Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

BAGIAN ATAS ET CAUSA GASTRITIS ERROSIVA

Untuk Memenuhi tugas KGD

Disusun Oleh : Fina Eldi Fitriyani

NIM : 18013

TINGKAT 3A

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

Jalan Walet No. 21 Telp/Fak. 0231-201942 Cirebon 2020/2021


A. Definisi
Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salahsatu
penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebahagian besar
pasien datang dalam keadaan stabil dan sebahagian lainnya datang dalam keadaan gawat
darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat.
Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah sakit
saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di
rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup tinggi.
Selain itu perdarahan akut SCBA sering menyertai penyakit-penyakit lainnya seperti
trauma kapitis, stroke, luka bakar yang luas, sepsis ,renjatan dan gangguan hemostasis.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dari saluran cerna
atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas anatomik
di ligamentum Treitz), dengan manifestasi klinis berupa hematemesis, melena,
hematoskezia atau kombinasi.
B. Epidemiologi
Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal
perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari
seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka
kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum
ada perubahan selama 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini
kemungkinan besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita
perdarahan saluran cerna serta dengan meningkatnya kondisi comorbid.
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran
cerna,terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15
% - 25% dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss
Tear (5 % - 15% dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi
sekitar 45 % hingga60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut.
Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda
dengan di negara barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan
terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptur varises gastroesofagei merupakan
penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 25-30%,
tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara
keseluruhan masih tinggi yaitusekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa
mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 12%.
Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA meninggal bukan karena perdarahannya
itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang adasecara bersamaan seperti penyakit
gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.
Ulkus peptikum yakni ulkus gaster dan duodenum masuk dalam 5 besar penyebab
dispepsia. Angka kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut. Hal ini dapat dijelaskan
oleh karena berbagai penyebab, mulai dari perbedaan definisi perdarahan SCBA,
karakteristik populasi, prevalensi obat–obatan penyebab ulkus dan Helicobacter pylori.
Mortalitasdikaitkan dengan usia lanjut dan adanya komorbiditas berat. Mortalitas juga
meningkat dengan perdarahan berulang yang merupakan parameter mayor.
Etiologi perdarahan, lebih sering pada perdarahan variseal dan jarang pada
lesimukosal kecil seperti robekan Mallory–Weiss. Perdarahan ulkus peptikum merupakan
penyebab tersering perdarahan SCBA berkisar 31– 67% dari semua kasus, diikuti
olehgastritis erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan robekan. Di Indonesia
70% penyebab perdarahan SCBA adalah karena varises esophagus yang pecah. Namun
demikian, diperkirakan oleh karena semakin meningkatnya pelayanan terhadap penyakit
hati kronis dan bertambahnya populasi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan
meningkat.
C. Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas pada buku The
Merck Manual of Patient Symptoms:4
1. Duodenal ulcer (20 – 30 %)
2. Gastric atau duodenal erosions (20 – 30 %)
3. Varices (15 – 20 %)
4. Gastric ulcer (10 – 20 %)
5. Mallory – Weiss tear (5 – 10 %)
6. Erosive esophagitis (5 – 10 %)
7. Angioma (5 – 10 %)
8. Arteriovenous malformation (< 5 %)
9. Gastrointestinal stromal tumors
Penyakit-Penyakit Ulcerativa atau Erosive
- Penyakit Peptic Ulcer
- Stress Ulcer
- Medication-Induced Ulcer
- Mallory-Weiss Tear
- Gastroesophageal Varices
- Pengaruh Obat NSAIDs
D. Fatofisiologi

Ulkus peptikum merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara faktor-faktor yang


menyebabkan kerusakan dengan sistem pertahanan mukosa. Beberapa mekanisme
protektif dapat mencegah kejadian ulkus peptikum pada keadaan sehat. Pada saat
mekanisme-mekanisme ini terganggu atau tidak berfungsi, maka mukosa menjadi rentan
terhadap pelbagai serangan. Hal ini sering ditemukan pada berbagai keadaan penyakit,
diantaranya syok, penyakit kardiovaskular, hati atau gagal ginjal, yang merupakan
kondisi predisposisi terjadinya penyakit ulkus peptikum.

Sebagian besar ulkus, meskipun demikian, timbul pada saat mekanisme pertahanan
normal diganggu atau ditekan oleh gangguan mukosa yang hebat sehingga mengalahkan
mekanisme protektif saluran cerna atas. Gangguan yang paling sering didapatkan adalah
oleh karena infeksi H. pylori dan penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (OAINS).
Penyebab yang lebih jarang termasuk hipersekresi asam lambung (sindrom Zollinger-
Ellison), hiperplasia sel-G antral dan mastositosis. Infeksi virus seperti herpes simplex
dan sitomegalovirus, kelainan inflamasi seperti penyakit Crohn’s atau sarkoidosis, serta
trauma radiasi dapat menyebabkan ulserasi saluran cerna, termasuk lambung dan
duodenum. Perdarahan akibat ulkus peptikum terjadi pada saat ulkus menyebabkan salah
satu pembuluh darah besar yang memperdarahi saluran cerna bagian atas.

E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis perdarahan saluran cerna, ada 3 gejala khas, yaitu:
1. Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas,
yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna
bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bagian atas
yang sudah berat.
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi
sumber lainnya.
Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.
Studi meta-analysis mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis UGIB akut
sebagai berikut: Hematemesis 40-50%, Melena 70-80%, Hematochezia 15-20%,
Hematochezia disertai melena 90-98%, Syncope 14.4%, Presyncope 43.2%,
Dyspepsia 18%, Nyeri epigastric 41%, Heartburn 21%, Diffuse nyeri abdominal
10%, Dysphagia 5%, Berat badan turun 12%, dan Jaundice 5.2%.

F. Diagnosis dan Diagnosis Banding


1. Diagnosis
1.1 Anamnesis
Tanda dan gejala tersering dari perdarahan saluran cerna bagian atas
adalah hematemesis (muntah darah), muntah berwarna coffee ground dan melena
(tinja seperti aspal/tar). Sekitar 30% pasien dengan perdarahan ulkus datang
dengan hematemesis, 20% dengan melena dan 50% dengan keduanya.
Hematoskezia (darah segar di tinja) biasanya menunjukkan sumber perdarahan
saluran cerna bawah, oleh karena darah dari saluran cerna atas berubah hitam dan
serupa aspal pada saat melewati saluran cerna, sehingga menghasilkan melena.
Meskipun demikian, 5% pasien dengan perdarahan ulkus datang dengan
hematoskezia, yang menandakan perdarahan berat, biasa lebih dari 1.000 mL.
Pasien yang datang dengan hematoskezia dan disertai dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik, seperti sinkop, hipotensi postural, takikardia dan syok
harus dicurigai menderita perdarahan saluran cerna bagian atas. Tanda dan gejala
nonspesifik termasuk nausea, vomitus, nyeri epigastrik, fenomena vasovagal dan
sinkop, serta adanya penyakit komorbid tersering (misalnya diabetes melitus,
penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal kronik dan penyakit arthritis)
dan riwayat penggunaan obat-obatan harus diketahui.1
1.2 Pemeriksaan Fisik
Penilaian hemodinamik (denyut nadi, tekanan darah), laju pernafasan, status
kesadaran, konjungtiva yang pucat, capillary refill yang melambat, serta tidak
ditemukannya stigmata sirosis hati kronik merupakan tanda-tanda awal yang harus
segera diidentifikasi. Takikardia pada saat istirahat dan hipotensi ortostatik
menunjukkan adanya kehilangan darah yang cukup banyak. Luaran urin rendah,
bibir kering dan vena leher kolaps juga merupakan tanda yang cukup berguna.
Sebagai catatan, takikardia dapat tidak timbul apabila pasien mendapatkan terapi
dengan penyekat beta, sering digunakan pada pasien gagal jantung dan sirosis
hati.
1.3 Pemeriksaan Penunjang
Walaupun bukan merupakan prosedur rutin pada perdarahan ulkus
peptikum, pemasangan nasogastric tube (NGT) dan menilai aspiratnya biasanya
bermanfaat untuki penilaian klinis awal. Apabila terdapat darah merah segar,
maka pasien membutuhkan evaluasi endoskopik segera dan perawatan di unit
intensif. Penurunan kadar hemoglobin 1g/dL diasosiasikan dengan kehilangan
darah 250mL. Apabila terdapat warna coffee ground, maka pasien membutuhkan
rawat inap dan evaluasi endoskopik dalam waktu 24 jam. Namun demikian aspirat
normal tidak menyingkirkan perdarahan saluran cerna. Sekitar 15% pasien dengan
aspirat normal, tetap mempunyai perdarahan saluran cerna aktif atau risiko tinggi
mengalami perdarahan ulang.
Pemeriksaan endoskopi, tidak hanya mendeteksi ulkus peptikum, namun
juga dapat digunakan untuk mengevaluasi stigmata yang dikaitkan dengan
peningkatan risiko perdarahan ulang. Klasifikasi Forrest digunakan untuk
mengklasifikasi temuan selama evaluasi endoskopik, digambarkan sebagai
berikut:
• Ulkus dengan perdarahan aktif menyemprot (Forrest IA);
• Ulkus dengan perdarahan merembes (Forrest IB);
• Ulkus dengan pembuluh darah visibel tak berdarah (Forrest IIA);
• Ulkus dengan bekuan adheren (Forrest IIB);
• Ulkus dengan bintik pigmentasi datar (Forrest IIC); dan
• Ulkus berdasar bersih (Forrest III).
Pasien dengan risiko tinggi perdarahan ulang tanpa terapi adalah pasien dengan
perdarahan arterial aktif (90%), adanya pembuluh darah visibel tak berdarah
(50%) atau bekuan adheren (33%).
2. Diagnosis Banding

- Hemoptisis

- Hematoskezia

G. Penatalaksanaan
 Non-Endoskopis
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah
kumbah lambung lewat pipa nasogastric dengan air suhu kamar. Prosedur ini
diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatic,
namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.
Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan
dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasar
percobaan hewan., kumbah lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu
perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding lambung menurun, dan bias timbul
ulserasi pada mukosa lambung.10
Pemberian vitamin K pada pasien dnegan penyakit hati kronis yang mengalami
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif murah.10
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi
pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta
menurun. Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises esophagus sejak tahun
1953. Pernah dicobakan pada perdarahan nonvarises, namun berhentinya perdarahan
tidak berbeda dengan placebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang
mengandung vasopressin murni dan preparat pituitary gland yang mengandung
vasopressin dan oxcytocin. Pemberian vasopressin dilakukan dengan mengencerkan
sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/iv
selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam; atau setelah pemberiaan pertama
dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek smaping
serius berupa insufiensi coroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan
bersama preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40
mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400 mcg/menit
dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg.10
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran
darah splanknik, khasiatnya lebih selektif diabnding vasopressin. Penggunaan di
klinik pada perdarahan akut varises esophagus dimulai sekitar tahun 1978.
Somastostatin dapat menghentikan perdarahn akut varises esophagus pada 70-80%
kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarhan nonvarises dengan dosis pemberian
somatostatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam
selama 12-24 jam atau sampai perdarhan berhenti; oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv
dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti.10
Obat-obatan golongan anti sekresi yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah
perdarahan ulang SCBA karena tukak peptic ialah inhibitor pompa proton (PPI) dosis
tinggi. Diawali bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8
mg/kgBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok placebo 20%
sedangkan yang diberi omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar
di Indonesia hanya untuk pemberian bolus, yang bias digunakan per infus ialah
persediaan esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis sama seperti omeprazole.
Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih
boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarhan.
Antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarhan ulang SCBA karena tukak peptik
kurang bermanfaat.
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarhan varises esophagus
dimulai sekitar tahun 1950, paling popular adalah Sengstaken-Blakemore tube (SB-
tube) yang mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing untuk esophagus dan
lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bias berakibat fatal ialah pneumoni
aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24
jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medic yang
berpengalaman dan ditindaklanjuti dengan observasi yang ketat.
 Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak
dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi:
1. Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe).
2. Noncontact thermal (laser).
3. Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol,
cyanoacrylate, atau pemakaian klip).
Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila dilakukan
ahli endoskopi yang terampil dan berpengalaman. Endoskopi terapeutik ini dapat
diterapkan pada 90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan 10% sisanya tidak dapat
dikerjakan karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan
terhalang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak
peptic dapat berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang bias
berhenti spontan hanya 30%. Terapi endoskopi yang relatif mudah dan tanpa banyak
peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan
menggunakan adrenalin 1:10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas
dosis 10 ml atau lakohol absolut (98%) tidka melebihi 1 ml. penyuntikan bahan
sklerosan seperti alcohol absolut atau polidokanol umumnya tidak dianjurkan karena
bahaya timbulnya tukak dan perforasi akibat nekrosis jaringan di lokasi penyuntikan.
Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perdarahn bisa mencapai di atas
95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-
20%.
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
esophagus. Ligase varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan
varises esophagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat
pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjaidnya ulserasi dan striktur. Ligase
dilakukan mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan
pada varises yang sedang berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami
perdarahan seperti bekuan darah yang melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik,
vena pada vena. Skleroterapi endoskopik sebagai alternatif bila ligasi endoskopik
sulit dilakukan karena perdarahan yang massif, terus berlangsung, atau teknik tidak
memungkinkan sklerosan yang bisa digunakan antara lain camouran sama banyak
polidokanol 3%, NaCl 0,9%, dan alcohol absolut. Campuran dibuat sesaat sebelum
sklenoterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal mendekati
kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5 cm. pada perdarahan
varises lambung dilakukan penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises
lambung hasilnya kurang baik.
H. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan
belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan
pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan
penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan
fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS).
I. Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi dan radiologi
dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim
multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang
tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
J. Komplikasi
a. Syok hipovolemia
b. Aspirasi pneumonia
c. Gagal ginjal akut
d. Anemia karena perdarahan
e. Sindrom hepatorenal
f. Koma hepatikum
K. Prognosis
Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam
pengobatan. Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara
langsungdan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak perdarahan
yang tepattelah sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan
perdarahansaluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber perdarahannya.
Oleh karena itu,masalah yang kompleks ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan
teratur untuk mengurangi persentase kasus perdarahan saluran cerna yang tidak
terdiagnosis dan tidak terobati.
Dalam penatalaksanaan perdarahan SCBA banyak faktor yang berperan
terhadaphasil pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari perdarahan SCBA antara
lain, umurdiatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan, adanya
hipotensi atau syok,adanya koagulopati, onset perdarahan yang cepat, kebutuhan
transfuse lebih dari 6 unit, perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan
berhenti, perdarahan SCBA dapat berulang lagi atau rekurens. Secara endoskopik ada
beberapa gambaran endoskopik yang dapat memprediksi akan terjadinya perdarahan
ulang antara lain tukak peptic dengan bekuan darah yang menutupi lesi, adanya visible
vessel tak berdarah, perdarahan segar yang masih berlangsung.

L. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


 Anamnesis
1. Identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perkawinan, alamat, agama,
suku.
2. Keluhan utama :
Muntah darah (hematemesis) dan buang air besar berdarah (melena).
3. Riwayat penyakit sekarang :
- Pernahkah pasien muntah darah atau ada ’butiran kopi’?
- Berapa banyak, berapa kali, dan sejak kapan pasien muntah?
- Apakah muntah pertama mengandung darah atau hanya yang berikutnya?
(Pertimbangkan kemungkinan perdarahan akibat robekan Mallory-Weiss karena
robekan esofagus setelah muntah.) Berapa perkiraan jumlah darah yang keluar?
- Adakah gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam, atau nyeri abdomen?
Adakah lemah, nyeri kepala, berkeringat atau mual?
- Adakah kehilangan darah per rektum atau melena (yang menunjukkan perdarahan
gastrointestinal bagian atas)? Apakah darah tercampur atau terpisah dari tinja?
Apakah tampak pada kertas toilet? Berapa perkiraan jumlah darah yang hilang?
Adakah perubahan kebiasaan buang air besar? Adakah rasa nyeri saat defekasi?
Adakah lendir? Adakah diare?
- Apakah ada demam? Demam biasanya tidak tinggi, tetapi suhu dapat mencapai
103o F (39,5o C).
- Apakah pasien pingsan atau pusing, khususnya saat duduk/berdiri tegak? Rasa
pusing yang dipengaruhi posisi tubuh. Penurunan kesadaran pada hematemesis
atau melena menunjukkan perdarahan yang signifikan secara hemodinamik.
- Adakah gejala yang menunjukkan anemia kronis (pucat, toleransi olahraga
menurun, lelah, angina, sesak napas)?
- Adakah nyeri abdomen (pertimbangkan ulkus)?
4. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat perdarahan sebelumnya, dispepsia, tukak/ulcer, cepat kenyang, anemia,
penyakit hati kronis, misalnya hepatitis B atau C, sirosis (pertimbangkan varises).
5. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keganasan usus, kolitis, sindrom Osler-Weber-Rendu (lesi di bibir),
hemofilia atau telangiektasia hemoragik herediter.
6. Riwayat keracunan (intoksikasi) :
Keracunan alkohol, obat bius
7. Kebiasaan :
Riwayat konsumsi alkohol berlebihan (pertimbangkan gastritis, ulkus atau
perdarahan varises).
8. Riwayat konsumsi obat :
Konsumsi aspirin dan OAINS (pertimbangkan ulkus peptikum), obat antikoagulan
misalnya warfarin, atau Fe (menyebabkan tinja berwarna hitam).
 Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu, oliguria,
penurunan kesadaran, hipotensi ortostatik, JVP (Jugular Vein Pressure)
meningkat.
2. Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi portal (pecahnya
varises esofagus, asites, splenomegali), ikterus, edema tungkai dan sakral, spider
nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut (caput medusa),
asteriksis (flapping tremor).
3. Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia
4. Tanda-tanda sindrom Peutz-Jegher : bintik-bintik coklat pada kulit muka dan
mukosa pipi.
5. Lesi-lesi telangiektasi yang berdenyut merupakan indikasi telangiektasi
hemoragik herediter.
6. Koagulopati : purpura, memar, epistaksis
7. Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali (hepatomegali,
splenomegali), penurunan berat badan, anoreksia, rasa lemah.
- Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri tekan, distensi, atau
massa. Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan tanda ulkus peptikum, dan
adanya hepatosplenomegali meningkatkan kemungkinan varises.
- Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar pada feses.
 Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan curah jantung akibat dari kehilangan
darah secara tiba-tiba.
2. Nyeri Akut b/d syok kardiogenik. Ditandai dengan Ds : pasien mengatakan
nyeri dada
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat ditandai
dengan Ds : Tn A mengeluh badannya tremor dan pusing serta muntah darah.
4. Defisit volume cairan b/d dehidrasi, syok hipovolemik, dan perdarahan
berlebihan.
5. Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh. Ditandai dengan Do : suhu 37 C
6. Ansietas b/d ancaman kematian

 Rencana Tindakan Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan curah jantung akibat dari kehilangan darah
secara tiba-tiba.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : Respiratory status :  Posisikan pasien untuk
- Hiperventilasi Ventilation memaksimalkan ventilasi
- Penurunan Respiratory status :  Pasang mayo bila perlu
energi/kelelahan Airway patency  Lakukan fisioterapi dada
- Perusakan/pelemahan Vital sign Status jika perlu
muskulo-skeletal  Keluarkan sekret dengan
- Kelelahan otot Setelah dilakukan tindakan batuk atau suction
pernafasan keperawatan selama  Auskultasi suara nafas,
- Hipoventilasi sindrom ………..pasien catat adanya suara
- Nyeri menunjukkan keefektifan tambahan
- Kecemasan pola nafas, dibuktikan  Berikan bronkodilator :
- Disfungsi dengan kriteria hasil:
-…………………..
Neuromuskuler Mendemonstrasikan
…………………….
- Obesitas batuk efektif dan suara
 Berikan pelembab udara
- Injuri tulang belakang nafas yang bersih, tidak
Kassa basah NaCl Lembab
ada sianosis dan dyspneu
 Atur intake untuk cairan
DS: (mampu mengeluarkan
mengoptimalkan
- Dyspnea sputum, mampu bernafas
keseimbangan.
- Nafas pendek dg mudah, tidakada
 Monitor respirasi dan status
DO: pursed lips)
O2
- Penurunan tekanan Menunjukkan jalan nafas
Bersihkan mulut, hidung
inspirasi/ekspirasi yang paten (klien tidak dan secret trakea
- Penurunan pertukaran merasa tercekik, irama Pertahankan jalan nafas
udara per menit nafas, frekuensi yang paten
- Menggunakan otot pernafasan dalam rentang Observasi adanya tanda
pernafasan tambahan normal, tidak ada suara tanda hipoventilasi
- Orthopnea nafas abnormal) Monitor adanya kecemasan
- Pernafasan pursed-lip Tanda Tanda vital dalam pasien terhadap oksigenasi
- Tahap ekspirasi rentang normal (tekanan Monitor vital sign
berlangsung sangat darah, nadi, pernafasan) Informasikan pada pasien
lama dan keluarga tentang tehnik
- Penurunan kapasitas relaksasi untuk
vital memperbaiki pola nafas.
- Respirasi: < 11 – 24 Ajarkan bagaimana batuk
x /mnt efektif
Monitor pola nafas

2. Nyeri Akut b/d syok kardiogenik. Ditandai dengan Ds : pasien mengatakan nyeri
dada

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi,  pain control, secara komprehensif termasuk
kimia, fisik, psikologis),  comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan faktor
tinfakan keperawatan presipitasi
DS: selama …. Pasien tidak  Observasi reaksi nonverbal
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan dari ketidaknyamanan
DO: kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol untuk mencari dan
nyeri nyeri (tahu penyebab menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati- nyeri, mampu  Kontrol lingkungan yang
hati menggunakan tehnik dapat mempengaruhi nyeri
- Gangguan tidur (mata nonfarmakologi untuk seperti suhu ruangan,
sayu, tampak capek, mengurangi nyeri, pencahayaan dan kebisingan
sulit atau gerakan mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi
kacau, menyeringai)  Melaporkan bahwa nyeri
- Terfokus pada diri nyeri berkurang dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri
sendiri menggunakan untuk menentukan intervensi
- Fokus menyempit manajemen nyeri  Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi  Mampu mengenali nyeri farmakologi: napas dala,
waktu, kerusakan (skala, intensitas, relaksasi, distraksi, kompres
proses berpikir, frekuensi dan tanda hangat/ dingin
penurunan interaksi nyeri)  Berikan analgetik untuk
dengan orang dan  Menyatakan rasa mengurangi nyeri: ……...
lingkungan) nyaman setelah nyeri  Tingkatkan istirahat
- Tingkah laku distraksi, berkurang  Berikan informasi tentang
contoh : jalan-jalan,  Tanda vital dalam nyeri seperti penyebab nyeri,
menemui orang lain rentang normal berapa lama nyeri akan
dan/atau aktivitas,  Tidak mengalami berkurang dan antisipasi
aktivitas berulang- gangguan tidur ketidaknyamanan dari
ulang) prosedur
- Respon autonom  Monitor vital sign sebelum
(seperti diaphoresis, dan sesudah pemberian
perubahan tekanan analgesik pertama kali
darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat ditandai dengan
Ds : Tn A mengeluh badannya tremor dan pusing serta muntah darah.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient untuk menentukan jumlah
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : kalori dan nutrisi yang
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake dibutuhkan pasien
memasukkan atau c. Weight Control  Yakinkan diet yang dimakan
mencerna nutrisi oleh Setelah dilakukan mengandung tinggi serat untuk
karena faktor biologis, tindakan keperawatan mencegah konstipasi
psikologis atau ekonomi. selama….nutrisi kurang  Ajarkan pasien bagaimana
DS: teratasi dengan indikator: membuat catatan makanan
- Nyeri abdomen  Albumin serum harian.
- Muntah  Pre albumin serum  Monitor adanya penurunan BB
- Kejang perut  Hematokrit dan gula darah
- Rasa penuh tiba-tiba  Hemoglobin  Monitor lingkungan selama
setelah makan  Total iron binding makan
DO: capacity  Jadwalkan pengobatan dan
- Diare  Jumlah limfosit tindakan tidak selama jam
- Rontok rambut yang makan
berlebih  Monitor turgor kulit
- Kurang nafsu makan  Monitor kekeringan, rambut
- Bising usus berlebih kusam, total protein, Hb dan
- Konjungtiva pucat kadar Ht
- Denyut nadi lemah  Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti
emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
4. Defisit volume cairan b/d dehidrasi, syok hipovolemik, dan perdarahan berlebihan.

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan dengan:  Fluid balance  Pertahankan catatan intake
- Kehilangan volume  Hydration dan output yang akurat
cairan secara aktif  Nutritional Status :  Monitor status hidrasi
- Kegagalan mekanisme Food and Fluid Intake ( kelembaban membran
pengaturan Setelah dilakukan mukosa, nadi adekuat,
tindakan keperawatan tekanan darah ortostatik ),
DS : selama….. defisit volume jika diperlukan
- Haus cairan teratasi dengan  Monitor hasil lab yang
DO: kriteria hasil: sesuai dengan retensi
- Penurunan turgor  Mempertahankan cairan (BUN , Hmt ,
kulit/lidah urine output sesuai osmolalitas urin, albumin,
- Membran dengan usia dan BB, total protein )
mukosa/kulit kering BJ urine normal,  Monitor vital sign setiap
- Peningkatan denyut  Tekanan darah, nadi, 15menit – 1 jam
nadi, penurunan suhu tubuh dalam  Kolaborasi pemberian
tekanan darah, batas normal cairan IV
penurunan  Tidak ada tanda tanda  Monitor status nutrisi
volume/tekanan nadi dehidrasi, Elastisitas
 Berikan cairan oral
- Pengisian vena turgor kulit baik,
 Berikan penggantian
menurun membran mukosa
nasogatrik sesuai output
- Perubahan status lembab, tidak ada rasa
(50 – 100cc/jam)
mental haus yang berlebihan
 Dorong keluarga untuk
- Konsentrasi urine  Orientasi terhadap
membantu pasien makan
meningkat waktu dan tempat baik
 Kolaborasi dokter jika
- Temperatur tubuh  Jumlah dan irama
tanda cairan berlebih
meningkat pernapasan dalam
muncul meburuk
- Kehilangan berat batas normal
 Atur kemungkinan tranfusi
badan secara tiba-tiba  Elektrolit, Hb, Hmt
- Penurunan urine dalam batas normal  Persiapan untuk tranfusi
output  pH urin dalam batas  Pasang kateter jika perlu
- HMT meningkat normal  Monitor intake dan urin
- Kelemahan  Intake oral dan output setiap 8 jam
intravena adekuat

5. Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh. Ditandai dengan Do : suhu 37 C

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
- penyakit/ trauma mungkin
- peningkatan Setelah dilakukan  Monitor warna dan suhu
metabolisme tindakan keperawatan kulit
- aktivitas yang selama………..pasien  Monitor tekanan darah,
berlebih menunjukkan : nadi dan RR
- dehidrasi Suhu tubuh dalam batas  Monitor penurunan tingkat
normal dengan kreiteria
kesadaran
DO/DS: hasil:
 Monitor WBC, Hb, dan
 kenaikan suhu tubuh  Suhu 36 – 37C Hct
diatas rentang normal  Nadi dan RR dalam
 Monitor intake dan output
rentang normal
 serangan atau  Berikan anti piretik:
 Tidak ada perubahan
konvulsi (kejang)  Kelola Antibiotik:
warna kulit dan tidak
 kulit kemerahan ………………………..
ada pusing, merasa
 pertambahan RR  Selimuti pasien
nyaman
 takikardi  Berikan cairan intravena
 Kulit teraba panas/  Kompres pasien pada lipat
hangat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)
6. Ansietas b/d ancaman kematian

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan

Faktor keturunan, Krisis - Koping kecemasan)

situasional, Stress, Setelah dilakukan asuhan  Gunakan pendekatan yang


perubahan status selama ……………klien menenangkan
kesehatan, ancaman kecemasan teratasi dgn  Nyatakan dengan jelas
kematian, perubahan kriteria hasil: harapan terhadap pelaku
 Klien
konsep diri, kurang pasien
mampu
pengetahuan dan  Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan
hospitalisasi dan apa yang dirasakan
mengungkapkan
selama prosedur
gejala cemas
 Temani pasien untuk
DO/DS:  Mengide
memberikan keamanan dan
- Insomnia ntifikasi,
mengurangi takut
- Kontak mata kurang mengungkapkan dan
 Berikan informasi faktual
- Kurang istirahat menunjukkan tehnik
mengenai diagnosis,
- Berfokus pada diri untuk mengontol
tindakan prognosis
sendiri cemas
 Libatkan keluarga untuk
- Iritabilitas  Vital
- Takut sign dalam batas mendampingi klien
- Nyeri perut normal  Instruksikan pada pasien
- Penurunan TD dan  Postur untuk menggunakan tehnik
denyut nadi tubuh, ekspresi wajah, relaksasi
- Diare, mual, kelelahan bahasa tubuh dan  Dengarkan dengan penuh
- Gangguan tidur tingkat aktivitas perhatian
- Gemetar menunjukkan  Identifikasi tingkat
- Anoreksia, mulut berkurangnya kecemasan
kering kecemasan  Bantu pasien mengenal
- Peningkatan TD, situasi yang menimbulkan
denyut nadi, RR kecemasan
- Kesulitan bernafas  Dorong pasien untuk
- Bingung mengungkapkan perasaan,
- Bloking dalam ketakutan, persepsi
pembicaraan  Kelola pemberian obat anti
- Sulit berkonsentrasi cemas:........
DAFTAR PUSTAKA

K., Marcellus Simadribata et al. 2012. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Perdarahan


Saluran Cerna Atas Non Varises di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Gastroenterologi
Indonesia

Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI bleeding in Hasan

Holster IL, Kuipers EJ. 2012. Management of acute nonvariceal upper gastrointestinal
bleeding:current policies and future perspectives. World J Gastroenteral. 18:1207-7

Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: MerckResearch
Laboratories

Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Friedman, S.L.,
et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2 ed. USA: McGraw-Hill
Companies, 53 – 67.

Anand, B.S., 2011. Peptic Ulcer Disease, Bayler College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview (Accesed 26 Maret 2016)
Laine, L., 2008. Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Fauci, A.S., et al. Harrison’s
Principles of Internal Medicine: 17th ed. Vol 1. USA: McGraw-Hill Companies, 257 –
260.

Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan Edisi 9 Nanda Nic Noc. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai