapat disalahkan diluar hal-hal dijanjikan. Dengan demikian

konsumen dapat menggugat berdasarkan wanprestasi. Hal ini

sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1340 BW yang menyatakan

tentang ruang lingkup berlakunya perjanjian hanyalah antara pihak-

pihak yang membuat perjanjian saja.16

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha

bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan

nasional, yakni :

1. Asas Manfaat

Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan

konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan

Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha

untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara

adil.

3. Asas Kepastian Hukum

16
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT. Grasindo, 2006) hlm. 61.
Adalah Pelaku maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh

keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta

negara menjamin kepastian hukum.17

Konsumsi rokok elektrik di Indonesia diawali dari proses jual beli,

yang dialamnya terdapat perjanjian. Perjanjian jual beli ini melibatkan

antara penjual dan pembeli. Pembeli dapat dikatakan sebagai

konsumen, serta penjual dapat dikatakan sebagai pelaku usaha. Dari

peristiwa jual beli antara peluku usaha dan konsumen inilah yang akan

menimbulkan suatu hubungan hukum antar keduanya. Sedangkan

konsumen dalam Pasal 1 Angka (2) UUPK diartikan sebagai : “Setiap

orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk

hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Az. Nastion menegaskan beberapa batasan tentang

konsumen sebagai berikut :

1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau

jasa digunakan untuk tuhuan tertentu;

2. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang

dan/ atau jasa untuk diperdagangkan (tujuan komersial);

3. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi

kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga, dan rumah tangga dan tidak

untuk diperdagangkan kembali (non komersial).


17
Elsi, Advendi, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta : PT Grasindo. 2007) hlm. 159.
Menurut Troelstrup, konsumen pada saat ini membutuhkan

banyak informasi yang lebih relevan dibandingkan dengan sekitar

50 tahun lalu. Alasannya, saat ini: (1) terdapat lebih banyak produk,

merek, dan tentu saja penjualnya, (2) daya beli konsumen

meningkat,(3) lebih banyak variasi merek yang beredar dipasaran

yang belum banyak diketahui semua orang,(4) model-model produk

yang lebih cepat berubah, (5) kemudahan transportasi dan

komunikasi sehingga membuka akses yang lebih besar kepada

bermacam-macam produsen atau penjual.18

Dan tentunya keadilan, kepastian serta perlindungan hukum

itu sendiri perlu didapatkan oleh konsumen.

Pandangan Aristoteles tentang keadilan terdapat dalam

karyanya nichomarchean ethics, politics, dan rethoric. Lebih

khususnya, dalam buku nichomarchean etchics, buku itu sebernya

ditunjukan bagi keadilan yang berdasarkan filsafat umum

Aristotelis, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya,

“karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan

keadilan”19

Dalam pandangan Aristoteles diatas yang sangat penting

bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan.

Namun Aristoteles membuah pembedaan penting dalam sebuah


18
A.W. Troelstrup, “The Consumer in America Society”, dikutip dari Shindarta, Hukum Perlindungan Konsumen
Republik Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Ctk, Ketiga, Jakarta, 2006), hlm. 24.
19
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan ke Sepuluh. (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2017),hlm. 41.
kesamaan numerik dan kesamaan proposional. Kesamaan numerik

mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang

sekarang lazim dipahami tentang kesamaan dan dimaksudnya

ketika dikatakan bahwa semua warga adalah sama didepan

hukum.

Sedangkan pegertian pelaku usaha diatur dalam ketentuan

pasal 1 Angka (3) UUPK. Pelaku usaha adalah setiap orang

perorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum

maupun bukan badan hukum yang didirikan dan kedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik

Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang kegiatan

ekonomi.

Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan

martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang

dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dan

kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang

akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan

konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-


hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak

terpenuhinya hak-hak tersebut.20

F. Metode Penelitian

Dalam Penelitian ini penulis menggunakan metode empiris dan normatif dengan

suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam

artian fakta yang ada dilapangan dan sejauh manakah Perlindungan Hukum

terhadap konsumen rokok elektrik Berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) Huruf i Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dikota

Pontianak. Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis maka metode

penelitian hukum empirik atau tinjauan lapangan adalah metode penelitian yang

dipergunakan didalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

fakta atau keadaan hukum yang ada dilapangan atau dengan kata lain penelitian

ini penulis menggunakan metode deskriptifanalisis dengan mengadakan

penelitian berdasarkan fakta yang terkumpul sebagai mana adanya pada saat

penlitian dilakukan.

1. Bentuk Penelitian

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

Yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan mempelajari berbagai

literatur-literatur, peraturan perundang-undangan serta pendapat para

sarjana dan bahan-bahan sekunder yang berhubungan dengan penelitian

ini.

b. Penelitian Lapangan (field research)

20
Hadjon, M. H, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya : Bina Ilmu, 1987), hlm 8.
Yaitu dengan suatu kegiatan penelitian secara langsung kelapangan,

guna mendapatkan mengumpulkan data serta mengamati data yang

menjadi permasalahan dengan penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik komunikasi langsung yaitu, kontak langsung dengan sumber data

melalui wawancara (interview) dengan para Pelaku Usaha, Konsumen,

dan BPOM Kota Pontianak

2. Teknik komunikasi tidak langsung, yaitu mengadakan kontak tidak

langsung dengan sumber yaitu Pelaku Usaha Dan Konsumen Rokok

Elektrik dikota Pontianak dengan menggunakan angket (kuesioner)

G. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah seluruh objek yang akan diteliti sebagai sumber data,

sebagaimana yang dikemukakan Roni Hanitijo Soemotro. Populasi atau

universe adalah “Seluruh objek adatau seluruh individu atau seluruh

gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti”. 21 Adapun

yang menjadi populasi sebagai berikut :

- BPOM Kota Pontianak

- Konsumen Rokok Elektrik dikota Pontianak

- Penjual Rokok (Pelaku Usaha) Elektrik dikota Pontianak

b. Sampel
21
Roni Hanitijo Soemitro, Metologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999, hlm. 144.
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipandang dapat mewakili

populasi yang ada. Pemilihan sampel diperlukan suatu teknik sampel. Hal

ini bertujuan untuk menentukan bagian-bagian yang akan diteliti atau yang

mewakili populasi. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam

penlitian ini adalah purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel

dengan mengambil responden atau subjek tertentu yang akan diteliti. 22

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebagai berikut :

- 2 orang dari BPOM Kota Pontianak

- 5 orang penjual Rokok Elektrik

- 20 orang dari konsumen Rokok Elektrik

22
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994), hlm 36.

Anda mungkin juga menyukai