Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Anemia dalam kehamilan

a. Pengertian anemia

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit)

dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga kapasitas daya angkut

oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi

berkurang. Tarwoto (2013).

Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah yang

lebih rendah daripada normal untuk kelompok orang menurut umur dan jenis

kelamin. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi,

dan merupakan jenis anemia yang pengobatanya relatif mudah, bahkan murah,

anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan

nilai kesejahteraan ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar

terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia kehamilan disebut “potential

danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena

itulah anemiam emerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait

dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan (Manuaba, 2010).

Untuk memastikan seseorang menderita anemia dan/atau kekurangan

gizi besi perlu pemeriksaan darah di laboratorium. Anemia didiagnosis dengan

pemeriksaan kadar Hb dalam darah.

Anemia dalam kehamilan dapat menyebabkan berbagai dampak buruk,

diantaranya :
1) Menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita anemia mudah terkena

penyakit infeksi.

2) Menurunya kebugaran dan ketangkasan berpikir karena kurangnya

oksigen ke sel otot dan sel otak.

3) Menurunya produktivitas kerja/kinerja.

4) Meningkatkan risiko Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), Persalinan

kurang bulan (Premature), BBLR, dan gangguan tumbuh kembang anak

diantaranya Stunting. Dan gangguan neurokognitif.

5) Perdarahan sebelum dan saat melahirkan yang dapat mengancam

keselamatan ibu dan bayinya.

6) Bayi lahir dengan cadangan zat besi (Fe) yang rendah akan berlanjut

menderita anemia pada bayi dan usia dini.

7) Meningkatnya risiko kesakitan dan kematian neonatal dan bayi.

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

b. Diagnosis Anemia dalam Kehamilan

Penegakkan diagnosis anemia dilakukan dengan pemeriksaan

Laboratorium kadar hemoglobin/Hb dalam darah dengan menggunakan

metode Cyanmethemoglobin, WHO (2001). Hal ini sesuai dengan Permenkes

Nomor 37 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat

Kesehatan Masyarakat. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dapat juga dilakukan

dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering

pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual-muntah lebih hebat pada

hamil muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb juga dapat dilakukan dengan

menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan dapat digolongkan sebagai berikut

: Hb 11 gr % tidak anemia, sedangkan HB < 11 gr % tergolong anemia dengan

tingkatan 9-10 gr % anemia ringan, 7-8 g % anemia sedang, < 7 g % Anemia

berat.

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu

pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa setiap ibu

hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90

tablet pada ibu-ibu hamil di puskesmas, (Manuaba 2010).

c. Gejala Anemia

Gejala anemia yang sering ditemui pada penderita anemia adalah % L

(Lesu, Letih, Lemah, Lelah, Lalai), disertai sakit kepala dan pusing (“kepala

muter”) mata berkunang-kunang, mudah mengantuk, cepat capai serta sulit

konsenterasi. Secara klinispenderita anemia ditandai dengan “pucat” pada

muka, kelopak mata, bibir, kulit, kuku dan telapak tangan. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia (2018).

d. Klasifikasi Anemia.

Menurut Tarwoto (2013) anemia diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

1) Anemia karena Penurunan Produksi Sel Eritrosit.

a). Anemia Defesiensi Zat besi.

Merupakan jenis anemia terbanyak didunia, terutama pada negara

miskin dan berkembang. Anemia defesiensi besi merupakan gejala kronis

dengan keadaan hiprokromik (konsentrasi hemoglobin kurang), mikrositik

yang disebabkan oleh suplai besi berkurang dalam tubuh. Kurangnya besi

berpengaruh dalam pembentukan hemoglobin sehingga konsentrasinya


dalam sel darah merah berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak

adekuatnya pengangkutan oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

Tanda yang khas pada anemia defesiensi besi adalah adanya kuku

sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan

menjadi cekung mirip sendok, permukaan lidah menjadi licin dan

mengkilap karena papil lidah menghilang, peradangan pada sudut mulut

sehingga nampak seperti bercak berwarna pucat keputihan, nyeri saat

menelan karena kerusakan epitel hipofaring, adanya peradangan pada

mukosa mulut (stomatitis), peradangan pada lidah (glositis), dan

peradangan pada bibir (cheilitis).

