“Krompyaaaang...”,Suara keras benda jatuh memaksa Izza
menghentikan kegiatannya mewarnai gambar yang dipegangnya. “Aduh, Mas Zaka tadi ga baca bismillah dulu, ya”, seru Izza saat melihatku membereskan pecahan gelas dilantai. Aku hanya menyeringai mendengar keluhan Izza. Izzamendekat membantuku membersihkan sisa-sisa pecahan gelas. “Kak..., baca bismillah itu dapat melindungi kita, lho.” kata Izza lirih disampingku.Akusegera pergi. Malas mendengar celotehIzza yang itu-itu saja. AkudanIzza adalah kakak beradik dalam keluarga yang sederhana. ZakaAuliaUdhmaadalahnamalengkapku. AkubiasadipanggilZaka. SedangadikkubernamaIzzaAuliaUdhma. Selisih usia yang tidak begitu jauh membuat kami seperti kawan saja. Aku berusia 10 tahun sedangkanIzza 8 tahun. Kedua orang tua kami sangat memperhatikan pendidikan agama anak- anaknya. Karena didikan orang tuaitulah, kami tumbuh menjadi anak yang selalumenjalankanperintah agama. Namun, kadang ada saja yang membuat kami ribut. Seperti juga pagi ini. Hari ini, karena terburu-buru aku memecahkan gelas susu yang barusajakuminum.Gelas yang sudahtidakadaisinyainisebenarnyamaukutaruh di mejatempatmakan, tapikarenaterburu- buruakutidakmenempatkangelasitupadaposisi yang benar. Ada pelajaran tambahan di sekolah yang membuatku harus segera sampai di sekolah. Dan seperti biasa,ketika ada kejadian- kejadian yang tidak mengenakkan, Izza akan selalu bilang ”pasti belum membaca Bismillah”. Izza pernah bercerita,kalau guru ngajinya selalu mengingatkan agar membaca bismillah dahulu sebelum melakukan sesuatu agar selalu dilindungi Allah melalui malaikat- malaikat-Nya. Ah…Izza memang selalu begitu. Semua yang dikatakan gurunya pasti akan selalu dia ulang-ulang. Belum sampai 5 menit aku sampai di sekolah, “Teeeet...teeet...teeet….” bel tanda masuk sudah berbunyi. Anak- anak berbaris rapi di depan kelas. Aku maju ke depan dan memimpin doa sebelum masuk kelas. Semua siswa masuk satu persatu dengan tenang. Setelahsemuateman- temankumasukkelas, segeraakumenujuketempatdudukku. ’’Upss.. hari yang menyebalkan” gerutuku. Danish yang duduk disampingku menoleh dan bertanya “kenapa Ka?”. “Tadi belum sempat sarapan, diceramahi Izza pula” kataku sambil tetap menggerutu. “Hahahaha... kamu itu ada-ada saja,masak dinasehati sama adik sendiri harus manyun begitu,” Danish geli melihatku menggerutu. Belum sampai tawa Danish selesai, bu Tavini masuk kelas dengan senyum ramahnya. Bu Tavianiadalah guru Pendidikan Agama di sekolahku. Beliau guru yang ramahdansangatdekatdenganmurid-muridnya. Seperti biasa, sebelum pelajaran dimulai beliau memberi salam dan mengajak kami untuk tepuk,nyanyi atau apalah untuk menggembirakan kami. “Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang kisah keteladanan nabi Harun as”. Ambilbuku kalian dancermatigambardihalaman 10,” suara merdu buTaviani menghipnotis semua siswa. Kamisegerasajamembukabukudanmencermatigambar di halaman yang ditunjukkanbuTaviani. Terlihatdisanagambaranak yang sedangmeleraiduatemannya yang sedangberkelahi. Bu Tavianibertanya“ nah, gambarapakahitu?” serempakanak- anakmenjawab “anak yang meleraiperkelahianbu”. “Betul,kalian memanghebat” kata bu guru. Bu Tavianiselalu memberipujia ketikamengajar. “Nah, anak-anak sekarangkitaakanbersama-samamenonton film dikelas” kata buTavianisambilmenyalakan laptop kecilbergambarkuda yang selalumenemanibuTavianikemanapunbeliaubekerja. “Horeeeeeee…!!!”,anak-anakberteriakkegirangan. “Oke,jika kalian sudahsiap, ibuakansegeramemutarfilmnya”. Bu Taviani menenangkansiswanya yang mulaigaduh.Anak- anaksegeradudukmanis dan seriusmelihatlayar LCD. Bu Tavianimemutar film yang menceritakanseekorkura-kura yang sangat sayang kepadasaudaranya. Diaselaluberusahamelindungi dan mengalah dari saudaranya. Bahkan ketika saudaranya memecahkan barang kesayangan ibu mereka, dia rela mengaku jika dia yang memecahkan agar saudaranya tidak mendapat hukuman dari ibunya. Selesai film diputar, anak-anakmulaigaduh. Bu Tavianisegeramengalihkanperhatian kami denganmemberipertanyaan. “Nah,anak-anakpelajaranapa yang bisa kalian ambildariceritakura-kuratadi?” buTavianimemberipertanyaanuntukmengetahuisampaidimanake mampuan kami. “Kura-kura baik hati bu?” seruRidho “Kita harussayangkepadasaudarakitabu” Syahidamenyahut. “Tapi bu, kenapa kura-kura harus bohong kepada ibunya? Tanya Faris. “biar saudaranya ga dimarahi ibunya kan bu?” Rahma menyela sebelum bu Taviani menjawab. Bu Taviani mengangguk sambil tersenyum. “Wah, pandaibenarmurid-muridibu. Benaranak-anak, kisahkura- kuramemberipelajarankepadakitabagaimanaseharusnyaberkasih sayangkepadasaudara. SepertijuganabiHarun as, beliausangatsayangkepadasaudaranyayaitunabi Musa as. Beliauselalumendampinginabi Musa as berdakwahdanmenghadapi raja Fir’aun.“buTavianimenjelaskan. “Pernahsuatuketika,nabi Musa akanmelakukanperjalananjauhdanmeninggalkankaumnya. BeliauberpesankepadanabiHarun agar menjagaaqidahkaumnya. Namun, datangcobaandari Allah. Kaumnyamulaiingkarsetelahkepergiannabi Musa. Saatnabi Musa kembali,alangkahterkejutnyamendapatikaumnyasudahsangatingk arkepada Allah. MerekabahkanmenyembahpatungSamiri” buTavianimelanjutkanceritanya. Sambilberdiri di tengah- tengahkelasbuTavianimelanjutkankisahnya. “Melihathalitu,sontaktimbulamarah di hatiNabi Musa. Nabi Musa memarahinabiHarun. Mendapatperlakuan yang tidakmengenakkantersebut, nabiHaruntidakmarah. Beliauhanyaberkatabahwadiasudahberusaha,namun Allah berkehendak lain.NabiHaruntetapmenyayangidanmenghormatinabi Musa”. “Nah anak-anak, kitaharusselalumeneladaninabiHarun. NabiHarunadalahsalahsatunabi yang terkenalpandaiberdiplomasi, bertutur kata lembutdanselalumenyejukkansiapasaja yang mendengarnya. Beliauselalumenyayangikeluarga,menghormati yang lebihtuadanmenyayangi yang muda”. Bu Tavianimenutuppenjelasannya. Anak-anak serius mengikuti pelajaran, hingga tak terasa waktu istirahat telah tiba. Ya, kami sangat senang dengan pelajaran agama. Bu Taviani selalu menyenangkan jika menyampaikan pelajaran. Sampai tak terasa pelajaran sudah selesai. Akutermenungsetelahmendapatpelajaran agama hariini. Akumengingat-ingatterkadangakumembenci Izza, adikku. Akukadangcemburu, merasasemua orang lebihmenyayangiIzza. Izza yang luculah,Izza yang Imutlah,Izza yang solehlah. PokonyasemuahalhebathanyauntukIzza. Ahhhh…, Izzamemangkesayangansemua orang di keluargaku. Takterasa, jam pelajaranterakhirusai. Hari yang melelahkan. Akuinginsegerapulangdansampai di rumah. Sudahterbayangmasakan mama yang pastisangatnikmat. Mamakujuarakalauurusanmasak. Segerakuambilsepeda yang terpakirrapibersamasepedateman-temanku. Kukayuhdengancepat agar