Fina Eldi Fitriyani - 18013 - 3a - LP Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Et Causa Gastritis Errosiva
Fina Eldi Fitriyani - 18013 - 3a - LP Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Et Causa Gastritis Errosiva
NIM : 18013
TINGKAT 3A
Sebagian besar ulkus, meskipun demikian, timbul pada saat mekanisme pertahanan
normal diganggu atau ditekan oleh gangguan mukosa yang hebat sehingga mengalahkan
mekanisme protektif saluran cerna atas. Gangguan yang paling sering didapatkan adalah
oleh karena infeksi H. pylori dan penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (OAINS).
Penyebab yang lebih jarang termasuk hipersekresi asam lambung (sindrom Zollinger-
Ellison), hiperplasia sel-G antral dan mastositosis. Infeksi virus seperti herpes simplex
dan sitomegalovirus, kelainan inflamasi seperti penyakit Crohn’s atau sarkoidosis, serta
trauma radiasi dapat menyebabkan ulserasi saluran cerna, termasuk lambung dan
duodenum. Perdarahan akibat ulkus peptikum terjadi pada saat ulkus menyebabkan salah
satu pembuluh darah besar yang memperdarahi saluran cerna bagian atas.
E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis perdarahan saluran cerna, ada 3 gejala khas, yaitu:
1. Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas,
yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna
bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bagian atas
yang sudah berat.
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi
sumber lainnya.
Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.
Studi meta-analysis mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis UGIB akut
sebagai berikut: Hematemesis 40-50%, Melena 70-80%, Hematochezia 15-20%,
Hematochezia disertai melena 90-98%, Syncope 14.4%, Presyncope 43.2%,
Dyspepsia 18%, Nyeri epigastric 41%, Heartburn 21%, Diffuse nyeri abdominal
10%, Dysphagia 5%, Berat badan turun 12%, dan Jaundice 5.2%.
- Hemoptisis
- Hematoskezia
G. Penatalaksanaan
Non-Endoskopis
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah
kumbah lambung lewat pipa nasogastric dengan air suhu kamar. Prosedur ini
diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatic,
namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.
Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan
dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasar
percobaan hewan., kumbah lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu
perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding lambung menurun, dan bias timbul
ulserasi pada mukosa lambung.10
Pemberian vitamin K pada pasien dnegan penyakit hati kronis yang mengalami
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif murah.10
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi
pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta
menurun. Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises esophagus sejak tahun
1953. Pernah dicobakan pada perdarahan nonvarises, namun berhentinya perdarahan
tidak berbeda dengan placebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang
mengandung vasopressin murni dan preparat pituitary gland yang mengandung
vasopressin dan oxcytocin. Pemberian vasopressin dilakukan dengan mengencerkan
sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/iv
selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam; atau setelah pemberiaan pertama
dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek smaping
serius berupa insufiensi coroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan
bersama preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40
mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400 mcg/menit
dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg.10
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran
darah splanknik, khasiatnya lebih selektif diabnding vasopressin. Penggunaan di
klinik pada perdarahan akut varises esophagus dimulai sekitar tahun 1978.
Somastostatin dapat menghentikan perdarahn akut varises esophagus pada 70-80%
kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarhan nonvarises dengan dosis pemberian
somatostatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam
selama 12-24 jam atau sampai perdarhan berhenti; oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv
dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti.10
Obat-obatan golongan anti sekresi yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah
perdarahan ulang SCBA karena tukak peptic ialah inhibitor pompa proton (PPI) dosis
tinggi. Diawali bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8
mg/kgBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok placebo 20%
sedangkan yang diberi omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar
di Indonesia hanya untuk pemberian bolus, yang bias digunakan per infus ialah
persediaan esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis sama seperti omeprazole.
Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih
boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarhan.
Antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarhan ulang SCBA karena tukak peptik
kurang bermanfaat.
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarhan varises esophagus
dimulai sekitar tahun 1950, paling popular adalah Sengstaken-Blakemore tube (SB-
tube) yang mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing untuk esophagus dan
lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bias berakibat fatal ialah pneumoni
aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24
jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medic yang
berpengalaman dan ditindaklanjuti dengan observasi yang ketat.
Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak
dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi:
1. Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe).
2. Noncontact thermal (laser).
3. Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol,
cyanoacrylate, atau pemakaian klip).
Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila dilakukan
ahli endoskopi yang terampil dan berpengalaman. Endoskopi terapeutik ini dapat
diterapkan pada 90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan 10% sisanya tidak dapat
dikerjakan karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan
terhalang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak
peptic dapat berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang bias
berhenti spontan hanya 30%. Terapi endoskopi yang relatif mudah dan tanpa banyak
peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan
menggunakan adrenalin 1:10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas
dosis 10 ml atau lakohol absolut (98%) tidka melebihi 1 ml. penyuntikan bahan
sklerosan seperti alcohol absolut atau polidokanol umumnya tidak dianjurkan karena
bahaya timbulnya tukak dan perforasi akibat nekrosis jaringan di lokasi penyuntikan.
Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perdarahn bisa mencapai di atas
95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-
20%.
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
esophagus. Ligase varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan
varises esophagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat
pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjaidnya ulserasi dan striktur. Ligase
dilakukan mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan
pada varises yang sedang berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami
perdarahan seperti bekuan darah yang melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik,
vena pada vena. Skleroterapi endoskopik sebagai alternatif bila ligasi endoskopik
sulit dilakukan karena perdarahan yang massif, terus berlangsung, atau teknik tidak
memungkinkan sklerosan yang bisa digunakan antara lain camouran sama banyak
polidokanol 3%, NaCl 0,9%, dan alcohol absolut. Campuran dibuat sesaat sebelum
sklenoterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal mendekati
kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5 cm. pada perdarahan
varises lambung dilakukan penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises
lambung hasilnya kurang baik.
H. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan
belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan
pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan
penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan
fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS).
I. Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi dan radiologi
dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim
multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang
tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
J. Komplikasi
a. Syok hipovolemia
b. Aspirasi pneumonia
c. Gagal ginjal akut
d. Anemia karena perdarahan
e. Sindrom hepatorenal
f. Koma hepatikum
K. Prognosis
Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam
pengobatan. Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara
langsungdan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak perdarahan
yang tepattelah sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan
perdarahansaluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber perdarahannya.
Oleh karena itu,masalah yang kompleks ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan
teratur untuk mengurangi persentase kasus perdarahan saluran cerna yang tidak
terdiagnosis dan tidak terobati.
Dalam penatalaksanaan perdarahan SCBA banyak faktor yang berperan
terhadaphasil pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari perdarahan SCBA antara
lain, umurdiatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan, adanya
hipotensi atau syok,adanya koagulopati, onset perdarahan yang cepat, kebutuhan
transfuse lebih dari 6 unit, perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan
berhenti, perdarahan SCBA dapat berulang lagi atau rekurens. Secara endoskopik ada
beberapa gambaran endoskopik yang dapat memprediksi akan terjadinya perdarahan
ulang antara lain tukak peptic dengan bekuan darah yang menutupi lesi, adanya visible
vessel tak berdarah, perdarahan segar yang masih berlangsung.
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan curah jantung akibat dari kehilangan darah
secara tiba-tiba.
2. Nyeri Akut b/d syok kardiogenik. Ditandai dengan Ds : pasien mengatakan nyeri
dada
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat ditandai dengan
Ds : Tn A mengeluh badannya tremor dan pusing serta muntah darah.
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan dengan: Fluid balance Pertahankan catatan intake
- Kehilangan volume Hydration dan output yang akurat
cairan secara aktif Nutritional Status : Monitor status hidrasi
- Kegagalan mekanisme Food and Fluid Intake ( kelembaban membran
pengaturan Setelah dilakukan mukosa, nadi adekuat,
tindakan keperawatan tekanan darah ortostatik ),
DS : selama….. defisit volume jika diperlukan
- Haus cairan teratasi dengan Monitor hasil lab yang
DO: kriteria hasil: sesuai dengan retensi
- Penurunan turgor Mempertahankan cairan (BUN , Hmt ,
kulit/lidah urine output sesuai osmolalitas urin, albumin,
- Membran dengan usia dan BB, total protein )
mukosa/kulit kering BJ urine normal, Monitor vital sign setiap
- Peningkatan denyut Tekanan darah, nadi, 15menit – 1 jam
nadi, penurunan suhu tubuh dalam Kolaborasi pemberian
tekanan darah, batas normal cairan IV
penurunan Tidak ada tanda tanda Monitor status nutrisi
volume/tekanan nadi dehidrasi, Elastisitas
Berikan cairan oral
- Pengisian vena turgor kulit baik,
Berikan penggantian
menurun membran mukosa
nasogatrik sesuai output
- Perubahan status lembab, tidak ada rasa
(50 – 100cc/jam)
mental haus yang berlebihan
Dorong keluarga untuk
- Konsentrasi urine Orientasi terhadap
membantu pasien makan
meningkat waktu dan tempat baik
Kolaborasi dokter jika
- Temperatur tubuh Jumlah dan irama
tanda cairan berlebih
meningkat pernapasan dalam
muncul meburuk
- Kehilangan berat batas normal
Atur kemungkinan tranfusi
badan secara tiba-tiba Elektrolit, Hb, Hmt
- Penurunan urine dalam batas normal Persiapan untuk tranfusi
output pH urin dalam batas Pasang kateter jika perlu
- HMT meningkat normal Monitor intake dan urin
- Kelemahan Intake oral dan output setiap 8 jam
intravena adekuat
Holster IL, Kuipers EJ. 2012. Management of acute nonvariceal upper gastrointestinal
bleeding:current policies and future perspectives. World J Gastroenteral. 18:1207-7
Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: MerckResearch
Laboratories
Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Friedman, S.L.,
et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2 ed. USA: McGraw-Hill
Companies, 53 – 67.
Anand, B.S., 2011. Peptic Ulcer Disease, Bayler College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview (Accesed 26 Maret 2016)
Laine, L., 2008. Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Fauci, A.S., et al. Harrison’s
Principles of Internal Medicine: 17th ed. Vol 1. USA: McGraw-Hill Companies, 257 –
260.