Penatalaksanaan anemia defesiensi besi adalah pemberian diet tinggi

zat besi, atasi penyebab seperti cacingan, perdarahan, pemberian preparat

zat besi seperti sulfas ferosus (dosis : 3 x 200 mg), ferro glukonat 3 x 200

mg/hari atau diberikan secara parenteral jika alergi dengan obat peroral

250 mg Fe (dosis : 3 mg/kg BB), iron dextran mengandung Fe 50 mg/ml

dengan IM, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai

perhitungan, pemberian vitamin c ( dosis: 3 x 100 mg/hr), transfusi darah

jika diperlukan.

b). Anemia Megaloblastik

Anemia yang disebabkan karena kerusakan sintesis DNA yang

mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena

defisiensi Vit B12 (cobalamin) dan asam folat. Karakteristik sel SDM-nya

adalah megaloblas (besar, abnormal, prematur SDM) dalam darah dan

sumsum tulang. Sel megaloblas ini fungsinya tidak normal, dihancurkan

semasa dalam sum-sum tulang sehingga terjadinya eritropoesis tidak


efektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek, keadaan ini mengakibatkan :

Leukopenia, trombositopenia, pansitonenia, gangguan pada oral,

gastrointestinal dan neurologi.

Tanda dan gejalanya : anemia yang kadang disertai ikterik, adanya

glositis, gangguan neuropati seperti mati rasa, rasa terbakar pada jari.

Penatalaksanaanya : diet nutrisi dengan tinggi vitamin B12, dan asam

folat, pemberian hydroxycobalamin IM 200 mg/hari atau 1000 mg

diberikan setiap minggu selama 7 minggu, berikan asam folat 5 mg/hari

selama 4 bulan.

c). Anemia Defesiensi Vitamin B12.

Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya intrinsik faktor

(IF) yang diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan

absorpsi vitamin B12.

Penatalaksanaan : pemberian vit B12 oral, apabila IF kurang diberikan

IM, 100 g tiap bulan, pemberian diet zat besi (daging, hati, kacang hijau,

telor, produk susu) asam folat.

d). Anemia Defesiensi Asam Folat.

Kebutuhan folat sangat kecil, biasanya terjadi pada orang yang kurang

makan sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkoholik

dapat meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan.

Defesiensi asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom mal-absorpsi.

Penatalaksanaan : berikan asam folat 0,1-5 mg setiap hari, jika mal-

absorpsi diberikan IM, berikan vitamin C untuk membantu penyerapan

dan eritropoitis, berikan diet tinggi asam folat (asparagus, brokoli, nanas,
melon, sayuran hijau, ikan, hati, daging, stroberi,susu, telor, hati, kentang,

roti).

e). Anemia Aplastik.

Terjadi akibat ketidaksanggupan sumsum tulang membentuk sel-sel

darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan primer sistem sel

mengakibatkan anemia, leukopenia dan thrombositopenia (pansitopenia).

Zat yang dapat merusak sumsum tulang disebut mielotoksin.

Penatalaksanaan : monitor adanya perdarahan dan pansitopenia

(menurunya sel darah merah, leukosit dan trombosit), tranfusi darah,

pengobatan infeksi jamur/bakteri, tranplantasi sumsum tulang (pasien

dibawah 60 th), immunosupresive terapi : kombinasi cyclosporine,

antithymocyte globulin (ATG), Antilymphocyte globulin (ALG), diet

yang bebas bakteri, Pendidikan kesehatan untuk mencegah infeksi.

2) Anemia karena Meningkatnya Kerusakan Eritrosit.

a). Anemia Hemolitik.

Anemia Hemolitik terjadi dimana terjadi peningkatan hemolisis dari

eritrosit, sehingga usianya lebih pendek.Penatalaksanaan : pencegahan

faktor resiko, transfusi darah, cairan adekuat, pemberian asam folat,

pemberian eritropoitin, kortikosteraid, pendidikan kesehatan.

b). Anemia sel sabit.

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat ditandai SDM kecil

sabit dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb.

Penatalaksanaan : Belum ada obat yang efektif (cetiedil citrat berfungsi

menjaga membran SDM), penanganan nyeri, penanganan infeksi dan


pencegahan, Transfusi darah, mengurangi kekentalan darah, transplantasi

sumsum tulang. Pada ibu hamil anemia yang sering terjadi akibat

defesiensi besi (80%), defesiensi asam folat dan anemia sel sabit.

e. Patofisiologi Anemia dalam kehamilan

Zat besi masuk dalam tubuh melalui makanan, pada jaringan tubuh besi

berupa : senyawa fungsional seperti hemoglobin, mioglobin dan enzim-enzim,

senyawa besi transportasi yaitu dalam bentuk transferin dan senyawa besi

cadangan seperti ferritin dan hemosiderin. Besi ferri dari makanan akan

menjadi ferro jika dalam keadaan asam dan bersifat mereduksi sehingga

mudah diabsorbsi oleh mukosa usus. Dalam tubuh besi tidak terdapat bebas

tetapi berkaitan dengan molekul protein membentuk ferritin, komponen

proteinnya disebut apoferritin, sedangkan dalam bentuk transport zat besi

dalam bentuk ferro berkaitan dengan protein membentuk transferin,

komponen proteinya disebut apotranferin dalam plasma darah disebut

serotransferin.

Zat besi yang berasal dari makanan seperti daging, telor, sayuran hijau,

dan buah-buahan diabsorbsi di usus halus. Rata-rata dari makanan yang

mengandung 10-15% yang dapat di absorpsi. Penyerapan zat besi ini

dipengaruhi oleh faktor adanya protein hewani dan vitamin c. Sedangkan yang

menghambat serapan adalah kopi, teh, garam kalsium dan magnesium, karena

bersifat mengikat zat besi. Menurunya asupan zat besi yang merupakan unsur

utama pembentukan hemoglobin maka kadar/produksi hemoglobin juga akan

menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian Notesya tentang Analisis Faktor

Penyebab Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Kairatu Seram Barat bahwa
sering mengkonsumsi kopi/teh selama kehamilan memiliki resiko mengalami

anemia (p=0,004).

Defisiensi Vit B12, dan asam folat diyakini akan menghambat sintesis

DNA untuk reflikasi sel termasuk SDM sehingga bentuk, jumlah, dan

fungsinya tidak sempurna. Intrinksik faktor (IF) berasal dari sel-sel lambung

yang dipengaruhi oleh pencernaan protein (glukoprotein), IF akan mengalir ke

iliium untuk membantu mengabsorpsi vitamin B12. B12 juga berperan dalam

pembentukan myelin pada sel saraf sehingga terjadinya defisiensi akan

menimbulkan gangguan neurologi. Tarwoto, (2013).

Kehamilan, membutuhkan besi dalam jumlah yang lebih besar untuk

memasok ekspansi massa sel darah merah ibu, kebutuhan plasenta, dan

eritroposis janin. Kebutuhan selama trimester pertama pada hakekatnya sesuai

dengan kebutuhan harian rata-rata normal Fraser, (2009).

Kebutuhan selama trimester kedua, meningkat sampai kurang lebih 4

mg/hari, sedangkan selama trimester ketiga kebutuhan akan besi semakin

besar dan dapat mencapai 6 mg/hari. Pada sebagian wanita, jumlah ini tidak

terdapat didalam tubuhnya, oleh karena itu, volume sel darah merah dan kadar

hemoglobin menurun,disertai dengan peningkatan volume plasma.

Hemoglobin yaitu protein pembawa oksigen pada sel darah merah, yang

mengandung kurang lebih 70 % zat besi Fraser, (2009).

Selama kehamilan, volume plasma maternal meningkat secara bertahap

sebanyak 50%, atau meningkat sekitar 1200 ml pada saat cukup bulan.

Hemodelusi ini menyebabkan penurunan konsentrasi Hb yang mencapai titik

terendah pada trimester kedua dan meningkat pada trimester ke tiga. Keadaan
ini bukanlah perubahan patofisiologis, tetapi merupakan perubahan fisiologis

kehamilan yang diperlukan untuk pertumbuhan janin Fraser, (2009).

Selama kehamilan volume darah semakin meningkat dan jumlah serum

darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi pengenceran

darah (hemodelusi), dengan puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu.

Serum darah (volume darah) bertambah sebesar 25-30 % sedangkan sel darah

bertambah sekitar 20 %.bertambahnya hemodelusi darah mulai tampak sekitar

usia kehamilan 16 minggu Manuaba, (2010).

f. Pengobatan Anemia

Untuk menghindari anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan

sebelum hamil sehingga dapat diketahui data-data dasar kesehatan umum

calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan

laboratorium, termasuk pemeriksaan feses sehingga diketahui adanya infeksi

parasit.

Adapun standar pengelolaan anemia dalam kehamilan adalah sebagai

berikut :

1) Memeriksakan kadar Hb semua ibu hamil pada kunjungan pertama, dan

pada minggu ke-28. Hb di bawah 11 gr % pada kehamilan termasuk

anemia; dibawah 8 mg % adalah anemia berat. Bila alat pemeriksaan tidak

tersedia, periksa kelopak mata dan perkiraan ada/tidaknya anemia.

2) Beri tablet zat besi pada semua ibu hamil sedikitnya 1 tablet selama 90

hari berturut-turut. Bila Hb kurang dari 11 gr% teruskan pemberian tablet

zat besi.

3) Beri penyuluhan gizi pada setiap kunjungan antenatal, tentang perlunya

minum tablet zat besi, makanan yang mengandung zat besi dan kaya
vitamin c, serta menghindari minum teh/kopi dalam 1 jam

sebelum/sesudah makan (teh/kopi mengganggu penyerapan zat besi).

4) jika ditemukan atau diduga anemia (bagian dalam kelopak mata pucat),

berikan 2-3 kali 1 tablet zat besi per hari.

5) Rujuk ibu hamil dengan anemia untuk pemeriksaan terhadap penyakit

cacing/parasit atau penyakit lainya, dan sekaligus untuk pengobatanya.

6) Jika diduga ada anemia berat (misalnya : wajah pucat, cepat lelah, kuku

pucat kebiruan, kelopak mata sangat pucat), segera rujuk ibu hamil untuk

pemeriksaan dan peawatan selanjutnya. Ibu hamil dengan anemia pada

trimester ketiga perlu diberi zat besi dan asam folat secara IM.

7) Rujuk ibu hamil dengan anemia berat dan rencanakan untuk bersalin di

rumah sakit.

8) Sarankan ibu hamil dengan anemia untuk tetap minum tablet zat besi

sampai 4-6 bulan setelah bersalin. Nina Hartini (2013)

2. Faktor yang berhubungan dengan Anemia dalam Kehamilan

Faktor penyebab anemia dalam kehamilan adalah :

1) Genetik (hemoglobinopati, thalasemia, abnormal enzim glikolitik, fanconi

anemia),

2) Nutrisi (defesiensi besi, asam folat, B12, alkoholis, malnutrisi),

3) Perdarahan, Immunologi, Infeksi ( hepatitis, cytomegalovirus, parvovirus,

clostridia, sepsis gram negatif, malaria, toksoplasmosis),

4) Obat-obatan dan zat kimia ( agen chemoterapi, anticonvulsan, antimetabolis,

kontrasepsi, zat kimia toksik). Tarwoto (2013).


