Anda di halaman 1dari 226

MENGAPA HARUS PTK

Berbicara tentang mutu pendidikan di Indonesia seolah tiada habisnya.


Ganti menteri ganti kurikulum dan kebijakan sudah menjadi kewajaran. Tentu,
gurulah yang pertama terkena dampak dari berubah-ubahnya kebijakan. Jika
boleh berhusnuzon, membuat kebijakan baru adalah salah satu upaya pemerintah
untuk mencari formula yang tepat bagi peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Salah satu perubahan kebijakan pemerintah adalah proses kenaikan
pangkat guru. Berdasarkan Permeneg PAN & RB No.16 Tahun 2009 tentang
jabatan fungsional guru dan angka kreditnya ditentukan bahwa seorang guru
yang akan melakukan kenaikan pangkat harus menyertakan tulisan publikasi
ilmiah. Kewajiaban membuat publikasi ilmiah dilakukan bagi guru yang
mengusulkan kenaikan pangkat III b ke atas. Publikasi ilmiah dapat berupa
presentasi diforum ilmiah, membuat laporan hasil penelitian, laporan tinjauan
ilmiah, tulisan ilmiah populer, artikel ilmiah, buku pelajaran, modul/ diktat
pembelajaran, buku dalam bidang pendidikan, karya terjemahan dan atau
membuat buku pedoman guru. Kebutuhan Publikasi ilmiah berbeda tiap
pangkatnya, sebagai contoh untuk golongan 3b ke 3c guru harus memiliki nilai
Publikasi Ilmiah sebanyak 4 yang bisa dilakukan dengan membuat 1 laporan
Penelitian Tindakan Kelas.
Publikasi ilmiah yang banyak diajukan oleh guru untuk kenaikan
pangkat adalah laporan Peneliatian Tindakan Kelas (PTK). Dipilihnya PTK oleh
guru dimungkinkan karena penyusunan PTK merupakan hal keseharian yang
dilakukan oleh guru. Melalui PTK guru diharapkan mampu mengevaluasi,
menganalisis kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran yang
dilakukannya. Hal ini berdampak pada ketepatan guru dalam memilih metode
yang tepat dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Diharapkan melalui penelitian ini, guru dapat melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan model dan metode KBM yang bervariatif.
PTK pada dasarnya merupakan kegiatan nyata yang dilakukan guru
dalam rangka memperbaiki mutu pembelajaran di kelasnya. Secara ringkas, PTK
dimulai dari tahap perencanaan setelah ditemukannya masalah dalam
pembelajaran, dilanjukan dengan pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.
Sebenarnya laporan PTK adalah urutan atau langkah langkah yang harus di lalui
dalam pembelajaran. Langkah demi langkah ditulis sampai menunjukkan
keberhasilan pembelajaran yang dilakukan seorang guru. Tentu, tulisan ini harus
sesuai dengan sistematika penulisan laporan PTK.
Penelitian Tindakan Kelas sebenarnya memang sudah seharusnya
dilakukan guru. Guru yang melakukan kegiatan pembelajaran, maka sudah
selayaknya guru mampu mengevaluasi sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh
peneliti lain kadang kurang obyektif. Sebagaimana Subyantoro (2017: 3)
menyebut alasan mengapa PTK adalah kebutuhan guru. Alasan tersebut antara
lain :
1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru peka tanggap terhadap
dinamika pembelajaran di kelasnya.
2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional.
3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu
memperbaiki proses pembelajaran melalui kajian yang dalam
terhadap apa yang terjadi di kelasnya.
4. PTK tidak mengganggu tugas pokok guru karena tidak
meninggalkan kelasnya.
5. Guru menjadi kreatif karena selalu dituntut melakukan inovasi
sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori
6. PTK bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Penelitian Tindakan Kelas sangat dibutuhkan guru yang menginginkan
peningkatan kualitas pembelajaran yang dia lakukan. Banyak teori tentang tujuan
dilakukan PTK. Basrowi & Suwandi sebagaimana dikutip Ismail (2013: 10)
menyebut tujuan PTK yaitu:
1. Meningkatkan dan / memperbaiki praktik pembelajaran di sekolah
2. Meningkatkan relevansi pendidikan. Meningkatnya kualitas
pembelajaran jika relevan dengan karakteristik pribadi siswa,
tuntutan masyarakat dan perkembangan iptek
3. Meningkatkan mutu pendidikan
4. Meningkatkan efisiensi pengelolaan pendidikan
Guru yang menginginkan perbaikan pembelajaran dituntut untuk
meneliti siswanya. Guru harus mampu memahami persepsi dan reaksi siswa atas
pengalaman pembelajaran. Joe L Kinchelo (2014: 43) mengutip de Oliver anad
Montecinos menyebut bahwa pengajaran yang canggih tidak akan bisa berjalan
jika guru tidak tahu situasi pelajarnya. Maka penting bagi guru untuk
melaksanakan penelitian terhadap pembelajaran di kelasnya.
Sebagai salah satu tulisan publikasi ilmiah yang sering dilakukan guru
dalam kenaikan pangkat, pembuatan laporan PTK dirasa memberatkan. Banyak
guru yang akhirnya mengambil jalan pintas dengan “ndandakke” PTK. Bahasa
“ndandakke” yang arti mudahnya “dibuatkan” menjadi trend dikalangan guru
yang akan menilaikan publikasi ilmiah. Tentu bukan ini yang diharapkan
pemerintah. Syarat membuat publikasi ilmiah bagi guru sebenarnya lebih pada
bagaimana guru menulis pengalamannya memecahkan masalah di kelasnya
sendiri.
Keengganan guru ketika membuat PTK lebih pada kurang percaya diri.
Keluhan bahwa sistematika Laporan PTK yang berbeda pada masing-masing
penilai, rumitnya proses revisi yang dijalani, malu jika Laporan PTK tidak
ternilai adalah hal umum dikalangan guru. Memang, tim penilai juga
mempunyai andil dalam kemalasan guru membuat Laporan PTK. Penilai yang
punya otoritas kadang bersikap “sak klek, mekengkeng,kaku dalam melakukan
penilaian. Bahwa laporan PTK yang menurut mereka tidak sesuai sistematika
versi mereka secara otomatis tidak ternilai.
Sistematika penulisan Laporan PTK banyak model dan ragamnya.
Perbedaan tersebut sebenarnya bukanlah pokok masalah, tapi yang terpenting
bagaimana PTK tersebut menjadi laporan yang sesuai standar atau kaidah
penulisan PTK. Sebagai contoh, pada bab 1 ada yang menuliskan pembatasan
masalah, Analisis masalah, tapi ada versi yang tidak menggunakan keduanya.
Sebagai gambaran, kerangka sistematika laporan PTK adalah sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Perumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
B. Penelitian yang relevan ( bila ada)
C. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A Setting Penelitian
B Subjek Penelitian
C Sumber Data
D Teknik dan Alat Pengumpulan Data
E Validasi Data
F Analisis Data
G Indikator Kinerja
H Prosedur Penelitian

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A Deskrisi Kondisi Awal
B Deskripsi Siklus I
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Hasil Pengamatan
4. Refleksi
C Deskripsi Siklus 2 , seperti pada siklus 1, dst
D Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus
E Hasil Penelitian
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
B. Implikasi/ rekomendasi
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN LAMPIRAN
Sebenarnya guru berhak tahu mengapa laporan PTK mereka tidak
ternilai, sehingga bisa dibenahi. Menyusun laporan PTK tidak sesulit yang
dibayangkan. Ikuti alur laporan, tulis dan jadilah laporan PTK. Untuk memberi
gambaran tentang laporan PTK, maka penulis menyusun karya ini. Buku ini
adalah kumpulan laporan PTK dari beberapa mata pelajaran. Harapan penulis,
ulasan di dalamnya mampu memberi informasi kepada pembaca tentang laporan
PTK dan membantu memudahkan pembaca dalam menyusun laporan PTK. Pada
akhirnya, tidak ada lagi guru yang mengeluh bahwa membuat PTK itu sulit.
Laporan PTK dalam tulisan ini bisa digunakan guru sebagai acuan
dalam menyusun laporan PTK. Memuat 4 Laporan PTK utuh berbagai jenjang
dan mata pelajaran yaitu SD (PAI), SMP (Al-Qur’an Hadist) DAN SMA (mapel
Biologi). Buku ini diharapkan mampu memberi gambaran bagi guru serta
memberi pengetahuan metode yang mungkin bisa dimodifikasi dalam
pembelajaran. Harapan penulis, memberi manfaat bagi peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia.
PTK 1

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR


BIOLOGI MATERI VIRUS MELALUI METODE KONTEKSTUAL
BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X-1
SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatka motivasi dan prestasi belajar


biologi siswa materi virus melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual
Teaching and Learning (CTL) berbantuan media audio visual. Penelitian ini
menggunakan bentuk penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 (dua)
siklus, dilaksanakan di MA Negeri Sukoharjo dengan subjek penelitian seluruh
siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008
dengan jumlah 21 siswa.
Metode penelitian menggunakan Penelitian Tindakan Kelas. Pengumpulan
data dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan tes. Analisis data dilakukan
dengan 3 (tiga) tahapan meliputi: reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
Data empiris menyatakan bahwa, melalui penerapan metode kontekstual
atau Contextual Teaching and Learning (CTL) berbantuan media audio visual
dapat meningkatkan motivasi belajar bagi siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo
semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008. Dari kondisi awal nilai rata-rata
motivasi belajar siswa adalah 1.9 masuk predikat Kurang ke kondisi akhir siklus II
nilai nilai rata-rata motivasi belajar menjadi 4.2 masuk predikat Amat
Baik.Melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan prestasi
belajar biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester
gasal Tahun Pelajaran 2007/2008. Dari kondisi awal nilai rata-rata prestasi belajar
biologi siswa kelas X-1 59 (jauh di bawah nilai KKM) dan hanya 7 siswa (33.3%)
yang mencapai nilai KKM, ke kondisi akhir siklus II nilai rata-rata prestasi belajar
siswa menjadi 76 (di atas KKM) dan ketuntasan 18 siswa (85.7%).
Jadi melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo
semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008.
Kata kunci: motivasi, prestasi belajar, metode kontekstual, media audiovisual.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma
dalam pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan
ini bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran
peserta didik, tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran peserta
didik itu sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik
(teacher centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran
berpusat pada peserta didik (student centered). Pembelajaran secara
konvensional (teacher centered situation) tidak dapat mengajak peserta didik
untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, yang diharapkan dapat
mencapai tujuan pembelajaran dengan mudah. Oleh karena itu guru hendaknya
merubah kegiatan pembelajaran menjadi modern (students centered situation)
yang dapat meningkatkan minat peserta didik untuk belajar menemukan
sendiri, bekerjasama dan mengkomunikasikan hasil belajarnya serta membuat
peserta didik semakin aktif dan kooperatif.

Pembelajaran secara konvensional (teacher centered situation) tidak


dapat mengajak siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, yang
diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan mudah. Oleh karena
itu, guru hendaknya merubah kegiatan pembelajaran menjadi modern (students
centered situation) yang dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar
menemukan sendiri, bekerjasama dan mengkomunikasikan hasil belajarnya
serta membuat siswa semakin aktif dan kooperatif.
Dalam kondisi seperti ini guru atau pengajar lebih banyak berfungsi
sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi peserta didik atau pebelajar sebaiknya
secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar, berupa lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud (menurut Arsyad, 2002: 13) adalah guru itu
sendiri, peserta didik lain, kepala sekolah, petugas perpustakaan, bahan atau
materi ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video atau audio
dan yang sejenis) dan berbagai sumber belajar serta fasilitas (OHP, perekam
pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium,
pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Biologi sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada pendidikan
tingkat Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, materi pembelajarannya
sudah menyesuaikan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Salah satu
materi pembelajaran yang diajarkan ada kelas X untuk semester gasal adalah
virus. Berdasarkan analisis yang dilakukan dari pembelajaran sebelumnya,
diskusi dengan guru pada mapel yang sama diketahui bahwa materi mengenai
virus masih dirasakan sulit bagi siswa. Materi virus merupakan materi
pembelajaran yang kompleks, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
memahami materi tersebut, akibatnya hasil belajar siswa kurang memuaskan.
Kurang optimalnya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran ini
diindikasikan dengan rendahnya hasil belajar siswa.
Pada materi ini banyak digunakan istilah dalam bahasa latin yang
menyebabkan materi tersebut kurang diminati dan membosankan bagi siswa.
Kebosanan siswa dapat dilihat dari banyaknya siswa yang kurang
memperhatikan pada saat guru mengajar dan cenderung pasif. Masalah–
masalah tersebut menuntut guru untuk lebih inovatif dalam menentukan model
pembelajaran. Model pembelajaran yang dipilih harus dapat menarik minat
siswa untuk belajar dan lebih aktif dalam pembelajaran.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, dapat
dilakukan dengan memilih metode belajar yang sesuai, sehingga dapat
meningkatkan minat siswa terhadap materi virus.

Realitas menunjukkan bahwa motivasi belajar dan prestasi belajar mata


pelajaran Biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo
semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008 sangat rendah. Rendahnya motivasi
belajar siswa dibuktikan dengan nilai rata-rata motivasi siswa yang hanya 1.9
masuk predikat Kurang. Sedangkan nilai rata-rata prestasi belajar siswa 59,
jauh di bawah nilai Kriteri Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan pada
pelajaran Biologi yaitu 70. Hal tersebut tentu saja menimbulkan keprihatinan
tersendiri, mengingat mata pelajaran biologi merupakan mata pelajaran
signifikan bagi mereka sebagai siswa. Rendahnya motivasi mereka tercermin
dari:

1. Siswa cenderung tidak memperhatikan pada saat guru menyampaikan


materi.
2. Siswa tidak aktif dalam menjawab pertanyaan guru.
3. Siswa tampak enggan dan tidak bersemangat pada saat pelajaran.
4. Nilai rata-rata kelas untuk mata pelajaran biologi tidak memenuhi KKM.
KKM untuk mata pelajaran biologi adalah 70.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama pembelajaran di kelas
X-1, peneliti menemukan fakta bahwa penyampaian materi kurang kondusif.
Selama ini guru hanya menerangkan materi secara satu arah, siswa
mendengarkan dan menulis penjelasan guru, dan untuk mengukur kemampuan
siswa, guru meminta mereka mengerjakan soal-soal latihan atau mengadakan
ulangan harian. Apa yang telah dilaksanakan oleh guru seperti tersebut diatas
memiliki beberapa kelemahan antara lain; (1) siswa tidak memiliki
kesempatan untuk berekspresi, (2) siswa menjadi tidak kreatif, dan (3) ruang
lingkup siswa secara sosial selama pelajaran menjadi terbatas. Siswa tidak
dapat beriskusi, bertukar pikiran, berekspresi dengan teman mereka selama
pembelajaran.

Selain itu, guru mengajar dengan melakukan aktifitas yang rutin dan
sama, tanpa menyadari bahwa hal tersebut menyebabkan siswa menjadi
bosan. Akibatnya, siswa tidak dapat memahami materi sepenuhnya karena
motivasi dan partisipasi mereka turun atau hilang karena rasa bosan tersebut.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang telah disampaikan oleh Brown, “Routine
activities in learning can make the students bored. As a result, their
motivation and participation in learning will decrease” (Brown, 2001: 48).
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka peneliti merencanakan
untuk mengadakan suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk mengatasi
masalah pada mata pelajaran biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA
Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008. Peneliti
merencanakan mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan
metode kontekstual berbantuan media audio visual.

Pendekatan pembelajaran konstekstual atau CTL (Contextual


Teaching and Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang menolong
para siswa melihat makna dalam materi akademik dengan konteks dalam
kehidupan seharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya
mereka. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari
berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka
memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya
(Trianto, 2007: 101).

Pemanfaatan media pada tahap orientasi pengajaran akan sangat


membantu keefekifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi
pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat peserta
didik, media pembelajaran juga dapat membantu peserta didik meningkatkan
pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terperdaya, memudahkan
penafsiran data dan memadatkan informasi (Sanjaya, 2007: 160).

Diharapkan melalui penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan


guru memalui penerapan metode kontekstual berbantuan media audio visual,
dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajr Biologi materi virus pada
siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran
2007/2008.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
dalam penelitan ini adalah: Apakah melalui pendekatan Contextual Teaching
amd Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar Biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA
Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Biologi materi virus pada
siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran
2007/2008 secara umum.

2. Tujuan khusus:
Untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Biologi materi virus pada
siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran
2007/2008 melalui penerapan metode kontekstual berbantuan media audio
visual.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi siswa
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
Biologi siswa materi virus.

2. Manfaat bagi peneliti


a. Penelitian ini merupakan upaya peneliti sebagai guru untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas X-1semester 1
MA Negeri Sukoharjo Tahun Pelajaran 2007/2008 materi virus.
b. Meningkatkan kinerja guru.
3. Manfaat bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi institusi pendidikan khususnya MA Negeri Sukoharjo untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran terutama pembelajaran biologi.

4. Manfaat bagi teman sejawat


Penelitian ini bermanfaat sebagai pandangan serta perubahan inovasi
dalam pembelajaran biologi agar pembelajaran lebih menyenangkan dengan
menggunakan pendekatan Contextual Teaching amd Learning (CTL)
berbantuan media audio visual.

5. Manfaat bagi perpustakaan


Penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan referensi dalam upaya
pengembangan pembelajaran IPA Biologi pada umumnya, dan khususnya
dalam penerapan metode kontekstual/CTL berbantuan media audio visual.

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori
1. Motivasi Belajar Biologi
a. Hakekat Motivasi
Banyak pakar yang merumuskan definisi 'motivasi' sesuai dengan
kajian yang diperdalamnya. Rumusannya beraneka ragam, sesuai dengan
sudut pandang dan kajian perspektif bidang telaahnya. Namun demikian,
ragam definisi tersebut memiliki ciri dan kesamaan. Di bawah ini
dideskripsikan beberapa kutipan pengertian 'motivasi'.

Huitt, W. (2001) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau


status internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan,
atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak
dalam rangka mencapai suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang
pengertian motivasi menurut Huitt, yaitu: 1) kondisi atau status internal
itu mengaktifkan dan memberi arah pada perilaku seseorang; 2)
keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang
untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan
berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.
Thursan Hakim (2000: 26) mengemukakan pengertian motivasi
adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang
melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan
kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (2004: 64-65), apa saja yang


diperbuat manusia, yang penting maupun kurang penting, yang
berbahaya maupun yang tidak mengandung resiko, selalu ada
motivasinya. Ini berarti, apa pun tindakan yang dilakukan seseorang
selalu ada motif tertentu sebagai dorongan ia melakukan tindakannya itu.
Jadi, setiap kegiatan yang dilakukan individu selalu ada motivasinya.
Lantas, Nasution (2002: 58), membedakan antara 'motif' dan 'motivasi'.
Motif adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu, sedangkan motivasi adalah usaha-usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi, sehingga orang itu mau atau ingin melakukannya.

Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim


(2004: 2) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan,
semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong
seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai
dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat tiga
unsur esensial, yakni: (1) faktor pendorong atau pembangkit motif, baik
internal maupun eksternal, (2) tujuan yang ingin dicapai, (3) strategi yang
diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan


sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri
seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh
factor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik
sedangkan factor di luar diri disebut ekstrinsik.
Faktor instrinsik berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan
pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa
depan. Sedangkan factor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai
sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega atau faktor-faktor lain
yang kompleks.

Berkaitan dengan proses belajar siswa, motivasi belajar sangatlah


diperlukan. Diyakini bahwa hasil belajar akan meningkat kalau siswa
mempunyai motivasi belajar yang kuat. Motivasi belajar adalah
keinginan siswa untuk mengambil bagian di dalam proses pembelajaran
(Linda S. Lumsden: 1994).

b. Hakekat Belajar
Gagne (1984), mengartikan 'belajar' sebagai suatu proses di mana
organisma berubah perilakunya. Cronbach mendefinisikan belajar:
"learning is shown by a change in behavior as a result of experience"
(belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan dalam perilaku individu
sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears mengatakan bahwa:
learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to
listen, to follow direction" (belajar adalah untuk mengamati, membaca,
meniru, mencoba sendiri sesuatu, mendengarkan, mengikuti arahan).

Adapun Geoch, menegaskan bahwa: "learning is a change in


performance as result of practice." (belajar adalah suatu perubahan di
dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik). Kemudian, menurut Ratna
Willis Dahar (1988: 25-26), "belajar didefinisikan sebagai perubahan
perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman". Paling sedikit ada lima
macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-
faktor penyebab dasar dalam belajar: (1) pertama, pada tingkat emosional
yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari
perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus
terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada
suatu waktu memeroleh kemampuan untuk mengeluarkan respons
terkondisi. Bentuk semacam ini disebut responden, dan menolong kita
untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak
menyenangi sekolah atau bidang-bidang studi, (2) kedua, belajar
kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan
yang lain pada suatu waktu, dan hal ini banyak kali kita alami. Kita
melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari 'drill' dan
belajar stereotipe-stereotipe, (3) ketiga, kita belajar bahwa konsekuensi-
konsekuensi perilaku memengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi
atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar semacam ini
disebut belajar operant, (4) keempat, pengalaman belajar sebagai hasil
observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar dari model- model
dan masing-masing kita mungkin menjadi suatu model bagi orang lain
dalam belajar observasional, (5) kelima, belajar kognitif terjadi dalam
kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di
sekitar kita, dan dengan insight, belajar menyelami pengertian.

Menurut Morgan belajar adalah setiap perubahan yang relatif


menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan
atau pengalaman (Wisnubrata, 1983:3). Sedangkan menurut Moh. Surya
(1981:32), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas,
bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.

Akhirnya, Depdiknas (2003) mendefinisikan 'belajar' sebagai proses


membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau
pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri
oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi,
pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses
menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti,
yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat
pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama.
Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun
pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau
hak siswa dalam membangun gagasannya. Partisipasi guru harus selalu
menempatkan pembangunan pemahaman itu adalah tanggung jawab
siswa itu sendiri, bukan guru. Bila siswa bertanya tentang sesuatu, maka
pertanyaan itu harus selalu dikembalikan dulu kepada siswa itu atau
siswa lain, sebelum guru memberikan bantuan untuk menjawabnya.
Seorang siswa bertanya, "Pak/Bu, apakah tumbuhan punya perasaan?"
Guru yang baik akan mengajukan balik pertanyaan itu kepada siswa lain
sampai tidak ada seorang pun siswa dapat menjawabnya. Guru kemudian
berkata, "Saya sendiri tidak tahu, tetapi bagaimana jika kita melakukan
percobaan?"

Jadi, berdasarkan deskripsi di atas, 'belajar' dapat dirumuskan


sebagai proses siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk
berbuat, berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa
hambatan guru; baik melalui pengalaman mental, pengalaman fisik,
maupun pengalaman sosial.

c. Hakekat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang telah diuji
kebenarannya melalui metode ilmiah. Nash dalam bukunya The Nature
of Nature Science mengatakan bahwa, ”Science is a way of looking at the
world” (Nash dalam Materi Pelatihan Terintegrasi IPA, 2005: 2).

IPA dipandang sebagai suatu cara untuk dapat mengamati sesuatu.


Cara memandang IPA bersifat analitis, ia memandang sesuatu secara
lengkap dan cermat serta dihubungkan dengan objek lain sehingga
keseluruhannya membentuk perspektif baru tentang objek yang diamati
tersebut.
Pada aspek biologis, IPA mengkaji berbagai persoalan yang berkait
dengan berbagai fenomena pada makhluk hidup pada berbagai tingkat
organisasi kehidupan dan interaksinya dengan faktor lingkungan, pada
dimensi ruang dan waktu. Untuk aspek fisis, sains memfokuskan diri
pada benda tak hidup, mulai dari benda tak hidup yang dikenal dalam
kehidupan sehari-hari seperti air, tanah, udara, batuan dan logam, sampai
dengan benda-benda di luar bumi dalam susunan tata surya dan sistem
galaksi di alam semesta.
Untuk aspek kimia, sains mengkaji berbagai fenomena/gejala kimia
baik pada makhluk hidup maupun pada benda tak hidup yang ada di alam
semesta. Ketiga aspek tersebut, ialah aspek biologis (biotis), fisis, dan
khemis, dikaji secara simultan sehingga menghasilkan konsep yang utuh
yang menggambarkan konsep-konsep dalam bidang kajian IPA. Khusus
untuk materi Bumi dan Antariksa dapat dikaji secara lebih dalam dari
segi struktur maupun kejadiannya. Dalam penerapannya, Sains juga
memiliki peranan penting dalam perkembangan peradaban manusia, baik
dalam hal manusia mengembangkan berbagai teknologi yang dipakai
untuk menunjang kehidupannya, maupun dalam hal menerapkan konsep
IPA dalam kehidupan bermasyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan pertahanan-keamanan. Oleh karena itu, struktur IPA juga
tidak dapat dilepaskan dari peranan IPA dalam hal tersebut (Suyudi,
2003: 65-72).
2. Prestasi Belajar
Belajar dapat di pandang sebagai hasil dan proses. Belajar dipandang
sebagai hasil yaitu dapat dilihat pada saat pembelajaran, gurumelihat bentuk
terakhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Yang diperhatikan
adalah munculnya sifat dan tanda-tanda tingkah laku yangdipelajari.

Dari situ timbulah klasifikasi yang perlu dimiliki oleh seorangmurid,


seperti hasil dalam bentuk keterampilan, konsep-konsep sikap. Belajar
dipandang sebagai proses dapat dilihat pada saatpembelajaran guru terutama
melihat apa yang terjadi selama muridmenjalani pengalaman. Pengalaman
edukatif untuk mencapai sesuatu tujuan yang diperhatikan adalah pola-pola
perubahan tingkah laku selama pengalaman belajar itu berlangsung. Karena
itulah ditekankan ditekankanpada daya-daya yang mendinamisir proses itu
(Surakhmad : 74-75).
Kedua cara memandang belajar itu berguna bagi seorang guru untuk
saling melengkapi satu sama lain, karena tugas guru adalahmerangsang,
membina, fasilitator, dan menjuruskan belajar sedemikianrupa sehingga
timbul hasil yang direncanakan dan dapat memaksimalkanhasil akhir dari
kegiatan belajar mengajar atau proses pembelajaran.
Kegiatan belajar dapat dikatakan efisien dengan usaha
tertentumemberikan hasil belajar yang tinggi. Prestasi adalah hasil yang
telahdicapai, dilakukan atau dikerjakan (Ali : 1992). Untuk memperoleh
prestasi belajar diperlukan suatu kegiatan yang lebih tinggi dengan ditandai
adanya Perubahan tingkah laku. Tidak semua perubahan tingkah laku
dapatdikatakan atau diartikan sebagai hasil belajar. Suatu perubahan
tingkahlaku dapat dikatakan atau diartikan sebagai hasil belajar bila
memenuhisyarat sebagai berikut :
a. Sebagai pencapai tujuan belajar.
b. Sebagai buah dari proses kegiatan yang disadari.
c. Sebagai produk dari proses pelatihan.
d. Harus merupakan tindak tanduk yang berfungsi efektif dalam waktu.
e. Harus berfungsi operasional dan potensial.
3. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
a. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana
guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Nurhadi dkk, 2002:4). Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Menurut Masnur Muslich, (2007: 41) dalam
(http://www.contextual.org/19/10/2001) bahwa Contextual Teaching And
Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik dan
mendorong mereka untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.
Pendekatan kontekstual lebih mendorong pada peran aktif siswa dalam
pembelajaran, sehingga peserta didik dapat belajar lebih efektif dan
bermakna.
…an educational process that aims to help students see
meaning in the academic material they are studying by
connecting academic subjects with the context of their
daily lives, that is, with context of their personal, social,
and cultural circumstance. To achieve this aim, the
system encompasses the following eight components:
making meaningful conections,doing significant work,
self-regulated learning, collaborating, critical and
creative thinking, nurturing the individual, reaching
high standards, using authentic assessment (Elaine B.
Johnson, 2007: 19).

Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai


berikut: CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong
para peserta didik melihat makna di dalam materi akademik yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan
konteks dalam kehidupan keseharian mereka dengan konteks keadaan
pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini sistem
tersebut meliputi delapan komponen yaitu: membuat keterkaitan-
keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti,
melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama,
berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian
autentik (Elaine B. Johnson, 2007: 67).
Dalam pembelajaran kontekstual ini menekankan pada pemikiran
bahwa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah.
Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang
dipelajarinya, bukan “mengetahui” nya. Pembelajarn yang berorientasi
target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat
jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
persoalan dalam jangka panjang.

b. Komponen Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama
pembelajaran: (Masnur Muslich, 2009: 44-47).
1) Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir
(filosofi) dari pembelajaran kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk dipraktikkan. Peserta
didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak
mereka sendiri.
2) Bertanya (Questioning)
Bertanya (questioning) adalah suatu strategi yang digunakan
secara aktif oleh peserta didik untuk menganalisis dan mengeksplorasi
gagasan-gagasan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran
yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang
sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
keterampilan berpikir siswa. Hal ini merupakan bagian penting dalam
melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri yaitu menggali
informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya.
3) Menemukan (Inquiry)
Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengikat seperangkat
fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan dan mengalami sendiri.
Dalam inkuiri terdapat 4 langkah-langkah dalam penerapannya, yaitu:
(a) merumuskan masalah, (b) mengumpulkan data melalui observasi,
(c) menganalisi dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya, (d) mengkomunikasikan atau menyajikan
hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)


Masyarakat belajar (learning community) merupakan hasil dari
pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil
belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan
antarmereka yang tahu ke mereka yang sebelum tahu. Dalam
masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan
masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya
dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.

5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan (modeling) yaitu dalam sebuah pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru.
Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan,
mendemonstrasikan bagaiman guru menginginkan para peserta didik
untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar peserta
didik dapat melakukannya sendiri. Pemodelan dapat berbentuk
demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.

6) Refleksi (Reflection)
Refleksi (reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita
lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap
kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari itu
semua adalah bagaimana pengetahuan mengendap atau membekas
dibenak peserta didik. Mereka mencatat apa-apa yang sudah dipelajari
dan bagaimana merasakan ide-ide baru tersebut dalam proses
pembelajaran yang sesungguhnya.

7) Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessement)


Penilaian yang sebenarnya (authentic assessement) merupakan
prosedur penilaian pada pembelajaran konekstual yang memberikan
gambaran perkembangan belajar pada peserta didik. Assessement
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar pada peserta didik. Gambaran
perkembangan belajar peserta didik perlu diketahui oleh guru agar
bisa memastikan bahwa peserta didik sudah mengalami proses
pembelajaran yang benar atau belum. Jika data yang dikumpulkan
oleh guru mengidentifikasi bahwa ada peserta didik mengalami
kendala/hambatan-hambatan dalam belajar, maka guru segera
mengambil tindakan yang tepat agar peserta didik bisa terbebas dari
hambatan/ kendala yang dihadapinya.

4. Media Pembelajaran Audio Visual

a. Pengertian Media Pembelajaran


Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harafiah
berarti “tengah” “perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa arab media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
pesan (Arsyad, 2002: 3).
Dalam proses pembelajaran, media dapat diartikan sebagai
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. (Schramm, 1977: 76). Media juga merupakan Sarana fisik
untuk menyampaikan materi pembelajaran seperti buku, film, video, slide
dan sebagainya (Briggs,1977,www.google.com). Heinich dan kawan–
kawan (1982) mengemukakan istilah medium, sebagai perantara yang
mengantar informasi antara sumber dan penerima. Apabila media itu
membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media
pembelajaran. (Heinich dan kawan-kawan dalam Arsyad, 2002: 4).
Menurut National Education Association - NEA (oleh Sadiman,
dkk., 1990: 12), media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik yang
tercetak maupun audio visual beserta peralatannya. Nilai praktis media
pembelajaran antara lain yaitu dapat membangkitkan minat dan motivasi
belajar peserta didik. Di samping itu media pembelajaran memiliki
kelebihan yang dapat mengatasi keragaman latar belakang peserta didik,
sehingga dapat memberikan suatu pengertian yang sama kepada peserta
didik tentang suatu materi pelajaran (Hamalik dalam Moedjiono &
Suprijanta, 1986: 45).

b. Audio Visual sebagai Media Pembelajaran


Rohani (dalam Harmawan, 2007) mengemukakan bahwa media
audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan
perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi)
meliputi media yang dapat dilihat dan didengar). Sedangkan menurut
Winataputra (2002: 5), audio visual merupakan kombinasi audio dan
visual. Penyajian materi atau bahan ajar akan lebih optimal dengan
menggunakan media ini.

Media audio visual adalah media yang dapat dilihat dan dapat
didengar dan dapat sebagai bahan diskusi. Media audio visual dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

1) Slide Suara
Slide suara adalah pengembangan dari slide biasa yang belum
menggunakan suara kemudian digabungkan dengan audio yang
berhubungan dengan temanya. Slide suara biasanya berupa power
point yang berisi materi pembelajaran disertai dengan suara.

2) Film Nyata
Film nyata menggambarkan kejadian tertentu secara lebih hidup,
karena diperagakan langsung oleh manusia atau makhluk hidup
lainnya dan ditampilkan apa adanya sesuai dengan alur cerita. Film
nyata dapat berupa film dokumenter, sinetron, radio vision dan
sebagainya.

3) Film Tidak Nyata


Secara umum film tidak nyata juga menggambarkan kejadian tertentu
dengan disertai alur cerita. Namun, film tidak nyata termasuk film
ringan dan cenderung menghibur. Film kartun dan animasi
merupakan film tidak nyata, karena dalam penggambaran cerita tidak
diperagakan langsung oleh makhluk hidup.

Dengan media audiovisual ini seorang guru dapat dengan mudah


untuk menjelaskan materi yang disampaikan, mendapatkan tanggapan,
sehingga materi dapat jelas dan dimengerti oleh peserta didik sehingga
dapat mencapai tujuan yang diinginkan

5. Materi Ajar: Virus


Virus adalah organisme mikroskopis yang hanya dapat hidup dan
berkembangbiak di dalam sel hidup. Monera adalah organisme bersel satu
yang bersifat prokayotik, yang di dalamnya mencakup bacteri dan ganggang
biru. Bacteri tubuhnya terdiri dari satu sel dan tidak berklorofil, ganggang
biru tubuh terdiri dari satu sel berbentuk koloni/ benang da berklorofil.
Virus semuanya bersifat patogen, sedang bacteri hanya 1% bersifat patogen
dan 99%  bersifat bermanfaat bagi kehidupan.

Virus berasal dari bahasa latin venom yang berarti racun. Apabila
virus berada di luar sel hidup  maka virus dianggap sebagai makhluk tak
hidup, tetapi bila berada di dalam sel hidup virus dikaatakan sebagai
makhluk hidup. Virus dikatakan tidak hidup karena virus dapat dikristalkan
dan tidak mempunyai protoplasma. Virus dikatakan hidup karena virus
dapat berkembangbiak dan memiliki materi genetik (ARN/ ADN) yang
menyusun tubuhnya. Adapaun struktur Tubuh Virus adalah :

Gambar Struktur tubuh bakteriofage

Secara ringkas struktur tubuh virus adalah:


1) Kepala, berisi ADN atau ARN dengan bagian luar diselubungi kapsid.
Pada beberapa Virus, dibagian luar kapsid masih terdapat selubung
dari lipid dan karbohidrat yang disebut sampul (Envelope).
keberadaan sampul ini ada kaitannya dengan keganasan virus.
2) Isi tubuh, tersusun atas materi genetik atau molekul pembawa sifat
keturunan terdiri atas ADN atau ARN
3) Ekor, Sebagai alat untuk menempelkan diri ke sel hospes (inangnya).
Ekor virus berupa tabung bersumbat yang dilengkapi benang/serabut.

B. Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini diketahui bahwa motivasi dan prestasi belajar Biologi
siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo rendah karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu masih kurangnya minat serta
pemilihan metode/pendekatan mengajar dan media pembelajaran yang dipilih
oleh guru masih belum tepat dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
pada siswa.
Dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar Biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA Negeri
Sukoharjo. Skema kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Guru:Belum menerapkan
KONDISI Siswa :
pembelajaran kontekstual
Motivasi dan
AWAL berbantuan media audio
prestasi belajar
visual dalam pembelajaran
Biologi rendah
Biologi

Siklus I
Menerapkan
Menerapkan pembelajaran
pembelajaran
kontekstual berbatuan
kontekstual
media audio visual secara
berbantuan media
klasikal
audio visual dalam
TINDAKAN pembelajaran Siklus II
Biologi Menerapkan pembelajaran
kontekstual berbantuan
media audio visual dalam
Diduga melalui penerapan
pembelajaran Biologi secara
pembelajaran kontekstual
kelompok
berbantuan media audio
visual dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar
Biologi materi virus pada
KONDISI siswa kelas X-1 MAN
Sukoharjo semester gasal
AKHIR

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Diduga melalui pembelajaran
kontekstual berbantuan media audio visual dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar Biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA Negeri
Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester gasal Tahun
Pelajaran 2007/2008 selama empat bulan, yaitu pada periode bulan Agustus
sampai November 2008. Adapun jadwal penelitian tindakan kelas ini adalah
sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Tindakan Kelas Tahun Pelajaran 2007/2008

N Agustus September Oktober November


Jenis Kegiatan 1 2 3 4
o 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Menyusun
1  
Proposal
Menyusun
2  
Instrumen
3 Tindakan Siklus I    
Tindakan Siklus
4    
II
5 Analisis Data  
Menyusun
6  
Laporan

2. Tempat Penelitian
Penelitian ini diadakan di MA Negeri Sukoharjo kelas X-1 semester
gasal Tahun Pelajaran 2007/2008. MA Negeri Sukoharjo beralamat di di Jl.
K.H Samanhudi, Jetis, Sukoharjo, Telp (0271) 593766 Kode Pos 57511.
Alasan pemilihan tempat penelitian adalah karena peneliti sebagai guru
Biologi di MA Negeri Sukoharjo, merasa bertanggungjawab menyelesaikan
masalah yang dialami oleh anak didiknya. Masalah yang dihadapi oleh
siswa kelas X-1 adalah rendahnya motivasi belajar dan rendahnya prestasi
belajar pada mata pelajaran Biologi materi virus.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X-1 MA Negeri
Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 21
siswa. Secara psikologis, siswa kelas X-1 adalah siswa yang aktif dan enerjik.
Tetapi karena pembelajaran disampaikan dengan cara yang kurang
menyenangkan dan tidak menarik minat siswa, maka pada saat pelajaran
Biologi, perhatian dan motivasi mereka rendah.
Objek penelitian tindakan kelas ini adalah rendahnya motivasi dan pretasi
belajar pada mata pelajaran Biologi materi virus siswa kelas X-1 MA Negeri
Sukoharjo dan penerapan metode kontekstual/CTL berbantuan media audio
visual.
Kedudukan peneliti pada penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai
guru pelaksana tindakan. Peneliti dibantu oleh satu orang guru kolaborator,
yang juga guru mata pelajaran Biologi di MA Negeri Sukoharjo, yang bertugas
mengawasi dan membantu guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas,
sekaligus memberikan masukan, kritik, dan saran demi perbaikan
pembelajaran.
C. Sumber Data
Sumber data penelitian ini meliputi nilai Biologi pada kondisi awal, hasil
tes siklus I, dan hasil tes siklus II. Data tentang motivasi belajar siswa berasal
dari informan, yaitu guru-guru yang mengajar kelas X-1, teman sejawat dan
siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo,
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif dan
data kualitatif. Data kuantitatif berupa angka yaitu nilai hasil tes Biologi,
sedangkan data kualitatif berupa informasi tentang keefektifan pembelajaran di
dalam kelas ketika guru mengajar Biologi dengan menggunakan metode
kontekstual/CTL berbantuan media audio visual.
Banyaknya data dalam penelitian ini ada enam macam yaitu:

1. Data motivasi siswa pada kondisi awal sebelum pelaksanaan PTK.


2. Data prestasi belajar pada kondisi awal sebelum pelaksanaan PTK.
3. Data motivasi siswa setelah pelaksanaan siklus I.
4. Data prestasi belajar setelah pelaksanaan siklus I.
5. Data motivasi siswa setelah pelaksanaan siklus II.
6. Data prestasi belajar setelah pelaksanaan siklus II

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


1. Data motivasi siswa pada kondisi awal sebelum pelaksanaan PTK
dikumpulkan dengan teknik dokumentasi.
2. Data prestasi belajar pada kondisi awal sebelum pelaksanaan PTK
dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Instrumen yang digunakan adalah
buku daftar nilai Biologi siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester
gasal Tahun Pelajaran 2007/2008.
3. Data motivasi siswa setelah pelaksanaan siklus I dikumpulkan dengan
teknik observasi. Alatnya berupa lembar observasi. Instrumen tersebut
dilihat dari indikator yaitu keaktifan/partisipasi siswa dalam pembelajaran,
perhatian, dan kerjasama siswa pada siklus I.
4. Data prestasi belajar setelah pelaksanaan siklus I dikumpulkan dengan
teknik tes tertulis tentang materi virus
5. Data motivasi siswa setelah pelaksanaan siklus II dikumpulkan dengan
teknik observasi. Alatnya berupa lembar observasi. Instrumen tersebut
dilihat dari indikator yaitu keaktifan/partisipasi siswa dalam pembelajaran,
perhatian, dan kerjasama siswa pada siklus II.
6. Data prestasi belajar Biologi setelah pelaksanaan siklus II dikumpulkan
dengan teknik tes tertulis tentang materi virus.

E. Validasi Data
1. Validasi data motivasi belajar siswa kelas X-1, baik data motivasi siswa
setelah pelaksanaan siklus I maupun data motivasi siswa setelah
pelaksanaan siklus II diperoleh dengan teknik observasi. Supaya data
tersebut valid, peneliti membandingkan hasil observasinya dengan hasil
observasi teman sejawat.
2. Validasi data prestasi belajar siswa kelas X-1 pada mata pelajaran Biologi
materi virus, baik data prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan siklus I
maupun data prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan siklus II diperoleh
dengan teknik tes. Supaya data yang diperoleh valid perlu dilakukan validasi
isi.

F. Analisis Data
Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:

1. Analisis data motivasi belajar siswa kelas X-1.


Ada 3 data pada data motivasi siswa yaitu data motivasi siswa kondisi
awal sebelum pelaksanaan PTK, data motivasi siswa setelah pelaksanaan
siklus I, dan data motivasi siswa setelah pelaksanaan siklus II dianalisis
dengan menggunakan teknik deskriptif komparatif dan dilanjutkan dengan
reflektif.

2. Analisis prestasi belajar siswa kelas X-1 pada mata pelajaran Biologi.
Ada 3 data pada data prestasi belajar siswa yaitu data prestasi belajar
kondisi awal sebelum pelaksanaan PTK, data prestasi belajar siklus I, dan
data prestasi belajar siswa siklus II dianalisis dengan menggunakan teknik
deskriptif komparatif dan dilanjutkan dengan reflektif.

G. Indikator Kinerja
Indikator kinerja pada penelitian tindakan kelas ini adalah:

1. Indikator peningkatan motivasi yaitu:


a. Adanya interaksi guru-siswa, dan siswa-siswa meliputi: partisipasi aktif
siswa, perhatian dan kerjasama.
b. Motivasi belajar siswa kelas X-1 minimal masuk kualifikasi Baik.
c. Nilai rata-rata siswa minimal
Adapun kualifikasi penilaian motivasi belajar siswa adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Kualifikasi Nilai Motivasi Siswa

No Nilai Predikat
1 4.1 – 5.0 Amat Baik
2 3.1 – 4.0 Baik
3 2.1 – 3.0 Cukup
4 1.1 – 2.0 Kurang
5 ≤1 Sangat Kurang

2. Indikator peningkatan prestasi belajar siswa


a. Nilai rata-rata prestasi belajar Biologi siswa mencapai nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan, yaitu 70.
b. Minimal 80% siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo dapat mencapai
nilai KKM.

H. Prosedur Tindakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus.
Tiap siklus terdiri dari 3 pertemuan, dengan rincian 2 pertemuan untuk
tindakan penelitian dengan penerapan metode kontekstual berbantuan media
audio visual, dan 1 pertemuan di akhir siklus untuk pelaksanaan tes tertulis.
Dalam penelitian ini guru peneliti bertindak sebagai pelaksana pembelajaran,
observer, pengumpul data, penganalisis data dan pelapor hasil penelitian.
Model penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kemmis dan
Taggart, yang terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu 1) perencanaan, 2)
pelaksanaan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Alur tindakan perbaikan
dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Perencanaan Tindakan
Siklus I

Refleksi Pengamatan

Perencanaan Tindakan

Siklus II

Refleksi Pengamatan

Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas

Sedangkan rindakan tahapan tindakan dalam siklus I dan siklus II a


sebagai berikut:
1. Perencanaan
a. Guru peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), dengan materi virus dan metode kontekstual berbantuan audio
visual.
b. Guru penelit menyusun instrumen penelitian, antara lain: lembar
observasi motivasi belajar dan soal tes tertulis pada akhir siklus.
c. Guru peneliti menyiapkan saran dan prasaran pembelajaran, yaitu:
ruang kelas, laptop, LCD dan screen slide.
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Apersepsi:

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan tujuan dilaksanakannya


PTK melalui penerapan metode kontekstual (CTL) berbantuan media
audio visual.
2) Guru memberi pertanyaan awal untuk menggali pengetahuan siswa
mengenai materi virus.
3) Menjelaskan cakupan materi.
b. Kegiatan inti
1) Guru menjelaskan materi virus kepada siswa.
2) Guru membagi siswa dalam kelompok menjadi 4 kelompok, tiap-tiap
kelompok beranggotakan 5 orang.
3) Kemudian guru meminta siswa berdiskusi dalam menyelesaikan soal-
soal.
4) Guru memberi kesempatan tiap kelompok untuk berpikir,
menganalisis, dan menyelesaikan masalah dari soal yang diterima.
c. Kegiatan penutup
1) Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pembelajaran pada hari itu.
2) Guru menutup pembelajran pada hari itu dengan mengucapkan
salamdan berpesan kepada siswa untuk selalu belajar dengan rajin.
3. Observasi dan Evaluasi

Observasi ini dilakukan untuk melihat apakah semua rencana yang


telah dibuat, dapat dilaksanakan dengan baik tanpa penyimpangan yang
dapat memberikan hasil yang kurang maksimal dalam perbaikan
pembelajaran Biologi melalui pembelajaran CTL berbantuan media audio
visual. Pengamatan dilakukan oleh guru sebagai peneliti dan rekan sejawat
sebagai kolaborator. Aspek yang diamati adalah motivasi belajar siswa
dalam proses pembelajaran dan prestasi belajar. Pengamatan proses
pembelajaran menghasilkan nilai motivasi belajar siswa, pengamatan
prestasi belajar dilakukan melalui tes tertulis pada akhir siklus, yang
mencerminkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah materi virus.

4. Analisis dan Refleksi


Hasil pengamatan motivasi belajar siswa selama proses pembelajaran
dan nilai prestasi belajar pada tes tertulis didiskusikan dan dianalisis. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui keefektian tindakan penelitian melalui
penerapan metode kontekstual berbantuan media audio visual dan
kesalahan/kelemahan apa saja terjadi, sehingga berpengaruh pada
peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa. Kemudian mencari solusi
penyelesaian yang efektif pada kegiatan tahap berikutnya.

BAB IV
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal


1. Motivasi Belajar Siswa pada Kondisi Awal
Sebelum melaksanakan proses penelitian, terlebih dahulu melakukan
kegiatan survei awal dengan tujuan untuk mengetahui keadaan sebenarnya
di lapangan. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan bahwa motivasi
belajar Biologi siswa masih sangat kurang. Siswa terkesan lebih asyik
sendiri dan ramai di kelas. Dari keterangan yang diperoleh dari guru IPA
yang juga mengajar di kelas X-1 diketahui bahwa, memang motivasi belajar
siswa masih rendah. Hal ini dikarenakan guru dalam penyampaian materi
masih menggunakan metode ceramah.

Pada kondisi awal ini, pembelajaran biologi lebih terpaku pada buku
acuan atau buku teks, hal ini dikarenakan pembelajaran biologi dianggap
bisa dipahami hanya dengan membaca materinya. Namun keadaan ini
menimbulkan banyak kelemahan seperti tidak terlihat keaktifan siswa dalam
pembelajaran biologi. Guru bersifat mendikte sehingga pembelajaran dirasa
sangat membosankan bagi siswa. Pembelajaran biologi tidak akan
mempunyai makna bagi siswa.

Selain itu media dalam pembelajaran IPA juga belum sesuai dengan
semestinya, serta belum mampu menerapkan suatu inovasi pembelajaran
yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak. Sehingga siswa
kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran dan metode yang digunakan
guru dalam pembelajaran IPA. Hasil observasi awal motivasi belajar
ditunjukkan dalam tabel berikut,

Tabel 4.1 Motivasi Belajar Siswa Kondisi Awal


Aspek Nilai
Perhatian 2.1 (Cukup)
Keaktifan 1.8 (Kurang)
Kerjasama 1.7 (Kurang
Amat Baik -
Baik -
Cukup 4 siswa (19.0%)
Kurang 17 siswa (81.0%)
Rata-rata 1.9 (Kurang)

Kondisi Awal
Kondisi Awal

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Amat Baik Baik Cukup Kurang

Gambar 4.1 Grafik Motivasi Belajar Siswa Kondisi Awal

Dari data kondisi awal di atas, menunjukkan bahwa nilai perhatian


siswa hanya 2.1 (Cukup), nilai keaktifan siswa 1.8 (Kurang) dan kerjasama
1.7 (Kurang) dan nilai rata-rata motivasi belajar siswa kondisi awal adalah
1.9 masuk predikat Kurang. Tidak ada siswa yang masuk predikat Amat
Baik dan Baik pada kondisi awal ini, 4 siswa (19.0%) berpredikat Cukup
dan sebanyak 17 siswa (81.0%) yang berpredikat Kurang. Jelas bahwa
motivasi belajar siswa kelas X-1 termasuk rendah.
2. Prestasi Belajar Siswa pada Kondisi Awal
Data prestasi belajar Biologi siswa kelas X-1 pada kondisi awal dapat
dilihat sebagai berikut,

Tabel 4.2. Prestasi Belajar Siswa Kondisi Awal

No Uraian Nilai
1. Nilai terendah 40
2. Nilai tertinggi 80
3. Nilai rata-rata 59
4. Ketuntasan 7 siswa (33.3%)

Kondisi Awal
Kondisi Awal

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata

Gambar 4.2 Grafik Prestasi Belajar Siswa Kondisi Awal

Nilai rata-rata prestasi belajar siswa kelas X-1 pada kondisi awal
adalah 59, jauh dibawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan,
yaitu 70. Nilai terendah 40, nilai tertinggi 80 dan siswa yang mencapai nilai
KKM hanya 7 siswa (33.3%), sedangkan 14 siswa yang lain nilainya masih
di bawah KKM.

Untuk mengatasi masalah yang dialami siswa kelas X-1 tersebut, peneliti
sebagai guru Biologi merencanakan melaksanakan suatu Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) untuk mengatasi masalah yang dialami anak didiknya. Dalam
penelitian ini akan menerapkan metode kontekstual berbantuan media audio
visual. Melalui penerapan metode kontekstual berbantuan media audio visual,
diharapkan motivasi dan prestasi belajar biologi siswa kelas X-1 MA Negeri
Sukoharjo dapat meningkat.

B. Deskripsi Hasil Siklus I


1. Perencanaan
Dalam menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan pada
pembelajaran Biologi materi virus, disesuaikan dengan pendekatan
kontekstual berbantuan media audio visual. Kegiatan pada tahap
perencanaan ini adalah:
a. Mengkaji materi pembelajaran biologi
materi virus kelas X semester gasal dengan materi virus, dengan
indikator antara lain menggambarkan struktur tubuh virus,
mendeskripsikan ciri-ciri virus, menggambarkan skema reproduksi virus,
mengidentifikasi peran virus bagi manusia, membuat kajian tentang virus
dan penyakit yang disebabkannya.
b. Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) materi virus dengan menggunakan metode
kontekstual berbantuan media audio visual, dalam hal ini guru akan
menggunakan media laptop dan LCD proyektor.
c. Menyiapkan sarana dan prasarana
pembelajaran, yaitu: ruang kelas, laptop, LCD proyektor dan screen
slide.
d. Menyusun instrument penelitian, meliputi:
lembar observasi motivasi belajar siswa dan soal tes tertulis dengan
materi virus.
e. Mempersiapkan alat dokumentasi berupa
kamera.
Dengan menyusun rencana secara terstruktur diharapkan akan
memberikan hasil yang berbeda dibandingkan dengan sesuatu yang kurang
bahkan tanpa direncanakan sebelumnya.

2. Pelaksanaan tindakan
Siklus I dilaksanakan dalam 3 pertemuan, 2 pertemuan untuk
pelaksanaan tindakan melalui penerapan metode kontekstual berbantuan
media audio visual dan 1 pertemuan di akhir siklus I digunakan untuk tes
tertulis. Rincian kegiatan siklus I adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan Awal
1) Guru membuka kelas dengan mengucapkan salam, berdo’a dan
mengecek daftar kehadiran siswa.
2) Guru bertanya jawab tentang tentang definisi virus, ini dimaksudkan
untuk menggali pengetahuan siswa tentang virus.
3) Guru menjelaskan tujuan penelitian tindakan kelas melalui penerapan
metode kontekstual berbantuan media audio visual.
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi

1) Guru menjelaskan materi virus dengan menggunakan media laptop


dan LCD proyektor.
2) Siswa memperhatikan penjelasan dari guru.
3) Materi virus yang disampaikan guru meliputi: sejarah penemuan
virus dan definisi virus.
Elaborasi

4) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok


beranggotakan 4 siswa.
5) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk menggambar virus
lengkap dengan bagiannya.
6) Siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas dari
guru.
7) Guru meminta perwakilan siswa untuk mempresentasikan hasil
diskusi siswa.
8) Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan terhadap presentasi
temannya.
Konfirmasi

9) Guru memberikan tanggapan terhadap presentasi hasil diskusi siswa.


10) Siswa yang belum paham bertanya kepada guru.
11) Guru memberikan penejlasan ulang kepada siswa yang belum paham.
c. Penutup
1) Guru bersama siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran pada hari
itu.
2) Guru mengucapkan terima kasih atas partispasi siswa dan berpesan
agar siswa selalu rajin belajar.
3) Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan berdo’a dan
mengucapkan salam.
3. Observasi
Hasil pengamatan dipaparkan berdasarkan indikator kinerja dalam
penelitian tindakan kelas yaitu motivasi dan prestasi belajar siswa kelas X-1
MA Negeri Sukoharjo.

a. Motivasi Belajar Siswa Siklus I


Tabel 4.3 Motivasi Belajar Siswa Siklus I

Aspek Nilai
Perhatian 3.4 (Baik)
Keaktifan 2.9 (Cukup)
Kerjasama 2.6 (Cukup)
Amat Baik -
Baik 7 siswa (33.3%)
Cukup 14 siswa (66.7%)
Kurang -
Rata-rata 3.0 (Cukup)
Siklus I
Siklus I

14

12

10

0
Amat Baik Baik Cukup Kurang

Gambar 4.3 Grafik Motivasi Belajar Siswa Siklus I

Dari data motivasi belajar siswa siklus I di atas, menunjukkan


bahwa nilai perhatian siswa hanya 3.4 (Baik), nilai keaktifan siswa 2.9
(Cukup), nilai kerjasama siswa 2.6 (Cukup) dan nilai rata-rata motivasi
belajar siswa pada siklus I adalah 3.0 masuk predikat Cukup. Tidak ada
siswa yang masuk predikat Amat Baik, 7 siswa (33.3%) masuk predikat
Baik, 14 siswa (66.7%) berpredikat Cukup dan tidak ada siswa yang
berpredikat Kurang.
Setelah dilaksanakan tindakan penelitian melui penerapan metode
kontekstual berbantuan media audio visual, motivasi belajar siswa kelas
X-1 menunjukkan peningkatan.
b. Prestasi Belajar Siswa Siklus I
Data prestasi belajar siswa siklus I berdasarkan hasil tes tertulis
siklus I adalah sebagai berikut,

Tabel 4.4. Prestasi Belajar Siswa Siklus I

No Uraian Nilai
1. Nilai terendah 50
2. Nilai tertinggi 90
3. Nilai rata-rata 68
4. Ketuntasan 13 siswa (61.9%)
Siklus I
Siklus I

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata

Gambar 4.4 Grafik Prestasi Belajar Siswa Siklus I

Dari data di atas, nilai rata-rata prestasi belajar siswa kelas X-1
pada siklus I adalah 68 (masih di bawah nilai KKM). Nilai terendah 50,
nilai tertinggi 90 dan siswa yang mencapai nilai KKM sejumlah 13 siswa
(61.9%), artinya masih ada 8 siswa yang nilainya di bawah KKM.

4. Refleksi
Peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas X-1 pada siklus
I, adalah sebagai berikut:

Aspek Uraian Kondisi Awal Siklus I


Motivasi Amat Baik - -
Belajar Baik - 7 siswa (33.3%)
Cukup 4 siswa (19.0%) 14 siswa (66.7%)
Kurang 17 siswa (81.0%) -
Rata- 1.9 (Kurang) 3.0 (Cukup)
rata/Predikat
Prestasi Nilai terendah 40 50
Belajar Nilai tertinggi 80 90
Nilai rata-rata 59 68
Ketuntasan 7 siswa (33.3%) 13 siswa (61.9%)
a. Motivasi Belajar Siswa
Pada siklus I melalui penerapan metode kontekstual berbantuan
media audio visual, motivasi belajar siswa menunjukkan peningkatan.
Dari kondisi awal, nilai rata-rata motivasi belajar siswa 1.9 dengan
predikat Kurang, ke kondisi siklus I nilai rata-rata motivasi belajar siswa
kelas X-1 menjadi 3.0 dengan predikat Cukup.

b. Prestasi Belajar Siswa


Demikian juga dengan prestasi belajar siswa juga meningkat dari
nilai rata-rata 59 (jauh di bawah nilai KKM) dan ketuntasan 7 siswa
(33.3%) pada kondisi awal, meningkat menjadi nilai rata-rata prestasi
belajar 68 (masih di bawah KKM) dan ketuntasan 13 siswa (61.9%) pada
siklus I.

Meskipun terjadi peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa pada


siklus I, namun peningkatan yang terjadi belum mencapai indikatoir kinerja
dalam penelitian ini. Sehingga peneliti memutuskan untuk melanjutkan
tindakan penelitian ke siklus II dengan tetap menerapkan metode
kontekstual berbantuan media audio visual.

C. Deskripsi Hasil Siklus II


1. Perencanaan
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada siklus I telah diketahui
motivasi dan prestasi belajar siswa sudah meningkat, tetapi masih kurang
maksimal. Hal ini ditunjukkan pada beberapa para siswayang belum tuntas
atau nilainya masih di bawah KKM. Oleh karena itu, kegiatan Penelitian
Tindakan Kelas ini dilanjutkan ke siklus II dengan harapan pada siklus ke-II
dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan pada siklus ke-I sehingga tujuan
meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi melalui pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) akan lebih baik lagi.

Perencanaan PTK pada siklus II tidak jauh berbeda dengan Siklus I,


yaitu:
a. Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) materi virus dengan menggunakan metode
kontekstual berbantuan media audio visual.
b. Menyiapkan sarana dan prasarana
pembelajaran, yaitu: ruang kelas, laptop, LCD proyektor dan screen
slide.
c. Menyusun instrument penelitian, meliputi:
lembar observasi motivasi belajar siswa dan soal tes tertulis dengan
materi virus.
d. Mempersiapkan alat dokumentasi berupa
kamera.

2. Pelaksanaan tindakan
Sama seperti pada siklus I, siklus II juga dilaksanakan dalam 3
pertemuan, 2 pertemuan untuk pelaksanaan tindakan melalui penerapan
metode kontekstual berbantuan media audio visual dan 1 pertemuan di akhir
siklus I digunakan untuk tes tertulis. Rincian kegiatan siklus II adalah
sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal
1) Guru membuka kelas dengan mengucapkan salam, berdo’a dan
mengecek daftar kehadiran siswa.
2) Guru memberikan evaluasi hasil yang dicapai pada siklus I.
3) Guru bertanya jawab dengan siswa tentang pelajaran pada pertemuan
sebelumnya.
4) Guru menjelaskan tujuan penelitian tindakan kelas melalui penerapan
metode kontekstual berbantuan media audio visual.
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi

1) Guru menjelaskan materi virus dengan menggunakan media audio


visual laptop dan LCD proyektor.
2) Siswa memperhatikan penjelasan dari guru, jika ada siswa yang
belum paham langsung bertanya kepada guru.
3) Materi virus yang disampaikan guru meliputi: karakteristik virus dan
virus yang merugikan manusia.
Elaborasi

4) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok, tiap kelompok 4-5 siswa.


5) Guru memberikan materi sub bab virus dan tugas yang berbeda
kepada masing-masing kelompok.
6) Siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas
7) Guru meminta perwakilan siswa untuk mempresentasikan hasil
diskusi siswa. Presentasi siswa menggunakan program powerpoint.
8) Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan terhadap presentasi
temannya.
Konfirmasi

9) Guru memberikan tanggapan terhadap presentasi siswa.


c. Penutup
1) Guru, siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran pada hari itu.
2) Guru mengucapkan terima kasih atas partispasi siswa dan berpesan
agar siswa selalu rajin belajar. Guru menutup kegiatan pembelajaran
dengan berdo’a dan mengucapkan salam.
3. Observasi
Berdasarkan pengamatan dan tes tertulis pada siklus II, siswa sudah
menunjukkan peningkatan yang lebih besar dari sebelumnya. Pada kegiatan
diskusi ataupun bertanya jawab pada siklus II ini, secara umum siswa dapat
dengan baik menjawab pertanyaan oleh guru.
a. Motivasi Belajar Siswa Siklus II
Tabel 4.5 Motivasi Belajar Siswa Siklus II

Aspek Nilai
Perhatian 4.2 (Amat Baik)
Keaktifan 4.5 (Amat Baik)
Kerjasama 4.0 (Baik)
Amat Baik 12 siswa (57.1%)
Baik 9 siswa (42.9%)
Cukup -
Kurang -
Rata-rata 4.2 (Amat Baik)
Siklus II
Siklus II

12

10

0
Amat Baik Baik Cukup Kurang

Gambar 4.5 Grafik Motivasi Belajar Siswa Siklus II

Dari data di atas, pada siklus II ini menunjukkan bahwa nilai


perhatian siswa 4.2 (Amat Baik), nilai keaktifan siswa 4.5 (Amat Baik),
nilai kerjasama siswa 4.0 (Baik) dan nilai rata-rata motivasi belajar siswa
pada siklus II adalah 4.2 masuk predikat Amat Baik. Siswa yang masuk
predikat Amat Baik sebanyak 12 siswa (57.1%), dan yang masuk
predikat Baik sejumlah 9 siswa (42.9%).

b. Prestasi Belajar Siswa Siklus II


Data prestasi belajar siswa siklus II berdasarkan hasil tes tertulis
siklus II adalah sebagai berikut,

Tabel 4.6. Prestasi Belajar Siswa Siklus II

No Uraian Nilai
1. Nilai terendah 60
2. Nilai tertinggi 100
3. Nilai rata-rata 76
4. Ketuntasan 18 siswa (85.7%)

Siklus II
Siklus II

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata

Gambar 4.6 Grafik Prestasi Belajar Siswa Siklus II

Nilai rata-rata prestasi belajar siswa kelas X-1 pada siklus II adalah
76 (di atas nilai KKM). Nilai terendah 60, nilai tertinggi 100 dan siswa
yang mencapai nilai KKM sejumlah 18 siswa (85.7%), artinya hanya 3
siswa yang nilainya di bawah KKM.

4. Refleksi
Peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas X-1 pada siklus
I, adalah sebagai berikut:

Aspek Uraian Siklus I Siklus II


Motivas Amat Baik - 12 siswa (57.1%)
i Belajar Baik 7 siswa (33.3%) 9 siswa (42.9%)
Cukup 14 siswa (66.7%) -
Kurang - -
Rata- 3.0 (Cukup) 4.2 (Amat Baik)
rata/Predikat
Prestasi Nilai terendah 50 60
Belajar Nilai tertinggi 90 100
Nilai rata-rata 68 76
Ketuntasan 13 siswa (61.9%) 18 siswa (85.7%)

a. Motivasi Belajar Siswa


Pada siklus II melalui penerapan metode kontekstual berbantuan
media audio visual, motivasi belajar siswa menunjukkan peningkatan.
Dari kondisi siklus I nilai rata-rata motivasi belajar siswa kelas X-1
menjadi 3.0 dengan predikat Cukup, menjadi nilai rata-rata 4.2 dengan
predikat Amat Baik pada siklus II.

b. Prestasi Belajar Siswa


Demikian juga dengan prestasi belajar siswa juga meningkat dari
nilai rata-rata prestasi belajar 68 (masih di bawah KKM) dan ketuntasan
13 siswa (61.9%) pada siklus I, menjadi nilai rata-rata 76 (di atas KKM)
dan ketuntasan 18 siswa (85.7%) pada siklus II.

Dengan capaian peningkatan motivasi dan prestasi belajar pada siklus


II yang sudah mencapai indikator penelitian pada penelitina ini, maka
peneliti memutuskan untuk menghentikan tindakan penelitian.

D. Pembahasan
Setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas melalui penerapan metode
kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) berbantuan media
audio visual dalam 2 siklus, diperoleh data peningkatan motivasi dan prestasi
belajar siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran
2007/2008 sebagai berikut:

Aspek Uraian Kondisi Awal Siklus II Siklus I


Motivasi Amat Baik - 12 siswa (57.1%) -
Belajar Baik - 9 siswa (42.9%) 7 siswa(33.3%)
Cukup 4 siswa (19.0%) - 14 sisw(66.7%)
Kurang 17 siswa (81.0%) - -
Rata- 1.9 (Kurang) 4.2 (Amat Baik) 3.0 (Cukup)
rata/Predikat
Prestasi Nilai 40 60 50
Belajar terendah 80 100 90
Nilai 59 76 68
tertinggi
Nilai rata- 7 siswa (33.3%) 18 siswa 13 siswa
rata (85.7%) (61.9%)
Ketuntasan

a. Motivasi Belajar Siswa


Pada kondisi awal, nilai rata-rata motivasi belajar siswa adalah 1.9
masuk predikat Kurang. Tidak ada siswa yang masuk predikat Amat Baik
dan Baik pada kondisi awal ini, 4 siswa (19.0%) berpredikat Cukup dan
sebanyak 17 siswa (81.0%) yang berpredikat Kurang.
Pada siklus I melalui penerapan metode kontekstual berbantuan
media audio visual, motivasi belajar siswa menunjukkan peningkatan.
Nilai rata-rata motivasi belajar siswa pada siklus I adalah 3.0 masuk
predikat Cukup. Tidak ada siswa yang masuk predikat Amat Baik, 7
siswa (33.3%) masuk predikat Baik, 14 siswa (66.7%) berpredikat Cukup
dan tidak ada siswa yang berpredikat Kurang.
Pada siklus II, nilai rata-rata motivasi belajar menjadi 4.2 masuk
predikat Amat Baik. Siswa yang masuk predikat Amat Baik sebanyak 12
siswa (57.1%), predikat Baik sejumlah 9 siswa (42.9%) dan tidak ada
siswa yang masuk predikat Cukup dan Kurang.

b. Prestasi Belajar Siswa


Pada kondisi awal, nilai rata-rata prestasi belajar biologi siswa
kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran
2007/2008 adalah 59 (jauh di bawah nilai KKM) dan hanya 7 siswa
(33.3%) yang mencapai nilai KKM, sedangkan 14 siswa yang lain
nilainya masih di bawah KKM.
Pada siklus I, prestasi belajar siswa menunjukkan peningkatan.
Nilai rata-rata prestasi belajar siswa kelas X-1 adalah 68 (masih di bawah
nilai KKM) dan siswa yang mencapai nilai KKM sejumlah 13 siswa
(61.9%), masih ada 8 siswa yang nilainya di bawah KKM. Peneliti
melanjutkan penelitlian ke siklus II.
Setelah dilanjutkan tindakan pada pada siklus II, nilai rata-rata
prestasi belajar siswa meningkat menjadi 76 (di atas KKM) dan
ketuntasan 18 siswa (85.7%), hanya 3 siswa yang nilainya di bawah
KKM.
Melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan
motivasi belajar bagi siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal
Tahun Pelajaran 2007/2008. Dari kondisi awal nilai rata-rata motivasi
belajar siswa adalah 1.9 masuk predikat Kurang ke kondisi akhir siklus II
nilai nilai rata-rata motivasi belajar menjadi 4.2 masuk predikat Amat Baik.
Melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan prestasi
belajar biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo
semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008. Dari kondisi awal nilai rata-rata
prestasi belajar biologi siswa kelas X-1 59 (jauh di bawah nilai KKM) dan
hanya 7 siswa (33.3%) yang mencapai nilai KKM, ke kondisi akhir siklus II
nilai rata-rata prestasi belajar siswa menjadi 76 (di atas KKM) dan
ketuntasan 18 siswa (85.7%).
Jadi melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching
and Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA
Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008.

E. Hasil Tindakan
Dari langkah-langkah yang telah dilaksanakan, mulai dari pra siklus,
siklus I dan siklus II menunjukkan hasil sebagai berikut:
1. Melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan
motivasi belajar bagi siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal
Tahun Pelajaran 2007/2008. Dari kondisi awal nilai rata-rata motivasi
belajar siswa adalah 1.9 predikat Kurang ke kondisi akhir siklus II nilai rata-
rata motivasi belajar menjadi 4.2 masuk predikat Amat Baik.
2. Melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan prestasi
belajar biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo
semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008. Dari kondisi awal nilai rata-rata
prestasi belajar biologi siswa kelas X-1 59 (jauh di bawah nilai KKM) dan
hanya 7 siswa (33.3%) yang mencapai nilai KKM, ke kondisi akhir siklus II
nilai rata-rata prestasi belajar siswa menjadi 76 (di atas KKM) dan
ketuntasan 18 siswa (85.7%).
3. Jadi melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA
Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah,
peneliti menarik simpulan dari penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

Melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and


Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan motivasi
belajar bagi siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun
Pelajaran 2007/2008. Dari kondisi awal nilai rata-rata motivasi belajar siswa
adalah 1.9 masuk predikat Kurang ke kondisi akhir siklus II nilai nilai rata-rata
motivasi belajar menjadi 4.2 masuk predikat Amat Baik.
Melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan prestasi
belajar biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA Negeri Sukoharjo
semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008. Dari kondisi awal nilai rata-rata
prestasi belajar biologi siswa kelas X-1 59 (jauh di bawah nilai KKM) dan
hanya 7 siswa (33.3%) yang mencapai nilai KKM, ke kondisi akhir siklus II
nilai rata-rata prestasi belajar siswa menjadi 76 (di atas KKM) dan ketuntasan
18 siswa (85.7%).

Jadi melalui penerapan metode kontekstual atau Contextual Teaching


and Learning (CTL) berbantuan media audio visual dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar biologi materi virus pada siswa kelas X-1 MA
Negeri Sukoharjo semester gasal Tahun Pelajaran 2007/2008.

B. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan adalah:
1. Kepada guru
Hendaknya selalu berusaha mencari alternatif metode dan media
pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan siswa, sehingga mutu
pembelajaran dapat ditingkatkan.
2. Untuk sekolah
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah
satu pertimbangan dalam pembelajaran, dengan modifikasi yang sesuai.
3. Kepada siswa
Hendaknya selalu meningkatkan motivasinya dalam pembelajaran.
4. Kepada perpustakaan
Hendaknya hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah koleksi
perpustakaan sehingga bermanfaat bagi pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhamad. 1992. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi.


Bandung:Angkasa.
B. Johnson, Elaine. 2009. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan
Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (terjemahan).
Bandung: MLC.

Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Danim, Sudarwan. 2004. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan.


Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia

Depdikbud. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi IPA

Gagne and Berliner. 1984. Educational Psychology. 3rd Edition. Boston:


Houghton Mifflin Company

Hakim, Thursan. 2000. Belajar secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara

Huitt, W. 2001. Motivation to Learn: An Overview. Educational Psychology


Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University

Lumsden, L. S. 1994. Student Motivation to Learn. Eric Digest, no 92. Diunduh


pada tanggal 31 Juli 2010 dari http://eric.uoregon.edu/pdf /digests/
digest092.pdf.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan


Kontekstual. Jakarta : BumiAksara

Nasution. 2002. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Balai Pustaka

Nurhadi, dkk. 2002. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.


Malang: Universitas Negeri Malang

Purwanto, Ngalim. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta. GP


Press.

Spears, Harold. 2009. Cooperative Learning (Terj). Jakarta: GPU

Surya, M. 1981. Pengantar Psikologi Pendidikan. Bandung: FIP IKIP Bandung

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode, Teknik.


Bandung: Transito.

Wisnubrata, Hendro Juwono. 1983. Materi Dasar Pendidikan Program


Bimbingan Konseling. Jakarta: Depdikbud
PTK 2

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR ALQUR’AN HADITS


MATERI QS. AL KAUTSAR DAN QS. AL MA’UUN MELALUI
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE
JIGSAW BAGI SISWA KELAS VIII G MTsN SUKOHARJO
PADA SEMESTER GASAL TAHUN 2013/2014

Oleh:
Dra. ZAIDATUL HIDAYAH, M.SI

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan minat belajar siswa dari
minat yang redah ke minat yang lebih tinggi serta meningkatkan hasil belajar Al-
Qur’an Hadits melalui penerapan model pembelajaran Cooperative Learning
Tipe Jigsaw untuk mencapai hasil belajar diatas ketuntasan minimal.
Penelitian ini dilakukan kepada siswa kelas VIII G yang berjumlah 34
siswa selama 6 bulan bertempat di MTs Negeri Sukoharjo pada semester gasal
tahun pelajaran 2013/2014.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian tindakan kelas yang
terdiri dari dua siklus. Siklus pertama melakukan pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw dalam
kelompok besar kemudian dilakukan evaluasi, dan siklus kedua melakukan
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning
Tipe Jigsaw dalam kelompok kecil, kemudian dilaksanakan evaluasi. Langkah-
langkah setiap siklus terdiri dari perencanaan (planning), pelaksanaan (acting),
pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting). Teknik pengumpulan data
melalui teknik tes yaitu tes tertulis yang digunakan untuk mengukur peningkatan
hasil belajar. Cara menganalisa data dengan menggunakan analisis diskriptif
komparatif berdasarkan hasil refleksi.
Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa minat dan hasil belajar Al-
Qur’an hadits dapat ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran
Cooperative Learning Tipe Jigsaw baik pada kelompok besar maupun kecil.
Peningkatan dapat dilihat dari kondisi awal dibandingkan siklus pertama terjadi
kenaikan 3 atau 4,41%. Dari siklus pertama dibandingkan siklus kedua terdapat
kenaikan 6 atau 8,45 % . Dari kondisi awal dibandingkan dengan siklus kedua
terdapat peningkatan 9 atau 13,23%.
Kata kunci : Minat, Hasil Belajar, Model Pembelajaran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar adalah bagian pokok dari kegiatan siswa di sekolah.
Keberhasilan belajar ditandai dengan sejumlah kompetensi siswa baik
sewaktu dalam proses belajar di kelas maupun setelah selesai proses belajar
di kelas. Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits dalam Kurikulum Madrasah
Tsanawiyah adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendiidkan Agama
Islam yang mengarahkan siswa untuk mengenal, memahami, menghayati
dan mengamalkan hukum Islam yang kemudian menjadi dasar pandangan
hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,
penugusan, pengamalan dan pembiasaan.
Kondisi ini diharapkan dapat diterapkan dalam pembelajaran Al-
Qur’an hadits, namun pada kenyataanya disaat pembelajaran di kelas, siswa
masih terlihat kurang konduksif, siswa senang ribut dikelas, mengobrol
dengan temannya, bila diingatkan sebentar kemudian kembali ke situasi
semula. Kesadaran akan kepentingan belajar untuk memperoleh ilmu
belum tertanam pada jiwa siswa, seolah mereka datang hanya untuk duduk
didalam kelas tanpa menghiraukan suasana belajar berlangsung. Terlebih
pada pelajaran Al-Qur’an Hadis, yang menurut siswa merupakan pelajaran
kurang penting. Hal ini disebabkan karena pelajaran Al-Qur’an Hadis
merupakan pelajaran yang tidak diujikan secara Nasional. Kurangnya minat
belajar, menjadikan siswa masih banyak memiliki nilai dibawah standar
kompetensi minimal (KKM), sedang tsandar kompetensi minimal yang
harus dicapai siswa adalah dicapai 75.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, siswa
kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Siswa cenderung tidak begitu
tertarik dengan pelajaran Al-Quran Hadits karena selama ini pelajaran Al-
Qur’an Hadits dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan
hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran. Selain hal tersebut
peneliti dalam menyampaikan pembelajaran belum menggunakan model
yang berfariatif, peneliti masih sering menggunakan pembelajaran ceramah
dan penugasan. Kondisi tersebut menjadikan siswa kurang berminat dalam
mengikuti pembelajaran Al-Qur’an Hadits yang cenderung masih
konvensional.
Fakta rendahnya rendahnya minat belajar siswa pada mata pelajaran
Al’Qur’an hadits tersebut perlu diperbaiki, sebab Al-Qur’an adalah bagian
dari mata pelajaran yang digunakan sebagai syarat kelulusan bagi siswa,
meskipun anggapan siswa bukan mata pelajaran yang diujikan secara
Nasional. Melalui tindakan yang akan dilakukan guru, hasil belajar Al-
Qu’an akan meningkat. Nilai ulangan harian diharapkan setelah penelitian
bisa mencapai 75 keatas atau mencapai batas ketuntasan belajar mata
pelajaran Al-Qur’an dan Hadis.
Dari masalah-masalah yang dikemukakan diatas, maka perlu dicari
jalan keluar yang berkenaan dengan cara menerapkan strategi baru dalam
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Strategi ini menekankan
pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi berpusat pada
siswa (Focus on Learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman
belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant
and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya
dan kuat pada siswa. Pada Pembelajaran ini peneliti dituntut untuk merancang
kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik
dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik siswa. Strategi
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan penciptaan suasana yang
menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
dalam mata pelajaran Al-Qur’an Hadits. Dalam hal ini peneliti memilih
model Cooperative learning tipe Jigsaw sebagai strategi pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas nampak adanya kesenjangan antara kondisi
nyata dengan harapan. Kesenjangan pokok dari subyek adalah minat yang
rendah menjadikan hasil belajar Al-Qur’an Hadts juga rendah. Sedang
kondisi yang diharapkan dalam pembelajaran Al-Qur’an Hadits siswa
memiliki minat tinggi sehingga hasil belajar dapat ditingkatkan yaitu dapat
memenuhi kriteria ketuntasan minimal 75
Kesenjangan pokok dari peneliti adalah pada kondisi awal peneliti
dalam kegiatan belajar mengajar yang masih konvensional dan kurang variatif
sedang kondisi yang diharapkan bahwa guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar dapat menggunakan cara yang variatif atau menggunakan
model yang berbeda dari biasanya (konvensional) diantaranya dengan
menggunakan model pembelajaran Cooperative learning tipe Jigsaw
diharapkan dapat dijadikan solusi indah mmeningkatkan minat dan hasil
belajar lebih baik sehingga dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal yang
ditetapkan kurikulum atau bahkan melampaui kriteria ketuntasan minimal.
Agar tujuan pembelajaran dapat mencapai sasaran dengan baik seperti
yang tercantum dalam KKM, peneliti melakukan tindakan dengan
menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw. Pada
siklus pertama peneliti melakukan penerapan model pembelajaran
Cooperative Learning tipe Jigsaw pada kelompok besar, dan pada siklus
kedua peneliti melakukan penerapan model pembelajaran Cooperative
Learning tipe Jigsaw pada kelompok kecil. Tindakan peneliti pada tahap
pertama maupun kedua diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa,
sehingga dengan kondisi belajar dengan tipe jigsaw dapat menumbuhkan
minat yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar mata
pelajaran Al-Qur,an hadits bagi siswa kelas VIIIG Madrasah Tsanawiyah
Negeri Sukoharjo pada semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa minat belajar Al-Qur’an Hadits siswa kelas VIIIG Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014 rendah?
2. Mengapa hasil belajar Al-Qur’an Hadits siswa kelas VIIIG Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014 rendah?
3. Apakah minat belajar Al-Qur’an Hadits siswa kelas VIIIG Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014 rendah
karena dalam menyampaikan pelajaran, guru hanya menggunakan
model konvensional?
4. Apakah hasil belajar Al-Qur’an Hadits siswa kelas VIIIG Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014 rendah
karena dalam menyampaikan pelajaran, guru hanya menggunakan
model konvensional?
5. Apakah model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw dapat
meningkatkan minat belajar Al-Qur’an Hadits siswa kelas VIIIG
Madrasah Tsanawiyah Negeri Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014?
6. Apakah model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar Al-Qur’an Hadits siswa kelas VIIIG
Madrasah Tsanawiyah Negeri Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014?

C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan masalah yang
berkenaan dengan Peningkatan Minat dan hasil belajar Al-Qur’an Hadits
Materi QS. Al Humazah dan QS. At-Takatsur melalui Penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Jigsaw Bagi Kelas VIII G MTs Negeri
Sukoharjo Pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014
Variabel pada penilitian ini yang pertama adalah tentang minat
belajar Al-Qur’an Hadits. Minat yang dimaksud adalah keinginan,
ketertarikan tentang sesuatu hal (Dimyati, 1982: 34). Sehingga dengan minat
siswa dapat menumbuhkan hasrat untuk mewujudkan suatu keinginan
tersebut. Dalam hal ini jika siswa memiliki minat yang tinggi dalam belajar
Al-Qur’an Hadits maka siswa dapat mewujudkan hasil belajar yang
maksimal.
Varibel kedua pada penelitian ini adalah tentang hasil belajar.
Pelajaran Al-Qur’an Hadits dalam kurikulum MTs merupakan salah satu
bagian penentu kenaikan kelas, sehingga dalam pembelajaran siswa harus
mampu mencapai hasil belajar Al-Qur’an Hadits sesuai dengan kriteria
ketuntasan minimal bahkan diharapkan melebihi dari ketuntasan minimal.
Belajar membutuhkan suasana yang menyenangkan agar siswa dapat
memiliki gairah dalam belajar, suasana yang menyenangkan dapat memberi
dampak pada hasil belajar yang meningkat. Jika guru tidak mempunyai
kreatifitas mengelola pembelajaran sangat dimungkinkan dalam mengikuti
pembelajaran siswa mengalami kejenuhan. Pengelolaan kelas dengan
menerapkan model pembelajaran yang menarik dapat menumbuhkan minat
belajar siswa. Dalam penelitian ini, model pembelajar Cooperative Learning
Tipe Jigsaw diharapkan mampu meningkatkan minat dan hasil belajar Al
Qur’an Hadits Materi QS.Al Humazah dan At Takatsur bagi Siswa kelas VIII
G MTs Negeri Sukoharjo Pada Semester Genap Tahun Pelajaran
2013/2014.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan observasi dan pengalaman dilapangan terungkap bahwa
penelitian, eksperimen dan obsevasi secara langsung menemukan
kemungkinan hal yang terjadi dalam mengajar yang terpenting adalah
menyampaikan materi secara keseluruhan sesuai alokasi waktunya. Dengan
demikian penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Apakah melalui model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw
Dapat Meningkatkan Minat Belajar Al-Qur’an Hadits Materi QS.Al
Humazah dan QS. At Takatsur bagi Siswa kelas VIIIG Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo pada Tahun pelajaran 2013/2014?
b. Apakah melalui model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
dapat Meningkatkan Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits Materi QS.Al
Humazah dan QS.At Takatsur bagi Siswa kelas VIIIG Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo pada Tahun pelajaran 2013/2014?
c. Apakah melalui model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
dapat Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits Materi
QS.Al Humazah dan At Takatsur bagi Siswa kelas VIIIG Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo pada Tahun pelajaran 2013/2014?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian
tindakan kelas ini adalah: Untuk mengetahui peningkatan minat dan hasil
belajar Al-Qur’an Hadits melalui model pembelajaran Cooperative
Learning tipe Jigsaw bagi siswa kelas VIIIG MTsN Sukoharjo Semester
Genap Tahun Pelajaran 2013/2014
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi siswa :
a. Meningkatkan minat belajar Al-Qur’an Hadits bagi siswa
Madrasah Tsanawiyah Negeri Sukoharjo.
b. Meningkatkan hasil belajar Al-Qur’an Hadits bagi siwa Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo.
c. Meningkatkan minat dan hasil belajar Al-Qur’an Hadits bagi
siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Sukoharjo.
2. Manfaat bagi guru:
a. Untuk melatih guru dalam memvariasi model pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe
Jigsaw
b. Sebagai bahan umpan balik terhadap efektivitas berbagai teknik
pembelajaran yang diterapkan selama ini.
c. Sebagai bahan kajian bagi guru untuk menciptakan inovasi
pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar Al-Qur’an Hadits
khususnya bagi siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri
3. Manfaat bagi Sekolah/Madrasah:
Untuk meningkatkan kemajuan sekolah karena memiliki siswa yang
minat dan hasil belajarnya optimal.
4. Manfaat bagi perpustakaan Sekolah/Madrasah:
Untuk menambah khasanah perpustakaan tetang Peningkatan Minat
dan Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits Materi QS.Al Humazah dan At
Takatsur melalui model pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Jigsaw bagi siswa kelas VIII G Madrasah Tsanawiyah Negeri
Sukoharjo pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori
1. Minat Belajar Al-Qur’an Hadits
a. Hakekat Minat
Kondisi belajar mengajar yang efektif sangat dipengaruhi
adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. minat merupakan
suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. minat besar
pengaruhnya terhadapbelajar sebab dengan minat seseorang akan
melakukan sesuatu yang diminatinya. sebaliknya, tanpa minat
seseorang tidak akan mungkin melakukan sesuatu. Ketelibatan siswa
dalam belajar erat kaitannya dengan sifat-sifat siswa, baik yang
bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat
afektif seperti motivasi, rasa percaya diri dan minatnya.
Minat menurut Tidjan (1976: 71) adalah gejala psikologis yang
menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada
perasaan senang. Dari   pengertian   tersebut  jelaslah   bahwa   minat  
itu   sebagai pemusatan perhatian atau reaksi terhadap suatu obyek
seperti benda tertentu  atau   situasi   tertentu  yang  didahului oleh
perasaan   senang terhadap obyek tersebut.
Dyimyati Mahmud (1982: 34), Minat adalah sebagai sebab
yaitu kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh
perhatian pada orang situasi atau aktifitas tertentu dan bukan pada
yang lain, atau minat sebagai akibat yaitu pengalaman efektif yang
distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau karena
berpartisipasi dalam suatu aktifitas.
Uzer Usman (2005: 27) melihat bahwa minat siswa merupakan
faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa.
Sehingga minat minat merupakan faktor yang menentukan
keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Guru hendaknya
berusaha membangkitkan minat siswa terhadap belajar.
Berdasarkan uraian tentang minat tersebut dapatlah penulis
kemukakan bahwa minat mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Minat adalah suatu gejala psikologis
2) Adanya pemusatan perhatian, perasaan dan pikiran dari subyek
karena tertarik.
3) Adanya  perasaan  senang  terhadap  obyek  yang  menjadi 
sasaran
4) Adanya   kemauan   atau   kecenderungan   pada   diri   subyek  
untuk melakukan kegiatan guna mencapai tujuan.

b. Al-Qur’an dan Hadits


Depag (1994: 16) mendifinisikan Al-Qur’an menurut istilah
ialah firman Allah yang mengandung mu’jizat yang diberikan
kepada Nabi Muhammad SAW (dengan perantara Malaikat Jibril)
yang tertulis dalam mushaf- mushaf ( lembaran-lembaran ) yang
disampaikan secara mutawatir dan membacanya termasuk ibadah ”
Al-Quran tidak diturunkan secara sekaligus, namun sedikit
demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat,
dan sebagainya. Turunnya ayat dan surat disesuaikan dengan kejadian
yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit
demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal
serta meneguhkan hati orang yang menerimanya.
Al-Qur'an mempunyai 114 surat, dengan surat terpanjang
terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek terdiri dari 3
ayat, yaitu Al-'Ashr, Al-Kautsar, dan An-Nashr. Sebagian ulama
menyatakan jumlah ayat di Al-Qur'an adalah 6.236, sebagian lagi
menyatakan 6.666. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan karena
perbedaan pandangan tentang kalimat Basmalah pada setiap awal
surat (kecuali At-Taubah), kemudian tentang kata-kata pembuka surat
yang terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Yaa Siin, Alif Lam Miim,
Ha Mim dll. Ada yang memasukkannya sebagai ayat, ada yang tidak
mengikutsertakannya sebagai ayat.
Sedang Hadits adalah menurut istilah adalah segala ucapan,
perbuatan dan keadaan Nabi Muhammad SAW “.ada pula yang
mengartikan bahwa Hadits adalah “Segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Muhammad SAW. baik perkataan, perbuatan, taqrir
(persetujuan ) ataupun yang sepadannya“.
Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman bagi umat islam
yang senantiasa harus ditaati dalam setiap langkah hidupnya,
diharapkan dengan pembelajaran Al-qur’an dan Hadits di Madrasah,
siswa memiliki minat yang tinggi untuk mendalaminya, mengingat
pedoman pokok yang dikenalkan di Madrsah kelah menjadi bekal
hidup di jalan kebenaran,memiliki aqidah yang kuat dan berakhlak
mulia seperti yang dicontohkan Nabi.

2. Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits


a. Hakekat Belajar

Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri


seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi
perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai
hasil pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of
experience), demikian pendapat John Dewey, salah seorang ahli
pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioural Approach.
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat
progresif dan akumulatif, megarah kepada kesempurnaan, misalnya
dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi
mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain),
aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik
(psychomotoric domain). Belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Pengertian belajar menurut Tabrana Rusyan (1994:8), belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk
penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadp sikap dan nilai-nilai,
pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai
bidang studi atau lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau
pengalaman yang terorganisasi.
Menurut Meier (2002:54), belajar adalah suatu perilaku yang
melibatkan pikiran dan tubuh supaya terjadi perubahan yang positif
atau baik yakni dalam bentuk penguasaan, penggunaan, maupun
penilaian.
Menurut Bobbi De Porter (2000:6)belajar merupakan proses
menyerap segala informasi melalui pemanfaatan optimal aspek-aspek
potensial manusia (full contact) baik pikiran, perasaan, bahasa tubuh,
pengetahuan, sikap, proses berkelanjutan dalam belajar membuat
otakbekerja secara efektif sehingga hal baru yang diserap membuat
proses belajar menyenangkan dan mempengaruhi daya ingat,
kreatifitas dan semangat.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Belajar kepada apa yang harus dilakukan
seseorang sebagai penerima pelajaran ( siswa/peserta didik).
Sedangkan mengajar menunjuk kepada apa yang harus dilakukan oleh
seorang guru yang menjadi pengajar. Jadi belajar mengajar merupakan
proses interaksi antara guru dan peserta didik pada saat proses
pengajaran.
Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO,
yaitu :
1. Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang
memungkinkan siswa menguasai tekhnik menemukan pengetahuan
dan bukan semata-mata hanya memperoleh pengetahuan.
2. Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan
untuk melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening,
Designing, Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam
potensi yang kongkret tidak hanya terbatas pada kemampuan
mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi,
bekerjasama dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi
konflik
3. Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk
hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh
toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka.
4. Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk
mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar
pertama, kedua dan ketiga. Tiga pilar tersebut ditujukan bagi
lahirnya siswa yang mampu mencari informasi dan menemukan
ilmu pengetahuan yang mampu memecahkan masalah,
bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan.
Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menumbuhkan
percaya diri pada siswa sehingga menjadi manusia yang mampu
mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki
kemantapan emosional dan intelektual, yang dapat mengendalikan
dirinya dengan konsisten, yang disebut emotional intelegence
(kecerdasan emosi).
b. Hakekat Hasil Belajar
Jika belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri
seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi
perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya
seseorang, maka hasil belajar adalah segala perolehan yang dilaui dari
berbagai proses yang dibarengi dengan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku yang diinginkan pada diri siswa. Oleh sebab itu, dalam
penilaian hendaknya diperiksa sejauh mana perubahan tingkah laku
siswa yang terjadi melalui proses belajarnya, sehingga penilaian siswa
merupakan gambaran dari hasil belajar siswa.
Hasil belajar dapat diartikan hasil dari ketercapaian siswa
dengan kriteria ketuntasan tertentu, oleh sebab itu unsur penting dari
hasil belajar adalah adanya tujuan pembelajaran yang berisi rumusan
kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan sebagai dasar dan acuan
penilaian.
Horward Kingsley, membagi hasil belajar menjadi tiga macam,
yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian,
(c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi
dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan
Gegne membagi lama kategori hasil belajar yakni (a) informasi verba,
(b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e)
keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan
tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Blom yang secara garis besar membagi menjadi tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.
Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya
termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima
aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan
internalisasi.
Ranah Psikomotoris berkenaan berkenaan dengan hasil belajar
ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ketiga ranah tersebut menjadi
objek penilaian hasil belajar.

3. Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw


a. Pengertian Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu rangkaian proses
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Ada
empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu : (1) adanya
peserta dalam kelompok (2) adanya aturan kelompok (3) adanya upaya
dalam kelompok (4) dan adanya tujuan yang harus dicapai.
Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran
dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan bisa berdasarakan
minat dan bakat siswa, latar belakang kemampuan, atau campuran
berdasarkan minat dan bakat dengan latar belakang kemampuan, yang
jelas arah dari pengelompokan adalah agar tujuan pembelajaran
tercapai.
Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi
kesepakatan semua pihak yang telibat, baik siswa sebagai peserta didik
maupun sebagai anggota kelompok. Selain itu unsur lain dalam
pembelajaran kooperatif adalah upaya belajar. Upaya belajar yang
dimaksud adalah segala aktivitas siswa dalam rangka meningkatkan
kemampuan, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun
ketrampilan.
Sedangkan aspek tujuan yang dimaksudkan untuk memberikan
arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas,
setiap anggota kelompok dapat memahami tujuan pembelajaran yang
tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.
Selanjutnya John Dewey (dalam Budihardjo) menyatakan
bahwa kelas adalah cermin dari masyarakat dan berfungsi sebagai
laboratorium untuk belajar dalam kehidupan nyata. Dengan demikian
pembelajaran kooperatif seharusnya dapat membentuk siswa agar
memiliki ketrampilan sosial yang tinggi, dapat mengembangkan sikap
demokratis, dan terampil berfikir logis. Dengan kata lain model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi
menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuik mempelajari
materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif
adalah utnuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota
kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas
pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran,
berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang
efektif dimungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi pada
tingkat yang relatif sejajar.
Menurut Slavin (2009) ada dua alasan menggunakan Strategi
dari model pembelajaran kooperatif, pertama beberapa hasil penelitian
membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran model kooperatif dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa, dapat meningkatkan kemampuan
hubungan sosial, dan menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri
dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua model
pembelajaran koopertif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar berfikir, memecahkan masalah, dan pengintegrasian
pengetahuan dan ketrampilan.
Selain itu dalam model pembelajaran kooperatif menurut Wina
Sanjaya (2008) ada dua komponen utama, yaitu komponen tugas
kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur insentif kooperatif
(cooperative incentive structure). Tugas kooperatif berkaitan dengan hal
yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
kelompok; sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu
yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerjasama dalam
mencapai tujuan kelompok.
Jadi hal yang menarik dari model pembelajaran kooperatif
adalah selain dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi
belajar peserta didik (student achievement) juga mempunyai dampak
pengiring seperti relasi sosial, harga diri, norma akademik, penghargaan
terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang lain.
sehingga model pembelajaran kooperatif sangat tepat di pakai pada saat
kondisi pendidikan saat ini. Tentunya di sesuaikan dengan kompetensi
yang ingin dicapai.
Macam tipe model pembelajaran kooperatif yaitu : Student
Team-Achievement (STAD), Team-Games-Tournament (TGT), Jigsaw,
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Team
Accelerated Instruction (TAI). Untuk memilih tipe model pembelajaran
kooperatif dalam proses pembelajaran disesuaikan Kompetensi Dasar
(KD), indikator, kondisi anak, dan lingkungan. Dalam hal ini peneliti
memilih yang sesuai dg mata pelajaran PKn Kompetensi Dasar
Globalisasi adalah tipe Jigsaw.

b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Cooperative Learning


Proses model pembelajaran kooperatif berbeda dengan model
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses
pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerjasama dalam
kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan
akademik saja, dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi
juga dalam unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya
kerjasama menjadi ciri khas dari pembelajaran cooperative.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
dimulai guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan
memberikan pengarahan tentang materi yang harus dipelajari dan
permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan kemudian
membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil (3 – 5 siswa per
kelompok). Setiap siswa ditempatkan di dalam kelas sedemikian rupa
sehingga antara anggota kelompok dapat belajar dan berdiskusi dengan
baik tanpa mengganggu kelompok yang lain. Guru membagi materi
pelajaran, baik berupa lembar kerja siswa, buku, atau penugasan. Siswa
secara sindiri-sendiri mempelajari materi pelajaran, dan jika ada
kesulitan mereka saling berdiskusi dengan teman-temannya dalam
kelompok. Untuk menguasai materi pelajaran atau menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan, setiap siswa dalam kelompok ikut
bertanggungjawab secara bersama, yakni dengan cara berdiskusi, saling
tukar ide/gagasan, pengetahuan dan pengalaman, demi tercapainya
tujuan pembelajaran secara bersama-bersama.
Dari strategi yang di jelaskan diatas maka, pembelajaran
cooperative Menurut Wina Sanjaya (2008), mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Pembelajaran secara tim;
2) Di dasarkan pada manajemen kooperatif;
3) Kemauan untuk bekerjasama;
4) Ketrampilan bekerjasama;
Dengan demikian dapat diartikan bahwa pembelajaran
kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1) Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar,
mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan secara bersama;
2) Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah;
3) Jika dalam kelas terdapat siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku,
agama, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan
agar dalam setiap kelompok pun terdapat ras, suku, agama, dan
jenis kelamin yang berbeda pula;
4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada kerja
perorangan.
Dalam pelakasanaannya pembelajaran koperatif, guru
melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar siswa, mengarahkan
keterampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan.
Aktifitas belajar berpusat pada siswa, guru hanya berfungsi sebagai
fasilitator dan dinamisator. Dengan model pembelajaran kooperatif
diharapkan siswa dapat mengembangkan semua potensinya secara
optimal dengan cara berpikir aktif dan kreatif dalam proses
pembelajaran. Sehingga dari uraian diatas, jika di tarik benang
merahnya, model pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan.
Menurut Wina Sanjaya (2008) kelebihan model pembelajaran
kooperatif yaitu:

1) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru


2) Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya
dengan ide-ide orang lain
3) Dapat membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari
akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4) Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar.
5) Merupakan model yang sangat ampuh untuk meningkatkan prestasi
akademik sekaligus kemampuan sosial.
6) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahaman sendiri, menerima umpan balik.
7) Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi
dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
8) Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk
berfikir.
Sedangkan, kelemahan model pembelajaran kooperatif yaitu:

1) Iklim kerja sama kelompok kurang harmonis, karena beranggapan


siswa yang kurang memiliki kemempuan akan menghambat kerja
kelompok
2) Pencapain pemahaman siswa kurang optimal, karena peer teaching
tidak berjalan secara efektif.
3) Hasil penilaian kurang menggambarkan prestasi setiap individu
siswa karena penilaian yang dilakukan secara kelompok
4) Untuk mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan
waktu yang panjang,
5) Untuk memadukan kemampuan bekerjasama dengan kemampuan
individu bukan pekerjaan yang mudah.
Dengan melihat kelebihan dan kelemahan dari model
pembelajaran kooperatif, maka, kita sebagai harus guru dapat
mengeliminasi kelemahannya, sehingga pembelajaran akan berjalan
efektif.

c. Tujuan Model Pembelajaran Cooperative


Pengelolaan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif, paling tidak ada tiga tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1) Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa
model pembelajaran kooperatif unggul dlam membantu siswa yang
sulit.
2) Pengakuan Adanya Keragaman
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat
menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam
perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan
ras, suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Model Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud
dalam pembelajaran kooperatif antara lain adalah : berbagi tugas,
aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam
kelompok, dan sebagainya.
Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah
utama, yang dimulai dengan langkah guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, hingga diakhiri
dengan langkah memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha
kelompok maupun individu.
d. Strategi dan Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif mempunyai startegi yang di
tuangkan dalam sintak pembelajaran dari awal hingga akhir, menurut
Ismail (2003) adalah sebagai berikut :

Fase Sintak Kegiatan guru


1 Menyampaikan Guru menyampaikan tujuan
tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai
memotivasi siswa dan memberi motivasi siswa agar
dapat belajar dengan aktif dan
kreatif

2 Menyajikan Guru menyajikan informasi


informasi kepada siswa dengan cara
demonstrasikan atau lewat bahan
bacaan
3 Mengorganisasika Guru menjelaskan kepada siswa
n siswa dalam bagaimana caranya membentuk
kelompok- kelompok belajar dan membantu
kelompok setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
4 Membimbing Guru membimbing kelompok
kelompok bekerja belajar pada saat mereka
dan belajar mengerjakan tugas-tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang dipelajari dan
juga terhadap presentasi hasil
kerja masing-masing kelompok
6 Memberi Guru mencari cara-cara untuk
penghargaan menghargai upaya atau hasil
belajar individu maupun
kelompok
Apabila diperhatikan sintak model pembelajaran kooperatif pada
tabel diatas maka tampak bahwa proses demokrasi dan peran aktif siswa
di kelas sangat menonjol dibandingkan dengan model pembelajaran
yang lain.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif di kelas seperti halnya
pada model pembelajaran langsung, dalam model pembelajaran
kooperatif juga diperlukan tugas perencanaan, misalnya menentukan
pendekatan yang tepat, memilih topik yang sesuai, pembentukan
kelompok siswa, menyiapkan LKS atau panduan belajar siswa,
mengenalkan siswa kepada tugas dan perannya dalam kelompok,
merencanakan waktu dan tempat yang akan dipergunakan.

e. Strategi Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw


Model pembelajaran ini, murid bekerja dalam suatu kelompok
(ada kelompok asal dan kelompok ahli) yang terdiri dari beberapa siswa
yang heterogen. Setiap murid dalam kelompok (kelompok asal)
nantinya akan diberi tugas untuk menjadi tim ahli pada suatu topik
tertentu. Setelah mempelajari/berdiskusi dalam kelompok ahli, masing-
masing murid akan kembali lagi ke dalam kelompok asal untuk
melaporkan apa yang mereka pelajari dalam kelompok ahli. Secara
ringkas, menurt Adi Wijaya (2007), langkah-langkah pembelajaran
menggunakan tipe Jigsaw dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok (disebut dengan
kelompok asal, setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan
kemampuan yang heterogen). Setiap anggota kelompok nantinya
diberi tugas untuk memilih dan mempelajari materi yang telah
disiapkan oleh guru (misal ada 5 materi/topik).

- Misal 1 kelas: 40 anak

- Ada 5 topik yang akan


dipelajari

Kelompok Asal

Gambar 1
Contoh Pengelompokan siswa Tipe Jigsaw
2) Di kelompok asal, setelah masing-masing siswa menentukan
pilihannya , mereka langsung membentuk kelompok ahli
berdasarkan materi yang dipilih. Ilustrasinya adalah sebagai
berikut:
Kelompok Asal

Materi A Materi B Materi C Materi D Materi E

Kelompok Ahli

Gambar 2
Ilustrasi Tim Ahli Tipe Jigsaw
3) Setelah setiap kelompok ahli mempelajari (berdiskusi) tentang
materinya masing-masing, setiap anggota dalam kelompok ahli
kembali lagi ke kelompok asal untuk menjelaskan/menularkan apa-
apa yang telah mereka pelajari/diskusikan di kelompok ahli.
Ilustrasinya adalah sebagai berikut :
Kelompok Ahli

Materi A Materi B Materi C Materi D Materi E

Kelompok Asal

Gambar 3
Ilustrasi Diskusi Tim Ahli ke Kelompok Asal
4) Dalam tipe ini peran guru lebih banyak sebagai fasilitator, yaitu
memfasilitasi agar pelaksanaan kegiatan diskusi dalam kelompok
ahli maupun penularan dalam kelompok asal berjalan secara efektif
dan optimal.
5) Setelah masing-masing anggota dalam kelompok asal selesai
menyampaikan apa yang dipelajari sewaktu dalam kelompok ahli,
guru memberikan soal/kuis pada seluruh siswa. Soal harus
dikerjakan secara individual.
6) Nilai dari pengerjaan kuis individual digunakan sebagai dasar
pemberian nilai penghargaan untuk masing-masing kelompok.
Teknik penilaian/penghargaan akan dijelaskan tersendiri di akhir
bab pembelajaran kooperatif ini.
Model ini dikembangkan oleh Elliot aronson, dkk dari Universitas
Texas yang kemudian di adaptasi oleh Slavin dan dinamakan model
Jigsaw. Dalam model ini siswa bekerja dalam suatu kelompok (ada
kelompok asal dan kelompok ahli) yang terdiri dari beberapa siswa yang
heterogen. Setiap murid dalam kelompok (kelompok asal) nantinya akan
diberi tugas untuk menjadi tim ahli pada suatu topik tertentu. Secara
ringkas, sintaks pembelajaran sebagai berikut:
1) Sintak Model pembelajaran Jigsaw
a. Orientasi
Guru menyampaiakan tujuan pembelajaran yang akan
diberikan. Memberikan penekanan tentang manfaat penggunaan
metode Jigsaw dalam proses belajar mengajar. Mengingatkan
senantiasa percaya diri, kritis, kooperatif dalam model belajaran
ini. Peserta didik diminta belajar konsep secara keseluruhan secara
untuk memperoleh gambaran keseluran dari konsep. (Bisa juga
pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumya harus sudah
dibaca di rumah).
b. Pengelompokan
Misalkan dalam kelas ada 20 Siswa, yang kita tahu
kemampuan Qur’an Haditsnya dan sudah dirangking (siswa tidak
perlu tahu), kita bagi dalam bagi 25% (Rangking 1- 5) kelompok
sangat baik, 25% (rangking 6-10) kelompok baik, 25% selanjutnya
(rangking 11-15) kelompok sedang, 25% (rangking 15-20) Rendah.
Selanjutnya kita akan mermbaginya menjadi 5 group (A –
E) yang isi tiap-tiap groupnya heterogen dalam kemampuan Qur’an
Hadits, berilah indek 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik,
indek 2 untuk kelompok baik, indek 3 untuk kelompok sedang dan
indek 4 untuk kelompok rendah. Misalkan (A1 berarti group A dari
kelompok sangat baik, A4 berarti group A dari kelompok rendah).
Tiap group akan berisi
Group A {A1, A2, A3, A4}
Group B {B1, B2, B3, B4}
Group C {C1, C2, C3, C4}
Group D {D1, D2, D3, D4}
Group E {E1, E2, E3, E4}
c. Pembentukan dan pembinaan kelompok expert
Selanjutnya group itu dipecah menjadi kelompok yang akan
mempelajari materi yang kita berikan dan dibina supaya jadi
expert, berdasarkan indeknya.
Kelompok 1 {A1, B1, C1, D1, E1}
Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2 ,E2}
Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3 ,E3}
Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4 ,E4}
Tiap kelompok ini di beri konsep Qur’an Hadits sesuai
dengan kemampuannya. Kelompok 1 yang terdiri dari siswa yang
sangat baik kemapuannya diberi materi yang lebih komplek
worksheet 1, Kelompok 2 diberi materi Worksheet 2, Kelompok 3
diberi materi worksheet 3, dan kelompok 4.
Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang
diberikan dengn sebaik-baiknya sebelum ia kembali kedalam group
sebagai tim ahli “expert”, tentunya peran guru cukup penting
dalam fase ini.
d. Diskusi (Pemaparan) kelompok ahli dalam group
Expertist (peserta didik ahli) dalam konsep tertentu ini,
masing masing kembali dalam group semula. Pada fase ini ke-lima
group (1-5) memiliki ahli dalam konsep-konsep tertentu
(Workksheet 1-4). Selanjutnya guru mempersilahkan anggota
group untuk mempresentasikan keahliannya kepada groupnya
masing-masing, satu persatu. Proses ini diharapakan akan terjadi
shearing pengetahuan antara mereka.
Aturan dalam fase ini adalah:
 Siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa
setiap anggota tim mempelajari materi yang diberikan.
 Memperolah pengetahuan baru adalah tanggung jawab
bersama, jadi tidak ada yang selasi belajar sampai setiap
anggota menguasai konsep.
 Tanyakan pada anggota group sebelum tanya pada guru
 Pembicaraan dilakukan secara pelan agar tidak menggangu
group lain.
 Akhiri diskusi dengan “merayakannya” agar memperoleh
kepuasan.
e. Test (Penilaian).
Pada fase ini guru memberikan test tulis untuk dikerjakan
oleh siswa yang memuat seluruh konsep yang didiskusikan. Pada
test ini siswa tidak diperkenankan untuk bekerjasama. Jika
mungkin tempat duduknya agak dijauhkan.

B. Penelitian Yang Relevan


Penelitian tentang model pemelajaran model cooperative learning tipe
jigsaw telah banyak dikalukan seperti penelitian yang dilakukan oleh Anik
Ustadzah dalam Upaya Peningkatan Prestasi Belajar PKn Melalui Penerapan
Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Pada Materi
Globalisasi Bagi Siswa Kelas IX MTs Muhammadiyah Surakarta dikatakan
bahwa penerapan pembelajaran model cooperative learning tipe jigsaw dapat
meningkatkan prestasi belajar PKn siswa Kelas IX MTs Muhammadiyah
Surakarta. Hal ini nampak jelas dari perkembangan perolehan nilai tes
prestasi yang menunjukkan bahwa dalam setiap putaran/siklus selalu
membawa dampak yang positif dan signifikan terhadap prestasi belajar PKn
yang selalu mengalami peningkatan dari setiap siklusnya.

Pada penelitian yang dilakukan Anik Ustadzah, variabel penelitian


yang digunakan terdiri dari satu variabel subjek penelitian dan satu variabel
tindakan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan peneliti terdiri dua
variabel subjek penelitian dan satu variabel tindakan, meskipun ada
persamaan dalam penggunaan tindakan dengan model cooperative learning
tipe jigsaw namun pada proses penelitian terdapat perbedaan baik dari segi
subjek penelitian maupun penanganan pada siklus tindakan, karena dalam
penelitian ini peneliti melakukan tindakan pada siklus pertama
mengelompokkan siswa dalam kelompok besar dan siklus ke dua
mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil.

C. Kerangka Berfikir
Pelajaran Al-Qur’an Hadits oleh kebanyakan siswa seringkali menjadi
pelajaran yang kurang disenangi. karena anggapan mereka, pelajaran Al-
Qur’an Hadits dalah pelajaran yang hanya memerlukan hafalan. Kondisi hasil
belajar yang rendah tersebut perlu adanya tindakan peneliti. Untuk
meningkatkan minat dan hasil belajar siswa, peneliti menerapkan cara
pembelajaran yang menarik yaitu pembelajaran dengan model cooperative
learning tipe jigsaw. Melalui pembelajaran model cooperative learning tipe
jigsaw dalam proses belajar mengajar akan meningkatkankan pemahaman
tentang materi yang dipelajarinya sehingga prestasi belajar meningkat.
Pada tahap pertama, peneliti melakukan pembelajaran model
cooperative learning tipe jigsaw dalam kelompok besar. Siswa melakukan
diskusi bersama teman kelompoknya. Mereka menemukan, memahami dan
menyelesaikan tugas bersama teman kelompoknya. Kerja kelompok ini
menumbuhkan rasa percaya diridan tanggung jawab. Sehingga siswa
diharapkan dapat memiliki hasil belajar lebih baik.
Pada tahap kedua, peneliti melakukan pembelajaran model
cooperative learning tipe jigsaw dalam kelompok kecil. Siswa melakukan
diskusi bersama teman kelompoknya. Mereka menemukan, memahami dan
menyelesaikan tugas bersama teman kelompoknya. Kerja kelompok dalam
jumlah kecil menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab lebih
besar, mereka dituntut lebih menguasai dalam terhadap materi yang diberikan
guru. Sehingga kerja keras siswa pada siklus kedua menunjukkan hasil belajar
lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran di siklus pertama.
Dari uraian tersebut diduga bahwa pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe jigsaw pada siswa kelas VIII G MTsN Sukoharjo
tahun 2013/2014 tahap pertama ( dalam kelompok besar) sudah menunjukkan
peningkatan minat dan hasil belajar. Demikian pula dengan model
pembelajara cooperative learning tipe jigsaw pada siswa kelas VIIIG MTsN
Sukoharjo tahun 2013/2014 tahap kedua ( dalam kelompok kecil )
menunjukkan minat dan hasil belajar lebih baik lagi. Secara umum diduga
bahwa pembelajaran dengan model cooperative learning tipe jigsaw pada
siswa kelas VIIIG MTsN Sukoharjo tahun 2013/2014 dapat meningkatkan
minat dan hasil belajar.

Guru belum Siswa memiliki


KONDISI AWAL
melakukan model minat dan hasil
pembelajaran tipe belajar Al-
Qur’an Hadits
Jigsaw
rendah

SIKLUS I
Guru melakukan Pembelajaran
dengan model
TINDAKAN model Pembelajaran cooperative
tipe Jigsaw learning tipe
jigsaw kelompok
besar

SIKLUS II
Pembelajaran
dengan model
cooperative
learning tipe
jigsaw kelompok
kecil

Diduga melalui Pembelajaran


dengan model cooperative
KONDISI AKHIR learning tipe jigsawdapat
meningkatkan Minat dan hasil
belajar Al-Qur’an Hadits Bagi
Siswa Kelas VIII G MTsN
Sukoharjo Tahun 2013/2014

Gambar 4
Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Tindakan
Dari rumusan masalah yang telah diuraikan dan gambaran dari kerangka
berfikir diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
a. Minat belajar Al-Qur’an Hadits dapat ditingkatkan melalui model
pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw bagi Siswa kelas VIIIG
Madrasah Tsanawiyah Negeri Sukoharjo pada semester Gasal Tahun
pelajaran 2013/2014.
b. Hasil belajar Al-Qur’an Hadits dapat ditingkatkan melalui model
pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw bagi Siswa kelas VIIIG
Madrasah Tsanawiyah Negeri Sukoharjo pada semester Gasal Tahun
pelajaran 2013/2014.
c. Minat dan hasil belajar Al-Qur’an Hadits dapat ditingkatkan melalui
model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw bagi Siswa kelas
VIIIG Madrasah Tsanawiyah Negeri Sukoharjo pada semester Gasal
Tahun pelajaran 2013/2014.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Waktu Penelitian
a. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan /
satu semester, yaitu bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Desember
2013. Hal ini disesuaikan dengan pokok bahasan yang kami teliti
yaitu mem mempelajari surat pendek pilihan yang terkait dengan
materi penerapan hukum bacaan mad. Pada bulan Juli (bulan ke-1 )
digunakan peneliti untuk menyusun proposal. Bulan ke-2 yaitu bulan
Agustus peneliti gunakan untuk menyusun instrumen, pada bulan ke-3
yaitu September peneliti mengumpulkan data dengan melaksanakan
tindakan penelitian pada siklus I , bulan ke-4 yaitu bulan Oktober
peneliti mengumpulkan data dan melaksanakan tindakan pada siklus
II, bulan ke-5 yaitu pada bulan Nopember peneliti gunakan untuk
menganalisis data dan membahas dengan teman sejawat dan
dilanjutkan penulisan laporan yang dilaksanakan pada bulan
Desember 2013.
Rincian pembagian waktu tersebut diatas dapat terlihat dengan jelas
pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1
Alokasi Waktu Penelitian
Juli Agust Sept Okt Nop Des
NO Uraian Kegiatan
2013 2013 2013 2013 2013 2013
1 Menyusun Proposal PTK
Menyusun Instrumen
2
Penelitian
Pengumpulan data
dengan melakukan
3 tindakan
a. Siklus 1
b. Siklus 2
4 Analisis Data
5 Pembahasan
Menyusun Laporan Hasil
6
Penelitian
b. Peneliti melaksanakan tindakan pada bulan Maret dan April karena
beberapa alasan:
1) Karena bulan Maret dan April merupakan bulan efektif
pembelajaran dikelas VIII, meskipun kelas IX sudah persiapan
Ujian Nasional.
2) Pokok bahasan tentang belajar surat pendek pilihan diberikan
pada bulan tersebut.
2. Tempat Penelitian
a. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Sukoharjo yaitu di
Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Sukoharjo, sesuai dengan SK
tugas mengajar. Meskipun sebelumnya peneliti pernah mendapatkan
tugas mengajar pertama di MTsN Kaleng Puring Kebumen pada
Tahun 1994 sampai dengan Tahun 1998. Kemudian pada tahun 1998
peneliti bertugas di MTsN Sukoharjo sampai sekarang, sehingga
pemilihan lokasi disesuaikan dengan tempat mengajar yang sedang
dijalani peneliti sekarang yaitu Madratsah Tsanawiyah Negeri
(MTsN)Sukoharjo.
b. Penelitian dilaksanakan di Madrasah tersebut diatas, karena peneliti
bertugas sebagai guru yang mengajar di MTsN Sukoharjo yang
beralamat di JL. KH.Agus Salim No. 48 Sukoharjo.
c. Pada Tahun Pelajaran 2013/2014 Peneliti mendapatkan tugas
mengajar di MTsN Sukoharjo sebagai pengampu mata pelajaran Al-
Qur’an Hadis pada Kelas VII PK, kelas VIII F,G dan VIII PK dan
kelas IX A,B,C,D,E,F,G dan IX PK. Dari sekian kelas yang peneliti
ampu, kelas VIII G paling banyak mengalami kesulitan menguasai
konsep belajar Al-Qur’an Hadits, maka yang kami teliti adalah VIII G

B. Subjek dan Objek Penelitian


Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah kelas VIII (delapan)
khususnya kelas delapan G, jumlah siswa : 34 siswa, terdiri 22 siswa laki-
laki dan 12 siswa perempuan. Jika dilihat dari jarak rumah ke sekolah, siswa
yang memeliki jarak 1 km sebanyak 7 siswa, 2 km sebanyak 16 siswa dan
yang lebih dari 2 km 11 siswa, dari jarak yang relatif dekat tidak menjadikan
siswa datang terlambat di Madrasah, hal tersebut didukung sarana transportasi
bagi siswa yang memiliki jarak tempuh ke Madrasah 2 km menggunakan
sarana sepeda, sedang yang lebih dari 2 km menggunakan sarana bus
(angkutan umum).
Sedangkan jika dilihat dari kondisi pekerjaan orang tua, dari 34 siswa
yang pekerjaan orang tua sebagai petani 1 orang, pedagang 12 orang, pegawai
swasta 9 orang, buruh 9 orang sedang dari Pegawai Negeri Sipil 3 orang. Jika
dilihat dari latar belakang pendidikan orang tua, yang memiliki pendidikan
tamat SD 13 orang, tamat SMP 10 orang, dan tamat SMA/SMK 9 orang dan
tamat sarjana 2 oarang. Kondisi tersebut tidak mempengaruhi orang tua untuk
tidak menyekolahkan putra putrinya, mengingat kebijakan pemerintah Kab.
Sukoharjo membebaskan pungutan biaya pendidikan di sekolah negeri.
Objek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah minat dan hasil belajar
Al-Qur’an Hadits QS Al Kautsar dan Al-Ma’un melalui model pembelajaran
Cooperative Learning tipe Jigsaw bagi Siswa kelas VIII G Madrasah
Tsanawiyah Negeri Sukoharjo pada semester gasal Tahun pelajaran
2013/2014.
C. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian tindakan kelas ini berasal dari subyek
penelitian atau dari siswa yang merupakan sumber data primer yaitu
1. Minat belajar Al-Qur’an Hadits pada kondisi awal sebelum peneliti
memanfaatkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw.
2. Hasil belajar Al-Qur’an Hadits pada kondisi awal sebelum peneliti
memanfaatkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw.
3. Minat belajar Al-Qur’an Hadits pada siklus I setelah peneliti
memanfaatkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
kelompok besar
4. Hasil belajar Al-Qur’an Hadits pada siklus I setelah peneliti
memanfaatkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
kelompok besar
5. Minat belajar Al-Qur’an Hadits pada siklus II setelah peneliti
memanfaatkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
kelompok kecil
6. Hasil belajar Al-Qur’an Hadits pada siklus II setelah peneliti
memanfaatkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
kelompok kecil
D. Teknik dan AlatPengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah
dengan:
a. Mengumpulkan data kondisi awal minat belajar Al-Qur’an Hadits
pada saat pembelajaran dengan cara convensional/ceramah dan belum
memanfaatkan model model pembelajaran Cooperative Learning tipe
Jigsaw yaitu dengan mencermati dokumentasi / catatan tentang minat
siswa.
b. Mencermati data kondisi awal hasil belajar Al-Qur’an Hadits pada
kondisi awal sebelum menggunakan model pembelajaran Cooperative
Learning tipe Jigsaw. Dikumpulkan dengan teknik dokumentasi
( berupa dokumen daftar nilai siswa)
c. Mengumpulkan data kondisi minat siswa dalam belajar Al-Qur’an
Hadits pada siklus I dengan menggunakan tekhnik observasi berupa
lembar observasi.
d. Mencermati data kondisi hasil belajar siswa pada siklus I dengan
menggunakan teknik tes tertulis
e. Mengumpulkan data kondisi minat siswa dalam belajar Al-Qur’an
Hadits pada siklus II dengan menggunakan tekhnik observasi berupa
lembar observasi.
f. Mencermati data kondisi hasil belajar siswa pada siklus II dengan
menggunakan teknik tes tertulis
2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data berupa:
1. Untuk mengetahui kondisi minat siswa dalam belajar Al-Qur’an
Hadits baik pada saat sebelum peneliti menggunakan model
pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw maupun setelah
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
pada siklus I dan siklus II, alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data yaitu daftar dokumentasi berupa lembar observasi yang memuat
catatan-catatan tentang minat siswa saat mengikuti pembelajaran di
kelas.
2. Alat mengumpulkan data hasil belajar Al-Qur’an Hadits pada kondisi
awal dengan menggunakan alat dokumentasi (daftar nilai)
3. Alat pengumpulan data hasil belajar Al-Qur’an Hadits pada siklus I
dan II dengan menggunakan tes tertulis.
E. Validasi Data
Karena penelitian ini, meliputi masalah minat dan hasil belajat , maka dalam
menentukan validasi data dengan melakukan:
1. Validasi Data Minat Siswa belajar Al-Qur’an Hadits
Data minat siswa belajar Al-Qur’an Hadits pada siklus I dan siklus II
diperoleh menggunakan teknik observasi. Supaya data valid, maka
dilakukan validasi dengan melibatkan observer teman sejawat yang
dikenal dengan berkolaborasi dengan teman sejawat.

2. Validasi Data Hasil belajar Al-Qur’an Hadits


Data hasil belajar Al-Qur’an Hadits pada siklus I dan siklus II
dikumpulkan dengan menggunakan tes tertulis, dilakukan validasi isinya (
kontent validasi) dengan cara membuat kisi-kisi butir soal sesuai dengan
kurikulum (standar kompetensi)

F. Analisis Data
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis diskriptif komparatit
yaitu
1. Analisa Data Minat siswa dalam Belajar Al-Qur’an Hadits
Membandingkan minat belajar Al-Qur’an Hadits pada kodisi awal
sebelum menggunakan media Al-Qur’an digital dengan minat belajar Al-
Qur’an Hadits pada siklus I. Kemudian membandingkan minat belajar Al-
Qur’an Hadits pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan minat
belajar Al-Qur’an Hadits pada kondisi awal dengan kondisi akhir. Dari
kondisi awal minat siswa yang masih rendah akan meningkat setelah
mengggunkan model pada siklus I , karena adanya media pada siklus
pertama akan lebih menarik minat siswa dan pada siklus II minat siswa
semakin meningkat karena guru melakukan bimbingan lebih terarah.
2. Analisa Data Hasil belajar siswa Belajar Ayat Al-Qur’an
Membandingkan hasil belajar belajar ayat Al-Qur’an pada kodisi awal
sebelum menggunakan media Al-Qur’an digital dengan hasil belajar
belajar ayat Al-Qur’an pada siklus I. Kemudian membandingkan hasil
belajar belajar ayat Al-Qur’an pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar belajar ayat Al-Qur’an pada kondisi awal
dengan kondisi ahir. Dari kondisi awal hasil belajar siswa yang masih
rendah akan meningkat setelah mengggunkan model pembelajaran
Cooperative Learning tipe Jigsaw pada siklus I (siswa dikelompokkan
dengan jumlah besar) , karena adanya model pembelajaran pada siklus
pertama akan lebih menarik minat siswa sehingga hasil belajar siswa pada
siklus I meningkat dan pada siklus II hasil belajar siswa belajar semakin
meningkat karena pada siklus II siswa dikelompokkan dalam jumlah kecil
sehingga kondisi belajar siswa lebih terarah, terkontrol sehingga hasil
belajar siswa lebih baik.

G. Indikator Kinerja
Indikatort yang diharapkan dari minat dan hasil belajar Al-Qu’an
Hadits adalah sebagai berikut:
1. Indikator kinerja minat siswa dalam belajar Al-Qur’an Hadits
a. Minat sisiwa belajar Al-Qur’an Hadits pada pada awalnya rendah
dengan gambaran siswa ketika mengikuti pembelajaran dikelas kurang
semangat indikator kinerja pada kondisi akhir, siswa memiliki minat
yang semakin meningkat.
b. Minat belajar Al-Qur’an Hadits yang rendah pada kondisi awal
terdapat 16 siswa ditargetkan indikator kinerja pada kondisi akhir
tinggal 5 siswa.
2. Indikator kinerja hasil belajar siswa pada pembelajaran Al-Qur’an Hadits
a. Hasil belajar Al-Qur’an Hadits pada kondisi awal terukur nilai rata-
rata 67; indikator kinerja pada kondisi akhir mencapai 75.
b. Kondisi awal hasil belajar belajar ayat al-Qur’an yang tuntas 35,29 %,
indikator kinerja pada kondisi akhir, ketuntasan mencapai 80 %.
H. Prosedur Tindakan
Seperti dinyatakan diatas bahwa desain penelitian yang penliti lakukan
merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus.
Pada penelitian ini langkah yang peneliti lakukan adalah:
1. Menentukan Metode yang digunakan dalam penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian tindakan
kelas, karena dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung pada tindakan
yang peneliti lakukan.
2. Menentukan Tindakan dalam Siklus
Tindakan dalam penelitian yang peneliti lakukan adalah dengan
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
Penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw
pada siklus I, siswa melakukan pembelajaran dengan cara
dikelompokkan dalam jumlah besar, diharapkan dengan belajar
kelompok siswa mampu berdiskusi bertukar informasi sehingga
pembelajaran lebih komunikatif.
Sedang pada penerapan model pembelajaran Cooperative Learning
tipe Jigsaw pada siklus II, siswa melakukan diskusi kelompok dengan
jumlah kecil. Dalam pengelompokan siswa yang tidak terlalu banyak,
siswa dapat belajar lebih aktif, semua ikut terlibat dalam memecahkan
masalah.
3. Menentukan tahapan-tahapan tindakan dalam siklus
Rancangan-rancangan yang dilakukan pada tahapan ini adalah:
a. Membuat perencanaan tindakan (planning) terdiri
dari apersepsi, kegiatan inti dan penutup.
b. Melaksanakan tindakan sesuai yang direncanakan
(acting) meliputi tindakan pada siklus I dan siklus II.
c. Melakukan pengamatan terhadap tindakan yang
dilakukan (observing)
d. Menganalisis hasil pengamatan tindakan dengan
diskriptif komparatif.
e. Melaksanakan Refleksi
Refleksi adalah kegiatan yang mengulas secara kritis (reflective)
tentang perubahan yang terjadi pada siswa, suasana kelas dan guru.
Semua siswa mendiskusikan hasil sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan kemudian merumuskan hasil tersebut, baik berupa
keberhasilan maupun kekurangannya untuk ditindak lanjuti dengan
langkah-langkah program berikutnya yang berupa penyempurnaan
dan pengembangan.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Kondisi Awal


1. Deskripsi Minat Belajar Al-Qur’an Hadits
Siswa kelas VIII G MTs Negeri Sukoharjo yang berjumlah 34
siswa yang terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.
Berdasarkan hasil pra penelitian, dari 34 siswa tersebut umumnya
mengalami kesulitan dalam belajar Al-Qur’an Hadits. Rendahnya
kemampuan belajar diantaranya disebabkan karena guru belum
melaksanakan pembelajaran secara maksimal, pada saat mengajar guru
belum memanfaatkan model pembelajaran yang berfariatif, diantaranya
belum mencoba melakukan pembelajaran dengan model belajar
cooperatif leanrning tipe jigsaw.
Selama ini guru dalam melaksanakan pembelajaran masih
melakukan pembelajaran yang biasa dilakukan yaitu ceramah yang
cenderung mengutamakan guru sebagai pusat pembelajaran, sehingga
siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan guru, menunggu
perintah dan cenderung siswa pasif. Karena siswa seolah tidak berperan
dalam pembelajara, siswa mencari kesibukan sendiri, sering siswa
berbicara sendiri dengan temannya, mengganggu teman lain bahkan ada
yang melakukan kegitan mengerjakan tugas pelajaran lain.
2. Deskripsi Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits
Nilai kondisi awal di ambil dari nilai ulangan harian mata
pelajaran Al-Qur’an Hadits yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli
2013 dengan hasil nilai terendah 53, nilai tertinggi 80 dan nilai rata-rata
68. Nilai rata-rata belum mencapai ketuntasan minimal, namun
demikian sebagian siswa sudah bisa mencapai ketuntasan minimal 75.
Nilai tersebut dapat dilihat dari gambaran tabel berikut:
Tabel 2
Nilai Hasil Belajar Kondisi Awal
No Uraian Nilai
1 Nilai Terendah 53
2 Nilai Tertinggi 80
3 Nilai Rata-rata 68
4 Rentang Nilai 27

Nilai kondisi awal akan terlihat lebih jelas dengan diagram berikut ini.

Chart Title
90
80
70
60
50
Nilai Kondisi Awal
40
30
20
10
0
Nilai Terendah Rerata Nilai Tertinggi Rentan Nilai

Gambar 5
Histogram Kondisi Awal
Dari hasil ulangan hafalan kondisi awal terdapat 22 siswa belum
mencapai ketuntasan minimal, disebabkan belum mencalai nilai 75.
Sedang yang telah mencapai ketuntasan minimal 12 siswa.

B. Deskripsi Data Hasil Siklus I


1. Perencanaan Tindakan
a. Apersepsi
Guru merancang konsep pembelajaran yang dituangkan dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, menetapkan metode
pembelajaran, merancang kelas, membuat aturan main dalam
mengikuti pembelajaran.
b. Kegiatan Inti
Mempersiapkan materi yang pelajaran beserta kelengkapannya,
mempersipkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar dengan baik,
mempersiapkan media pembelajaran untuk siswa serta mendesain
pembelajaran di kelas.
c. Penutup
Mempersiapkan ulangan harian berupa tes tertulis, lembar penilaian
serta persiapan untuk memberikan penguatan.
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Pelaksanaan Appersepsi
Guru memberi salam, menjelaskan aturan tata tertib dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengatur kelas dalam desain
pembelajaran klasikal, mengamati kesiapan siswa dalam mengikuti
pembelajaran sambil mengajukan pertanyaan penduluan yang ada
kaitannya dengan materi yang akan diajarkan. Pada kegiatan
apersepsi, guru memberikan pertanyaan pendahuluan kepada siswa,
misalnya :
o Siapa yang sudah sudah belajar ?
o Apa yang sudah kalian pelajari?

b. Pelaksanaan Kegiatan Inti


Siklus I dilaksanakan pada minggu ketiga dan keempat pada bulan
Juli 2013 atau pada tanggal 19 dan 26 Juli 2013 Langkah yang
ditempuh dalam persiapan kegiatan adalah penulis menyiapkan data
dan identitas diri dan lembar tugas nomor 1 serta lembar refleksi dan
lembar pengamatan. Di samping blangko-blangko tugas penulis juga
menyiapkan bahan-bahan pelajaran Al-Qur’an Hadits yang diberikan
pada proses pembelajaran dengan menerapkan model cooperative
learning tipe jigsaw dan lembar jawaban yang berkaitan dengan
materi pelajaran. Pokok bahasan pada siklus I yaitu penerapan
bacaan mad dalam Al-Qur’an dan sebagai sub pokok bahasan yaitu
QS.Al-Kautsar dan Al Maa’un. (Lampiran RPP)
Langkah Siklus I :
1) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok, ada kelompok yang
ber-anggotakan 7 siswa ada empat kelompok dan yang
beranggotakan 6 siswa satu kelompok)
2) Masing-masing kelompok mengerjakan soal yang berbeda
dengan soal kelompok lainnya.Soal-soal saling ditukarkan untuk
dikerjakan oleh kelompok.
c. Pelaksanaan Penutup
Setelah selesai kegiatan diskusi kelompok, guru menugaskan kepada
siswa untuk mengerjakan ulangan harian dari materi yang baru saja
dipelajari. Ulangan harian yang dilakukan oleh siswa bertujuan
untuk mengetahui kemampuan belajar Al-Qur’an Hadits terhadap
materi yang baru saja dipelajari.

3. Data Hasil Pengamatan


a. Minat Belajar Al-Qur’an
Setelah peneliti melakukan pengamatan pada siklus I, siswa telah
menunjukkan minat belajar Al-Qur’an Hadits dengan lebih
antusias dibandingkan dengan ketika siswa melakukan kegitan
belajar secara konvensional (guru hanya menjelaskan dengan
metode ceramah). Siswa mampu menguasai materi AL-Qur’an
Hadits dengan melakukan diskusi di teman kelompoknya, siswa
dapat menemukan konsep-konsep dari mata pelajaran Al-Qur’an
Hadits secara mandiri, karena siswa diberi kepercayaan akan
kemampuan berfikir kreatif sehingga dalam pembelajaran siswa
terlihar lebih antusias. Pada siklus I, peneliti mengelompokkan
siswa dalam jumlah besar yaitu pada setiap kelompok
beranggotakan 7 siswa, dapatdilihat pada gambar berikut:

Gambar 6
Kondisi Kelompok Pada Siklus I
b. Kemampuan Belajar Al-Qur’an
Setelah siswa melakukan hafalan dengan memanfaatkan media Al-
Qur’an Digital, sudah terdapat sedikit peningkatan kemampuan
belajar meskipun belum begitu menunjukkan peningkat yang
memuaskan, disebabkan dalam pemanfaatan media siswa
melakukan sendiri tanpa pembimbingan guru. Kemampuan belajar
pada siklus pertama digambarkan pada lampiran 3b.
4. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan siklus I dapat diambil kesimpulan
sementara yaitu:
a. Minat Belajar Al-Qur’an
Kondisi minat belajar siswa pada siklus I telah menunjukkan
peningkatan, terlihat dari kondisi siswa yang lebih antusias
melakukan kegiatan belajar. Siswa lebih bersemangat ketika
melakukan pembelajaran dengan diskusi kelompok pembelajaran
model cooperative learning tipe jigsaw. Pada tahap ini peneliti
dikelompokkan dalam jumlah besar.
b. Kemampuan Belajar Al-Qur’an
Kemampuan belajar pada siklus I telah menunjukkan sedikit
peningkatan, kondisi tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 3
Hasil Pengamatan Nilai Siklus I

No Uraian Nilai
1 Nilai Terendah 58
2 Nilai Tertinggi 84
3 Nilai Rata-rata 71
4 Rentang Nilai 24

Berdasarkan pengamatan siklus I dapat diambil kesimpulan sementara


yaitu:
a. Nilai rata-rata pada kondisi awal : 68
b. Nilalai rata-rata pada siklus I : 71
Terdapat kenaikan nilai 3 atau 4.41%
Kenaikan hasil belajar tersebut terjadi karena pembelajaran
menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw lebih menarik,
mehingga minat yang belajar bertambah akan membantu menaikkan
kemampuan belajar. Kenaikan hasil belajar tersebut akan dapat
terlihat dalam diagram histogram berikut:
90

80

70

60

50
Nilai Kondisi Awal
40 Nilai Siklus I

30

20

10

0
Nilai Terendah Rata-rata Nilai Tertinggi Rentan Nilai

Gambar 7
Histogram Kemampuan Belajar antara Kondisi Awal dan Siklus I

C. Deskripsi Data Hasil Siklus II


1. Perencanaan Tindakan
a. Apersepsi
Seperti pada siklus I, siklus II diawali dengan merancang konsep
pembelajaran yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, menetapkan metode pembelajaran, merancang kelas,
membuat aturan main dalam mengikuti pembelajaran.
b. Kegiatan Inti
1) Mempersiapkan materi yang pelajaran beserta kelengkapannya,
mempersipkan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran
Al-Qur’an Hadits dengan baik , mempersiapkan model
pembelajaran untuk siswa serta mendesain pembelajaran di
kelas.
2) Siswa melakukan pembelajaran dengan model cooperative
learning tipe jigsaw yang telah disiapkan guru.
3) Guru pemberikan penjelasan prosedur pembelajaran dengan
model cooperative learning tipe jigsaw secara rinci.
c. Penutup
1) Siswa melakukan tes ter tulis setelah melakuakan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning
tipe jigsaw
2) Guru memberikan penilaian terhadap tes dengan kriteria yang
telah ditentukan.
3) Guru melakukan penguatan terhadap hasil tes tertulis
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Pelaksanaan Appersepsi
Guru memberi salam, menjelaskan aturan tata tertib dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengatur kelas dalam desain
pembelajaran klasikal, mengamati kesiapan siswa dalam mengikuti
pembelajaran sambil mengajukan pertanyaan penduluan yang ada
kaitannya dengan materi yang akan diajarkan. Pada kegiatan
apersepsi, guru memberikan pertanyaan pendahuluan kepada siswa.
b. Pelaksanaan Kegiatan Inti
Siklus II dilaksanakan pada minggu ketiga dan keempat
pada bulan Agustus atau pada tanggal 2 dan 16 Januari 2011. Jarak
pelakasanaan siklus I dan siklus ke II agak panjang, dikarenakan
terdapat libur akhir Ramadhan dan hari Raya Idul Fitri 1434H.
Langkah yang ditempuh dalam persiapan kegiatan adalah penulis
menyiapkan bahan-bahan pelajaran Al-Qur’an Hadits yang akan
diberikan pada proses pembelajaran pada siklus II dengan
menerapkan model cooperative learning tipe jigsaw dan lembar
jawaban yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Pokok bahasan pada siklus II yaitu memahami isi
kandungan QS Al-Quraisy dan Al-Insyiroh.
Langkah Siklus II :
1) Guru membagi siswa
menjadi 7 kelompok, enam kelompok beranggotakan 5 siswa
dan satu kelompok beranggotakan 4
2) Masing-masing
kelompok mengerjakan soal yang berbeda dengan soal
kelompok lainnya.
3) Soal-soal saling
ditukarkan untuk dikerjakan oleh kelompok.

Gambar 8
Kelompok Kecil Pada Siklus II

c. Pelaksanaan Kegiatan Penutup


Setelah siswa untuk melakukan diskusi kelompok dengan model
cooperative learning tipe jigsaw dalam kelompok kecil, kemudian
siswa melakukan tes tertulis yang telah dipersiapkan guru. Tes
tertulis dilaksanakan pada kelompok masing-masing, tetapi hasil di
dilakukan siswa bertujuan untuk mengetahui kemampuan hasil
belajar Al-Qur’an Hadits pada siswa terhadap materi yang baru saja
dipelajari. Guru memberikan penilaian dengan kriteria yang telah
ditentukan.
3. Data Hasil Pengamatan
a. Minat Belajar Al-Qur’an Hadits
Berdasarkan pengamatan pada siklus II , minat siswa saat
mengikuti pelajaran Al-Qur’an Hadits semakin baik, terlihat dari
kondisi siswa dalam mengikuti pembelajaran semakin perhatian.
Siswa melakukan diskusi dan pembelajaran sesuai dengan ketentuan
atau aturan yang telah ditentukan guru sebelumnya, siswa
melakukannya dengan kesungguhan, sehingga pembelajaran terlihat
semakin konduksif
b. Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits
Pembelajaran dengan model cooperative learning tipe jigsaw
dalam kelompok kecil, lebih dapat menghasilkan peningkatan hasil
belajar Al-Qur’an Hadits pada siswa. Terbukti hasil penilaian tes
tertulis menunjukkan kenaikan lebih tinggi
4. Refleksi
a. Minat Belajar Al-Qur’an Hadits
Pembelajaran dengan menggunakan dengan model cooperative
learning tipe jigsaw dalam kelompok kecil pada siklus II lebih
konduksif. Hal ini disebabkan karena pada saat pembelajaran semua
siswa dapat berperan aktif dalam melaksanakan diskusi.
b. Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits
Pada siklus II menunjukkan hasil belajar Al-Qur’an Hadits lebih
meningkat dibandingkan pada kemampuan menghafal pada siklus I.
Kondisi tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4
Hasil Pengamatan Nilai Siklus II

No Uraian Nilai
1 Nilai Terendah 67
2 Nilai Tertinggi 90
3 Nilai Rata-rata 77
4 Rentang Nilai 23

Berdasarkan pengamatan siklus II dapat diambil kesimpulan


sementara yaitu:
c. Nilai rata-rata pada siklus I : 71
d. Nilalai rata-rata pada siklus II : 77
Terdapat kenaikan nilai 6 atau 8,45 %
Kenaikan hasil belajar pada siklus II disebabkan karena pembelajaran
dengan menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw dalam
kelompok kecil dapat menumbuhkan kreatifitas siswa sehingga dalam
pembelajaran dapat berjalan lebih efektif. memiliki peningkatan lebih
dibandingkan dengan hasil belajar pada kondisi siklus I. Kenaikan
hasil belajar dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada gambar
histogram berikut:
100

90

80

70

60

50 Nilai Siklus I
Nilai Siklus II
40

30

20

10

0
Nilai Terendah Rata-rata Nilai Tertinggi Rentan Nilai

Gambar 9
Histogram Kemampuan Menghafal antara Siklus I dan Siklus II
D. Pembahasan
1. Pembahasan Tindakan

No Uraian Tindakan
1. Kondisi awal Belum melaksanakan pembelajaran dengan model
pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw
2. Siklus Pertama Melaksanakan pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe jigsaw kelompok besar
3. Siklus Kedua Melaksanakan pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe jigsaw kelompok kecil
1. Pembahasan Hasil Pengamatan

No Uraian Hasil Tindakan


1. Kondisi awal Hasil belajar rendah, nilai hasil belajar siswa
terendah adalah 53, nilai tertinggi 80 dan nilai
rata-rata 68
2. Siklus Hasil belajar meningkat, nilai hasil belajar siswa
Pertama terendah adalah 58, nilai tertinggi 84 dan nilai
rata-rata 71
3. Siklus Kedua Hasil belajar siswa lebih meningkat lagi, nilai
hasil belajar terendah siswa 67 , nilai tertinggi
90 dan nilai rata-rata 77.

2. Pembahasan Hasil Refleksi

No Uraian Hasil Pengamatan


1. Kondisi awal Tidak ada refleksi
2. Siklus Pertama Hasil belajar siswa meningkat dari nilai rata-rata siswa
pada kondisa awal 68 menjadi 71 jadi ada kenaikan nilai
3 atau 4,41%
3. Siklus Kedua Hasil belajar lebih meningkat dari nilai rata-rata pada
Siklus I adalah 71 menjadi 77. Terdapat kenaikan nilai 6
atau 8,45 % .
Bila dibandingkan antara kondisi awal dengan siklus
kedua, dari nilai rata-rata kemampuan menghafal siswa
68 menjadi 77 ada peningkatan nilai 9 atau 13,23%

Kenaikan kemampuan menghafal dari kondisi awal, siklus I dan siklus II


dapat terlihat pada gambar berikut:
100

90

80

70

60
Nilai Kondisi Awal
50
Nilai Siklus I
40 Nilai Siklus II

30

20

10

0
Nilai Terendah Rata-rata Nilai Tertinggi Rentan Nilai

Gambar 10
Histogram Hasil Belajar antara Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

E. Hasil Tindakan
Hasil penelitiaan mengenai Peningkatan Minat Dan Hasil Belajar
Alqur’an Hadits Materi Qs. Al Humazah Dan At-Takatsur Melalui
Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw Bagi Kelas VIII G
MTs Negeri Sukoharjo Pada Semester Gasal Tahun 2013/2014
menunjukkan adanya kebenaran baik secara teoritis maupun secara empiris.
Secara teoritis kebenaran dapat dilihat dari kajian teori bahwa hassil
belajar Al-Qur’an Hadits dapat ditingkatkan, salah satunya dengan
menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Sebab
penerapan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw dapat
membantu siswa belajar lebih berminat, sehingga dengan minat yang tinggi
siswa mampu belajar dengan baik sehingga hasil belajar juga lebih baik.
Keberadaan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan berbagai model,
akan mendudukung siswa dalam belajar Al-Qur’an Hadits secara
menyenangkan.
Secara empiris kebenaran telah terbukti berdasarkan analisis data
yang peneliti peroleh dari bab IV, sehingga penelitian pada bab IV ini
merupakan kebenaran secara empiris.
Hasil yang peneliti peroleh membuktikan bahwa pembelajaran
dengan menerapkan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw pada
kelompok besar maupun penerapan Model Cooperative Learning Tipe
Jigsaw pada kelompok kecil, dapat meningkatkan minat dan kemampuan
belajar Al-Qur’an Hadits. Kenaikan hasil belajar dari kondisi awal ke siklus
pertama terdapat kenaikan nilai rata-rata 3 atau 4,41%. Dari siklus pertama
dibanding siklus kedua terdapat kenaikan nilai rata-rata 6 atau 8,45 % . Dari
kondisi awal dibandingkan dengan siklus kedua terdapat peningkatan nilai
rata-rata sebesar 9 atau 13,23%. Dan dari 34 siswa pada siklus II yang
mencapai ketuntasan minimal sebanyak 28 siswa atau 85,35 %.
Persentase hasil siswa yang mencapai ketuntasan minimal telah
sesuai harapan dari penelitian ini. Jika dilihat pada gafrik berikut nampak
terdapat kenaikan rata-rata kondisi awal hingga kondisi siklus II.

Rata-rata
78

76

74

72
Rata-rata
70

68

66

64

62
Kondisi awal Siklus I Siklus II

Gambar 11
Kondisi Rata-rata Hasil belajar
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan keseluruhan pembahasan bab terdahulu , dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan hipotes tindakan bahwa minat belajar Al-Qur’an Hadits
dapat ditingkatkan dengan menerapankan Model Cooperative Learning
Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas VIII G MTs Negeri Sukoharjo tahun
Pelajaran 2013/2014 dapat dibuktikan dengan hasil tindakan bahwa minat
belajar siswa dengan menerapankan Model Cooperative Learning Tipe
Jigsaw menunjukkan peningkatan. Sebelum pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran, siswa telihat tidak komunikatif dalam
melaksanakan pembelajaran setelah pembelajaran diupayakan dengan
menerapankan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw siswa lebih
kreatif dan antusias.
2. Berdasarkan hipotesis tindakan bahwa hasil belajar Al-Qur’an Hadits
dapat ditingkatkan dengan menerapan Model Cooperative Learning Tipe
Jigsaw pada Siswa Kelas VIII G MTs Negeri Sukoharjo tahun Pelajaran
2013/2014, ditunjukkan pula pada hasil tindakan bahwa hasil belajar yang
didukung dengan penerapan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw
dapat meningkat. Terbukti bahwa pada saat belum penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Jigsaw nailai rata-rata hasil belajar mencapai
68, setelah memanfaatkan media pada siklus I nilai rata-rata mencapai 71
(terdapat kenaikan nilai 3 atau 4,41%) dan pada siklus II rnilai rata-rata
mencapai 77 (terdapat kenaikan 6 dari siklus I atau naik 8,45%)
3. Minat dan hasil belajar Al-Qur’an Hadits dapat ditingkatkan dengan
menerapankan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw pada Siswa
Kelas VIII G MTs Negeri Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014.
Peningkatan dapat dilihat dari kondisi awal dibandingkan siklus pertama
terjadi kenaikan nilai rata-rata sebesar 3 atau 4,41%. Dari siklus pertama
dibandingkan siklus kedua terdapat kenaikan 6 atau 8,45 % . Dari kondisi
awal dibandingkan dengan siklus kedua terdapat peningkatan nilai rata-
rata sebesar 9 atau 13,23%.
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan dari penelitian ini maka implikasi yang dapat
diambil adalah bahwa dengan menerapankan Model Cooperative Learning
Tipe Jigsaw pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits dapat meningkatkan
minat dan hasil belajar siswa. sehingga dengan penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Jigsaw tersebut menjadikan anak yang memiliki
minat yang rendah dapat meningkat lebih baik, sehingga hasil belajar juga
meningkat lebih baik. Dengan demikian untuk meningkatkan minat dan hasil
belajar Al-Qur’an Hadits perlu penerapan Model Cooperative Learning
Tipe Jigsaw.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka
saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Kepada Siswa
Bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar perlu mencari alternatif
belajar diantaranya berdiskusi dengan teman, bertukar argumen/pendapat
agar dapat menumbuhkan suasana belajar lebih hidup dan menyenangkan.
dan saling menumbuhkan rasa persaingan yang sehat sehingga termotivasi
mencapai hasil yang baik.
2. Kepada Guru
a. Kerja kolaboratif dalam penelitian tindakan kelas dapat dipakai
menjadi wahana pengembangan pembelajaran Al-Qur’an Hadits
melalui kerja kolaboratif guru Al-Qur’an Hadits yang efektif, karena
penelitian tindakan kelas berdasarkan permasalahan konkrit dikelas
sehingga gurulah yang paling bisa melakukannya.
b. Guru dapat mengemas proses pembelajaran yang menyenangkan dan
dapat mengikutkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
3. Kepada Sekolah
a. Kepala sekolah harus menjadi pemimpin dan penggerak perbaikan
pembelajaran dengan melibatkan guru. Hubungan guru dan kepala
sekolah dapat dikembangkan melalui kerja kolaboratif.
b. Kepala Sekolah perlu memotivasi guru agar menerapkan
pembelajaran yang berfariatif sehingga pembelajaran bagi siswa
menyenangkan. Karena dengan kodisi tersebut dapat meningkatkan
hasil belajar bagi siswa.
4. Kepada Perpustakaan
Perpustakan perlu mengarsipkan hasil penelitian agar bisa dibaca oleh
guru dan siswa untuk menambah wawasan dan memperkaya ilmu
pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 1997. Peranan Suasana Belajar Kooperatif dan Kompetitif dalam
Peningkatan Hasil Belajar. Jakarta: Lembaga Penelitian IKIP.
Anita Lie. 2003. Cooperative Learning. “Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-ruang Kelas”. Jakarta: Grasindo.
Arikunto, Suharsini, Suhardjono, dan Supardi, 2006, Penelitian Tindakan Kelas,
Jakarta, Bina aksara
Bambang Suteng Sulasmono. 2003. Mengembangkan Kecerdasan Antarpribadi
Melalui Belajar Cooperatif. Academika. “News Letter Dewan
Pendidikan Kota Salatiga”, Edisi No. 2 Tahun I 2003.
Departemen Agama. 2006. Standar Isi Madrasah Tsanawiyah. Jakarta
Nana Sudjana, 2001. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Puji Astuti dan Supriyadi. 2004. Peningkatan Prestasi Belajar Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning. Surakarta: APK
Karang-anyar.
Slavin R. 1997. Cooperative Learning. Second Edition. Allyn & Bacon. A Simon &
Aschuster Company
Tabrani Rusyan, 1994. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
The Liang Gie, 1995. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Liberty.
PTK 3

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PAI MATERI


WUḌU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE
LEARNING TIPE PICTURE AND PICTURE PADA SISWA KELAS II C
SDN GABUS 01 KECAMATAN GABUS
KABUPATEN PATI SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2015 /2016

Oleh:
SUTAMI, S.Pd.I

ABSTRAK

Sutami . 2015. “Upaya peningkatan hasil belajar PAI materi wudhu melalui
model pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture pada
siswa kelas IIC SDN Gabus 01 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati
Semester I Tahun Pelajaran 2015 /2016”.

Berdasarkan observasi di kelas IIC SDN Gabus 01 Kabupaten Pati,


ditemukan permasalahan tentang kualitas pembelajaran PAI yang belum
dilaksanakan secara optimal. Berdasarkan hasil observasi, hanya 10 dari 23 siswa
yang mencapai nilai KKM (75). Solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu
dengan menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe picture and
picture. Rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimanakah
carameningkatkankualitaspembelajaranPAI materi wudhu melalui model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture. Tujuan penelitian ini
adalah meningkatkan kualitas pembelajaran yang meliputi keterampilan guru,
aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI dengan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture pada siswa kelas IIC
SDN Gabus 01 Kabupaten Pati.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang rancangan
penelitian terbagi dalam 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan data kualitatif.
Adapun teknik pengumpulan datanya adalah teknik tes dan teknik nontes yang
meliputi observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi. Sedangkan analisis data
menggunakan analisis data kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan guru dalam
pembelajaran PAI mengalami peningkatan, pada siklus I diperoleh skor 35
dengan kategori baik, pada siklus II pemerolehan skor menjadi 41 dengan kategori
sangat baik. aktivitas siswa dalam pembelajaran PAI juga mengalami
peningkatan, pada siklus I diperoleh skor 30,70 dengan kategori baik, pada siklus
II pemerolehan skor 34,34 dengan kategori sangat baik. Sedangkan hasil belajar
siswa juga mengalami peningkatan, pada siklus I ketuntasan klasikal mencapai
70% dengan nilai rata-rata 71,15, pada siklus II ketuntasan klasikal mencapai
96% dengan rata-rata 86,08.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran
cooperative learning tipe picture and picture dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran PAI materi wuḍu pada siswa kelas IIC SD Negeri gabus 01
Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Semester I tahun 2015. Saran yang dapat
diberikan, dalam pembelajaran PAI dan pembelajaran lainnya hendaknya
menerapkan model pembelajaran yang memotivasi siswa untuk lebih aktif dan
kreatif, sehingga siswa merasa senang dan termotivasi untuk bisa.

Kata kunci: Kualitas Pembelajaran, PAI, model pembelajaran cooperative


learning tipe picture and picture.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu upaya dalam mempersiapkan sumber daya
manusia (human resource) yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai
tuntutan pembangunan bangsa. Kualitas suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh
faktor pendidikan. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bahwa yang dimaksud dengan pendidikan
adalahusaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Utomo Dananjaya;2010:25).
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar seharusnya membuahkan
hasil belajar berupa perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
sejalan dengan tujuan kelembagaan Sekolah Dasar. Sebagaimana dijelaskan
dalam Kurikulum 1994, bahwa penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar
bertujuan: (1) mendidik siswa agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya
berdasarkan Pancasila yang mampu membangun dirinya sendiri serta ikut
bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa; (2) memberi bekal
kemampuan yang diperlukan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan
ketingkat yang lebih tinggi; dan (3) memberi bekal kemampuan dasar untuk
hidup di masyarakat dan mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat,
kemampuan dan lingkungannya (Depdikbud, 1994).
Dikaitkan dengan konteks pendidikan dasar sembilan tahun, maka
fungsi dan tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar harus pula
mendukung pemilikan kompetensi tamatan Sekolah Dasar. Kompetensi yang
dimaksud adalah pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan melaksanakan
tugas atau mempunyai kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan
lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan kebutuhan daerah.
Sementara itu, kondisi Pendidikan Agama Islam di negara kita dewasa ini,
lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitikberatkan pada model belajar
konvensional seperti ceramah sehingga kurang mampu merangsang siswa
untuk terlibat aktif dalam Proses Belajar Mengajar (Suwarma, 1991; Jarolimek,
1967). Suasana belajar seperti itu, semakin menjauhkan peran Pendidikan
Agama Islam dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan
memasyarakat (Djahiri, 1993).
Di Sekolah Dasar saat ini, Pendidikan Agama Islam menunjukkan
indikasi bahwa pola pembelajarannya makin bersifat teacher centered.
Kecenderungan pembelajaran demikian, mengakibatkan lemahnya
pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar
yang dicapai tidak optimal. Kesan menonjolnya verbalisme dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar di kelas masih terlalu kuat. Hasil penelitian Yoyok
(1999) tentang interaksi kelas di sekolah dasar menunjukkan bahwa 95%
interaksi kelas dikuasai oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan oleh
guru dalam interaksi kelas berupa pertanyaan-pertanyaan dalam kategori
kognisi rendah.
Akibat dari pembelajaran yang berpusat pada guru, siswa pasif dan
kurang termotivasi untuk mempelajari PAI. Hal ini terjadi pada siswa SDN
Gabus 01 kelas IIC terbukti pada penyajian materi wuḍu hasil ulangan harian
diperoleh data yang kurang menggembirakan. Rata-rata nilai ulangan harian
adalah 60,8. Padahal kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran PAI kelas II C
adalah 75. Nilai rata-rata mata pelajaran PAI materi wuḍu ini lebih rendah dari
nilai rata-rata mata pelajaran materi lain. Target yang harus dicapai siswa kelas
II C SD Negeri Gabus 01 adalah hasil optimal dengan perolehan nilai 75-100 .
Target tersebut belum tercapai sebab dari 23 siswa, yang tuntas belajar hanya
8 siswa dan yang tidak tuntas 15 siswa. Jadi ketuntasan mata pelajaran PAI di
kelas IIC baru mencapai 35%. Saat dikonfirmasi, siswa menyatakan sering lupa
dan mengantuk jika belajar PAI. Dalam hal ini pengajaran PAI materi wuḍu
memegang peranan yang sangat penting. Wuḍu adalah salah satu kunci syah
tidaknya suatu ibadah, terutama dalam ibadah shalat.. Allah berfirman dalam
Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 6:
ِ ِ‫سلُوا ُو ُجو َه ُک ْم َو أَی ِدی ُک ْم إِلَی ا ْل َمراف‬
‫ق‬ ِ ‫صال ِة فَا ْغ‬ َّ ‫یا أَی َها الَّذینَ آ َمنُوا إِذا قُ ْمتُ ْم إِلَی ال‬
‫س ُک ْم َو أَ ْر ُجلَ ُک ْم إِلَی ا ْل َک ْعبَین‬
ِ ‫س ُحوا بِ ُر ُؤ‬
َ ‫َو ا ْم‬
Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
salat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan
usaplahkepala dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki."(QS Al-
Maidah: 6)

Karena begitu pentingnya wudlu dalam pelaksanaan ibadah, maka siswa harus
menguasai materi ini sedini mungkin dan dapat mempratikkan dalam
kehidupan sehari-hari untuk beribadah.
Pembelajaran yang aktif dan kreatif merupakan tuntutan bagi guru maupun
siswa agar kondisi dan situasi pembelajaran dapat menyenangkan. Salah satu
pembelajaran yang di tawarkan adalah model pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture. Model pembelajaran cooperative learning
tipe picture and picture merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif
yang terdiri dari 4-5 orang murid yang di bentuk secara heterogen seperti
kemampuan akademik yang berbeda, variasi jenis kelamin, ras maupun etnis.
Mereka bekerja sama memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan
yang logis.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti melakukan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Upaya Peningkatan Kualitas
Pembelajaran PAI Materi Wuḍu melalui Model Pembelajaran Cooperative
Learning tipe Picture and Picture pada Siswa Kelas II C SDN Gabus 01
Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Semester I Tahun Pelajaran 2015 /2016”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Secara umum guru PAI, terutama di SD Negeri Gabus 01 Kabupaten Pati
mengajar hanya menggunakan metode ceramah tanpa alat peraga.
2. Secara umum siswa kelas IIC SD Negeri Gabus 01 Kabupaten Pati tidak
terlibat aktif dalam pembelajaran.
3. Kurang interaksi antara guru dengan siswa dan antar siswa dalam
pembelajaran PAI.
4. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang menarik motivasi
siswa untuk belajar PAI.
5. Secara umum prestasi belajar PAI siswa SD Negeri Gabus 01 Kabupaten
Pati kurang memuaskan.

C. Pembatasan Masalah
Bertitik tolak dari identifikasi masalah, penulis berupaya untuk
mengubah situasi belajar PAI menjadi lebih menyenangkan. Upaya untuk
meningkatkan prestasi belajar PAI menggunakan indikator:
1. Ketrampilan Guru menerapkan model pembelajaran cooperative learning
tipe picture and picture .
2. Aktifitas siswa saat guru menggunakan model pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture .
3. Peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, permasalahan dalam
penelitian ini adalah :“Apakah dengan menggunakan model pembelajaran
cooperative learning tipe picture and picture .dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran PAI materi wuḍu pada siswa kelas II C SDN Gabus 01 Pati?”
Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Bagaimana ketrampilan guru dalam menerapan model pembelajaran
cooperative learning tipe picture and picture pada materi wuḍu mata
pelajaran PAI pada siswa kelas IIC SDN Gabus 01 Pati?
2. Apakah aktivitas siswa dalam pembelajaran PAI materi wuḍu dapat
meningkat melalui model pembelajaran cooperative learning tipe picture
and picture .pada siswa kelas II C SDN Gabus 01 Pati??
3. Apakah hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI materi dapat
meningkat melalui model pembelajaran cooperative learning tipe picture
and picture pada siswa kelas II C SDN Gabus 01 Pati?

E. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan secara umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
peningkatan kualitas pembelajaran PAI materi wuḍu dengan menggunakan
model pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture .pada
siswa kelas II C SDN Gabus 01 Pati, sehingga mengarah ke suasana yang
lebih hidup, menyenangkan dan meningkatkan keantusiasan semua siswa,
serta perubahan sikap yang diharapkan.
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture dalam pembelajaran PAI materi wuḍu
pada siswa kelas II C SDN Gabus 01 Pati.
2) Untuk mengetahui apakah melalui model pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture dapat meningkatkan aktivitas siswa
dalam pembelajaran PAI materi wuḍu pada siswa kelas II C SDN Gabus
01 Pati.
3) Untuk mengetahui apakah melalui model pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran PAI pada siswa kelas II C SDN Gabus 01 Pati.

F. Manfaat Penelitian
Dilaksanakannya kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan
dapat memberikan manfaat atau kontribusi sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas ini, peneliti
mendapat pengalaman langsung dan memberikan kontribusi berupa
konsep dalam melaksanakan pembelajaran PAI melalui model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture bahwa
penerapan model tersebut dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PAI
pada siswa kelas II C SDN Gabus 01 Pati.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat praktis bagi :
a. Siswa
Siswa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan dan
memungkinkan siswa untuk dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Meningkatkan rasa setia kawan dan kerjasama melalui kerja kelompok.
b. Guru
Mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi untuk memperbaik
dan meningkatkan pembelajaran PAI. Diperolehnya strategi
pembelajaran yang tepat untuk materi wuḍu.
c. Sekolah
1) Meningkatnya hasil belajar siswa yang akhirnya meningkat pula
mutu lulusan.
2) Timbulnya motivasi guru dalam mengembangkan proses.
pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan, sehingga
pembelajaran lebih bermakna. Meningkatnya pemberdayaan
penggunaan alat peraga dan model pembelajaran untuk
meningkatkan prestasi belajar.

BAB II
KAJIAN PUSAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori
1. Hakikat Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut Crow dan Crow, belajar adalah suatu perubahan dalam
diri individu karena kebiasaan, pengetahuan dan sikap (Kurnia dkk,
2007: 63). Arsyad (2010: 1) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu
proses kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang
hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi seseorang
dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja
dan di mana saja.
Dimyati dan Mudjiono (2006: 7) menyebutkan bahwa belajar
adalah tindakan  dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan
belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar, berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung pada proses belajar dan
mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa di
sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri.
Menurut Slameto (2010: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Jihad dan Haris (2012:1) berpendapat
bahwa belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam penyelenggraan jenis dan jenjang
pendidikan.
Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104)
menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam
arti luas ditumbuhkan atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan.
Dengan demikian belajar memang erat hubungannya dengan perubahan
tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku
seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang
menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut.
Lisnawaty Simanjuntak (1998: 38) juga memiliki pendapat bahwa
belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tigkah
laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan yang
tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan,
dan kerasukan pada susunan syaraf atau dengan kata lain mengetahui
dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang
yang belajar
Dari berbagai pendapat ahli tersebut di atas, penulis
menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam
kepribadian dan tingkah laku manusia dalam bentuk kebiasaan,
penguasaan pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan
latihan dan pengalaman dalam mencari informasi, memecahkan
masalah, mencermati lingkungan untuk mengumpulkan pengetahuan–
pengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan
pengungkapan kembali di waktu yang akan datang.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Slameto (2010:54) berpendapat bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan
menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu, sedangkan faktor
ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
a) Faktor Intern
Faktor intern yang mempengaruhi proses belajar di bagi
menjadi tiga, yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kelelahan. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan faktor
cacat tubuh. Faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Sedangkan faktor
kelelahan meliputi kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
(psikis).
b) Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar,
dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu faktor keluarga, faktor
sekolah dan faktor masyarakat.
1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi
antaranggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi
keluarga
2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, metode belajar.
3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
mass media, teman bergaul.
Dari beberapa faktor-faktor tesebut, maka dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah proses pemerolehan kemampuan, pengetahuan,
keterampilan dan perubahan sikap yang dilakukan secara bertahap
melalui pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya
secara berkelanjutan melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Baik faktor intern maupun faktor ekstern mempunyai pengaruh yang
kuat dalam proses belajar. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi
tersebut mendukung proses belajar (pengaruh positif) maka hasil belajar
yang akan dicapai siswa akan maksimal.

2. Hakekat Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Suprijono (2009: 13) berpendapat bahwa pembelajaran adalah
dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan
konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran. Pembelajaran
merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak
sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat
diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan
dan pengalaman hidup.
Menurut Kustandi dan Sutjipto (2010: 5) pembelajaran adalah
suatu usaha sadar guru untuk membantu siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Pembelajaran adalah
suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan
sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil
yang optimal (Sugihartono dkk, 2007: 81).
Menurut Briggs dalam (Rifai, 2009: 193-197) menyatakan
pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi siswa
sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh kemudahan dalam
berinteraksi berikutnya dengan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi siswa (siswa) dengan guru melalui
sumber belajar dan lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Komponen Pembelajaran
Menurut Sutikno (2013:34-38) ada beberapa komponen-komponen
pembelajaran, yaitu sebagai berikut: Tujuan Pembelajaran, Materi
Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Metode, Media, Sumber Belajar
serta Evaluasi
c. Kualitas Pembelajaran
Daryanto (2010:57) mengemukakan bahwa kualitas dapat dimaknai
sebagai keefektifan atau efektivitas. Etzioni (dalam Daryanto, 2010:57)
menyebutkan bahwa efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat
keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan atau sasarannya. Bramley
(dalam Hamdani, 2011:194) menyatakan bahwa belajar adalah
komunikasi terencana yang menghasilkan perubahan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan dalam hubungan dengan sasaran khusus yang berkaitan
dengan pola perilaku individu untuk mewujudkan tugas atau pekerjaan
tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas
pembelajaran dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta
pengembangan sikap melalui proses pembelajaran.
d. Indikator Kualitas Pembelajaran.
1. Keterampilan Guru
Djamarah (2010:99) menyatakan bahwa keterampilan dasar
mengajar adalah keterampilan yang mutlak harus guru punyai.
Sedangkan keterampilan dasar mengajar menurut Anitah (2008:7.1)
merupakan satu keterampilan yang menuntut latihan yang
terprogram untuk dapat menguasainya. Penguasaan terhadap
keterampilan ini memungkinkan guru mampu mengelola kegiatan
pembelajaran secara lebih efektif.
Rusman (2012:80) berpendapat bahwa keterampilan dasar
mengajar (teaching skills) merupakan suatu karakteristik umum dari
seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan
yang diwujudkan melalui tindakan. Keterampilan dasar mengajar
(teaching skills) pada dasarnya adalah berupa bentuk-bentuk perilaku
bersifat mendasar dan khusus yang harus dimiliki oleh seorang guru
sebagai modal awal untuk melaksanakan tugas-tugas
pembelajarannya secara terencana dan profesional.
Adapun keterampilan dasar mengajar guru sebagai berikut
(Rusman, 2012:80):
a) Keterampilan membuka pelajaran
Membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru
dalam pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa
agar mental maupun perhatian terpusat pada materi sehingga
memberi efek positif terhadap proses belajar. Komponennya
meliputi: (1) melakukan appersepsi; (2) menarik perhatian
siswa; (3) menyampaikan tujuan; dan (4) menimbulkan
motivasi.
b) Keterampilan bertanya
Keterampilan bertanya sangat penting dilakukan dalam
pembelajaran karena dapat memberi dampak positif terhadap
aktivitas maupun kreativitas siswa bila pertanyaan yang
digunakan dan teknik pelontarannya tepat. Komponen bertanya
antara lain: (1) pengungkapan pertanyaan secara jelas dan
singkat; (2) pemberian waktu berpikir; (3) pemindahan giliran;
(4) penyebaran; dan (5) pemberian tuntunan.
c) Keterampilan menjelaskan
Keterampilan menjelaskan adalah penyajian
informasi secara lisan diorganisasikan dengan sistematik untuk
menunjukkan hubungan satu dan lainnya. Penyampaian
informasi yang terencana dan disajikan secara runtut merupakan
ciri utama kegiatan menjelaskan. Dalam keterampilan
menjelaskan perlu memperhatikan hal berikut: (1) kejelasan
bahasa atau istilah yang dimengerti siswa; (2) penggunaan
contoh sesuai kehidupan sehari-hari; (3) penekanan pada
masalah pokok; dan (4) adanya balikan yang memberi
kesempatan pada siswa untuk menunjukkan pemahaman atau
keraguan.
d) Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan
Komponennya antara lain:
(1) mengadakan pendekatan secara pribadi;
(2) membentuk kelompok dengan tepat;
(3) pemanfaatan waktu, kondisi yang optimal;
(4) membimbing dan memudahkan kegiatan belajar.
e) Keterampilan mengadakan variasi
Keterampilan mengadakan variasi perlu dilakukan karena
siswa yang dihadapi bersifat heterogen dan bertujuan untuk
mengatasi kejenuhan dalam pembelajaran agar lebih bermakna.
Dengan demikian, siswa akan menunjukkan ketekunan,
antusiasme serta berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
f) Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil
Komponennya adalah:
(1) memimpin diskusi;
(2) memperjelas masalah;
(3) memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi;
(4) menganalisis pandangan;
(5) menyebar kesempatan berpartisipasi;
(6) menutup diskusi.
g) Keterampilan mengelola kelas
Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru
untuk menciptakan, memelihara kondisi belajar yang optimal
dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses
pembelajaran. Komponen mengelola kelas antara lain:
(1) memberi petunjuk yang jelas;
(2) memusatkan perhatian kelompok;
(3) menunjukkan sikap tanggap;
(4) menegur siswa bila melakukan tindakan menyimpang.
h) Keterampilan memberi penguatan
Pemberian penguatan dapat berupa verbal dan nonverbal
sebagai suatu dorongan untuk memberi informasi dan umpan
balik pada siswa atas perbuatan baik yang dilakukan agar terus
diulang. Cara memberi penguatan yaitu:
(1) jelas ditujukan pada siswa tertentu;
(2) juga dapat diberikan kepada kelompok;
(3) diberikan dengan segera; dan
(4) jenis penguatan yang digunakan bervariasi.
i) Keterampilan menutup pelajaran
Menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengakhiri pembelajaran. Komponennya antara lain:
(1)menyimpulkan hasil pembelajaran;
(2)memberi umpan balik dan soal evaluasi;
(3)merefleksi kegiatan yang telah dilaksanakan.
2. Aktivitas Siswa
Menurut Ratini (2011:63), aktivitas belajar adalah kegiatan
yang dilakukan oleh siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Aktivitas ini mencakup kegiatan bertanya, menanggapi atau
menjawab pertanyaan, diskusi, latihan soal, dan memperhatikan.
Aktivitas setiap siswa memiliki kekhasan dan sesuai dengan
karakteristik masing-masing siswa. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran terdapat aktivitas siswa yang berbeda-beda sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan belajar masing-masing siswa
untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.
Menurut Sardiman (2012:100) aktivitas belajar merupakan
prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar
mengajar. Aktivitas yang dimaksudkan bukan hanya fisik tetapi juga
mental. Kedua aktivitas saling berkaitan dalam kegiatan belajar.
Aktivitas fisik mendorong siswa aktif bergerak dengan anggota
badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja sehingga tidak
hanya duduk, mendengar, maupun melihat saja. Siswa beraktivitas
psikis (kejiwaan) apabila kemauan diarahkan secara aktif dalam
pembelajaran untuk menperolehkan hasil yang optimal.
Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat
saja. Paul B. Diedrich (dalam Sardiman 2012:101) membuat suatu
daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat
digolongkan sebagai berikut:
a) Visual activities, yang termasuk didalamnya yaitu, membaca,
memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan
orang lain.
b) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan
wawancara, diskusi, interupsi.
c) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato.
d) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan,
laporan, angket, menyalin.
e) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik,
peta, diagram.
f) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain:
melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi,
bermain, berkebun, beternak.
g) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi,
mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan,
mengambil keputusan.
h) Emosional activites, seperti misalnya: menaruh minat, merasa
bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Rohani (dalam Arisandi, 2013:3) menjelaskan bahwa belajar
yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas
fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah kegiatan-kegiatan yang
menggunakan fisik atau anggota badan seseorang, misalnya
membuat miniatur, mencatat, berbicara, dan mengerjakan sesuatu.
Aktivitas fisik ini dipengaruhi pula oleh aktivitas psikis yang
dilakukan seseorang, misalnya berpikir dan mempertimbangkan
suatu hal.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa dan menekankan pada
partisipasi aktif siswa merupakan salah satu cara untuk mewujudkan
belajar aktif. Menurut Natawijaya (dalam Arisandi, 2013:3), belajar
aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual, dan emosional guna
memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Guru sebagai fasilitator berkewajiban untuk
menyediakan fasilitas belajar dan menciptakan suasana belajar
kondusif agar siswa lebih termotivasi untuk belajar dan membangun
pengetahuannya. Kegiatan belajar siswa berpedoman pada tujuan
belajar yang mencakup perkembangan ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas
siswa dalam pembelajaran adalah segala kegiatan yang dilakukan
oleh siswa selama pembelajaran baik secara fisik maupun psikis
(mental) yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat terpisahkan
untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Siswa
melakukan aktivitas belajar agar dapat memperoleh pengalaman dan
pengetahuan selama belajar dan mengalami perubahan dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Aktivitas siswa yang
diamati dalam penelitian ini adalah aktivitas yang mencakup visual,
lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, metrik, mental, dan
emosional.
Berdasarkan konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas
belajar siswa adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh siswa
dalam mengikuti suatu pembelajaran sehingga menimbulkan
perubahan perilaku pada diri siswa tersebut. Aktivitas siswa dalam
penelitian ini adalah aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan
model pembelajaran cooperatif learning tipe picture and picture
yang meliputi:
1) Kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran (Emosional
activites)
2) Menanggapi apersepsi sesuai dengan materi (Mental activities)
3) Memperhatikan penjelasan guru (Visual activities dan Listening
activities)
4) Mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang
diberikan dalam diskusi (Mental activities)
5) Mengajukan pertanyaan (Oral activities)
6) Mampu melaksanakan pembelajaran mandiri dan kelompok
(Listening, Writing, Mental, dan Oral activities)
7) Menyampaikan hasil diskusi kelompok (oral activities dan
mental activities)
8) Menanggapi hasil diskusi dari kelompok lain (oral activities
mental activities)
9) Melaksanakan kuis (Oral activities)
10) Mengerjakan soal evaluasi (Writing activities)
11) Antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran PAI melalui
model-model pembelajaran cooperative learning tipe picture
and picture (Emosional activites)
12) Refleksi terhadap hasil pembelajaran (oral activities dan mental
activities)
3. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran secara garis besar terdiri dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan (Hamdani,
2010:120).
Materi pembelajaran berdasar Permendikbud No 81A Tahun
2013 tentang Implementasi Kurikulum, dapat dilihat dari beberapa
aspek yaitu (1) kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran,
kompetensi yang harus dikuasai dan potensi siswa berdasar tingkat
perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spritual; (2)
ada keseimbangan antara keluasan dan kedalaman materi dengan
waktu yang tersedia; (3) adanya relevansi dengan karakteristik
daerah; (4) dapat mengakomodasikan partisipasi aktif siswa dalam
belajar; (5) kebermanfaatan bagi peserta didik; dan (6) adanya
relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.
4. Hasil Belajar
Slameto (2010:2-5) menjelaskan bahwa belajar akan
menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada diri individu. Hasil
belajar yang berupa perubahan tingkah laku ini akan berlangsung
secara berkesinambungan dan dinamis. Selain itu, perubahan tingkah
laku ini bersifat menyeluruh pada aspek sikap, keterampilan,
pengetahuan, dan sebagainya.
Senada pendapat Suprijono (2008:13) hasil belajar adalah
perubahan perilaku tidak hanya satu aspek potensi kemanusiaan saja
melainkan secara keseluruhan atau komprehensif. Selain itu, hasil
belajar diartikan sebagai kulminasi yang diiringi kegiatan tindak
lanjut diperoleh dari pelaksanaan proses belajar berupa perubahan
tingkah laku siswa bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari
(Anitah, 2011:2.19).
Sementara itu, Arikunto (1990:133) mengatakan bahwa hasil
belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar,
perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati, dan
dapat diukur”. Sedangkan Nasution (1995: 25) mengemukakan
bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan
yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga
meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengrtian, dan penghargaan
diri pada individu tersebut.
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui plroses belajar
mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri
sebagai berikut:
a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi
pada dirisiswa
b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.
c. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan
tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat
untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat
untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainya.
d. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan
mengerndalikan dirinya terutaman adalam menilai hasil yang
dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan
usaha belajarnya
Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom (dalam Sudjana,
2013:22) membagi ke dalam tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotoris.
a. Ranah Kognitif
Menurut Purwanto (2013:50) hasil belajar kognitif adalah
perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Hasil
belajar kognitif tidak merupakan kemampuan tunggal.
Kemampuan yang menimbulkan perubahan perilaku dalam
domain kognitif meliputi beberapa tingkat atau jenjang.
b. Ranah Afektif
Menurut Mulyana (dalam Fitri, 2012: 106) Terdapat 18 nilai
karakter yaitu cinta dan kasih sayang, kepedulian dan empati,
kerjasama, berani, keteguhan hati dan komitmen, adil, suka
menolong, kejujuran dan integritas, humor, mandiri, disiplin,
loyalitas, sabar, rasa bangga, banyak akal, sikap hormat,
tanggung jawab, dan toleransi.
c. Ranah Psikomotoris
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Menurut Harrow
(dalam Purwanto, 2013:52) ada enam aspek ranah psikomotoris,
yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c)
kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e)
gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan
gerakan interpretatif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku/peningkatan dalam diri
seseorang setelah mengalami belajar baik yang meliputi semua
aspek, bukan hanya penetahuan, melainkan kecakapan, sikap,
kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri
seseorang (ranah kognitif, afektif dan psikomotorik).

3. Hakikat Pembelajaran PAI


a. Pengertian Pendidikan Agama Islam ( PAI )
Pendidikan Agama Islam menurut etimologi adalah pendidikan
yang diwarnai Islam atau pendidikan yang didasarkan Islam. Sedang
secara terminologi Pendidikan Agama Islam dapat dipahami melalui
berbagai pendapat dari para ahli antara lain :
1) Menurut Ahmadi Pendidikan Agama Islam adalah segala usaha
untuk memelihara fitrah manusia, serta sumberdaya insani yang
ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai
norma Islam ( Ahmadi, 2005 : 28 )
2) Dalam buku Pendidikan Agama Islam yang disusun oleh Projek
Pembinaan Perguruan Tinggi / IAIN Jakarta dijelaskan bahwa
Pendidikan Agama Islam adalah : Usaha bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari
pendidikannya dapat memahami apa yang terkandung dalam
agama Islam secara keseluiuruhan, menghayati makna, maksud
serta tujuan akhirnya dapat mengamalkan serta dapat menjadikan
ajaran agama Islam yang dianutnya itu sebagai pandangan
hidupnya dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhirat.
( Fatah Syukur, t. Th. :xiii)
3) Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan
mengamalkan agama Islam. Melalui kegiatan bimbingan
pengajaran dan latihan untuk menghormatiagama Islam dalam
hubungan kerukunan umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional. (Marasudin S, 1998 : 180)
4) Menurut Zakiah Daradjat Pendidikan Agama Islam adalah “Suatu
usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa
dapat memahami ajaran agama Islam secara menyeluruh, lalu
menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.” ( Abdul Majid dan
Dian A.,,2004 ; 130 ).
Jadi Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
untuk memelihara fitrah manusia dan menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, bertaqwa dan berakhlak mulia
dalam mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-
Qur’an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan, latihan, pengamalan
dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa dan
menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai norma Islam.
b. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Telah diuraikan diatas secara luas, bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi siswa (siswa) dengan guru melalui sumber belajar dan
lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Pendidikan
Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana untuk memelihara
fitrah manusia dan menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, menghayati, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam
mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-
Qur’an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan, latihan, pengamalan
dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa dan
menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai norma Isalm.
Dari uraian tersebut diperoleh sebuah pengertian bahwa
pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah proses interaksi siswa
dan guru melalui sumber belajar ( upaya pembelajaran ) siswa dapat
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam
melalui kegiatan bimbingan, latihan dan pengamalan. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Muhaimin bahwa pembelajaran
Pendidikan agama Islam adalah “suatu upaya pembelajaran peserta
didik agar dapat belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus
mempelajari agam islam, baik untuk kepentingan mengetahui
bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam
sebagai pengetahuan. ( Muhaimin MA., 1996: 99 ).

4. Model Pembelajaran Cooperatif Learning tipe Picture and picture


a. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Trianto (2012:53) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran
dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.
Suprijono (2011:45) juga berpendapat bahwa model pembelajaran
merupakan landasan praktik pembelajaan hasil penurunan teori
psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan
analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasi pada tingkat
operasional di kelas.
Salah satu model pembelajaran yang menekankan interaksi siswa
dengan siswa yaitu model pembelajaran kooperatif. Menurut Isjoni
(2011: 26) kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok
terarah, efisien mengkaji masalah melalui proses kerja sama sehingga
tercapai proses dan hasil belajar produkti. Kooperatif menekankan pada
siswa bekerja secara gotong royong memecahkan suatu persoalan. Hal
ini didukung pendapat Rosalin (2008: 111) model pembelajaran
kooperatif merupakan kegiatan berkelompok, bekerja sama, saling
membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan masalah dan inkuiri.
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif
merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuanya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggotra kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami
materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran (Isjoni, 2010: 14-15)
Berdasarkan pendapat ahli di atas disimpulkan model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada interaksi
antar siswa dalam suatu kelompok untuk menyelesaikan masalah atau
tugas secara gotong royong. Dengan kooperatif, siswa lebih mudah
memahami materi, karena bukan saja berasal dari guru tetapi
pengetahuan diperoleh dari teman.

b. Model Pembelajaran Picture and Picture


Model Pembelajaran Picture to Picture (P to P) merupakan
strategi pembelajaran dengan menyusun gambar, yang mana metode ini
dapat membantu peserta didik untuk memfokuskan perhatian secara
mental, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan serta merangsang minat
untuk berdiskusi. Strategi ini mempunyai efek pada pemusatan
perhatian dan membuat suatu kelompok yang kohesif (saling
berhubungan).
Adapun prosedur pelaksanaan teknik Picture and Picture adalah
sebagai berikut:
(1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Pada langkah ini guru menyampaiakan Kompetensi Dasar mata
pelajaran yang bersangkutan. Disamping itu guru juga harus
menyampaikan indi kator-indikator ketercapaian KD.
(2) Guru Menyajikan materi sebagai pengantar
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting,
dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran.
Motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan
menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang
dipelajari.
(3) Guru menunjukkan/ memperlihatkan gambar-gambar kegiatan
berkaitan dengan materi
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat
aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar
yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Ingatlah bahwa jika
dapat divisualkan kenapa harus memakai kata-kata. Dengan
Picture/gambar guru akan menghemat energi dan siswa akan lebih
mudah memahami materi yang diajarkan.
(4) Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan,
dibuat, atau dimodifikasi. Jika menyusun, bagaiaman susunananya,
jika melengkapi gambar, mana gambar atau bentuknya yang harus
dilengkapi.
(5) Guru menanyakan alasan/ dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar
kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan
gambar sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar
tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar,
penyimpulan, evaluasi dan refleksi. Adapun kebaikan metode ini
adalah (a) Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing
siswa, (b) Melatih berpikir logis dan sistematis. Sementara itu,
kekurangannya adalah (a) Memakan banyak waktu, (b) Banyak
siswa yang pasif.

5. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Picture


and Picture pada mata pelajaran PAI materi wuḍu.
MenurutJohnson & Johnson (http://www.ras-eko.com/2011/05/model-
pembelajaran-picture-and-picture.html, dikutip tgl 20 Nopember 2015),
prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif tipe picture and
picture adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua
anggota kelompokmempunyaitujunayangsama.
c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung
jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.

Dalam pembelajaran pada mata pelajaran PAI materi wuḍu model ini
dapat digunakan untuk meningkatkan kerjasama antar siswa di kelas dan
memfokuskan perhatian siswa. Model ini menekankan pada aktivitas dan
interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam
menyusun gambar tata urutan wuḍu secara urut guna memahami konsep
wuḍu yang benar dan mencapai hasil belajar yang maksimal.

6. Materi Wuḍu
a. Pengertian wudlu
Wuḍu adalah salah satu cara bersuci (ṭaharah). Wuḍu harus
menggunakan air suci dan mensucikan. Kegunaan wuḍu
Kita berwuḍu untuk menghilangkan hadas kecil.
Kita harus berwuḍu jika hendak mengerjakan ṣalat.
Salat yang dikerjakan tanpa berwuḍu tidak sah.
Wuḍu bisa dilakukan untuk ibadah lainnya, misalnya ketika hendak
membaca Al Qur’an.
b. Tata cara wuḍu
Urutan atau tata cara wuḍu adalah:
(1) Membasuh telapak tangan sambil membaca basmalah.
(2) Berkumur tiga kali.
(3) Membasuh lubang hidung tiga kali.
(4) Membasuh muka tiga kali sambil membaca niat wuḍu.
(5) Membasuh kedua tangan sampai siku tiga kali.
(6) Mengusap sebagian kepala tiga kali.
(7) Membasuh kedua telinga tiga kali.
(8) Membasuh kedua kaki sampai mata kaki tiga kali.
(9) Tertib artinya urut
(10) Membaca do’a sesudah wuḑu.

• Bacaan niat wuḍu adalah :


ً ‫ص َغ ِرفَ ْر‬
‫ضاهَّلِل ِ تَ َعا لَى‬ ِ ‫ض ْو َء لِ َر ْف ِع ا ْل َح َد‬
ْ َ ‫ث ااْل‬ ُ ‫نَ َو يْتُ ا ْل ُو‬
Nawaitul wuḑῡa lirof’il ḥadaṡil aṣgori farḍal lillāhi ta’ālā
Artinya : Aku niat berwuḍu untuk menghilangkan ḥadaṡ kecil farḍu
karena Allah ta’ālā.

• Do’a sesudah wuḍu


َ‫اج َع ْلنِ ْي ِمنَ التَّ َّوابِيْن‬
ْ ‫س ْولُ ْه اَللَّ ُه َّم‬ َ ‫ش َه ُداَنْ اَل اِلَهَ اِاَّل هَّللا َو ْح َدهُ اَل‬
ْ َ‫ش ِر ْى َك لَ ْه َوا‬
ُ ‫ش َهدُانَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬ ْ َ‫ا‬
َ َ‫اج َع ْلنِ ْي ِمنَ ا ْل ُمت‬
‫ط ِّه ِر ْين‬ ْ ‫َو‬
Artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi
Muḥammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah
jadikanlah aku golongan orang yang bertobat dan golongan
orang-orang yang suci.”
c. Rukun Wuḍu
Rukun wuḍu harus dilaksanakan dengan baik. Apabila
ditinggalkan salah satu saja, maka wuḍunya tidak syah dan harus
diulang. Rukun wuḍu ada enam yaitu :
(1) Membaca niat.
(2) Membasuh wajah.
(3) Membasuh tangan sampai siku.
(4) Mengusap sebagian kepala.
(5) Membasuh kaki sampai mata kaki.
(6) Tertib artinya urut
d. Sunnah Wuḍu
Sunnah wuḍu ini perlu dilaksanakan.
Jika tidak dilaksanakan wuḍu tetap syah dan tidak perlu diulang
Sunnah wuḍu meliputi :
1. Membaca basmalah.
2. Membasuh telapak tangan.
3. Berkumur- kumur
4. Membersihkan lubang hidung.
5. Membasuh kedua telinga.
6. Membaca do’a sesudah wuḍu.
e. Hal-hal yang membatalkan wuḍu.
Hal-hal yang membatalkan wuḍu adalah:
1. Buang air kecil
2. Buang air besar.
3. Mengeluarkan angin atau kentut.
4. Hilang akal, misalnya pingsan, tidur, dan mabuk.
5. Menyentuh kemaluan tanpa alas.
6. Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang sudah
dewasa (Abdullah Fadjar, 2007;47-52).
B. Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Sumiadi (2005) berjudul Strategi Belajar
Kooperative berbasis komputer untuk meningkatkan prestasi belajar
pengetahuan sosial di SD kecamatan Piyungan Bantul menghasilkan beberapa
hal positif yang nampak pada siswa makin meningkatkan minat belajar siswa
terhadap pelajaran IPS. Hal ini tumbuh karena adanya keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran berlangsung.
Penelitian Siswo Sukarno tahun 2014 dengan judul: “Model Picture
And Picture Untuk Meningkatkan Minat Dan Prestasi Belajar Bahasa Inggris
Dalam Menulis Teks Recount pada Siswa kelas VIII B SMP Negeri 2
Bantarbolang Pemalang tahun 2014.” Bahwa kemampuan siswa dalam
menulis teks recount mengalami peningkatan setelah penerapan model
pembe-lajaran picture and picture; minat belajar siswa dalam menulis teks
recount yang ditandai dengan ketertarikan siswa mempelajari bahasa Inggris
setelah penggunaan model picture and picture meningkat mulai siklus 1
sampai siklus ke 2; dalam wawancara terungkap bahwa penggunaan picture
and picture telah membangkitkan rasa senang dalam belajar bahasa Inggris
dalam kompe-tensi menulis teks recount. Hal ini terlihat pada peningkatan
hasil belajar siswa dari siklus I rerata 61,94 dengan ketuntasan 74,19% dan
siklus II rerata 63,87 dengan ketuntasan 80,65%. Rata – rata mengalami
kenaikan 1,94, dan ketuntasan mengalami kenaikan 6,45%.
Kedua penelitian di atas masing-masing menggunakan pendekatan yang
berbeda dan dilaksanakan secara terpisah baik secara collaborative atau
integrative. Hal ini menunjukkan perbedaan dengan penelitian ini, di mana
dalam penelitian ini digunakan dua pendekatan baik secara collaborative
maupun integrative. Sehingga penelitian ini memiliki perbedaan dengan
penelitian ini, yaitu adanya penggabungan cara pelaksanaan secara
collaborative atau integrative. Disamping itu subyek penelitian maupun
tempat penelitian juga berbeda.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan data observasi, catatan lapangan dan data dokumen, dapat
diambil pokok pemikiran bahwa kualitas pembelajaran PAI materi wuḍu
kelas II C SD Negeri Gabus 01 belum mencapai hasil yang optimal dan perlu
ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh faktor siswa, guru, metode dan media.
Guru masih dominan menggunakan ceramah sehingga siswa kurang antusias,
cenderung berbicara sendiri/tidak terkondisikan di dalam kelas, mengantuk,
dan cepat bosan, sehingga siswa belum memahami tentang materi yang
mereka pelajari di dalam kelas. Selain itu juga, guru belum menggunakan
model yang bervariasi dalam pembelajaran sehingga pembelajaran terkesan
monoton. Selain itu, siswa juga belum diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapat sehingga siswa pasif dalam pembelajaran.
Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti bersama tim kolaborasi
merencanakan untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran cooperatif learning tipe picture and picture
Dengan menerapkan model pembelajaran cooperatif learning tipe picture
and picture dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran sehingga
lebih aktif dan antusias. Model pembelajaran cooperatif learning tipe picture
and picture juga dapat meningkatkan keterampilan guru terutama dalam
menerapkan pembelajaran PAI.
Tindakan perbaikan yang peneliti lakukan pada pembelajaran PAI materi
wuḍu dengan menerapkan model pembelajaran cooperatif learning tipe
picture and picture dapat memberikan peningkatan pada aktivitas siswa,
keterampilan guru, dan hasil belajar siswa.
Kerangka berpikir dalam penelitian tersebut dapat digambarkan dengan
skema berikut:
Skema Alur Kerangka Berfikir

Kualitas
Kondisi Pembelajaran
Awal relatif rendah:

Penerapan model
Pelaksanaan pembelajaran cooperatif
learning tipe picture and
Tindakan
picture

Kualitas
Kondisi Akhir
pembelajaran
meningkat

Bagan 2.1. Alur Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada permasalahan dalam Penelitian Tindakan Kelas yang
berjudul Peningkatan Kualitas Pembelajaran PAI materi wuḍu model
pembelajaran cooperatif learning tipe picture and picture pada siswa kelas
IIC SDN Gabus 01 Pati yang dilakukan oleh penulis, dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut :
1. Keterampilan guru dalam pembelajaran PAI materi wuḍu meningkat
melalui model pembelajaran cooperatif learning tipe picture and picture
pada siswa kelas II C SD Negeri Gabus 01 .
2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran PAI meningkat melalui model
pembelajaran cooperatif learning tipe picture and picture pada siswa kelas
IIC SD Negeri Gabus 01.
3. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI materi wuḍu meningkat
melalui model pembelajaran cooperatif learning tipe picture and picture
pada siswa kelas VI C SD Negeri Gabus 01.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian
1. Kondisi kelas
Kondisi ruang kelas IIC SD Negeri Gabus 01 kurang memadahi
sehingga tampak sempit. Ini mengakibatkan gerak guru dan siswa kurang
leluasa dalam KBM. Di samping itu siswa juga kurang konsentrasi dalam
belajar karena tempat duduk mereka berdekatan.
2. Kondisi siswa
Siswa kelas IIC SD Negeri Gabus 01 sebanyak 23 siswa yang
terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan. Sebagian besar
mereka berasal dari keluarga dengan ekoomi menengah ke bawah.
Sehingga mereka masih banyak yang belum mau/mampu untuk sekolah
diniyah maupun TPQ. Akibatnya penetahuan keagamaan belum mencapai
harapan.
3. Tempat Penelitian
Peneliti menentukan lokasi sebagai tempat penelitian yakni Kelas II C
SD Negeri Gabus 01 ini sebagai tempat penelitian karena permasalahan
terjadi di kelas tersebut dan peneliti bertugas sebagai guru PAI di sekolah
tersebut juga.
4. Waktu penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan selama tiga bulan yaitu mulai
bulan September sampai November 2015. Penelitian dilaksanakan pada
waktu tersebut karena sesuai dengan waktu untuk melaksanakan
pembelajaran Kompetensi Dasar dimana siswa mengalami permasalahan
pada hasil belajar dan aktifitasnya. Adapun rincian waktu pelaksanaan
kegiatan penelitian adalah:
Tabel 3.1 Perincian Waktu Penelitian

No Kegiatan September Oktober Nopember


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A Persiapan
1 Penyusunan v v
Proposal
2 Pengajuan Ijin v
3 Penyiapan v
Instrumen
4 Penyusunan RPP v
B Pelaksanaan
1 Tindakan Siklus I v
2 Tindakan Siklus II v
C Penyusunan
laporan
1 Penyusunan draft v v
lap.
2 Penyusunan v v
Laporan Akhir
3 Pengesahan v

B. Subyek Penelitian
Suatu penelitian akan berhadapan pada data menurut M.Rahmat
(1993:57) populasi akan totalitas semua nilai yang mungkin baik
menghitung,mengukur secara kumulatif maupun kualitatif daripada.
karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas.
Lebih spesifik Sutrisno Hadi (1986:220) mengemukakan bahan populasi
adalah sejumlah besar individu yang akan diselidiki dan paling sedikit
mempunyai sifat yang sama .
Dari pengertian diatas penelitian berkesan bahwa populasi adalah
keseluruhan objek penelitian yang mempunyai ciri-ciri tertentu.berdasarkan
daerah penelitian ditentukan populasi yang akan di jadikan subyek
penelitian adalah siswa Kelas IIC semester 1 SD Negeri Gabus 01 Dinas
Pendidikan Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Tahun pelajaran 2015/2016,
yang berjumlah 23 siswa terdiri 13 siawa laki-laki dan 10 siswa perempuan,
dengan tingkat kecerdasan yang berbeda-beda
Peneliti mengambil subjek kelas II C SD Negeri Gabus 01 dengan harapan:
1. Meningkatkan motivasi belajar PAI
2. Meningkatkan kerja sama antar siswa
3. Kesiapan menghadapi UASBN
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh guru
(teman sejawat) sebagai kolaborator sekaligus sebagai pengamat ketika
penelitian tindakan kelas ini berlangsung.

C. Sumber data
Sumber data penelitian ini diambil dari dan guru sebagai peneliti dan
guru kolaborator. Data dari guru berupa nilai hasil belajar siswa dalam
memahami tata cara wuḍu dan data dari guru kolaborator berupa hasil
pengamatan terhadap proses pembelajaran materi wuḍu.
Adapun bentuk data hasil belajar berbentuk angka atau data kuantitatif dan
data hasil pengamatan ketrampilan guru dan aktifitas siswa berbentuk data
kualitatif.

D. Teknik dan Instrumen Penilaian


1. Tehnik Pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini dengan test dan non test.
Teknik test dilakukan dengan test ulangan harian, sedang teknik non test
dilaksanakan dengan melakukan pengamatan (observasi). Teknik
observasi dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran materi wuḍu pada mata pelajaran PAI kelas IIC SD Negeri
Gabus 01. Metode Observasi adalah pengamatan pada objek penelitian
untuk menghimpun data. Metode tes adalah metode yang dipergunakan
untuk mengetahui hasil karakteristik siswa sebelum menggunakan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture.
2. Alat Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. instrumen 1 ( berupa lembar penilaian hasil belajar siswa)
b. Instrumen 2 (berupa lembar pengamatan ketrampilan guru)
c. Instrumen 3 (berupa lembar pengamatan aktivitas siswa)

E. Validitas data Penilaian


Validasi data mencerminkan prestasi belajar siswa dianalisis dari
perolehan nilai pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Perolehan nilai tiap siklus
tersebut kemudian dibandingkan untuk menentukan tingkat peningkatan
prestasi belajar yang dicapai setelah pelaksanan model pembelajaran
cooperative learning tipe picture and picture.
Sedangkan validitas data untuk mengetahui peningkatan proses belajar
dianalisis secara kualitatif yaitu dari hasil observasi.
F. Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Penelitian
Tindakan Kelas. Dalam penelitian ini tindakan yang akan peneliti lakukan
sebanyak dua siklus. Sedangkan tahapan-tahapan dalam siklus terdiri atas
empat tahapan yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi
(observating), dan refleksi (reflecting).
Sebelum melaksanakan tindakan peneliti melakukan persiapan awal,
yaitu:
1. Minta ijin Kepala Sekolah untuk melakukan penelitian
2. Menyusun Rencana Pembelajaran
3. Mempersiapkan instrumen penelitian

1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan (planning)
Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan beberapa kegiatan
untuk merencanakan pembelajaran secara matang. Adapun kegiatan
pada tahap perencanaan meliputi:
(1) Menyusun Rencana Perbaikan Pembelajaran dan langkah
pembelajaran PAI dengan menggunakan model pembelajaran
cooperative learning tipe picture and picture
(2) Menyiapkan Media yang lebih konkret yaitu gambar tata cara wudhu
(3) Menyiapkan lembar kerja siswa sebagai bahan diskusi kelompok
(4) Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan
keterampilan guru dalam proses pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan (acting)
Kegiatan Awal
1) Memberi salam dan mengajak berdoa sesuai agama
masing-masing dilanjutkan hafalan-hafalan
2) Mengecek kehadiran siswa. (karakter disiplin)
3) Mengajak siswa menyanyi”rukunnya Islam”
4) Mengadakan apersepsi dengan menggali materi prasyarat melalui
pertanyaan-pertanyaan yang kontekstual (karakter ingin tahu)
5) Guru memotivasi siswa dan memberi kesempatan kepadanya
untuk menyelesaikan masalah tersebut. (ingin tahu)
6) Guru menuliskan judul materi dan menyampaikan tujuan
pembelajaran.

Kegiatan Inti
EKSPLORASI
1) Guru menyajikan cerita/ pengalaman menarik yang berkaitan
dengan materi wudhu. Kemudian memperagakan cara berwudhu
yang benar. (ingin tahu)
2) Guru menunjukkan gambar tentang tata cara wudhu
3) Siswa memperhatikan dan mencoba mendemonstrasikannya
4) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya
heterogen.
5) Siswa berkumpul sesuai kelompoknya.(kerja sama)
ELABORASI
6) Setiap kelompok diberi lembar kerja dan gambar –gambar tata
cara wudhu
7) Siswa berdiskusi memasang gambar yang sesuai dengan lembar
kerja (kerja sama)
8) Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjasamanya dan
kelompok yang lain memberi tanggapan dipandu oleh guru.
(disiplin)
9) Guru memantau dan menyamakan persepsi siswa dalam diskusi
kelas.
10) Siswa menyerahkan hasil kerja kelompoknya (disiplin )
Konfirmasi
11) Guru memotivasi siswa disertai menegaskan konsep dengan cara
mendemonstrasikan tata cara berwudhu yang benar
12) Siswa memajangkan hasil karya kelompoknya pada papan
pajangan
Kegiatan Penutup
1) Guru menekankan kembali simpulan sebagai konsep pemecahan
masalah kontekstual. (ingin tahu)
2) Guru mengadakan tes akhir pertemuan.(jujur)
3) Guru menganalisa hasil tes kemudian memberikan tindak lanjut
berupa perbaikan, pengayaan dan PR.(disiplin dan ingin tahu)

c. Tahap Tindakan Obsevasi (observating)


Observasi dilakukan pada saat pelaksanaan perbaikan pembelajaran
berlangsung, dimana pengamat duduk di belakang mengamati dan merekam
kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pengumpulan data (merekam data)
pengamat menggunakan instrumen oheservasi tertutup. Pengamat memberikan
tanda cek (V) pada kolom kemunculan sesuai indikator. Pengamat juga
memberikan komentar sehubungan dengan kemunculan indikator pada
kolom komentar (hasil pengamatan siklus I terlampir).
d. Tahap Refleksi (reflecting)
Setelah mengadakan perbaikan pembelajaran pada siklus I dan
menganalisa hasil observasi dan nilai formatif, peneliti mengadakan
refleksi diri. Adapun hasil dari refleksi adalah:
Kelebihan dalam siklus I adalah:
1) Pengkondisian Kelas sudah baik.
2) Siswa aktif dalam proses pembelajaran.
Kekurangan pada siklus I adalah:
1) Penggunaan media belum optimal sehingga siswa masih ada yang
belum mampu mendemonstrasikan konsep wudhu dengan benar.
2) Pengelolaan waktu belum maksimal, oleh karena itu jumlah anggota
kelompok perlu diperkecil.untuk perbaikan dalam siklus berikutnya yaitu
siklus II.

2. Siklus II
a. Tahap perencanaan (planning)
Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan beberapa kegiatan
untuk merencanakan pembelajaran secara matang. Adapun kegiatan
pada tahap perencanaan meliputi:
1) Menyusun Rencana Perbaikan Pebelajaran dan langkah pembelajaran
PAI melalui model pembelajaran cooperatif learning tipe picture
and picture .
2) Menyiapkan Media yaitu gambar-gambar tata cara wudhu, sedangkan
jumlah anggota kelompok diperkecil.
3) Menyiapkan lembar kerja siswa sebagai bahan diskusi kelompok
berpasangan.
4) Menyiapkan alat evaluasi berupa tes tertulis
5) Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa
dan keterampilan guru dalam proses pembelajaran.
b. Tahap Tindakan (acting)
Kegiatan Awal
(1) Memberi salam dan mengajak berdoa sesuai agama masing
masing.
(2) Mengecek kehadiran siswa. (karakter disiplin)
(3) Mengajak siswa menyanyi”Rukannya wudhu”
(4) Mengadakan apersepsi dengan menggali materi prasyarat
melalui pertanyaan-pertanyaan yang kontekstual (karakter ingin
tahu), misalnya:Syarat utama apa yang dilakukan seorang
muslim sebelum shalat?
(5) Guru memotivasi siswa dan memberi kesempatan kepadanya
untuk menyelesaikan masalah tersebut. (ingin tahu)
(6) Guru menuliskan judul materi dan menyampaikan tujuan
pembelajaran.
Kegiatan Inti
EKSPLORASI
1) Guru menyajikan cerita/ pengalaman menarik yang berkaitan
dengan materi wudhu. Kemudian memperagakan cara berwudhu
yang benar. (ingin tahu)
2) Guru menunjukkan gambar tentang tata cara wudhu
3) Siswa memperhatikan dan mencoba mendemonstrasikannya
4) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya
heterogen.
5) Siswa berkumpul sesuai kelompoknya.(kerja sama)
ELABORASI
6) Setiap kelompok diberi lembar kerja dan gambar –gambar tata
cara wudhu
7) Siswa berdiskusi memasang gambar yang sesuai dengan lembar
kerja (kerja sama)
8) Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjasamanya dan
kelompok yang lain memberi tanggapan dipandu olehguru.
(disiplin)
9) Guru memantau dan menyamakan persepsi siswa dalam diskusi
kelas.
10) Siswa menyerahkan hasil kerja kelompoknya (disiplin )
KONFIRMASI
11) Guru memotivasi siswa disertai menegaskan konsep dengan cara
mendemonstrasikan tata cara berwudhu yang benar
12) Siswa memajangkan hasil karya kelompoknya pada papan
pajangan

Kegiatan Penutup
1) Guru menekankan kembali simpulan sebagai konsep pemecahan
masalah kontekstual. (ingin tahu)
2) Guru mengadakan tes akhir pertemuan.(jujur)
3) Guru menganalisa hasil tes kemudian memberikan tindak lanjut
berupa perbaikan, pengayaan dan PR.(jujur & ingin tahu)

c. Observasi (observating)
Pengamatan dilakukan pada prinsipnya hampir sama pada siklus I
hanya perbedaannya terletak pada fokus pengamatan yang ditekankan pada
kemampuan siswa dalam mendemonstrasikan konsep wudhu melalui
model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Picture And Picture
Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan perbaikan pembelajaran
berlangsung, dimana pengamat duduk di belakang mengamati dan merekan
proses pembelajaran. Dalam kegiatan pengumpulan data (merekam data)
pengamat menggunakan instrument obeservasi tertutup. Pengamat
memberikan tanda cek (V) pada kolom kemunculan sesuai indjkator. Pengamat
juga memberikan komentar sehubungan dengan kemunculan indikator
pada kolom komentar (hasil pengamatan siklus II terlampir).
d.Tahap Refleksi (reflecting)
Setelah mengadakan perbaikan pembelajaran pada siklus II dan
menganalisa hasil observasi dan nilai formatif, peneliti mengadakan refleksi
diri. Adapun hasil dari refleksi adalah:
1) Hasil belajar siswa sudah mencapai ketuntasan di atas nilai KKM
2) Siswa aktif dalam proses pembelajaran
3) Melalui model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Picture
And Picture, aktivitas dan hasil belajar PAI materi wudhu meningkat.

G. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu
membandingkn nilai test antar siklus dengan indikator kerja. Sehingga
diperoleh analisis data secara kuantitatif dan kualitatif . Hasil kuantitatif yang
dimaksud hasil yang berupa nilai peserta didik saat evaluasi dikelas dengan
Ketentuan Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM). Sedangkan data yang
diperoleh dari hasil observasi dianalisis secara kualitatif.
Analisis dalam penelitian ini dilakukan pada saat tindakan dan setelah
tindakan yang berupa data hasil observasi, dan hasil tes, yaitu:
1. Pada saat tindakan
Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, yaitu suatu teknik
pemaparan analisa data sesuai dengan hasil temuan lapangan berupa
pengamatan dengan cek list dan angket. Kedua Instrumen ini digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.
2. Sesudah tindakan
Setelah proses belajar selesai, diadakan tes akhir pertemuan. kunci jawaban dan skor
penilaian disajikan dalam lampiran. Tes ini digunakan untuk menentukan tingkat
pencapaian ketuntasan pembelajaran yang telah dilakukan yaitu materi wudhu.
Dengan demikian dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa melalui
model pembelajaran cooperatif learning tipe picture and picture berhasil
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PAI materi wudhu, apabila nilai.siswa sama atau
lebih dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yakni 75.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Kondisi Awal
Penelitian dilakukan di kelas V SD Negeri Gabus 01 semester I
tahun 2015/2016. Jumlah siswa ada 23 yang terdiri dari 13 siswa laki-laki
dan 10 siswa perempuan. Sebelum diadakan penelitian tindakan kelas
pembelajaran dilaksanakan dengan cara siswa memperhatikan penjelasan
guru dan memperhatikan gerakan wuḍu yang dicontohkan guru.
Pembelajaran dengan cara ini ternyata membuat sebagian besar anak
belum bisa memahami konsep dan tata cara wuḍu yang benar. Hal ini
dapat dilihat dari hasil tes formatif yaitu dari 23 siswa hanya ada 8 siswa
(35%) yang memperoleh nilai KKM ke atas. Sedangkan 15 siswa (65%)
yang lain memperoleh nilai di bawah KKM. Hasil tersebut dapat di lihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1
Hasil Tes Formatif Pembelajaran Awal

No Indikator Keterangan
1 Nilai terendah 50
2 Nilai tertinggi 90
3 Jumlah Nilai 1565
4 Rata – rata nilai tes formatif 62,69
5 Banyaknya siswa yang memperoleh nilai ≥75 8
6 Prosentase siswa yang memperoleh nilai ≥75 35%
7 Banyaknya siswa yang memperoleh nilai < 75 15
8 Presentase siswa dengan nilai < 75 65%

Untuk lebih jelasnya ketuntasan anak dapat dilihat pada diagram dibawah
ini:
Diagram 4.1 ketuntasan anak pada pembelajaran awal
tuntas tidak tuntas

Dari tabel di atas menunjukan bahwa rata-rata kelas baru mencapai


62,69 sedangkan nilai terendah anak adalah 50. Selama pembelajaran
berlangsung anak cenderung pasif yaitu tidak mau bertanya dan juga tidak
mau menjawab jika guru memberikan pertanyaan tetapi pada saat guru
menanyakan tentang matetri pelajaran siswa menjawab semua sudah bisa.
Tetapi kenyataanya hasil tesnya berbeda.
Berdasarkan hasil ini guru melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Setelah berdiskusi dengan teman
sejawat hasilnya menyimpulkan bahwa penguasaan konsep terhadap
materi pembelajaran masih rendah hal ini disebabkan karena siswa kurang
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Untuk itu penulis sebagai
peneliti merencanakan mengadakan perbaikan pembelajaran melalui
Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan model pembelajaran
cooperativee learning tipe picture and picture.
Setelah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas, diperoleh hasil sebagaimana
tersebut di bawah ini.

2. Deskripsi Data Pelaksanaan Tindakan Siklus I


a)Perencanaan
Langkah-langkah yang direncanakan untuk melaksanakan tindakan
pada siklus I adalah sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Perbaikan Pembelajaran dan langkah
pembelajaran PAI dengan menggunakan model pembelajaran
cooperative learning tipe picture and picture
2) Menyiapkan Media yang lebih konkret yaitu gambar tata cara wudu
3) Menyiapkan lembar kerja siswa sebagai bahan diskusi kelompok
4) Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan
keterampilan guru dalam proses pembelajaran.

b) Tahap Pelaksanaan Tindakan (acting)


Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Rabu, 14
Oktober 2015. Alokasi waktu yang digunakan adalah 2x35 menit,
dimulai pada pukul 07.00-08.10. Kegiatan pembelajaran yang
dilakukan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
a) Kegiatan Awal (10 menit)
Kegiatan pendahuluan diawali dengan guru mengucapkan
salamkemudian meminta untuk berdoa bersama,dan dilanjutkan
hafalan-hafalan surah pendek dalam Al-Qur’an, kemudian
presensi dengan guru bertanya siapa yang hari ini tidak masuk.
Apersepsi dilakukan dengan cara guru menggali materi yang
berkaitan bertanya kepada siswa apakah masih ingat pelajaran
PAI dengan materi dengan menyanyi lagu “Rukun Islam”
dilanjutkan tanya jawab materi sebelumnya. Selanjutnya guru
menginformasikan materi yang akan dipelajari yaitu tentang
konsep wuḍu, dilanjutkan dengan guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
b) Kegiatan Inti (45 menit)
Kegiatan inti terdiri dari eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Pada tahap awal guru Guru menyajikan cerita/ pengalaman
menarik yang berkaitan dengan materi wuḍu. Kemudian
memperagakan cara berwuḍu yang benar. (ingin tahu). Guru
menunjukkan gambar tentang tata cara wuḍu. Siswa
memperhatikan dan mencoba mendemonstrasikannya.
Selanjutnnya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang
anggotanya heterogen. Kemudian siswa berkumpul sesuai
kelompoknya.(kerja sama)
Pada kegiatan elaborasi guru menjelaskan petunjuk
pengerjaan LKS, kemudian siswa berdiskusi dengan kelompok
untuk menyelesaikan LKS. Guru membimbing kelompok serta
memberikan pengarahan pada siswa yang belum jelas. Setiap
kelompok dimotiVasi oleh guru agar bersungguh – sungguh dan
bekerjasama dengan baik dalam melaksanakan tugas. Siswa
berdiskusi memasang gambar yang sesuai dengan lembar kerj
(kerja sama), Setelah selesai berdiskusi, setiap kelompok
mempresentasikan hasil kerjasamanya dan kelompok yang lain
memberi tanggapan dipandu oleh guru.(disiplin). Di akhiri guru
memantau dan menyamakan persepsi siswa dalam diskusi
tersebut.
Pada kegiatan informasi guru memotiVasi siswa disertai
menegaskan konsep dengan cara mendemonstrasikan tata cara
berwuḍu yang benar. Selanjutnya siswa memajangkan hasil karya
kelompoknya pada papan pajangan.
c) Kegiatan Penutup (15 menit)
Guru bersama siswa merefleksi dan menyimpulkan materi
yang telah dipelajari. Guru memberikan penghargaan bagi siswa
yang aktif dalam pembelajaran. Selanjutnya guru membagikan
soal eValuasi (tes akhir pertemuan) yang akan dikerjakan setiap
siswa. Guru menganalisa hasil tes kemudian memberikan tindak
lanjut berupa perbaikan, pengayaan dan PR.(disiplin dan ingin
tahu).
c)Tindakan Obsevasi (observating)
Observasi dilakukan pada saat pelaksanaan perbaikan pembelajaran
berlangsung, dimana pengamat duduk di belakang mengamati dan merekam
kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pengumpulan data (merekam data)
pengamat menggunakan instrumen oheserVasi tertutup. Pengamat memberikan
tanda cek (v) pada kolom kemunculan sesuai indikator. Pengamat juga
memberikan komentar sehubungan dengan kemunculan indikator pada
kolom komentar (hasil pengamatan siklus I terlampir).
1) Keterampilan Guru
Hasil observasi keterampilan guru dalam pembelajaran
PAI materi wuḍu melalui model pembelajaran cooperatiIv
learning tipe picture and picture pada siklus I didapat:
Tabel. 4.2
Data Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I
No Indikator Jumlah
1. Membuka pembelajaran 4
2. Melakukan apersepsi 4
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3
4. Menyampaikan materi dengan jelas 4
Mengarahkan perhatian siswa agar mengikuti 3
5.
pembelajaran dengan baik
6. Memberikan pertanyaan kepada siswa 2
Membimbing siswa dalam menyampaikan 2
7.
pendapat
8. Keterampilan membimbing diskusi kelompok 3
Mengadakan Variasi dengan melakukan tanya 3
9.
jawab
Memberikan penguatan terhadap hasil kerja 3
10.
siswa
11. Menutup pembelajaran 4
Jumlah skor 35
Kategori Sangat Baik
Persentase 79%

4 INDIKATOR
3.5

2.5

1.5

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

INDIKATOR
Diagram 4.1 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I
Keterangan:
a) Klasifikasi kriteria ketuntasan untuk lembar observasi ketrampilan
guru dapat dirumuskan sebagai berikut :
Skor Kategori Ketuntasan
35≤ skor ≤ 44 Sangat baik (A) Tuntas
27 ≤ skor < 34 Baik (B) Tuntas
19≤ skor < 26 Cukup ( C ) Tidak Tuntas
11 ≤ skor < 18 Kurang ( D ) Tidak Tutas

b) Klasifikasi kategori nilai untuk setiap indikator ketrampilan guru


dapat dirumuskan sebagai berikut.
Skor Kategori Ketuntasan
3,3≤ skor ≤ 4 Sangat baik (A) Tuntas
2,4 ≤ skor < 32 Baik (B) Tuntas
1,6≤ skor < 2,3 Cukup ( C ) Tidak Tuntas
1≤ skor < 1,5 Kurang ( D ) Tidak Tuntas

Berdasarkan tabel tersebut didapat keterampilan guru dalam


pembelajaran PAI melalui model model pembelajaran cooperatiIv
learning tipe picture and picture pada siklus I memperoleh skor 35,
rerata skor 3,18 dan persentase keberhasian 79% dengan kategori
baik. Indikator-indikator pencapaian keterampilan guru dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Keterampilan Membuka Pelajaran
Keterampilan guru dalam kegiatan membuka pembelajaran
memperoleh skor 4. Hal ini ditunjukkan dengan guru memberikan
salam ketika masuk kelas, menanyakan kehadiran siswa,
memberikan motiVasi agar siswa siap untuk mengikuti
pembelajaran dan berdoa. Guru memberikan motivasi kepada siswa
dengan melakukan tanya jawab.
b. Keterampilan Melakukan Apresepsi
Keterampilan guru dalam melakukan apresepsi memperoleh
skor 4. Hal ini ditunjukkan dengan guru melakukan apersepsi
tentang pelajaran sebelumnya, menarik perhatian siswa agar fokus
pada pembelajaran, menimbulkan motivasi untuk semangat belajar
dan guru menyampaikan apresepsi dengan jelas dan mudah
dipahami siswa. Guru menarik perhatian siswa agar fokus pada
pembelajaran dengan bertanya kepada siswa apakah siswa sudah
siap mengikuti kegiatan pembelajaran.
c. Keterampilan Menyampaikan Tujuan Pembelajaran
Keterampilan guru dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran mendapatkan skor 3, Hal ini ditunjukkan dengan
guru menyampaikan tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
dan tujuan pembelajaran disampaikan dengan jelas. Namun guru
belum mengajukan pertanyaan tindak lanjut.
d. Ketrampilan Menjelaskan Materi
Ketrampilan guru dalam menjelaskan materi mendapat skor
4. Hal ini ditunjukan dengan guru menyiapkan media video yang
sesuai dengan materi, media yang digunakan dapat membantu
memahami materi , menarik perhatian siswa dan menyampaikan
materi dengan bahasa yang mudah dipahami siswa.
e. Ketrampilan Mengarahkan Perhatian Siswa
Keterampilan guru dalam mengarahkan perhatian siswa
memperoleh skor 3. Hal ini ditunjukkan dengan guru memberikan
rangsangan kepada siswa seperti tepuk tangan, membimbing siswa
saat mendengarkan materi dan menegur siswa jika ramai. Hal ini
bertujuan agar siswa menjadi lebih paham terhadap materi yang
disampaikan guru. Namun guru belum menggunakan suara yang
lantang saat mengajar.
f. Ketrampilan Memberikan Pertanyaan Kepada Siswa
Keterampilan guru dalam memberikan pertanyaan kepada
siswa memperoleh skor 2. Aspek yang terlaksana yaitu guru
memberikan pertanyaan kepada siswa secara jelas dan pertanyaan
yang diberikan sesuai dengan materi. Tetapi guru belum berhasil
dalam memberikan pertanyaan yang dapat meningkatkan interaksi
antar siswa dan guru belum memberikan pertanyaan yang dapat
memberikan acuan.
g. Keterampilan guru dalam membimbing siswa dalam menyampaikan
pendapat dalam diskusi
Keterampilan guru dalam membimbing siswa dalam
menyampaikan pendapat dalam diskusi memperoleh skor 2. Hal
ini ditunjukkan dengan guru mengarahkan pembagian tugas tiap
siswa dalam kelompok dan memberikan dorongan siswa agar
berpendapat dalam diskusi. Namun guru belum memberikan
umpan pertanyaan agar siswa mau berpendapat dan belum
memberikan penguatan pada siswa untuk percaya diri dlam
berpendapat.
h. Keterampilan guru membimbing diskusi kelompok
Keterampilan guru dalam membimbing diskusi kelompok
memperoleh skor 3. Hal ini ditunjukkan dengan guru membimbing
siswa secara berkelompok, membimbing siswa dalam
mempresentasikan hasil diskusinya dan membimbing siswa dalam
menanggapi pertanyaan dari kelompok lain. Aspek yang belum
terlaksana adalah guru belum mengamati dan membimbing seluruh
kelompok.
i. Keterampilan dalam mengadakan Variasi dengan melakukan kuis
Keterampilan guru dalam mengadakan variasi dengan
melakukan kuis mendapatkan skor 3. Hal ini ditunjukkan dengan
guru memilih dan menggunakan media yang variatif dalam kuis,
memberikan pertanyaan variatif dengan bahasa yang dapat
dipahami siswa, dan variasi dalam menyebarkan giliran menjawab
bagi siswa. Dalam pelaksanaan kuis guru menggunakan media
yang Variatif berupa kartu ajaib yang dibagikan kepada siswa.
Aspek yang belum terlaksana adalah guru belum memberi waktu
berpikir siswa dalam menjawab pertanyaan.
k. Keterampilan memberikan penguatan terhadap hasil kerja siswa.
Keterampilan guru dalam memberikan penguatan terhadap
hasil kerja siswa mendapatkan skor 3. Hal ini ditunjukkan dengan
guru melakukan refleksi terhadap hasil kerja siswa dengan jelas,
sesuai dengan materi dan memberikan penghargaan kepada
siswa. Aspek yang belum dilaksanakan adalah guru belum
memberikan umpan balik kepada siswa.
l. Keterampilan menutup pembelajaran, memberikan kesimpulan.
Ketrampilan guru dalam menutup pembelajaran dengan
memberikan kesimpulan memperoleh skor 4. Aspek yang telah
terlaksana adalah guru melakukan refleksi bersama siswa, guru
menyimpulkan materi yang sudah dipelajari, memberikan soal
evaluasi dan memberikan tindak lanjut. Guru menyimpulkan materi
pembelajaran bersama siswa kemudian memberikan soal evaluasi
untuk dikerjakan siswa. Setelah melakukan evaluasi guru
menginstruksikan kepada siswa untuk mempelajari mater yang
akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
2) Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa dalam setiap indikator diamati dengan
menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. Hasil observasi
aktivitas siswa pada siklus I yang diperoleh selama proses
pembelajaran PAI dengan penerapan model pembelajaran
cooperatiIv learning tipe picture and picture di kelas V SDN
Gabus 01 Kabupaten Pati dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.2
Data Aktivitas Siswa Siklus I
Jumlah Siswa yang Skor Jumlah Rata
No Indikator yang Diamati Mendapat Skor maks Skor -rata
1 2 3 4
1 Kesiapan siswa dalam - 13 8 2 92 58 2,52
mengikuti
pembelajaran
2 Menanggapi apersepsi - 9 7 7 92 67 2,91
sesuai dengan materi
3 Memperhatikan - 12 4 7 92 64 2,78
penjelasan guru
4 Memperhatikan media - 12 3 8 92 65 2,95
yang ditampilkan guru
dalam pembelajaran
5 Mampu memberikan - 11 4 8 92 66 2,87
jawaban terhadap
pertanyaan yang
diberikan dalam
diskusi
6 Mengajukan - 12 7 4 92 61 2,65
pertanyaan
7 Mampu melaksanakan - 8 9 6 92 67 2,91
pembelajaran mandiri
dan kelompok
8 Menyampaikan hasil - 7 10 6 92 68 2,09
diskusi kelompok
9 Menanggapi hasil - 21 2 - 92 48 2,09
diskusi dari kelompok
lain
10 Menjawab kuis - 12 3 8 92 65 2,83
11 Membuat Kesimpulan 15 8 92 77 3,35
Pembelajaran
Jumlah 706
Rata-rata Skor 30,70
3.35
3.5
3.13
2.91 2.95 2.87 2.91
3 2.78 2.83
2.65
2.52
2.5
2.09
2

1.5

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

INDIKATOR

Diagram 4.2 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I


Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat jumlah skor yang
diperoleh seluruh siswa di kelas V adalah 706 rata-rata skor 30,70
termasuk dalam kategori baik. Data tersebut diperoleh dari hasil
observasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan, yaitu:
a. Kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran
Aktivitas siswa dalam mempersiapkan diri dalam mengikuti
pembelajaran memperoleh rerata skor sebesar 2,52. Terdapat 2
siswa yang memperoleh skor 4 yang berarti siswa sudah
mempersiapkan perlengkapan belajar, duduk di tempat duduk
masing-masing, duduk dengan tenang dan memperhatikan guru.
b. Menanggapi apersepsi sesuai dengan materi
Aktivitas siswa dalam menanggapi apersepsi sesuai dengan
materi memperoleh rerata skor sebesar 2,91. Terdapat 7 siswa
memperoleh skor 4 yang berarti siswa mendengarkan arahan yang
diberikan oleh guru, Menanggapi apersepsi sesuai dengan materi,
aktif memberikan tanggapan dan berani mengungkapkan gagasan
yang mereka miliki. 17 siswa memperoleh skor 3 dan 9 siswa
hanya memperoleh skor 2.
c. Memperhatikan penjelasan guru
Aktivitas siswa dalam memperhatikan penjelasan guru
memperoleh rerata skor sebesar 2,78. Terdapat 7 siswa yang
mendapatkan skor 4 yang berarti siswa memperhatikan penjelasan
guru, tidak mengobrol dengan teman ketika guru memberi
penjelasan, mampu menjawab pertanyaan spontan dari guru dan
tidak bermain sendiri saat pelajaran.
d. Memperhatikan media yang ditampilkan guru dalam pembelajaran
Aktivitas siswa dalam memperhatikan media yang ditampilkan
guru dalam pembelajaran memperoleh rerata skor sebesar 2,95.
Terdapat 8 siswa yang memperoleh skor 4 yang berarti siswa
mendengarkan pembelajaran yang disampaikan guru, menanggapi
pertanyaan dari guru, bertanya kepada guru dan mendengarkan
penjelasan guru.
e. Memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan dalam
diskusi
Aktivitas siswa saat memberikan jawaban terhadap pertanyaan
yang diberikan dalam diskusi memperoleh rerata skor sebesar
2,87. Terdapat 8 siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa
memperhatikan masalah yang disajikan guru, mampu memberikan
jawaban yang cepat, jawaban yang disampaikan sesuai dengan
masalah yang diajukan dan menyampaikan jawaban dengan bahasa
yang santun.
f. Mengajukan pertanyaan
Aktivitas siswa dalam mengajukan pertanyaan memperoleh
rerata skor 2,65. Terdapat 4 siswa memperoleh skor 4 yang berarti
siswa mengangkat tangan sebelum bertanya, mengajukan
pertanyaan sesuai dengan materi, mengajukan pertanyaan lebih dari
dua kali, pertanyaan menarik siswa lain untuk menanggapi.
g. Mampu melaksanakan pembelajaran mandiri dan kelompok
Aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran mandiri
dan kelompok memperoleh rerata skor sebesar 2,91. Terdapat 6
siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa berdiskusi dalam
kelompok, menanggapi pertanyaan dari siswa lain, menanggapi
pendapat dari siswa lain dan mencatat hasil diskusi.
h. Menyampaikan hasil diskusi kelompok
Aktivitas siswa saat menyampaikan hasil diskusi kelompok
memperoleh rerata skor sebesar 2,96. Hal ini ditunjukkan dari 23
siswa, 6 siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa menggunakan
kalimat yang baik dalam menyampaikan, mempresentasikan hasil
diskusi, mempresentasikan dengan bersemangat, jelas dan mudah
dipahami siswa lain.
i. Menanggapi hasil diskusi
Aktivitas siswa saat menanggapi hasil diskusi memperoleh
rerata skor rerata kelas sebesar 2,83. Hal ini ditunjukkan dengan
hanya 6 siswa yang memperoleh skor 3 yang berarti hanya 3 aspek
yang tampak pada kegiatan memperhatikan presentasi kelompok
lain, memperhatikan pertanyaan atau jawaban kelompok lain,
mengajukan pertanyaan kepada kelompok presentasi.
j. Menjawab Kuis
Aktivitas siswa dalam menjawab kuis memperoleh rerata
skor kelas sebesar 2,83. Hal ini ditunjukkan dengan 8 siswa
memperoleh skor 4 yang berarti siswa menjawab pertanyaan dari
kartu ajaib dengan mencari pasangan yang tepat.
k. Membuat kesimpulan pembelajaran
Aktivitas siswa dalam membuat kesimpulan pembelajaran
memperoleh rerata skor kelas sebesar 3,35. Hal ini ditunjukkan
dengan 8 siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa tidak
membuat gaduh saat menyimpulkan, menyimpulkan materi secara
lisan, menulis rangkuman dengan menulis poin- poinnya saja dan
mencatat rangkuman materi yang didapatkan dari guru .
Sedangkan 15 siswa memperoleh skor 3.
3) Hasil Belajar
Hasil evaluasi belajar siswa pada pembelajaran PAI
menggunakan model pembelajaran cooperatiIv learning tipe
picture and picture pada siklus I diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.3
Hasil Analisis Tes Siklus I
No Pencapaian Data Awal Data Siklus I
1 Rata-rata 62,69 71,15
2 Nilai terendah 50 60
3 Nilai tertinggi 90 95
4 Jumlah Belum tuntas 15 siswa 7 siswa
5 Jumlah Tuntas 8 siswa 16 siswa
6 Presentase Belum Tuntas 65% 30%
7 Persentase Tuntas 35% 70%

Berdasarkan data tabel hasil analisis tes siklus I diketahui


bahwa rata-rata awal sebelum pelaksanaan siklus adalah 62,69
dengan nilai terendah 50, nilai tertinggi 90, persentase belum
tuntas 65%, dan persentase ketuntasan 35%. Setelah dilaksanakan
siklus I diperoleh data nilai rata-rata 71,15, nilai terendah 60, nilai
tertinggi 95, persentase belum tuntas 30%, dan persentase
ketuntasan 70%. Penilaian berdasarkan KKM yang telah
ditetapkan sekolah yaitu 75.
Hasil belajar siswa pada siklus I dengan persentase 70%
mengalami ketuntasan belajar, dan 30% siswa tidak tuntas.
Namun ketuntasan belajar tersebut belum memenuhi kriteria
indikator keberhasilan dengan ketuntasan belajar klasikal yaitu
sekurang-kurangnya 75%. Karena hasil belajar siswa masih
belum mencapai ketuntasan belajar klasikal yaitu sebanyak 75%,
maka penelitian dilanjutkan pada siklus II.
d) Tahap Refleksi (reflecting)
Hasil penelitian siklus I diperoleh data berupa catatan lapangan,
hasil observasi keterampilan guru, hasil observasi aktivitas siswa,
dan evaluasi belajar siswa, dianalisis kembali untuk melakukan
perbaikan pada siklus II.
Permasalahan dalam pembelajaran siklus I yang perlu diperbaiki
yaitu:
a) Guru belum memenuhi semua komponen dalam indikator
keterampilan guru.
b) Guru kurang memberikan motivasi kepada siswa pada saat awal
pembelajaran.
c) Penjelasan guru pada saat penyampaian materi kurang menarik.
d) Guru belum sepenuhnya menjaga kekondusifan kelas.
e) Siswa masih belum berani mengungkapkan pendapatnya
f) Saat diskusi kelompok, ada beberapa siswa yang masih kesulitan
dalam mengurutkan gambar.
g) Siswa masih belum berani menanggapi hasil presentasi dari
kelompok yang maju di depan kelas.
h) Hasil belajar siswa yang mengalami ketuntasan sebanyak 70%
belum memenuhi kriteria indikator keberhasilan yaitu 75% siswa
tuntas belajar dengan memenuhi KKM ≥75
e)Revisi
Hal-hal yang perlu diperbaiki dan diadakan revisi untuk tahap
pelaksanaan siklus II sesuai dengan permasalahan yang telah
diungkapkan sebelumnya adalah sebagai berikut:
a) Melakukan persiapan yang lebih matang agar dapat memenuhi
semua komponen indikator keterampilan guru dan supaya
penjelasan yang diberikan guru lebih menarik.
b) Guru lebih memanfaatkan waktu dengan baik, agar waktu
pembelajaran dapat digunakan dengan maksimal.
c) Guru lebih memotivasi siswa agar siswa berani mengungkapkan
pendapatnya.
d) Guru lebih memberikan perhatian kepada siswa agar
kekondusifan kelas dapat terjaga.
e) Guru mengatur tempat duduk siswa saling berhadapan antar
kelompok pada saat permainan mencari paasangan agar
permainan lebih menarik.
f) Guru lebih banyak memberi bimbingan kepada siswa yang
kesulitan dalam mencari pasangan dalam permainan
g) Guru lebih memotivasi siswa untuk mau menanggapi presentasi
kelompok yang maju di depan kelas.

3. Deskripsi Data Pelaksanaan Tindakan Siklus II


a. Tahap perencanaan (planning)
Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan beberapa kegiatan
untuk merencanakan pembelajaran secara matang. Adapun kegiatan
pada tahap perencanaan meliputi:
1) Menyusun Rencana Perbaikan Pebelajaran dan langkah
pembelajaran PAI melalui model pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture .
2) Menyiapkan Media yaitu gambar tata cara wuḍu, sedangkan jumlah
anggota kelompok diperkecil.
3) Menyiapkan lembar kerja siswa sebagai bahan diskusi kelompok
berpasangan.
4) Menyiapkan alat evaluasi berupa tes tertulis
5) Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan
keterampilan guru dalam proses pembelajaran.
b. Tahap Tindakan (acting)
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Rabu, 4
Nopember 2013. Alokasi waktu yang digunakan adalah 2x35 menit,
dimulai pada pukul 07.00-08.10. Kegiatan pembelajaran yang
dilakukan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup.
1) Kegiatan Awal (10 menit)
Kegiatan pendahuluan diawali dengan guru mengucapkan
salamkemudian meminta untuk berdoa bersama,dan dilanjutkan
hafalan-hafalan surah pendek dalam Al-Qur’an, kemudian
presensi dengan guru bertanya siapa yang hari ini tidak masuk.
Apersepsi dilakukan dengan cara guru menggali materi yang
berkaitan bertanya kepada siswa apakah masih ingat pelajaran
PAI dengan materi minggu lalu, dan mengajak siswa menyanyi
lagu “Rukun wuḍu” dilanjutkan tanya jawab. Selanjutnya guru
menginformasikan materi yang akan dipelajari dan
menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Kemudian guru memberikan motivasi kepada siswa agar
bersemangat mengikuti proses pembelajaran.
2) Kegiatan Inti (45 menit)
Kegiatan inti terdiri dari eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi. Pada tahap eksplorasi awalnya guru menyajikan
cerita/ pengalaman menarik yang berkaitan dengan materi wuḍu,
kemudian memperagakan cara berwuḍu yang benar. (ingin
tahu). Selanjutnya guru menunjukkan gambar tentang tata cara
wuḍu yang benar. Siswa memperhatikan dan mencoba
mendemonstrasikannya. Langkah selanjutnya siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok yang anggotanya yang lebih
sedikit. Siswa berkumpul sesuai kelompoknya.
Pada tahap elaborasi, setiap kelompok diberi lembar kerja
dan gambar tata cara wuḍu. Selanjutnya siswa berdiskusi
memasang gambar yang sesuai dengan perintah pada lembar
kerja. Setelah tugas kelompok tereselesaikan, setiap kelompok
mempresentasikan hasil kerjasamanya dan kelompok yang lain
memberi tanggapan dipandu oleh guru. Guru memantau dan
menyamakan persepsi siswa dalam diskusi kelas. Langkah
terakhir pada tahap ini siswa menyerahkan hasil kerja
kelompoknya.
Dalam tahap konfirmasi guru memotivasi siswa disertai
menegaskan konsep dengan cara mendemonstrasikan tata cara
berwuḍu yang benar. Siswa memajangkan hasil karya
kelompoknya pada papan pajangan.
3) Kegiatan Penutup (15 menit)
Siswa dan guru bersama-sama menyimpulkan materi yang
sudah dipelajari. Guru mengadakan tes akhir pertemuan. Guru
menganalisa hasil tes kemudian memberikan tindak lanjut
berupa perbaikan, pengayaan dan PR (Pekerjaan Rumah).
c. Observasi Pembelajaran Siklus II
1) Keterampilan Guru
Tabel 4.4: Data Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus II
No Indikator Jumlah
1. Membuka pembelajaran 4
2. Melakukan apersepsi 4
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran 4
4. Menyampaikan materi menggunakan media Video 3
Mengarahkan perhatian siswa agar mengikuti 4
5.
pembelajaran dengan baik
6. Memberikan pertanyaan kepada siswa 4
7. Membimbing siswa dalam menyampaikan pendapat 3
8. Keterampilan membimbing diskusi kelompok 3
9. Mengadakan Variasi dengan melakukan kuis 4
10. Memberikan penguatan terhadap hasil kerja siswa 4
11. Menutup pembelajaran 4
Jumlah skor 41
Kategori Sangat
Baik
Persentase 93,18%
INDIKATOR
4

3.5

2.5

1.5

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

INDIKATOR

Diagram 4.3 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus II


Berdasarkan tabel tersebut didapat keterampilan guru dalam
pembelajaran PAI materi wuḍu melalui model pembelajaran
cooperatiIv learning tipe picture and picture pada siklus II
memperoleh skor 41, rerata skor 3,72 dan persentase keberhasilan
93,18% dengan kategori sangat baik. Indikator-indikator pencapaian
keterampilan guru dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Ketrampilan Membuka Pelajaran
Keterampilan guru dalam kegiatan membuka pembelajaran
memperoleh skor 4. Hal ini ditunjukkan dengan guru memberikan
salam ketika masuk kelas, menanyakan kehadiran siswa,
memberikan motiVasi agar siswa siap untuk mengikuti
pembelajaran dan berdoa. Guru memberikan motivasi kepada
siswa dengan melakukan tanya jawab.
b. Ketrampilan Melakukan Apresepsi
Keterampilan guru dalam melakukan apresepsi memperoleh
skor 4. Hal ini ditunjukkan dengan guru melakukan apersepsi
tentang pelajaran sebelumnya, menarik perhatian siswa agar fokus
pada pembelajaran, menimbulkan motiVasi untuk semangat
belajar dan guru menyampaikan apresepsi dengan jelas dan
mudah dipahami siswa. Guru menarik perhatian siswa agar fokus
pada pembelajaran dengan bertanya kepada siswa apakah siswa
sudah siap mengikuti kegiatan pembelajaran.
c. Ketrampilan Menyampaikan Tujuan Pembelajaran
Keterampilan guru dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran mendapatkan skor 4, Hal ini ditunjukkan dengan
guru menyampaikan tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
tujuan pembelajaran disampaikan dengan jelas dan guru
mengajukan pertanyaan tindak lanjut.
d. Ketrampilan Menjelaskan Materi
Ketrampilan guru dalam menjelaskan materi mendapat skor
3. Hal ini ditunjukan dengan guru menyiapkan media Video yang
sesuai dengan materi, media yang digunakan dapat membantu
memahami materi , dan menyampaikan materi dengan bahasa
yang mudah dipahami siswa. Aspek yang belum terlaksana adalah
guru belum mampu menarik perhatian siswa dengan media yang
ditampilakan tersebut.
e. Ketrampilan Mengarahkan Perhatian Siswa
Keterampilan guru dalam mengarahkan perhatian siswa
memperoleh skor 4. Hal ini ditunjukkan dengan guru memberikan
rangsangan kepada siswa seperti tepuk tangan, menegur siswa
jika ramai dan menggunakan suara yang lantang saat mengajar.
Hal ini bertujuan agar siswa menjadi lebih paham terhadap materi
yang disampaikan guru.
f. Ketrampilan Memberikan Pertanyaan Kepada Siswa
Keterampilan guru dalam memberikan pertanyaan kepada
siswa memperoleh skor 4. Aspek yang terlaksana yaitu guru
memberikan pertanyaan kepada siswa secara jelas, pertanyaan
yang diberikan sesuai dengan materi, guru belum berhasil dalam
memberikan pertanyaan yang dapat meningkatkan interaksi antar
siswa dan guru belum memberikan pertanyaan yang dapat
memberikan acuan.
g. Keterampilan membimbing siswa dalam menyampaikan pendapat
dalam diskusi
Keterampilan guru dalam membimbing siswa dalam
menyampaikan pendapat dalam diskusi memperoleh skor 3. Hal
ini ditunjukkan dengan guru mengarahkan pembagian tugas tiap
siswa dalam kelompok, memberikan dorongan siswa agar
berpendapat dalam diskusi dan memberikan penguatan pada
siswa untuk percaya diri dalam berpendapat. Namun guru belum
memberikan umpan pertanyaan agar siswa mau berpendapat.
h. Keterampilan guru membimbing diskusi kelompok
Keterampilan guru dalam membimbing diskusi kelompok
memperoleh skor 3. Hal ini ditunjukkan dengan guru
membimbing siswa secara berkelompok, membimbing siswa
dalam mempresentasikan hasil diskusinya dan membimbing siswa
dalam menanggapi pertanyaan dari kelompok lain. Aspek yang
belum terlaksana adalah guru belum mengamati dan membimbing
seluruh kelompok.
i. Keterampilan mengadakan Variasi dengan melakukan kuis
Keterampilan guru dalam mengadakan variasi dengan
melakukan kuis mendapatkan skor 4. Hal ini ditunjukkan dengan
guru memilih dan menggunakan media yang variatif dalam kuis,
memberikan pertanyaan variatif dengan bahasa yang dapat
dipahami siswa. Dalam pelaksanaan kuis guru menggunakan
media berupa stick yang diputarkan dengan diiringi nyanyian
siswa. Dan guru juga memberi waktu berpikir siswa dalam
menjawab pertanyaan.
j. Keterampilan memberikan penguatan terhadap hasil kerja siswa.
Keterampilan guru dalam memberikan penguatan terhadap
hasil kerja siswa mendapatkan skor 4. Hal ini ditunjukkan dengan
guru melakukan refleksi terhadap hasil kerja siswa dengan jelas,
sesuai dengan materi, memberikan penghargaan kepada siswa dan
memberikan umpan balik kepada siswa.
k. Ketrampilan menutup pembelajaran, memberikan kesimpulan.
Ketrampilan guru dalam menutup pembelajaran dengan
memberikan kesimpulan memperoleh skor 4. Aspek yang telah
terlaksana adalah guru melakukan refleksi bersama siswa, guru
menyimpulkan materi yang sudah dipelajari, memberikan soal
eValuasi dan memberikan tindak lanjut. Guru menyimpulkan
materi pembelajaran bersama siswa kemudian memberikan soal
eValuasi untuk dikerjakan siswa. Setelah melakukan eValuasi
guru menginstruksikan kepada siswa untuk mempelajari mater
yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
2) Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa dalam setiap indikator diamati dengan
menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. Hasil observasi
aktivitas siswa pada siklus II yang diperoleh selama proses
pembelajaran PAI dengan penerapan model pembelajaran
cooperatiIv learning tipe picture and picture di kelas IIC SDN
Gabus 01 Kabupaten Pati dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.5 Data Aktivitas Siswa Siklus II
Jumlah Siswa
Skor Jumlah Rata-
yang Mendapat
No Indikator yang Diamati maks Skor rata
Skor
1 2 3 4
1 Kesiapan siswa dalam mengikuti - 8 5 10 92 71 3,09
pembelajaran
2 Menanggapi apersepsi sesuai dengan - 6 12 5 68 2,96
92
materi
3 Memperhatikan penjelasan guru - 6 6 11 92 74 3,21
4 Memperhatikan media yang - 5 11 7 71 3,08
92
ditampilkan guru dalam pembelajaran
5 Mampu - 6 10 7 92 70 3,04
memberikan jawaban terhadap
pertanyaan yang diberikan dalam
diskusi
6 Mengajukan pertanyaan - 8 10 5 92 66 2,87
7 Mampu melaksanakan pembelajaran - 3 12 8 74 3,22
92
mandiri dan kelompok
8 Menyampaikan hasil diskusi - 8 9 6 67 2,91
92
kelompok
9 Menanggapi hasil diskusi dari - 10 5 8 59 2,56
92
kelompok lain
10 Menjawab kuis - - 10 13 92 82 3,57
11 Membuat Kesimpulan Pembelajaran - - 14 9 92 88 3,83
Jumlah 790
Rata-rata Skor 34,34

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat jumlah skor yang


diperoleh seluruh siswa di kelas V adalah 790 rata-rata skor 34,34
termasuk dalam kategori baik. Data tersebut diperoleh dari hasil
observasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan, yaitu:
a. Kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran
Aktivitas siswa dalam mempersiapkan diri dalam mengikuti
pembelajaran memperoleh rerata skor sebesar 3,04. Terdapat 10
siswa yang memperoleh skor 4 yang berarti siswa sudah
mempersiapkan perlengkapan belajar, duduk di tempat duduk
masing-masing, duduk dengan tenang dan memperhatikan guru.
b. Menanggapi apersepsi sesuai dengan materi
Aktivitas siswa dalam menanggapi apersepsi sesuai dengan
materi memperoleh rerata skor sebesar 2,96. Terdapat 5 siswa
memperoleh skor 4 yang berarti siswa mendengarkan arahan yang
diberikan oleh guru, Menanggapi apersepsi sesuai dengan materi,
aktif memberikan tanggapan dan berani mengungkapkan gagasan
yang mereka miliki.
c. Memperhatikan penjelasan guru
Aktivitas siswa dalam memperhatikan penjelasan guru
memperoleh rerata skor sebesar 3,21. Terdapat 11 siswa yang
mendapatkan skor 4 yang berarti siswa memperhatikan penjelasan
guru, tidak mengobrol dengan teman ketika guru memberi
penjelasan, mampu menjawab pertanyaan spontan dari guru dan
tidak bermain sendiri saat pelajaran.
d. Memperhatikan media yang ditampilkan guru dalam pembelajaran
Aktivitas siswa dalam memperhatikan media yang
ditampilkan guru dalam pembelajaran memperoleh rerata skor
sebesar 3,08. Terdapat 7 siswa yang memperoleh skor 4 yang
berarti siswa mengamati media pembelajaran, menanggapi
pertanyaan dari guru, bertanya kepada guru dan mendengarkan
penjelasan guru.
e. Memberikan jawaban terhadap pertanyaan dalam diskusi
Aktivitas siswa saat memberikan jawaban terhadap
pertanyaan yang diberikan dalam diskusi memperoleh rerata
skor sebesar 3,04. Terdapat 7 siswa memperoleh skor 4 yang
berarti siswa memperhatikan masalah yang disajikan guru,
mampu memberikan jawaban yang cepat, jawaban yang
disampaikan sesuai dengan masalah yang diajukan dan
menyampaikan jawaban dengan bahasa yang santun. .
f. Mengajukan pertanyaan
Aktivitas siswa dalam mengajukan pertanyaan memperoleh
rerata skor 2,87 Terdapat 5 siswa memperoleh skor 4 yang berarti
siswa mengangkat tangan sebelum bertanya, mengajukan
pertanyaan sesuai dengan materi, mengajukan pertanyaan lebih
dari dua kali, pertanyaan menarik siswa lain untuk menanggapi.
g. Mampu melaksanakan pembelajaran mandiri dan kelompok
Aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran mandiri
dan kelompok memperoleh rerata skor sebesar 3,22. Terdapat 8
siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa berdiskusi dalam
kelompok, menanggapi pertanyaan dari siswa lain, menanggapi
pendapat dari siswa lain dan mencatat hasil diskusi.
h. Menyampaikan hasil diskusi kelompok
Aktivitas siswa saat menyampaikan hasil diskusi kelompok
memperoleh rerata skor sebesar 2,91. Hal ini ditunjukkan dari 23
siswa, 6 siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa
menggunakan kalimat yang baik dalam menyampaikan,
mempresentasikan hasil diskusi, mempresentasikan dengan
bersemangat, jelas dan mudah dipahami siswa lain.
i. Menanggapi hasil diskusi
Aktivitas siswa saat menanggapi hasil diskusi memperoleh
rerata skor rerata kelas sebesar 2,56. Hal ini ditunjukkan dengan 8
siswa yang memperoleh skor 4 yang berarti siswa
memperhatikan presentasi kelompok lain, memperhatikan
pertanyaan atau jawaban kelompok lain, mengajukan
pertanyaan kepada kelompok presentasi dan memberikan tepuk
tangan terhadap hasil presentasi kelompok lain .
j. Menjawab Kuis
Aktivitas siswa dalam menjawab kuis memperoleh rerata
skor kelas sebesar 3,57. Hal ini ditunjukkan dengan 13 siswa
memperoleh skor 4 yang berarti siswa dapat memasangkan kartu
dengan jawaban yang tepat, menjawab pertanyaan guru dengan
bahasa yang mudah dipahami.
k. Membuat kesimpulan pembelajaran
Aktivitas siswa dalam membuat kesimpulan pembelajaran
memperoleh rerata skor kelas sebesar 3,83. Hal ini ditunjukkan
dengan 9 siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa tidak
membuat gaduh saat menyimpulkan, menyimpulkan materi
secara lisan, menulis rangkuman dengan menulis poin- poinnya
saja dan mencatat rangkuman materi yang didapatkan dari guru.
3) Hasil Belajar
Hasil evaluasi belajar siswa pada pembelajaran PAI materi
wudu menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe
picture and picture pada siklus II diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hasil Analisis Tes Siklus II
No Pencapaian Data Siklus I Data Siklus II
1 Rata-rata 71,15 86,08
2 Nilai terendah 60 70
3 Nilai tertinggi 95 100
4 Jumlah Belum tuntas 7 siswa 1 siswa
5 Jumlah Tuntas 16 siswa 22 siswa
6 Presentase Belum Tuntas 30% 4%
7 Persentase Tuntas 70% 96%

Berdasarkan data tabel hasil analisis tes siklus II diketahui


bahwa rata-rata pelaksanaan siklus I adalah 71,15 dengan nilai
terendah 60, nilai tertinggi 90, persentase belum tuntas 74%, dan
persentase ketuntasan 26%. Setelah dilaksanakan siklus II diperoleh
data nilai rata-rata 86,08 nilai terendah 70, nilai tertinggi 100,
persentase belum tuntas 4%, dan persentase ketuntasan 96%.
Penilaian berdasarkan KKM yang telah ditetapkan sekolah yaitu 75.
Hasil belajar siswa pada siklus II dengan persentase 96%
mengalami ketuntasan belajar, dan 4% siswa tidak tuntas.
Ketuntasan belajar tersebut sudah memenuhi kriteria indikator
keberhasilan dengan ketuntasan belajar klasikal yaitu sekurang-
kurangnya 75%. Karena hasil belajar siswa sudah mencapai
ketuntasan belajar klasikal yaitu sebanyak 75%, maka penelitian
tindakan kelas ini diakhiri.
Berdasarkan deskripsi data pelaksanaan pembelajaran PAI
menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe picture
and picture dapat disimpulkan bahwa keterampilan guru, aktivitas
siswa, dan hasil belajar siswa dapat meningkat pada siklus II.

4. PEMBAHASAN
a. Pemaknaan Temuan Penelitian
Pembahasan pelaksanaan penelitian didasarkan pada hasil
observasi keterampilan guru, aktivitas siswa, serta hasil belajar siswa
yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture secara
rinci disajikan dalam pembahasan dari tiap siklus.
b. Pembahasan Tentang Peningkatan Keterampilan Guru
Siklus I
Skor perolehan hasil observasi keterampilan guru pada siklus I
adalah 35 dengan kategori baik. Secara lebih rinci hasil observasi
keterampilan guru akan dibahas sebagai berikut.
Indikator melakukan kegiatan membuka pelajaran mendapatkan
skor 4. Pada indikator keterampilan melakukan apresepsi
mendapatkan skor 4. Berdasarkan hasil pengamatan keterampilan guru
dan catatan lapangan pada, indikator menyampaikan tujuan
pembelajaran mendapatkan skor 3.
Pada indikator keterampilan memberikan penjelasan
mendapatkan skor 4. Pada indikator mengarahkan perhatian siswa
mendapatkan skor 3. Indikator memberikan pertanyaan kepada siswa
mendapatkan skor 2.
Indikator membimbing siswa dalam menyampaikan pendapat
dalam diskusi mendapatkan skor 2. Indikator membimbing diskusi
siswa dalam berkelompok mendapatkan skor 3. Pada indikator
melakukan Variasi dengan kuis mendapatkan skor 3. Indikator
Memberikan penguatan terhadap hasil belajar siswa kepada
mendapatkan skor 3. Pada indikator melakukan kegiatan menutup
pelajaran mendapatkan skor 4.

Siklus II
Skor perolehan hasil observasi keterampilan guru pada siklus II
adalah 41 dengan kategori sangat baik. Secara lebih rinci hasil
observasi keterampilan guru akan dibahas sebagai berikut:
1) Indikator kegiatan membuka pelajaran mendapatkan skor 4.
2) Indikator keterampilan melakukan apresepsi mendapatkan skor 4.
3) Indikator menyampaikan tujuan pembelajaran skor 3.
4) Indikator keterampilan memberikan penjelasan skor 3.
5) Indikator mengarahkan perhatian siswa mendapatkan skor 4.
6) Indikator memberikan pertanyaan siswa mendapatkan skor 4.
7) Indikator membimbing siswa dalam menyampaikan pendapat
dalam diskusi mendapatkan skor 3.
8) Indikator membimbing diskusi siswa dalam berkelompok
mendapatkan skor 3.
9) Indikator melakukan Variasi dengan kuis mendapatkan skor 4.
10) Indikator Memberikan penguatan terhadap hasil belajar siswa
kepada mendapatkan skor 4.
11) Pada indikator melakukan kegiatan menutup pelajaran
mendapatkan skor 4.
Dari hasil observasi keterampilan guru pada pembelajaran PAI
menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe picture
and picture dari siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Secara
lebih jelas peningkatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.7: Hasil Observasi Peningkatan Keterampilan Guru
pada Siklus I dan II
No Indikator Siklus I Siklus II
1 Membuka pembelajaran 4 4
2 Melakukan apersepsi 4 4
3 Menyampaikan tujuan pembelajaran 3 4
4 Menyampaikan materi dengan menggunakan media 4 3
Video
5 Mengarahkan perhatian siswa agar mengikuti 3 4
pembelajaran
6 Memberikan pertanyaan kepada siswa 2 4
7 Membimbing siswa dalam menyampaikan pendapat 2 3
8 Keterampilan membimbing diskusi kelompok 3 3
9 Mengadakan variasi dengan melakukan kuis 3 4
10 Memberikan penguatan terhadap hasil kerja siswa 3 4
11 Menutup pembelajaran 4 4
Jumlah Skor 35 41
Kategori Baik Sangat
Baik

Hasil Pengamatan Keterampilan Guru


4
3.5
3
2.5
Siklus I
2
4
Skor

1.5
1
0.5
0
r1 r2 r3 r4 r5 r6 r7 r8 r9 10 11
ki a
to
ki a
to
ki a
to
ki a
to
ki a
to
ki a
to
ki a
to
ki a
to
ki a
to tor tor
d d d d ka ka
In
d
In In In
d
In
d
In In In
d
In
d di di
In In

Diagram 4.4 Hasil Observasi Peningkatan Keterampilan Guru


Siklus I dan II

Berdasarkan tabel dan diagram hasil observasi peningkatan


keterampilan guru dalam pembelajaran PAI menggunakan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture pada siklus I
dan II di atas menunjukkan adanya peningkatan keterampilan guru dalam
mengajar. Pada siklus I keterampilan mengajar guru mendapatkan total
skor skor 35 dengan kategori baik. Kemudian pada siklus II skor yang
diperoleh adalah 41 dengan kategori sangat baik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture dapat
meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran PAI materi wuḍu.
Ditunjukkan dengan peningkatan skor yang diperoleh guru dari siklus I
dan II.
c. Pembahasan Tentang Peningkatan Aktivitas Siswa
Siklus I
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa selama proses
pembelajaran pada siklus I, jumlah skor yang didapatkan adalah 30,70
dengan kategori baik.
Indikator mempersiapkan diri dalam menerima pelajaran ini mencapai
rata-rata skor 2,52. Sebagian besar siswa sudah mempersiapkan
perlengkapan belajar di atas meja masing-masing siswa. Seluruh siswa
duduk di tempat duduk masing-masing, sebagian siswa sudah
memperhatika guru dan tenang ditempat duduknya. Hal tersebut
disebabkan siswa sangat antusias dengan kedatangan peneliti.
Indikator menanggapi apersepsi sesuai dengan materi mencapai rata-
rata skor sebanyak 2,91. Siswa mendengarkan arahan yang diberikan oleh
guru untuk menyanyikan lagu Hari Merdeka. Namun hanya ada beberapa
siswa yang aktif menanggapi apersepsi sesuai dengan materi. Tidak
banyak pula siswa yang berani memberikan tanggapan dan
mengungkapkan gagasan yang dimiliki.
Indikator memperhatikan penjelasan guru tentang materi mencapai
rata-rata skor sebanyak 2,78. Siswa memperhatikan pembelajaran
dikarenakan guru menggunakan media yang dapat menarik perhatian siswa
yaitu tayangan video tentang peristiwa menjelang kemerdekaan. Siswa
tidak mengobrol dengan teman ketika guru memberi penjelasan.
Indikator memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan
dalam diskusi mencapai rata-rata skor sebanyak 2,95. siswa
memperhatikan masalah yang disajikan guru. Namun hanya beberapa
siswa yang diajukan dan menyampaikan jawaban dengan bahasa yang
santun.
Indikator melakukan kegiatan mengajukan pertanyaan mencapai rata-
rata skor sebanyak 2,87. Siswa telah mengangkat tangan sebelum bertanya.
Pertanyaan yang diajukan sudah sesuai dengan materi atau sesuai dengan
yang diharapkan oleh guru. Namun tidak semua siswa mengajukan
pertanyaan lebih dari dua kali. Dan pertanyaan yang diajukan tidak
menarik siswa lain untuk menanggapi.
Indikator melakukan kegiatan pembelajaran mandiri dan kelompok
mencapai rata-rata skor 2,65. Seluruh siswa berdiskusi dalam kelompok.
Sebagian kecil siswa menanggapi pertanyaan dari siswa lain, menanggapi
pendapat dari siswa dan mencatat hasil diskusi.
Indikator menyampaikan hasil diskusi kelompok mencapai rata-rata
skor 2,91. Siswa telah menggunakan kalimat yang baik dalam
menyampaikan, mempresentasikan hasil diskusi dan mempresentasikan
hasil diskusi tersebut dengan bersemangat. Sebagian siswa kurang jelas
dan kurang mudah dipahami siswa lain dalam menyampaikan diskusi.
Indikator menanggapi hasil diskusi mencapai rata-rata skor 2,09. Sebagian
besar siswa telah memperhatikan presentasi siswa lain, namun hanya
beberapa siswa yang memperhatikan pertanyaan atau jawaban kelompok
lain dan mengajukan pertanyaan kepada kelompok presentasi.
Indikator menjawab kuis mencapai rata-rata skor 2,83. Sebagian siswa
menjawab pertanyaan guru dengan jawaban yang tepat, dengan bahasa
yang mudah dipahami, menjawab pertanyaan secara runtut dan tidak
membaca buku saat menjawab pertanyaan yang diberikan guru.
Diakhir pembelajaran siswa membuat kesimpulan bersama guru.
Sebagian besar siswa dapat menyimpulkan materi secara lisan dan tidak
gaduh saat membuat kesimpulan. Namun hanya beberapa siswa yang
menulis rangkuman mencatat rangkuman materi yang didapatkan dari
guru.

Siklus II
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa selama proses
pembelajaran pada siklus II, jumlah skor yang didapatkan adalah 34,34
dengan kategori baik
Indikator mempersiapkan diri dalam menerima pelajaran ini mencapai
rata-rata skor 3,09. Terdapat 10 siswa yang memperoleh skor 4 yang
berarti siswa sudah mempersiapkan perlengkapan belajar, duduk di tempat
duduk masing-masing, duduk dengan tenang dan memperhatikan guru.
Indikator menanggapi apersepsi sesuai dengan materi mencapai rata-
rata skor sebanyak 2,96. Terdapat 5 siswa memperoleh skor 4 yang berarti
siswa mendengarkan arahan yang diberikan oleh guru, Menanggapi
apersepsi sesuai dengan materi, aktif memberikan tanggapan dan berani
mengungkapkan gagasan yang mereka miliki.
Indikator memperhatikan penjelasan guru tentang materi mencapai
rata-rata skor sebanyak 3,21. Terdapat 11 siswa yang mendapatkan skor 4
yang berarti siswa memperhatikan penjelasan guru, tidak mengobrol
dengan teman ketika guru memberi penjelasan, mampu menjawab
pertanyaan spontan dari guru dan tidak bermain sendiri saat pelajaran.
Indikator memperhatikan penjelasan guru tentang materi mencapai
rata-rata skor sebanyak sebesar 3,08. Terdapat 7 siswa yang memperoleh
skor 4 yang berarti siswa mengamati Video pembelajaran, menanggapi
pertanyaan dari guru, bertanya kepada guru dan mendengarkan
penjelasan guru tentang materi.
Indikator memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan
dalam diskusi mencapai rata-rata skor sebanyak 3,04. Terdapat 7 siswa
memperoleh skor 4 yang berarti siswa memperhatikan masalah yang
disajikan guru, mampu memberikan jawaban yang cepat, jawaban yang
disampaikan sesuai dengan masalah yang diajukan dan menyampaikan
jawaban dengan bahasa yang santun.
Indikator melakukan kegiatan mengajukan pertanyaan mencapai rata-
rata skor sebanyak 2,87. Terdapat 5 siswa memperoleh skor 4 yang berarti
siswa mengangkat tangan sebelum bertanya, mengajukan pertanyaan
sesuai dengan materi, mengajukan pertanyaan lebih dari dua kali,
pertanyaan menarik siswa lain untuk menanggapi.
Indikator melakukan kegiatan pembelajaran mandiri dan kelompok
mencapai rata-rata skor 3,22. Terdapat 8 siswa memperoleh skor 4 yang
berarti siswa berdiskusi dalam kelompok, menanggapi pertanyaan dari
siswa lain, menanggapi pendapat dari siswa lain dan mencatat hasil
diskusi.
Indikator menyampaikan hasil diskusi kelompok mencapai rata-rata
skor 2,91. Hal ini ditunjukkan dari 23 siswa, 6 siswa memperoleh skor 4
yang berarti siswa menggunakan kalimat yang baik dalam menyampaikan,
mempresentasikan hasil diskusi, mempresentasikan dengan bersemangat,
jelas dan mudah dipahami siswa lain.
Indikator menanggapi hasil diskusi mencapai rata-rata skor 2,56. Hal
ini ditunjukkan dengan 8 siswa yang memperoleh skor 4 yang berarti
siswa memperhatikan presentasi kelompok lain, memperhatikan
pertanyaan atau jawaban kelompok lain, mengajukan pertanyaan kepada
kelompok presentasi dan memberikan tepuk tangan terhadap hasil
presentasi kelompok lain .
Indikator menjawab kuis mencapai rata-rata skor 3,57. Hal ini
ditunjukkan dengan 13 siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa
menjawab pertanyaan guru dengan jawaban yang tepat, menjawab
pertanyaan guru dengan bahasa yang mudah dipahami, menjawab
pertanyaan guru secara runtut dan menjawab pertanyaan guru dengan
tidak membaca buku.
Diakhir pembelajaran siswa membuat kesimpulan bersama
guru.Indikator dalam membuat kesimpulan mencapai rata-rata 3,89. Hal
ini ditunjukkan dengan 9 siswa memperoleh skor 4 yang berarti siswa
tidak membuat gaduh saat menyimpulkan. Hasil observasi aktivitas
siswa pada pembelajaran PAI materi wuḍu menggunakan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture dari siklus I
dan siklus II mengalami peningkatan. Secara lebih jelas peningkatan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.8: Hasil Observasi Peningkatan Aktivitas Siswa
pada Siklus I dan II
Siklus
No Indikator Siklus II
I
1 Kesiapan siswa dalam mengikuti 2,52 3,09
pembelajaran
2 Menanggapi apersepsi sesuai dengan 2,91 2,96
materi
3 Memperhatikan penjelasan guru 2,78 3,21
4 Memperhatikan media yang ditampilkan 2,95 2,08
guru dalam pembelajaran
5 Mampu memberikan jawaban 2,87 3,04
terhadap pertanyaan yang diberikan
dalam diskusi
6 Mengajukan pertanyaan 2,65 2,87
7 Mampu melaksanakan pembelajaran 2,91 3,22
mandiri dan kelompok
8 Menyampaikan hasil diskusi kelompok 2,09 2,91
9 Menanggapi hasil diskusi dari kelompok 2,09 2,56
lain
10 Menjawab kuis 2,83 3,57
11 Membuat Kesimpulan Pembelajaran 3,35 3,89
Jumlah 30,70 34,34
Kategori Baik Sangat Baik

Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa


4

3.5

2.5

2 Siklus I
Siklus II
Skor

1.5

0.5

0
r1

r4

r6

r9

0
r2

r3

r5

r7

r8

1
r1

r1
to

to

to

to

to

to

to

to

to

to

to
ika

ika

ika

ika

ika

ika

ika

ika

ika

ka

ka
d

di

di
In

In

In

In

In

In

In

In

In

In

In

Diagram 4.5 Hasil Observasi Peningkatan Aktivitas Siswa Siklus I


dan II
Berdasarkan tabel dan diagram hasil observasi peningkatan
aktivitas siswa dalam pembelajaran PAI menggunakan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture di atas
menunjukkan adanya peningkatan. Pada siklus I total skor rata-rata
yang diperoleh siswa adalah 30,70 dengan kategori baik. Siklus II
mengalami peningkatan, skor rata-rata yang diperoleh 34,34 dengan
kategori sangat baik
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture dapat
meningkatkan aktivitas siswa di dalam kegiatan pembelajaran.
Ditunjukkan dengan peningkatan rerata skor yang diperoleh siswa
pada masing-masing indikator pengamatan dari siklus I dan II

d. Pembahasan Tentang Peningkatan Hasil Belajar Siswa


Siklus I
Berdasarkan data analisis tes siklus I diketahui bahwa nilai rata-
rata klasikal adalah 71,15 nilai terendah 60, nilai tertinggi 95.
Terdapat 7 siswa yang belum tuntas atau 30%. Hanya 16 siswa yang
mengalami ketuntasan belajar atau 70%. Ketuntasan belajar tersebut
belum memenuhi kriteria indikator keberhasilan dengan ketuntasan
belajar klasikal yaitu sekurang-kurangnya 75%
a. Siklus II
Pada siklus ke II persentase ketuntasan hasil belajar kembali
mengalami peningkatan menjadi 96% atau 22 siswa. Persentase siswa
yang belum tuntas hanya 4% atau 1 siswa. Nilai rata-rata klasikal
meningkat menjadi 86,08, nilai terendah 70, nilai tertinggi 100.
Ketuntasan belajar tersebut telah memenuhi kriteria indikator
keberhasilan dengan ketuntasan belajar klasikal yaitu sekurang-
kurangnya 75%
Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran PAI
menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe picture
and picture dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Secara
lebih jelas, peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel.
Tabel 4.9: Peningkatan Hasil Belajar PAI Siswa
Data Awal, Siklus I dan Siklus II
No Pencapaian Data Awal Siklus I Siklus II

1 Rata-rata 62,69 71,15 86,08

2 Nilai terendah 50 60 70

3 Nilai tertinggi 90 95 100

4 Belum tuntas 15 siswa 7 siswa 1 siswa

5 Tuntas 8 siswa 16 siswa 22 siswa

6 Persentase Ketuntasan klasikal 35% 70% 96%

100
90
80
70
60
Pra Siklus
50 Siklus I
40 Siklus 2
30
20
10
0

Nilai
Diagram 4.6 Hasil Peningkatan Hasil Belajar PAI Siswa dari Data
Awal, Siklus I, dan Siklus II

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa terdapat


peningkatan hasil belajar PAI materi wuḍu menggunakan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture dari siklus
I sampai siklus II. Hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh nilai
rata-rata kelas 71,15 dan persentase ketuntasan klasikal 70%. Pada
siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu dengan nilai
rata-rata 86,08 dan persentase ketuntasan klasikal 96%.
Berdasarkan data yang telah didapatkan berupa hasil pengamatan
keterampilan guru, aktivitas siswa, dan data hasil belajar siswa,
diperoleh hasil bahwa keterampilan guru meningkat dengan kriteria
sangat baik, aktivitas siswa meningkat dengan kriteria baik, dan hasil
belajar siswa dapat memenuhi ketuntasan klasikal yang ditetapkan
yaitu 75%, maka penelitian ini berhenti sampai di siklus II.

B. UJI HIPOTESA
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dari siklus I dan II,
maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative learning
tipe picture and picture dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas
siswa, dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI materi wuḍu kelas IIC
SD Negeri Gabus 01 Kabupaten Pati. Dengan demikian, hipotesis yang telah
diajukan terbukti kebenarannya sehingga penelitian diakhiri.

C. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN


1. Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis dalam penelitian ini yaitu keterkaitan antara hasil
penelitian dengan teori-teori yang digunakan oleh peneliti. Penelitian ini
memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya mengenai penerapan model pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture. Hasil penelitian yang telah dilakukan
pada mata pelajaran PAI di kelas IIC SDN Gabus 01 Pati menunjukkan
bahwa keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa dapat
meningkat dari satu siklus ke siklus berikutnya. Kelebihan dari model
tersebut menurut Shoimin (2014:189) adalah sebagai berikut : (1) Siswa
bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma –
norma kelompok , (2) Siswa aktif membantu dan memotiVasi semangat
untuk berhasil bersama , (3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk
lebih meningkatkan keberhasilan kelompok , (4) Interaksi antarsiswa
seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat , (5)
Meningkatkan kecakapan indiVidu , (6) Meningkatkan kecakapan
kelompok , (7) Tidak bersifat kompetitif , (8) Tidak memiliki rasa
dendam.
2. Implikasi Praktis
Hasil tes yang telah dilaksanakan oleh siswa menunjukkan adanya
peningkatan pada setiap siklusnya. Siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas
71,15 dan persentase ketuntasan klasikal 70%. Pada siklus II hasil belajar
siswa mendapatkan nilai rata-rata 86,08 dan persentase ketuntasan
klasikal 96%.
Keterampilan guru dalam mengajar juga meningkat. Pada siklus I
guru mendapatkan skor 35 yang masuk dalam kriteria baik. Siklus II
diperoleh skor 41 yang masuk dalam kriteria sangat baik. Seperti halnya
keterampilan guru, aktivitas siswa pun juga mengalami peningkatan.
Pada siklus I siswa mendapatkan skor rata-rata 30,70 dalam kriteria baik.
Siklus II mendapatkan skor rata-rata 34,34 dengan kriteria sangat baik.
3. Implikasi Pedagogis
Kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
cooperative learning tipe picture and picture pada penelitian ini dapat
meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa, serta hasil belajar
siswa. Guru dapat membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan dan menarik bagi siswa karena guru membuat suatu
inovasi dalam kegiatan pembelajaran yaitu menerapkan model
pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture. Hal tersebut
dapat memberikan motiVasi pada siswa untuk dapat lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Sehingga berdampak pada peningkatan hasil
belajar siswa

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model
pembelajaran cooperatif learning tipe picture and picture pada pembelajaran
PAI kelas IIC SDN Gabus 01 Kabupaten Pati dapat disimpulkan bahwa:
1. Keterampilan guru pada model pembelajaran cooperatif learning tipe
picture and picture meningkat. Pada siklus I perolehan skor yaitu 35
dengan kategori sangat baik. Pada siklus II lebih meningkat dengan skor
41 dengan kategori sangat baik, dan telah mencapai indikator
keberhasilan yang ditetapkan.
2. aktivitas siswa pada model pembelajaran cooperatif learning tipe
picture and picture meningkat, perolehan skor pada siklus I yaitu 31,29
dengan kategori baik. Pada siklus II memperoleh skor 34,34 yang
masuk dalam kategori sangat baik dan telah mencapai indikator
keberhasilan yang ditetapkan.
3. Hasil belajar siswa meningkat, hal ini dapat dilihat pada siklus I
diperoleh nilai rata-rata kelas 71,15 dan persentase ketuntasan klasikal
70%. Pada siklus II hasil belajar siswa mendapatkan nilai rata-rata 86,08
dan persentase ketuntasan klasikal 96%.
Paparan simpulan di atas menunjukkan hipotesis tindakan
penggunaan model pembelajaran cooperatif learning tipe picture and
picture dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PAI materi wuḍu Kelas
IIC SDN Gabus 01 terbukti kebenarannya.
B. Saran
Dari seluruh hasil penelitian, sangatlah disarankan kepada rekan-rekan
guru khususnya rekan guru PAI pembaca karya tulis ini untuk memperhatikan
dan mengindahkan saran-saran berikut ini:
1. Guru PAI diharapkan selalu membimbing dan mengarahkan siswa agar
gemar bereksplorasi dalam memahami konsep melalui berbagai cara.
2. Adalah hal yang sangat terpuji jika guru selalu mencoba berinovasi
dalam mengembangkan bahan ajar dan model pembelajaran dengan
berbagai kreatifitas sehingga tercipta pembelajaran yang aktif, kreatif,
efekif, dan menyenangkan.
3. Sebaiknya siswa lebih aktif dan termotivasi dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
C. Penutup
Alhamdulillah, berkat pertolongan dan karunia Allah SWT dengan niat
dan kesungguhan akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan PTK yang
berjudul “Upaya peningkatan kualitas pembelajaran PAI materi wuḍu
melalui model pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture
pada siswa kelas IIC SDN Gabus 01 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati tahun
pelajaran 2015 /2016” Dengan harapan semoga dapat memberi manfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan skripsi ini
masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
memohon adanya kritik dan saran demi kesempurnaan PTK ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian PTK ini. Semoga
senantiasa mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Amin Ya Rabbal
Alamin.

DAFTAR PUSTAKA
Anitah, Sri dkk. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arends, Richard I. 2008. Learning To Teach Belajar untuk Mengajar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arifin, Zainal. 2013. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Daryanto. 2012. Media Pembelajaran. Bandung: PT. Satu Nusa.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru & Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Herhyanto. 2008. Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka

Indriana, Dina. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Jogjakarta: Diva
Press.

Munadi, Yudhi. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: GP Press Group.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A


Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenadamedia


Group.

Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi Paikem.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Uno, Hamzah B. 2012. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar


Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
PTK 4

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAI


MATERI BERIMAN KEPADA KITAB – KITAB ALLAH SWT
MELALUI METODE COOPERATIVE LEARNING TYPE STAD
PADA SISWA KELAS V SDN WONOKETINGAL 1 KECAMATAN
KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK

Disusun Oleh :

FATMAWATI, S.Pd.I

ABSTRAK

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan


membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Berdasarkan latar belakang
masalah dan identifikasi masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut (1):“Bagaimanakah penerapan model Cooperative
Learning Type STAD dalam pembelajaran PAI Materi Beriman Kepada Kitab –
Kitab Allah SWT Pada Siswa Kelas V Semester 1 SDN Wonoketingal 1
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2015 / 2016”.(2)
Apakah penerapan model pembelajaran type stad dapat meningkatkan hasil
dengan baik?”. Dari hasil perbaikan pembelajaran model Cooperative Learning
Type STAD menjadikan siswa lebih memahami tentang materi bariman kepada
Kitab – kitab Allah SWT, kegiatan pembelajaran lebih hidup, dan pemberian
penjelasan oleh guru serta adanya kegiatan kerja kelompok membuat siswa lebih
bersemangat dan giat dalam pembelajaran. Dengan adanya kegiatan pembelajaran
diatas maka ada pemngkatan nilai ketuntasan dibandingkan sebelum pelaksanaan
perbaikan pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa meningkat lebih baik,
terbukti: 1) Hasil dan perolehan pra siklus, siswa yang tuntas 18 siswa dari 38
siswa, tingkat ketuntasannya adalah 47,4%; 2) Hasil yang diperoleh siklus I, siswa
yang tuntas 31 siswa dari 38 siswa, tingkat ketuntasan adalah 81,6%, rata-rata
kelas mencapai 78,4; 3) Hasil yang diperoleh dari siklus II siswa yang tuntas 38
siswa dari 38 siswa, tingkat ketuntasannya adalah 100%, rata-rata kelas mencapai
86,32. Dengan menggunakan metode cooperative learning type STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa, siswa akan terangsang, tertarik dan bersikap
positif terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Sehingga tujuan
pembelajaran tercapai.

Kata Kunci : Cooperative learning type STAD, hasil belajar, PAI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang melibatkan interaksi antara
guru dan siswa. Interaksi antara guru dan siswa harus seimbang, artimya terjadi
komunikasi timbal balik diantara keduanya. Siswa bukan hanya sebagai subjek
yang tidak tahu apa-apa, tetapi sebaliknya mereka harus didorong untuk lebih
aktif dan berani mengeluarkan ide dalam pembelajaran, karena mereka memiliki
latar belakang, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda, maka guru dituntut
bukan hanya sebagai pentransfer ilmu pengetahuan, tetapi sebagai pembimbing,
pengembnag, dan pengelola kegiatan belajar agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Tetapi, sejauh ini pada kegiatan belajar mengajar masih banyak kita
temukan guru mengajar dengan konservatif. Kelas berfokus pada guru sebagai
sumber pengetahuan utama kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi
belajar.
Para pendidik hendaknya memandang peserta didik sebagai kumpulan
individu yang memiliki khas dan keunikan, sehingga pendidik dituntut mampu
mengeksplorasikan kemampuan, kecerdasan, kecenderungan, minat dan bakat
peserta didik yang sangat beragam tersebut. Oleh karena itu, Guru perlu
melakukan berbagai cara untuk membuat peserta didik aktif sejak awal melalui
aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat
membuat mereka berfikir tentang materi pelajaran. Guru juga perlu merupakan
langkah cepat menyenangkan, mendukung dan secara pribadi menarik hati,
sehingga peserta didik tidak hanya terpaku di tempat duduk, bergerak leluasa dan
berfikir keras. (Mel Silberman, 2006: 9)
Maka diperlukan strategi baru yang lebih memberdayakan siswa, melibatkan
siswa secara aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri Untuk mendorong
upaya diatas muncul pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik bila
lingkungan belajar diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak
mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat untuk jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Tetapi hal pertamalah
yang justru terjadi di kelas-kelas sekolah kita.
Untuk itu dengan berbagai upaya, maka dipandang perlu adanya perbaikan
pembelajaran dengan memunculkan model-model pembelajaran yang baru untuk
membantu siswa cepat memahami atau menguasai materi serta mampu
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Dalam upaya kegiatan perbaikan pembelajaran tersebut guru tidak hanya
membuat seperangkat pembelajaran sebagai bagian dari rencana perbaikan
pembelajaran, tetapi tidak kalah pentingnya seorang guru dituntut untuk
mengembangkan kreatifitas dalam meningkatkan keaktifan siswa dalam pemilihan
salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kondisi siswa.
Banyak sekali model pembelajaran aktif, yang dapat dijadikan acuan
dalam pembelajaran. Disini guru dituntut unuk cerdas memilihnya dengan
mempertimbangkan faktor siswa, tujuan yang hendak dicapai, kondisi sarana
prasarana, alokasi waktu, materi dan lain sebagainya yang terkait dengan
komponen pembelajaran.
Pengalaman penulis sebagai guru PAI kerika mengajarkan materi beriman
kepada kitab - kitab Allah SWT. Dari hasil ulangan atau tes formatif maupun
pengamatan terhadap minat siswa diperoleh data yang kurang menggembirakan.
Dari hasil ketuntasan belajar, siswa yang tuntas belajar hanya 18 siswa
dari 38 siswa yaitu 47,4% dengan rata rata kelas 62,37 . Ketuntasan tersebut
didasari asumsi bahwa standar ketuntasan adalah nilai 70. Dari segi minat, selama
pembelajaran banyak ditemukan siswa kurang perhatian, bicara dengan teman
sebangku, atau melakukan aktivitas yang tidak berhubungan dengan pembelajaran
yang sedang diikuti.
Hal yang lebih merisaukan adalah tidak terpacunya prestasi belajar dari
peserta didik padahal dalam mata pelajaran lain mereka bisa mendapatkan
melebihi dari itu. Saat dikonfirmasi mereka menyatakan kurang berminat belajar
PAI karena harus menghafal konsep-konsep yang luas, membosankan, dan
menganggap PAI adalah mata pelajaran remeh. Hal ini tertanam kuat dalam
pikiran siswa. Pada sisi guru, guru memang cukup sulit untuk dapat mengantarkan
pemahaman materi kepada seluruh siswa. Hal itu karena setiap siswa mempunyai
gaya belajar yang berbeda-beda, sehingga boleh jadi ada yang sejalan dengan
mengajar guru dan ada pula yang tidak. Untuk itu diperlukan pola variasi
mengajar yang tidak hanya menggantungkan pada peran guru semata. Dari sisi
sekolah, keberadaan siswa yang harus tuntas belajar di kelas V merupakan
kebutuhan wajib.
Untuk itu diperlukan inovasi model pembelajaran yang memungkinkan
tujuan diatas terpenuhi. Artinya, mereka sebagai peserta didik dapat terpacu
semangat dan prestasi belajarnya sehingga dapat menguasai kompetensi belajar
yang diharapkan. Solusinya adalah dengan kegiatan perbaikan pembelajaran
melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dari sinilah penulis melakukan refleksi
untuk mengetahui secara lebih rinci kekurangan-kekurangan yang dialami siswa.

B. Identifikasi Masalah
Rendahnya prestasi dan motivasi belajar siswa kelas V SDN
Wonoketingal 1 terlihat dari kurangnya antusias belajar saat berlangsung
pembelajaran PAI dengan metode ceramah antara lain :

1. Metode ceramah yang dilakukan oleh guru hanya merupakan


komunikasi satu arah yaitu hanya dari guru belaka.
2. Guru tidak memakai metode cooperative learning.
3. Sumber belajar cenderung terbatas karena hanya berasal dari guru dan
materi atau bahan belajar yang hanya sesuai persiapan yang
direncanakan guru.
4. Siswa hanya sebagai obyek belajar, tidak merupakan subyek yang harus
berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar
dengan menggunakan potensi yang ada pada siswa itu sendiri.
5. Kreatifitas berfikir pengambilan kesimpulan dan penyelesaian terhadap
materi yang dipelajari sangat tergantung pada guru.
6. Guru dapat menguasai kondisi kelas dalam pembelajaran.
7. Guru kurang memberi motivasi kepada siswa.

C. Analisis Masalah
Setelah mengetahui adanya kekurangan dalam pembelajaran yang
dilaksanakan, maka peneliti mendiskusikan dengan teman sejawat dan supervisor.
Dari hasil diskusi diketahui bahwa faktor penyebab rendahnya tingkat pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru antara lain :
1. Penjelasan guru tentang materi terlalu cepat;
2. Guru tidak menggunakan contoh-contoh riil/kongkrit;
3. Guru dalam memberikan soal-soal latihan masih kurang;
4. Pemilihan metode pembelajaran yang digunakan kurang tepat;
5. Guru kurang mengaktifkan siswa.
Dalam kegiatan guru memang cukup sulit untuk dapat membawa seluruh
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.. Inovasi pembelajaran memungkinkan
akan dapat membantu penyelamatan keterpurukan hasil belajar siswa, model-dan
metode pembelajaran kreatif dan inovatif sangat diperlukan, salah satunya metode
pembelajaran Cooperative Learning Type STAD (Student Team Achievement
Division) dalam pembelajaran PAI ini kiranya sangat diperlukan untuk dapat
meningkatkan prestasi / hasil belajar siswa dengan baik karena model
Cooperative Learning Type STAD (Student Team Achievement Division) secara
aktif melibatkan siswa kegiatan pembelajaran.

D. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah


Dalam pemilihan metode pembelajaran guru mencoba menerapkan metode
Cooperative Learning Type STAD (Student Team Achievement Division).
Sehingga siswa merasa senang dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Dari uraian di atas maka peneliti mengadakan penelitian tindakan kelas dengan
judul ” Penerapan Cooperative Learning Type STAD Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam Materi Beriman Kepada Kitab –
Kitab Allah SWT Pada Siswa Kelas V Semester 1 SDN Wonoketingal 1
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2015 / 2016”.

E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut di
atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. “Bagaimanakah cara menerapkan metode Cooperative Learning Type


STAD dalam pembelajaran PAI Materi Beriman Kepada Kitab – Kitab
Allah SWT?
2. Apakah dengan menerapkan metode Cooperative Learning Type STAD
dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V Semester 1 SDN
Wonoketingal 1 Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak Tahun
Pelajaran 2015 / 2016 ?
F. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan penerapan metode Cooperative Learning Type STAD
untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran PAI,
2. meningkatkan kualitas pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan.
G. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :
1. Bagi Siswa .
a. Tumbuhnya minat dan motifasi siswa dalam pembelajaran PAI.
b. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI.
2. Bagi Guru
a. Menambah keanekaragaman metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran
b. Diperolehnya pengalaman penggunaan berbagai metode
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran PAI.
3. Bagi Sekolah .
a. Tumbuhnya motivasi bagi semua guru dalam mengembangkan
model pembelajaran yang bermutu.
b. Tumbuhnya iklim pembelajaran yang aktif di sekolah.
c. Penelitian ini bisa memperkaya wawasan keilmuan, khususnya
kajian pendidikan dan memberikan satu pandangan atau warna
baru mengenai strategi yang efektif dalam sebuah proses
pembelajaran
4. Bagi Perpustakaan
a. Sebagai bahan referensi dan bahan bacaan di perpustakaan sekolah.
b. Sebagai manfaat penelitian selanjutnya
c. Untuk menambah koleksi di perpustakaan.
5. Bagi Penulis
Hasil perbaikan ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam
proses pembelajaran dengan menciptakan suasana belajar yang
kondusif dan menyenangkan serta meningkatkan kemampuan dalam
mengelola kelas
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Belajar
Para ahli berpendapat bahwa belajar adalah merupakan proses perubahan,
dimana perubahan tersebut merupakan hasil dari pengalaman. Belajar menurut
bahasa adalah üsaha (berlatih) dan sebagai upaya mendapatkan kepandaian”.
Secara sederhana Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009: 15), mendefinisikan
belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang
sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.
Hamalik (2003:16) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan
yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari
latihan atau pengalaman. Uno (2007: 22) mengemukakan bahwa belajar adalah
proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan interaksi antara
individu dan lingkungannya yang dilakukan secara formal, informal, dan
nonformal.
Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau  psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Menurut Ernest R. Hilgard
dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang
keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
(http://belajarpsikologi.com).

Berdasarkan definisi-definisi tersebut batasan-batasan belajar dapat


disimpulkan sebagai berikut: a) sesuatu aktivitas atau usaha yang disengaja, b)
aktivitas tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu yang baru baik yang
segera nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyempurnaan
terhadap sesuatu yang pernah dipelajari, c) perubahan-perubahan itu meliputi
perubahan ketrampilan jasmani, kecepatan perseptual, isi ingatan, abilitas
berpikir, sikap terhadap nilai-nilai dan fungsi jiwa (perubaha yang berkenaan
dengan aspek psikis dan fisik), d) perubahan tersebut relatif bersifat konstan.
B. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar dalam taksonomi pembelajaran Bloom dibagi dalam aspek
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Proses pembelajaran akan menghasilkan
Perubahan sikap yang terjadi pada diri siswa, baik perubahan pengetahuan, sikap,
dan kecakapan. Perubahan yang terjadi pada diri siswa dapat dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu output dan outcame. Output merupakan kecakapan siswa yang
segera dapat dilihat setelahselesainya proses pembelajaran atau bersifat jangka
pendek. Sedangkan outcame adalah kecakapan jangka panjang
Hasil belajar, menurut Nana Sudjana (2005: 3) bahwa hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku siswa setelah melalui proses pembelajaran. Sedangkan
Dimyati dan Mudjiono (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam
bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir
pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat
penguasaan siswa dalam menerima dan memahami materi pelajaran.
Hasil belajar dibidang pendidikan adalah hasil pengukuran terhadap
peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah
mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes
atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar merupakan hasil pengukuran
dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun
kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode
tertentu.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan seseorang terhadap pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya yang
diperoleh setelah ia berinteraksi dengan lingkungannya sehingga dapat
menunjukkan perubahan tingkah laku positif dalam kehidupan sehari-hari.

C. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran


1. Pengertian Tentang Metode
Metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Suatu metode
mengandung pengertian terlaksananya kegiatan guru dan kegiatan siswa
dalam proses pembelajaran. Metode dilaksanakan melalui prosedur
tertentu. Dewasa ini keaktifan siswa belajar mendapatkan penekanan
utama dibandingkan dengan keaktifan siswa yang bertindak sebagai
fasilitator dan pembimbing bagi siswa. Karena itu, istilah metode yang
lebih menekankan pada kegiatan guru. Selanjutnya diganti dengan istilah
strategi pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa.
Depdikbud(2004)

2. Macam – macam Metode Pembelajaran


Dalam pembelajaran banyak metode pembelajaran yang efektif
untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar antara lain :
a. Metode demonstrasi
b. Metode cooperative learning
c. Metode tanya jawab
d. Metode diskusi
e. Metode pemecehan masalah
f. Metode pemberian tugas
g. Metode karya wisata, dan lain-lain (Kurikulum 2004)
3. Metode Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tepat untuk
mencapai tujuan belajar tersebut. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning) yaitu strategi / pendekatan pembelajaran yang menggunakan
kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam rangka memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran ini secara
bersungguh-sungguh berupaya mengaktualisasikan berbagai semboyan
pendidikan kita, yaitu Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh, Tut Wuri
Handayani, Bhineka Tunggal Ika, gotong royong, asah asih asuh, dan
sebagainya.
Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa beranggapan bahwa ia
dapat mencapai tujuan jika teman lain anggota kelompok juga mencapai
tujuan itu, karenanya tiap individu wajib ikut andil menyumbang
pencapaian tujuan itu. Ada 4 elemen dasar dalam kooperatif yaitu : (1)
saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas
individual, (4) ketrampilan menjalin hubungan sosial. (Mulyono,
2003:121).
Dalam upaya untuk menciptakan saling ketergantungan positif,
guru harus dapat menciptakan suasana yang mendorong peserta didik
untuk saling membutuhkan. Interaksi kooperatif menuntut semua anggota
dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat
melakukan dialog tidak hanya dengan guru tetapi juga dengan sesama
peserta didik. Akuntabilitas individual mengandung pengertian bahwa
prestasi individu berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok. Sedangkan
ketrampilan menjalin hubungan sosial dapat terbina melalui sikap
tenggang rasa, sopan, kritis terhadap pendapat orang, berani
mempertahankan pendapat, dan kerjasama antar kelompok. Pembelajaran
kooperatif menampakkan wujudnya dalam bentuk belajar kelompok.
Dalam kelómpok kooperatif peserta didik tidak diperkenankan
mendominasi / menggantungkan daripada peserta didik lain. Perlu
ditanamkan norma bahwa sifat mendominasi orang lain sama buruknya
dengan sifat menggantungkan diri pada orang lain. Tiap anggota dalam
kelompok dituntut untuk memberikan ”sumbangan” bagi keberhasilan
kelompok karena nilai hasil belajar kelompok ditentukan oleh nilai rata-
rata hasil belajar individual. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok
harus mengetahui teman yang memerlukan bantuan dan segera
membantunya karena kegagalan seorang anggota kelompok dapat
mempengaruhi prestasi kelompok.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) ditujukan kepada
terbinanya kerjasama antara peserta didik yang pandai dengan yang lambat
sehingga tercipta situasi tutor sebaya yang berlangsung secara alami tanpa
ada tekanan atau keterpaksaan, tapi didasarkan pada kebutuhan untuk
bekerjasama bagi pemenang kelompok.
Akan tetapi sukses dan suatu pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) terletak pada komunikasi guru tentang perkembangan peran dan
tanggung jawab. Hal inilah yang menyebabkan peluang keberhasilan
cooperative learning lebih besar dibandingkan bentuk diskusi yang lain,
karena dalam cooperative learning guru tidak hanya membagi kerja pada
setiap siswa dan spesialisasi jenis tugas, namun guru juga harus
merancang peranan yang memperkuat kedisiplinan penyelesaian suatu
tugas.

Cooperative learning juga secara aktif melibatkan siswa dalam


kegiatan pemebelajaran dan senatiasa meningkatkan sikap berfikir kritis,
penalaran logis, dan pemecahan masalah. Kemampuan seperti itu tidak
akan terjadi tanpa konteks sikap dan nilai, perilaku pra sosial, altematif
perspektif dan sudut pandang serta integritas jati diri. Kesemuanya itu
merupakan situasi yang mendasar untuk proses berfikir tingkat tinggi dan
memanfaatkannya untuk tugas-tugas yang realistis dan mirip situasi masa
dewasa siswa kelak (Slavin 1985. Johson & Johson 1991).

4. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division
(STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif
yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan
pembelajaran kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan
dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran
menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan
pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa
seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka
tidak boleh saling membantu.
Metode Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru
yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada
siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.

D. Karakteristik PAI
Peran agama sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama
menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,
damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi
kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan
setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan di
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan
dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan individual ataupun kemasyarakatan. Peningkatan
potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai
potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntutan bahwa
agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk
menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai,
disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
Menurut Muhammad Daud Ali, yang dimaksud dengan pendidikan agama
Islam adalah “Proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan
yang beriman dan bertaqwa agar manusia menyadari kedudukan, tugas dan
fungsinya di dunia ini baik sebagai abdi maupun sebagai kholifah-Nya di bumi,
dengan selalu taqwa dalam makna memelihara hubungan dengan Allah, dirinya
sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta bertanggung jawab kepada Tuhan
Yang Maha Esa, manusia (termasuk dirinya sendiri) dan lingkungan hidupnya

PAI sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar
bertujuan agar peserta didik dapat memahami hukum Islam tentunya
membutuhkan proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan peserta
didik agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.Untuk itu proses pembelajaran
yang dilakukan harusnya lebih mengarahkan pada proses aktifitas peserta didik
secara aktif agar mereka memahami apa yang sedang dipelajar
Peran PAI dalam hal ini adalah menyiapkan sumber daya manusia yang
mampu berfikir mandiri dan kritis (independent article thinking) dengan cara
salah satunya adalah membuat terobosan baru atau konsep baru yang biasa disebut
dengan pendidikan partisipatif yaitu pendidikan yang dalam prosesnya
menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam pendidikan. Pendidik lebih
berperan sebagai tenaga fasilitator. Keterlibatan peserta didik dalam pendidikan
tidak sebatas sebagai pendengar, pencatat dan penampung ide-ide pendidik tetapi
lebih dari itu terlibat aktif dalam pengembangan diri sendiri.

E. Kerangka Berfikir
Keberhasilan proses pembelajaran disekolah dan meningkatnya hasil
prestasi belajar sangat ditentukan oleh kemampuan profesionalisme guru.
Meskipun banyak komponen yang menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru
harus mempunyai kemampuan menentukan metode pembelajaran yang tepat.
Dalam pelaksanaan ini penulis menggunakan 2 tahap /II siklus. Pada tahap
awal, penulis melakukan pembelajaran dan menilai tes formatif siswa kelas V di
SDN Wonoketingal 1 untuk mendapatkan data kondisi awal.
Kemudian pada siklus I penulis menetapkan metode cooperative learning
selama 1 kali pertemuan secara kelompok untuk mempelajari materi beriman
kepada kitab – kitab Allah SWT.
Pada siklus II penulis menerapkan metode cooperative learning secara
individu selama 1 kali pertemuan untuk mempelajari materi beriman kepada kitab
– kitab Allah SWT.

F. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut diatas maka
hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Melalui penerapan
metode cooperative learning dapat meningkatkan prestasi belajar materi beriman
kepada kitab – kitab Allah SWT bagi siswa kelas V di SDN Wonoketingal 1”

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subyek, Tempat, dan Waktu Penelitian


1. Subyek Penelitian
Dalam penelitian perbaikan pembelajaran ini penulis mengambil
subyek siswa kelas V SDN Wonoketingal 1 sebanyak 38 siswa dengan
jumlah siswa 14 perempuan dan 24 laki-laki. Sedang obyek penelitian
yang penulis gunakan adalah prestasi belajar pada mata pelajaran PAI
materi beriman kepada kitab – kitab Allah SWT.

2. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan di
tempat tugas peneliti di SD Negeri Wonoketingal 1 Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Demak khususnya di kelas V. Hal tersebut
dilaksanakan sesuai dengan tugas peneliti sebagai guru di sekolah
tersebut.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester I selama 1 bulan yaitu
bulan September 2015. Adapun rincian penggunaan alokasi waktu adalah
sebagai berikut : pada bulan September 2015 Minggu pertama peneliti
menyusun proposal dan RPP untuk mengambil data kondisi awal,
menyusun instrumen penelitian, melakukan pengumpulan data dan
melakukan tindakan siklus I. Pada bulan September 2015 minggu ketiga
dan keempet peneliti melakukan analisis data dari kondisi awal siklus I
sampai melakukan tindakan siklus II. Peneliti melakukan pembahasan,
dan menyusun laporan hasil penelitian.

Untuk lebih jelas jadwal kegiatan penelitian ini dapat di lihat pada
tabel 3.1sebagai berikut :

Tabel 3.1
Alokasi Waktu Penelitian
Bulan
No Uraian Kegiatan September/Minggu Ke

1 2 3 4
1 Menyusun Proposal dan RPP untuk ×
mengambil data kondisi awal
2 Menyusun instrumen penelitian ×

3 Pengumpulan data dengan melakukan ×


tindakan
a. Siklus I ×
b. Siklus II ×
4 Analisis data ×
5 Pembahasan ×

6 Penyusunan laporan hasil penelitian


×

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran


Pelaksanaan pembelajaran PAI kelas V ini dilakukan dalam dua siklus
yang masing-masing melalui lima tahap yaitu : tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap pengumpulan data, tahap refleksi dan tahap perbaikan.
Skema alur pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1
Skema Pelaksanaan Pembelajaran PAIdalam dua siklus

SIKLUS I

Tahap Perencanaan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Pengumpulan Data

Tahap Refleksi

Tahap Perbaikan

SIKLUS II

Tahap Perencanaan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Pengumpulan Data

Tahap Refleksi

Tahap Perbaikan
1. Tahap Perencanaan
Pada tahapan ini mencakup kegiatan berikut.
a. Penyusunan rencana pembelajaran;
b. Menyusun lembar observasi;
c. Menyusun format kejadian untuk mencatat kejadian selama
pembelajaran berlangsung;
d. Menyusun format catatan hasil refleksi untuk mendokumentasikan
temuan / hasil refleksi;
e. Menyiapkan sarana pembelajaran berupa alat peraga dan sebagainya;
f. Menyusun tes untuk mengukur hasil belajar siswa.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini mencakup pelaksanaan rencana
pembelajaran yang telah disusun guru, meliputi :
1). Kegiatan Awal
a) Apersepsi;
b) Menyampaikan kompetensi dasar, indikator dan tujuan
pembelajaran;
c) Penjelasan tugas individu / kelompok.
2). Kegiatan Inti
a) Informasi konsep;
b) Penjelasan langkah-langkah kegiatan;
c) Penyelesaian tugas;
d) Laporan;
e) Evaluasi.
3). Penutup

a) Membuat rangkuman;
b) Informasi kegiatan mendatang;
c) Menutup pelajaran.
3. Tahap Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan setelah melaksanakan proses
pembelajaran pada tanggal 07 September 2015 yang dilakukan peneliti
dan supervisor yang bertindak sebagai pengamat. Kegiatan yang dilakukan
adalah mengamati kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran PAI
materi beriman kepada kitab – kitab Allah melalui metode cooperative
learning yang meliputi :

a. Mengamati perilaku guru dalam melaksanakan pembelajaran;


b. Mengamati perilaku siswa dalam mengikuti proses pembelajaran;
c. Mengamati siswa dalam penyelesaian tugas;
d. Mencatat kejadian penting selama proses pembelajaran;
e. Melakukan tes untuk mengukur hasil belajar siswa dalam penguasaan
materi pelajaran.
4. Tahap Refleksi

Hasil observasi yang dilakukan oleh guru dan supervisor untuk


mengetahui bagaimana pelajaran PAI tentang fungsi organ pencernaan
manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan melalui
metode cooperative learning, bagaimana keadaan siswa selama mengikuti
proses pembelajaran, menyelesaikan tugas, menyampaikan hasil yang
menggambarkan aktivitas siswa serta hasil tes yang menunjukkan prestasi
belajar siswa selama pembelajaran berlangsung. Catatan-catatan kejadian
menjadi acuan dalam refleksi dan selanjutnya digunakan sebagai sumber
informasi pada tahapan siklus berikutnya.

5. Tahap Perbaikan

Tahapan ini dapat dikatakan sebagai tahapan selanjutnya karena


merupakan pelaksanaan hasil refleksi sebelumnya yang mana hasil refleksi
tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana perbaikan
dalam siklus berikutnya.

C. Teknik Analisis Data


Dari hasil perbaikan pembelajaran model Cooperative Learning Type
STAD menjadikan siswa lebih memahami tentang materi bariman kepada
Kitab – kitab Allah SWT, kegiatan pembelajaran lebih hidup, dan pemberian
penjelasan oleh guru serta adanya kegiatan kerja kelompok membuat siswa
lebih bersemangat dan giat dalam pembelajaran. Dengan adanya kegiatan
pembelajaran diatas maka ada pemngkatan nilai ketuntasan dibandingkan
sebelum pelaksanaan perbaikan pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa
meningkat lebih baik, terbukti:

1. Hasil dan perolehan pra siklus, siswa yang tuntas 18 siswa dari 38 siswa,
tingkat ketuntasannya adalah 47,4%.
2. Hasil yang diperoleh siklus I, siswa yang tuntas 31 siswa dari 38 siswa,
tingkat ketuntasan adalah 81,6%, rata-rata kelas mencapai 78,42.
3. Hasil yang diperoleh dari siklus II siswa yang tuntas 38 siswa dari 38
siswa, tingkat ketuntasannya adalah 100%, rata-rata kelas mencapai
86,32.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


1. Siklus I
a. Perencanaan
1). Menentukan Materi
Pada tanggal 04 September 2015 peneliti menentukan
kompetensi dasar menyimpulkan materi beriman kepada kitab –
kitab Allah SWT mata pelajaran PAI di kelas V.
2). Menyusun Rencana Pembelajaran
Pada tanggal 05 September 2015 peneliti menyusun rencana
pembelajaran termasuk didalamnya langkah-langkah pembelajaran,
media yang digunakan, serta alat evaluasi yang akan digunakan
untuk pelaksanaan pembelajaran pada hari Senin, 07 September
2015 dengan kompetensi dasar yang telah ditentukan dan materi
pembelajaran yang ditetapkan.
3). Menyusun Instrumen

Pada tanggal 07 September 2015, di waktu istirahat peneliti


menyusun instrumen yang akan digunakan dalam pelajaran pada hari
Senin, 14 September 2015 yang meliputi : lembar kerja siswa,
lembar pengamatan, lembar evaluasi, dan lembar penilaian.

4). Menentukan Teman sejawat

Untuk menunjang proses penelitian maka peneliti dalam


melaksanakan penelitian tindakan kelas perlu dibantu oleh teman
sejawat yang memiliki kemampuan mendukung agar hasil penelitian
dapat maksimal.

b. Pelaksanaan

Pembelajaran siklus I peneliti melaksanakan pada hari Senin, 07


September 2015 di kelas V SD Negeri Wonoketingal 1 pada jam pertama
dan kedua. Dalam pelaksanaan pembelajaran peneliti dibantu oleh Ibu
Sulinyah,S.Pd.SD selaku teman sejawat yang melakukan pengamatan
terhadap proses pembelajaran, perilaku guru dan tingkah laku siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan adalah
rencana pembelajaran, buku sumber yang relevan, lembar kerja siswa dan
tes formatif sebagai alat penilaian, serta lembar pengamatan.
Adapun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.
1. Guru menyiapkan kelas, alat peraga, instrumen penilaian, rencana
pembelajaran, dan buku pelajaran. Selanjutnya mengucapkan salam,
berdoa, dan persensi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memberikan apersepsi;
2. Guru memberikan motivasi pada siswa agar berantusias mengikuti
pembelajaran;
3. Guru menjelaskan tentang materi pembelajaran yaitu beriman kepada
kitab – kitab Allah SWT;
4. Dengan bimbingan guru siswa menyebutkan tentang beriman kepada
kitab – kitab Allah SWT;
5. Siswa diberikan kesempatan untuk mencatat dan menanyakan materi
yang belum jelas;
6. Guru memberikan tes formatif dan kemudian menilai hasil tes
formatif siswa;
7. Guru mengulangi kembali materi yang disampaikan sebagai resume
pembelajaran;
8. Guru menutup pelajaran sekaligus mengembalikan kondisi kelas
seperti semula.
Setelah melaksanakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
kelas V pada pokok materi beriman kepada kitab – kitab Allah SWT,
peneliti berpendapat bahwa tujuan pembelajaran yang ditetapkan belum
tercapai. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam masih kurang memuaskan
walaupun ada peningkatan . Analisis evaluasi dan hasil belajar siswa,
serta hasil pengamatan pada siklus ini dapat dilihat tabel berikut ini.
Tabel 4.1
Data hasil Tes Formatif Siklus I
Nilai Siswa Tuntas Belum Tuntas
40 – 49 2 - 2
50 – 59 1 - 1
60 – 69 4 - 4
70 – 79 5 5 -
80 – 89 14 14
90 – 99 6 6
100 6 6
Jumlah 38 31 7
Ketuntasan % - 81,6% 18,4%
Rata – rata 78,42 - -

Keterangan : KKM = 70
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa hasil evaluasi siklus I menunjukkan bahwa
prestasi belajar mulai meningkat secara signifikan tetapi belum maksimal.
Dari 38 siswa, yang tuntas sebanyak 31 siswa (81,6%) sedangkan siswa
yang belum tuntas sebanyak 7 siswa (18,4%). Pada kondisi awal ini rata-rata
kelas 78,42

Untuk melihat tingkat pencapaian nilai hasil rekapitulasi tes


formatif mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Siklus I dapat dilihat pada
gambar 4.1 sebagai berikut.

Gambar 4.1
Grafik Pencapaian Hasil Nilai Siklus I
data tes formatif
16

14
14

12

10

8 Siswa

4
6 6 6
2
3
2
1
0
40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 80 – 89 90 – 99 100
\

c. Pengumpulan Data
Pengamatan dilakukan sesudah pembelajaran. Pengumpulan data
dilakukan dengan berdiskusi dengan hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan serta menganalisis beberapa instrumen yang terdiri dari
lembar pengamatan pembelajaran, hasil tes formatif, dan analisis hasil tes
formatif dalam pelaksanaan pembelajaran. Setelah didiskusikan dengan
teman sejawat, dari analisis butir soal dan lembar observasi dapat
dikumpulkan hasil sebagai berikut.
1. Siswa belum memahami konsep materi pembelajaran;
2. Siswa belum terbiasa dengan metode yang digunakan.

d. Refleksi
Data dari pengamatan serta nilai-nilai yang diperoleh dari tes
formatif hasilnya diseleksi dan difokuskan kearah tujuan penelitian. Hasil
analisis data dikaji keberhasilan dan kelemahan guna mencapai tujuan
pembelajaran serta direfleksikan untuk menentukan tindakan pada siklus
selanjutnya yaitu perbaikan pembebelajaran Siklus II. Pengumpulan data
dimulai sejak dilaksanakan akhir pembelajaran serta dibantu oleh Ibu
Sulinyah selaku teman sejawat yang berperan sebagai pengamat dengan
mengisi lembar pengamatan. Temuan permasalahan yang ada dicatat, dan
hasilnya dikonsultasikan antara peneliti dengan observer. Hasil refleksi
siklus I dapat disajikan sebagai berikut.
1. Dari 38 siswa yang tuntas 31 siswa( 81,6%) sedangkan yang belum
tuntas 7 siswa ( 18,4%)
2. Interaksi siswa masih kurang;
3. Antusias siswa kurang baik sehingga hasil belajar yang diperoleh juga
belum memuaskan;
4. Siswa masih belum terbiasa menggunakan metode Cooperative Stad.

2. Diskripsi Siklus II
a. Perencanaan
1). Menentukan Materi
Dalam pelaksanaan pembelajaran Siklus I, peneliti dan teman
sejawat mengamati adanya beberapa kelemahan bahkan hasil refleksi
didapati siswa yang tuntas hanya 81,6%. Oleh karena itu peneliti
merencanakan melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II
sebagai perbaikan pembelajaran siklus I dengan kompetensi dasar
dan materi pembelajaran yang sama.
2). Menyusun Rencana Pembelajaran
Pada tanggal 10 September 2015 peneliti menyusun rencana
perbaikan pembelajaran termasuk didalamnya langkah-langkah
pembelajaran, media yang digunakan, serta alat evaluasi yang akan
digunakan untuk pelaksanaan perbaikan pembelajaran selama satu
kali pertemuan pada hari Senin, 14 September 2015 dengan
kompetensi dasar yang telah ditentukan dan materi pembelajaran
yang sama dengan Siklus I.
3). Menyusun Instrumen
Pada tanggal 11 September 2015, setelah selesai jam pelajaran
peneliti di ruang guru SD Negeri Wonoketingal1 menyusun
instrumen yang akan digunakan dalam perbaikan pembelajaran
selama satu kali pertemuan pada hari Senin, 14 September 2015
yang meliputi : lembar kerja siswa, lembar pengamatan, lembar
evaluasi, dan lembar penilaian.
4). Menentukan Teman sejawat
Dalam pelaksanan perbaikan pembelajaran siklus II peneliti
masih dibantu teman sejawat yang sama pada siklus I dengan tujuan
untuk memudahkan komunikasi dan kesamaan visi agar hasil
penelitian ini dapat lebih baik lagi.

b. Pelaksanaan

Pembelajaran siklus II peneliti laksanakan selama satu kali


pertemuan pada hari Senin, 14 September 2015 di kelas V SD Negeri
Wonoketingal 1 pada jam pertama dan kedua dengan menggunakan
metode cooperative learning dan materi pembelajaran yang sama pada
Siklus I. Instrumen yang digunakan adalah : rencana pembelajaran, buku
sumber yang relevan, lembar kerja siswa dan tes formatif sebagai alat
penilaian, serta lembar pengamatan.
Dengan dibantu teman sejawat sebagai observer, peneliti
melaksanakan perbaikan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah
disusun. Pada tahap ini proses pembelajaran ditekankan pada penerapan
metode cooperative learning selama satu kali pertemuan.

Siklus II
Adapun langkah-langkah pembelajaran pada Siklus II sebagai berikut :
1. Guru menyiapkan kelas, instrumen penilaian, rencana
pembelajaran, dan buku pelajaran. Selanjutnya mengucapkan
salam, berdoa, dan persensi siswa. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memberikan apersepsi dengan menunjukkan
kekurangan dan kesalahan siswa dalam materi berriman kepada
kitab-kitab Allah dengan hasil tes formatif yang perlu diperbaiki
dalam pelajaran yang lalu;
2. Guru memberikan dorongan kepada siswa agar lebih antusias
mengikuti pembelajaran;
3. Guru menjelaskan isi pokok salah satu kitab suci Allah
4. Dengan bimbingan guru siswa mencari tahu isi pokok kitab suci
yang lain sesuai peirntah guru;
5. Siswa secara individu mengerjakan Lembar Kerja Siswa;
6. Guru menjelaskan cara menyelesaikan tugas tersebut;
7. Siswa membacakan hasil pekerjaannya secara individu di depan
kelas dan teman yang lain memberi tanggapan;
8. Guru memberikan tes formatif dan kemudian menilai hasil tes
formatif siswa;
9. Guru menutup pelajaran dengan motivasi positif bagi siswa.
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi perbaikan
pembelajaran pada pembelajaran siklus II hasilnya sangat baik bila
dibandingkan dengan hasil proses pembelajaran pada siklus I. Analisis
evaluasi dan hasil belajar siswa, serta hasil pengamatan pada siklus II ini
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2
Hasil Data pada Tes Formatif Siklus II

Nilai Siswa Tuntas Belum Tuntas

40 – 49 -

50 – 59 -

60 – 69 -

70 – 79 8 8 -

80 – 89 10 10

90 – 99 8 8

100 12 12

Jumlah 38 38 0

Ketuntasan % - 100% 0

Rata - rata 86,32 - -


Keterangan : KKM : 70

Dari tabel 4.2 terlihat bahwa hasil evaluasi siklus II menunjukkan


adanya peningkatan yang baik. Dari 38 siswa, yang tuntas sebanyak 38
siswa (100%) Rata-rata kelas 86,32. Untuk melihat tingkat pencapaian nilai
hasil rekapitulasi tes formatif siklus II dapat dilihat pada gambar 4.2 sebagai
berikut:

Gambar 4.2
Grafik Pencapaian Hasil Nilai Siklus II
14

12
12

10
10

8
8 8
Siswa
6

0
40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 80 – 89 90 – 99 100

c. Pengumpulan Data
Pengamatan dilakukan pada sesudah pembelajaran dibantu oleh
Sulinyah,S.Pd.SD selaku teman sejawat sebagai pengamat. Pengumpulan
data dilakukan dengan berdiskusi dengan hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan serta menganalisis beberapa instrumen yang terdiri dari
lembar pengamatan pembelajaran, hasil tes formatif, dan analisis hasil tes
formatif dalam pelaksanaan pembelajaran. Setelah didiskusikan dengan
teman sejawat, dari analisis butir soal dan lembar observasi dapat
dikumpulkan hasil sebagai berikut.
1. Penyampaian tujuan pembelajaran sudah baik;
2. Siswa sudah termotivasi dalam proses pembelajaran dan aktif
mengikuti pelajaran;
3. Ketelitian siswa dalam menyelesaikan tugas sudah cukup baik;
4. Respon siswa dalam bertanya meningkat;
5. Guru sudah memberikan kesempatan siswa untuk bertanya.
d. Refleksi
Dalam siklus ini analisis data dilakukan seperti halnya pada
siklus I yaitu meliputi reduksi data dan pengumpulan data. Adapun data
yang dianalisis adalah data dari hasil tindakan perbaikan pada Siklus II
dengan tetap memperhatikan analisis data dan refleksi data dari Siklus I.
Dari hasil analisis data pada siklus II ini dicermati tentang apa yang telah
terjadi dan telah dilaksanakan, seperti pada Siklus I. Dari analisis data
dikaji keberhasilan dan kelemahan guna mencapai tujuan pembelajaran
serta direfleksikan untuk menentukan tindakan pada siklus. Pengumpulan
data dimulai sejak dilaksanakan proses pembelajaran berlangsung serta
dibantu oleh teman sejawat yang berperan sebagai pengamat dengan
mengisi lembar pengamatan.
Pengambilan data dilakukan sesuai dengan jenis data. Data hasil
belajar diambil dengan memperbaiki evaluasi, data proses pembelajaran
diambil dengan menggunakan observasi dan data ketertaitan perencanaan
dengan pelaksanaan diperoleh dari rencana perbaikan pembelajaran dan
lembar observasi.
Temuan yang ada dicatat, dan hasilnya dikonsultasikan antara
peneliti dengan observer. Hasil refleksi Siklus II sebagai berikut.
1. Tingkat ketuntasan siswa meningkat secara signifikan. Dari 38 siswa,
yang tuntas mencapai 100% (38 siswa) . Hasil pengamatan terhadap
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan prosesnya sudah baik dan
anak juga dapat mengikuti pembelajran secara kondusif;
3. Guru telah baik dalam memotivasi siswa sehingga antusias siswa
dalam mengikuti pembelajaran cukup baik dan hasil belajarnya anak
sudah maksimal.
Melihat hasil refleksi Siklus II dimana hasil belajar siswa sudah
dinyatakan tuntas karena sudah sesuai dengan pembelajaran yang
diharapkan yaitu sudah melebihi batas KKM maka proses perbaikan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam diakhiri pada siklus II.

B. Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil proses pembelajaran pada Siklus I sampai dengan
Siklus II mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SD Negeri
Wonoketingal 1 Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak dapat dilihat
bahwa tingkat ketuntasan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran sangat
meningkat. Hal ini dilihat dalam tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3
Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa
Pembelajaran dalam 2 Silkus

Siklus I Siklus II
No Indikator
Jml % Jml %
1. Tuntas 31 81,6 38 100
2. Tidak Tuntas 7 18,4 0 0
Jumlah 38 100 38 100
Rata- rata kelas 78,4 86,3
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada siklus I siswa tuntas sebesar
81,6% dan yang belum tuntas sebesar 18,4% dengan nilai rata-rata 78,4. Setelah
dilaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II didapati hasil belajar siswa
meningkat dimana yang tuntas menjadi 100% siswa dengan nilai rata-rata 86,3.

Gambar 4.3
Grafik Tingkat Ketuntasan Belajar Siswa
Setelah Tindakan Perbaikan Pembelajaran Siklus I dan
Setelah Tindakan Perbaikan Pembelajaran Silkus I
100

81.6

Tuntas
Tidak Tuntas
%

31

7 0
Siklus I Siklus II

B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

1. Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilakukan dengan menerapkan metode
cooperative learning yang dilakukan dengan satu kali pertemuan. Dari hasil
evaluasi belajar pada siklus I diperoleh siswa yang tuntas 31 anak dengan
rata rata kelas 78.42. Hasil evaluasi siswa pada siklus ini dirasa belum
maksimal karena ketuntasan siswa baru mencapai 81,6%. Oleh karena itu
perbaikan pembelajaran dilanjutkan pada siklus II setelah dilakukan
pengamatan dengan bantuan teman sejawat sebagai observer, peneliti
kembali merefleksi hasil pengamatan perbaikan siklus I yang hasil
pengamatannya adalah :
a. Siswa masih suka bermain dengan temannya;
b. Siswa dalam mengerjakan tugas kurang teliti;
c. Interaksi pembelajaran dikelas masih kurang;
d. Guru masih belum maksimal menjalankan metode pembelajaran.
Pada siklus ini pembelajaran berlangsung cukup baik dan masih ada
beberapa faktor kelemahan yang muncul, maka pada siklus ini masih perlu
dilakukan perbaikan pembelajaran agar hasil belajar siswa lebih meningkat.

3. Siklus II
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II masih dilakukan dengan
menerapkan metode cooperative learning. Setelah dilaksanakan
pembelajaran siklus II didapati hasil belajar meningkat dengan tingkat
ketuntasan 100%. Hasil diskusi peneliti dengan teman sejawat tentang
perbaikan pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agam Islam akhirnya
tidak dilanjutkan lagi karena setelah dilakukan tindakan perbaikan selama
Siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat dari 81,6 % pada siklus I
menjadi 100% pada siklus II. Dengan melihat hal tersebut artinya ada
peningkatan 18,4 % dari sebelum tindakan perbaikan pembelajaran. Oleh
karena itu proses pembelajaran dirasa cukup berhasil dan memuaskan.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama 2
siklus dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Kegiatan pembelajaran akan lebih menarik apabila guru mampu
menampilkan media yang sesuai dan siswa diberi kesempatan untuk
terlibat aktif dan menemukan sendiri dalam setiap pembelajaran. Dengan
demikian siswa merasa dihargai keberadaannya serta merasa tertarik pada
pembelajaran.
2. Dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning type
STAD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, siswa akan terangsang,
tertarik dan bersikap positif terhadap pembelajaran Pendidikan Agama
Islam. Sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
3. Melalui pengerjaan soal latihan siswa akan mampu menyelesaikan soal
yang dihadapi sehingga meningkatkan prestasi belajar siswa dan
menimbulkan kreativitas berfikir dalam pemecahan masalah.

B. Saran
Berdasarkan simpulan diatas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh guru untuk meningkatkan pemahaman dan prestasi belajar siswa dalam
pembelajaran sebagai berikut :
1. Sebelum melaksanakan pembelajaran hendaknya guru harus membuat
rencana pembelajaran dengan baik
2. Agar dapat mencapai hasil pembelajaran yang maksimal dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, guru hendaknya menggunakan
model belajar yang variatif seperti model cooperative learning type STAD
dengan menggunakan alat peraga, sehingga diharapkan prestasi belajar
siswa akan meningkat.
3. Sebaiknya guru menggunakan strategi pembelajaran yang tepat sesuai
dengan materi pembelajaran yang relevan dengan lingkungan sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Hamalik Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta, 2003.
Tim pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan
Pembelajaran, Rajawali Press,Jakarta 2013
Muchith Saekhan, dkk.,Cooperative Learning, RasailL Media Group. Semarang,
2010
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana, Jakarta:
2009
Sudjana Nana.,Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algesindo.
2005
Widoyoko Eko Putro, Evaluasi Program Pembelajaran, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2013
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2006
Mel Silberman, Active Learning :101 Strategi Pembelajaran Aktif, Penerjemah
Raisul Muttaqien, Nusamedia, Bandung, 2006
https://definisi-hasil-belajar-menurut-para-ahli/ (Diakses 17 September 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Joe L Kinchelo.2014. Guru Sebagai Peneliti, Pemberdayaan Mutu Guru dengan
Metode Panduan Penelitian Kualitatif. Jogjakarta. IRCisoD

Ismail SM. 2013. PTK PAI, Konsep & Contoh Praktis Penelitian Tindakan Kelas
Pendidikan Agama Islam. Semarang. IAIN Walisongo

Subyantoro. 2017. PTK, Penelitian Tindakan Kelas. Semarang. Farishma


Indonesia.

Profil Penulis

EDI HARSANTO lahir di kampung perbukitan berbatu Kedungjati,


Desa Gumiwang Lor kecamatan Wuryantoro, di tahun 1965. Anak
kelima dari enam bersaudara dari ayah bernama Sulaiman dan ibu
bernama Sri Basuki. Menamatkan SD di Gumiwang Lor tahun 1977,
SMP MUHI Wuryantoro 1981 yang harus ditempuh 3,5 tahun,
selanjutnya tahun 1984 lulus dari SMA MUHI Wonogiri. Melanjutkan kuliah di
FKIP UNS Surakarta diselesaikan tahun 1992. Serta menyelesaiakan S2 AUB
Surakarta tahun 2014. Mulai mengajar di SMP MUHI tahun 1986 hingga 1995.
Mulai 1994 diangkat sebagai guru PNS Kementerian Agama di MAN Sukoharjo
hingga sekarang. Pernah menulis artikel di majalah Rindang tentang
Membangun Akhlak Mulia Melalui Pembelajaran Biologi. Dan artikel pada Jurnal

ZAIDATUL HIDAYAH Dilahirkan di Bantul 13 Pebruari 1968, penulis


dibesarkan orang tua dari pasangan Muh Ngawafi (ayah) Mudjilah
(ibu) di Purworejo. Anak keempat dari lima bersaudara ini
menamatkan pendidikan MI di Kecamatan Bener Purworejo tahun
1981 , MTsN Bener Purworejo tahun 1983, MAN Purworejo tahun 1987.
Melanjudkan kuliah S1 IAIN Sunan Kalijaga Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI lulus
tahun 1992. Pendidikan S2 Magister Studi Islam di UII konsentrasi Pendidikan
lulus tahun 2009.
Pengalaman menjadi guru diawali dari Guru Wiyata Bakti di MTsN Bener
Purworejo tahun 1992-1994, kemudian diangkat menjadi PNS guru di MTsN
Kaleng Puring Kebumen tahun 1994 – 1998 dan tahun 1998 mutasi ke MTsN
Sukoharjo sampai sekarang. Bekal menulis PTK diawali dengan mengikuti Diklat :
1. Pendidikan dan Pelatihan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan khusus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Tingkat
Nasional oleh Forum Komunikasi Pengembangan Profesi Pendidik (FKP3) Kota
Surakarta (32 Jam) bulan Maret 2013
2. Pendidikan dan Pelatihan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan khusus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Tingkat
Nasional oleh Forum Komunikasi Pengembangan Profesi Pendidik (FKP3) Kota
Surakarta (32 Jam) bulan Mei 2013

Fatmawati, S.Pd.I lahir di desa Wonoketingal, Karanganyar


Demak, pada 04 Maret 1983. Pendidikan yang dilalui adalah:
MIN Wonoketingal(tahun1995),MTsNs Wonoketingal, (1998),
MA Wonorenggo Demak (2001), D2 Stain Kudus (2004), S I
Tarbiyah PAI Stain Kudus (2011).
Sejak tahun 2005 diangkat sebagai pegawai Negeri di lingkungan Kemenag Kab.
Demak sebagai guru PAI DPK SDN Wonoketingal 1 sampai dengan sekarang.
bertempat tinggal di Wonoketingal RT03 RW 03 Karanganyar Demak
Email : fatmawati12350@gmail.com
Sutami, S.Pd.I lahir di Kabupten 20 Maret 1971 dari pasangan Suparto
(ayah) Suliyah (ibu). Penulis menyelesaikan pendidikan SDN Tlogoayu
pati tahun 1984, memyelesaikan pendidikan MTs Tuan Sololangu
Gabus Pati tahun 1987, PGAN Kudus tahun 1990 dan pendidikan S1 di
STAIN Kudus selesai tahun 2010. Saat ini menjadi guru PAI di SDN
Gabus 01 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah. Penulis menikah dengan
Kuncoro dikaruniai anak 2, Davit Nur Hidayatullah dan Bagus Dwi Nur Rahman.

Pemilik nama lengkap Yan Vita ini putri dari ayah Asjhuri dan ibu Hayati.
Ibu dari putri semata wayangnya Adelia Octaviani lahir di sragen.
Menyelesaikan studi S2 di IAIN Surakarta tahun 2012.
Prestasi/penghargaan yang pernah diraih diantaranya adalah Juara 2 lomba
Karya Tulis Ilmiah se-jateng tahun 2017, Juara 2 guru berprestasi PAI
JATENG tahun 2014, Juara harapan 2 penulisan karya ilmiah Nasional
Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2010. Beberapa Karya yang pernah
ditulis adalah :
a. “Pemanfaatan Facebook Sebagai Media Pembelajaran Bahasa Indonesia
Untuk Meningkatkan Kreativitas Menulis Siswa Kelas VII-D MTsM 2
Kalijambe Sragen Tahun Pelajaran 2012/2013. (Juara Harapan 2
Lomba Karya Ilmiah tingkat Nasinal).
b. Jurnal Attarbawi edisi 8 tahun 2010, Peningkatan Prestasi Belajar PAI
Materi surat Pendek Pilihan Melalui Metode Peerteaching Bagi Siswa
kelas IV SDN Tegalombo 1 Tahun 2009/2010.
c. Jurnal Attarbawi Edisi 9 .Upaya Meningkatkan Prestasi belajar BTQ
Melalui Alat Peraga Kartu Huruf Hijaiyah bagi Siswa kelas III SDN
Tegalombo 1.
d. Jurnal At-Tarbawi edisi. Mei 2014 Upaya Meningkakan Prestasi
Belajar PAI Materi Salat Melalui Metode JAS BERDASI. Karya Ilmiah
“Penguatan Jujur melalui metode Roleplay”.
e. Jurnal DIMAS UIN Walisingo, Vol 14 no 1 tahun 2014. Penanaman
Budaya Damai Via Pendidikan.
f. Jurnal at-Tarbawi. Penguatan Sikap Percaya Diri melalui Dreams Book
pada Siswa kelas 1 SDN Tegalombo 1.
g. Opini Pendidikan di Majalah Genta.. Menjadi Guru Gaul Itu Perlu.
h. Opini Pendidikan di Majalah Genta. JAS (Jelajah Alam Sekitar )
Sebagai Pendekatan Pembelajaran.
i. Opini Pendidikan di Majalah Genta. PKG dan PKB antara Harapan
dan Tantangan.
j. Buku “Metode-Metode Pembelajaran PAI & Budi Pekerti Pendekatan
Scientific” cetakan pertama, Juli 2014, cetakan kedua Agustus 2014.
k. Buku “Penilaian Otentik PAI & Budi Pekerti, dari penyusunan Instrumen
sampai Pengolahan Deskripsi Rapor” Oktober 2014.
l. Buku “Pengembangan Kinerja dan Profesionalisme Guru” Desember
tahun 2016.
m. Buku ”On Being Teacher,Inspirasi Guru Hebat” Juni 2017
n. Buku Antologi “ Inovasi Pembelajaran” Oktober 2017
o. Editor buku Sukses Inobel

yanvita27@yahoo.com, 081329452252

Anda mungkin juga menyukai