segerasampairumah. Ah, panasbenarhariini. Sampaidipersimpangan, akumelambatkanlajusepedaku. Taksengajapandanganmatakutertujupadaseoranganakberpakaia nlusuh yang sedangmemungutbotolbekasminum. Akuberhenti, teringatbotolbekas air mineral yang ada di dalamtasku. “Nih, akuadabotol”, katakuserayamengulurkanbotolitukepadanya. Anakitumemandangku, darisorotmatanyaterlihatkesedihan. “Terimakasih” ucapnya. Akumengangguk. Saatakanberlalu, anaktadimemanggilku. “Mas, maukahkamumembantuku?” “Apa?”,tanyaku “Maukahkamuikutbersamaku, sebentarsaja?” “Saya Amir, tinggaldekatsini” “Sayainginkamukerumahku”, diasedikitmemohon. Setelahberpikirsejenak, akumemutuskanuntukikutdengannya. Sambilberjalanberiringan, kami menujurumahAmir. Sampai di sebuah gubuk, kami segera masuk. Terlihat di dipan yang sudah usang, seorang anak kecil terbaring sakit. “Assalamu’alaikum ” kata Amir “Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh” jawab gadis itu lirih. Amir memperkenalkan aku dengan gadis kecil itu. Aminah namanya. “Dik, ini teman kakak namanya mas Zaka” Amir memperkenalkan aku kepada adiknya. Tanganku segera terulur. “Zaka” kataku “Aminah” balasnya “sebentar ya mas, saya ke dalam dulu” kata Amir Aku mengangguk Tak berapa lama Amir keluar dengan segelas air putih “Di minum mas, maaf adanya hanya air putih” “Terima kasih” kuterima gelas itu dari tangan Amir “ Ehm..dari tadi aku kok ga lihat ayah atau ibumu” tanyaku Tiba-tiba raut wajah Aminah berubah. Ada gurat kesedihan mendalam di sana. “Tiga bulan yang lalu, ayah meninggalkan kami. Allah lebih menyayangi ayah. Semoga ayah tenang di syurganya. Sedang ibu, semenjak ayah tiada harus banting tulang sampai malam demi kami” kata Amir dengan lirih. “oh,,maaf ya..aku ga bermaksud membuatmu bersedih” kataku tulus. “Ga apa mas, kami sudah ikhlas kok” kata Aminah “Yuk, kakak gendong ke depan. Ada yang ingin kakak perlihatkan “. kata Amir kepada adiknya. “Aku bisa jalan sendiri kok kak” Aminah menolak. “ Tidak, kamu masih lemas. Harus banyak istirahat” Amir mendekatkan punggungnya ke Aisyah. Sigap Amir melangkah menggendong adiknya di punggung. Aku mengikuti keduanya keluar dari gubuk. Sampai di depan, Amir menurunkan Aminah. “Lihat sepeda ini dik, bagus kan?” “Nanti jika tabungan kakak sudah cukup, kamu akan kakak belikan sepeda seperti ini, jadi segera sembuh ya” kata Amir sambil mengelus rambut adiknya. Mata Aminah berbinar senang saat mendengar kakaknya berjanji hendak membelikannya sepeda seperti punya mas Zaka. “Mas Zaka, boleh ga aku memboncengkan adikku sebentar dengan sepedamu?” pinta Amir “Iya,boleh” kataku Air mataku tak terasa mengalir menyaksikan betapa Amir sangat tulus menyayangi adiknya. Sangat berbeda denganku yang selalu iri dengan adikku. Aku berjanji mulai hari ini aku akan selalu menyayangi dan melindungi adikku. “Makasih ya Mas” kata Aminah membuyarkan lamunanku. “Eh..iya, kamu senang?” tanyaku “he’em… “ Aminah mengangguk gembira. “Iya, kapan-kapan Mas Zaka main kesini lagi dan kamu bisa main sepeda ini sepuasnya” “Sekarang kamu istirahat dulu biar segera sembuh” kataku Amir yang sedari tadi diam, mengajak Aminah ke dalam. “Sampaikan salam untuk Mas Zaka” perintahnya kepada Aminah. Aminah tersenyum manis kepadaku. Tak berapa lama, Amir keluar dan aku segera pamit. Aku ingin segera sampai rumah dan memeluk adikku sambil berkata “ Maafkan aku, Izza”.