Faktor yang ikut berperan dalam terjadinya anemia antara lain : kekurangan

zat besi, malnutrisi, kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, ibu

hamil dengan pendidikan rendah, dan tingkat sosial ekonomi rendah. Manuaba,

(2010), ibu hamil yang berusia < 20 tahun atau >35 tahun, paritas tinggi,

pendidikan kurang, pengetahuan kurang. Arisman, (2010). Hal ini sejalan dengan

penelitian Sumiyarsi yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi hemoglobin

ibu hamil trimester III (2018) meliputi : Pengetahuan, Pendidikan, dan sosial

budaya. Tingkatan pengetahuan ibu mempengaruhi perilakunya, semakin tinggi

pengetahuanya, semakin tinggi kesadaran untuk mencegah terjadinya anemia.

3. Hubungan antara Pengetahuan dengan Anemia

a. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, (2012). Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan itu terjadi melalui panca indera manusia yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

penginderaan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behavior). pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia,

atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

(mata, hidung, telinga dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai insentitas atau tingkat yang berbeda-beda. Notoatmodjo, (2012).

b. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai enam tingkat. HL.Bloom dalam Notoatmodjo, (2012)


1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Biasanya digunakan

kata kerja menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan, dan

sebagainya.

2) Memahami (comprehention)

Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Penerapan (aplication)

Merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Misalnya penggunaan

hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip-prinsip siklus pemecahan

masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sistesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat

menyusun, merencanakan, meringkas, dan sebagainya terhadap suatu teori

atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian tersebut

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri ataupun yang telah

ada. Misalnya, membandingkan antara orang yang menggunakan obat

secara rasional, tidak rasional, dan sebaginya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (Green dalam

Notoatmodjo, 2012) :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti proses

pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih baik dan

lebih matang pada diri individu, keluarga, dan masyarakat.

2) Persepsi

Persepsi yaitu mengenal dan memilih objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil.

3) Motivasi

Merupakan suatu dorongan, keinginan, dan tenaga penggerak yang

berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan


mengesampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat. Agar

motivasi muncul diperlukan rangsangan dari dalam dan dari luar individu.

4) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan) juga

merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia.

Tingkat pengetahuan ibu hamil juga akan mempengaruhi perilaku gizi

yang berdampak pada pola kebiasaan makan yang pada akhirnya dapat

menghindari terjadinya anemia.

d. Pengukuran dan Hasil Ukur pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur. Guna mengukur

suatu pengetahuan dapat digunakan suatu pertanyaan. Adapun pertanyaan

yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif misalnya jenis

pertanyaan essay dan pertanyaan objektif misalnya pertanyaan pilihan ganda

(multiple choice), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan Arikunto, (2014).

Menurut Skinner dalam buku Budiman dan Agus (2013), bila seseorang

menjawab mengenai materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka

dikatakan seseorang tersebut mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan

jawaban tersebut dinamakan pengetahuan. Budiman dan Agus (2013) dalam

membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan menjadi dua

kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut :

a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 50 % diberi nilai 1

b. Tingkat pengetahuan kategori kurang baik jika nilainya ≤ 50% diberi nilai

0.
Pengetahuan merupakan dominan perilaku yang sangat penting dalam

membentuk prilaku seseorang. Menurut teori Green dalam Notoatmodjo

berpendapat bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi

terjadinya perubahan perilaku seseorang. Pengetahuan mempunyai hubungan

yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi pengetahuan

semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan

berkesinambungan, jika tingkat pengetahuan ibu baik maka diharapkan derajat

kesehatanya juga baik. Orang dengan pengetahuan yang baik tentang suatu hal

cenderung akan melakukan hal yang sesuai dengan pengetahuanya tersebut.

Demikian pula ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi dan

anemia baik itu manfaat gizi dan dampak anemia, maka ia cenderung

berprilaku untuk dapat memperbaiki derajat kesehatanya agar terhindar dari

anemia. Notoatmodjo, (2012).

4. Hubungan pendidikan dengan kejadian anemia ibu hamil

Pendidikan adalah proses belajar yang meliputi proses pertumbuhan,

perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih

matang pada individu, kelompok atau masyarakat, dimana dalam proses

perubahan diatas bersifat terencana atau disadari tidak berdasarkan kebetulan

belaka. Tarwoto (2013).

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya atau

pengajaran dan latihan proses. Adapun pendidikan yang dimaksut adalah

pendidikan formal. Pendidikan formal adalah segenap bentuk pendidikan atau


pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan berjenjang. Dinas Pendidikan

Nasional, (2015)

Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, menengah dan

pendidikan tinggi.

Menurut Undang-undang RI N0.20 Tahun 2003 jenjang pendidikan dibagi

menjadi :

1) Pendidikan dasar

Warga yang berumur 6 atau 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar

yang setara dengan SMP

2) Pendidikan menengah

Pendidikan menengah yang lamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar

diselenggarakan di SMA

3) Pendidikan Tinggi

Merupakan lanjutan dari pendidikan menengah yang diselenggarakan di

perguruan tinggi.

Pendidikan menunjukan hubungan yang positif dengan kejadian anemia ibu

hamil artinya semakin tinggi pendidikan cenderung semakin paham tentang

anemia. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat memperluas pengetahuan

mengenai kejadian anemia, meningkatkan kecermatan dalam pencegahan anemia,

juga mampu untuk mengetahui akibat dari kejadian anemia.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap kejadian anemia, ini disebabkan

seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandanganya dan lebih

mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru. Hal ini sejalan dengan

penelitian Desi Ari, bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian
anemia ibu primigravida di wilayah kerja Puskesmas Pringsewu Lampung tahun

2015. (p value = 0,03).

B. Penelitian terkait

1. Penelitian Nina Hartini (2017) Hubungan pengetahuan ibu dan konsumsi tablet fe

dengan kejadian anemia pada ibu hamil di puskesmas Purwosari Metro Utara

Kota Metro (p value : 0,003 ), Artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu

tentang anemia dengan kejadian anemia.

2. Penelitian Budi Iswanto, Burhannudin Ichsan, dan Sahilah Ermawati (2012)

tentang Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Anemia Defisiensi Besi

dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas Karang Dowo,

Klaten dengan hasil ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang anemia

dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet fe pada ibu hamil (p value : 0,001).

3. Penelitian Santi Sukaisi (2017) tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Wirobrajan (p value : 0,009)

artinya terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi ANC, usia, paritas,

status gizi, tingkat pengetahuan dan kepatuhan mengkonsumsi fe dengan kejadian

anemia pada ibu hamil di Puskesmas Wirobrajan.

C. Kerangka Teori

Kerangka teori pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.

Notoatmodjo, (2010). Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukaan mengenai

faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhi perubahan perilaku, maka kerangka

teori dapat digambarkan sebagai berikut :


Gambar 2.1
Kerangka Teori Penelitian

Faktor yang mempengaruhi :


 Tingkat ekonomi
 Pengetahuan
 Pendidikan
Anemia pada kehamilan
 Jarak kehamilan
 Umur
 Paritas
 Tablet fe

Sumber : Manuaba (2014), Arisman (2010)

D. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antar

konsep-konsep atau variabel yang diambil (diukur) melalui penelitian-penelitian yang

dilakukan. Notoatmodjo, (2010) kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen variabel dependen

1. Pengetahuan Ibu
Anemia dalam kehamilan
2. Pendidikan

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010). Hipotesis

dalam penelitian adalah :


Ha :

1. Ada hubungan pengetahuan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di UPT

Puskesmas RI Penengahan tahun 2020.

2. Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

UPT Puskesmas RI Penengahan tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai