Makalah Praktikum Fitoterapi
Makalah Praktikum Fitoterapi
PENDAHULUAN
Struktur dinding sel bakteri Gram negatif relatif lebih kompleks tersusun atas
tiga lapisan yakni lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa
lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa peptidoglikan (Purwani et al., 2009).
Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri Gram negatif memiliki struktur lebih
kompleks dibandingkan Gram positif. Membran luarnya terdiri dari lipid,
liposakarida, dan protein (Febrika, 2012). Membran luar bakteri Gram negatif
berhubungan dengan lingkungan termasuk pada pejamu manusia. Variasi pada
membran luar inilah yang menyebabkan terdapatnya perbedaan sifat patogenitas
dan resistensi antibiotik (Hendrayati, 2012).
2.2.3 Struktur Antigen Escherichia coli
Escherichia coli yang merupakan anggota dari Enterobactericeae memiliki struktur
antigenik yang terdiri dari (Brooks et al., 2008; Hendrayati, 2012) :
a. Antigen somatik O (liposakarida)
Antigen O adalah bagian luar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri
dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida spesifik
mengandung gula yang unik. Antigen O resisten terhadap panas dan alkohol dan
biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O adalah
IgM. Pada Escherichia coli, antigen O spesifik ditemukan pada diare dan infeksi
saluran kemih.
b. Antigen K (kapsular)
Antigen K terletak di luar antigen O. Pada Escherichia coli antigen K
merupakan polisakarida yang dapat menggangu aglutinasi dengan antiserum O
dan dapat berhubungan dengan virulens misalnya antigen K pada E. coli
menyebabkan perlekatan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran cerna
atau saluran kemih.
c. Antigen H (flagella)
Antigen H terdapat di flagella dan didenaturasi oleh panas atau alkohol.
Antigen H dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang
bergerak. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada
protein flagel (flagelin).
2.4 Ekstraksi
2.4.1 Defenisi ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat
yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian
tanaman obat tersebut. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada
dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Prinsip kelarutan yaitu
polar melarutkan yang polar, pelarut semipolar melarutkan senyawa semipolar, dan
pelarut nonpolar melarutkan senyawa nonpolar. Sediaan yang diperoleh dari hasil
ekstraksi dinamakan ekstraksi, pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa yang
tidak ikut tersari disebut ampas (Yuwono, 2009). Dalam proses ekstraksi, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
2. Cara Panas
a. Refluks
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum pada
temperatur 40-500C.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
mendidih (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air disebut dekok. Metode ini digunakan untuk
mengekstraksi senyawa yang larut air dan stabil pada pemanasan.
2.4.3 Tujuan ekstraksi
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa
komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan
antarmuka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Saraswati, 2015).
2.5 Gel
2.5.1 Defenisi gel
Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari
partikel senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Anonim 1, 1979).
Gel, kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim 6, 2014).
Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel
digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam
sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel
kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (Misalnya Magma Bentonit). Baik gel
maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan
menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan
untuk menjamin homogenitas (Anonim 6, 2014).
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul
sintetik (misalnya Karbomer) atau dari gom (misalnya Tragakan). Sediaan tragakan
disebut juga mucilago (Anonim 6, 2014).
Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat
digunakan sebagai fase pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat
dikombinasi dengan resin polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak. Gel
dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan
kedalam lubang tubuh (Anonim 6, 2014).
2.5.2 Penggolongan gel
a. Dasar Gel Hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari pertikel-partikel anorganik, bila
ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara
kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus.
b. Dasar Gel Hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umunya terdiri dari moleku-molekul organik yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi,
istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada
pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya tarik menarik
dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk
dibuat dan memiliki stabilitas yang besar.
2.5.3 Keuntungan gel
a. Kemampuan penyebarannya baik pada kulit.
b. Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit.
c. Tidak adanya penghambatan fungsi rambut secara fisiologis.
d. Kemudahan pencuciannya dengan air baik.
e. Pelepasan obatnya baik.
2.5.4 Kerugian gel
a. Untuk hydrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut didalam air sehingga
diperlukan pengguanaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap
jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah
dicuci atau hilang ketika kita berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi
dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
b. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan
untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
c. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alcohol yang tinggi dapat
menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit
bila terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol ahkan menguap dengan cepat
dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua
area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading, tidak berbau
atau hampir tidak berbau, higroskopik.
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal, tidak
larut dalam etanol (95%) P, eter P, dan dalam pelarut organik
lainnya.
Khasiat : Gelling Agent
(Anonim 1, 1979)
2. Propilenglikol
CH3-CH[OH]-CH2OH
Gambar 2.4 Rumus Struktur Propilenglikol
3. Metil paraben
4. Aqua destillata
Rumus molekul : H2O2
BM : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
(Anonim 1, 1979)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental berupa pembuatan formulasi
sediaan gel dari ekstrak etanol 96% daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) dilakukan
secara deskriptif yaitu berupa grafik dan tabel.
5,79
= X 100
0,5
= 1,2
Evaluasi sediaan :
Ekstrak Etanol 96% daun
mengkudu (Morinda citrifolia a. Uji organoleptis
b. Uji pH
L)
c. Uji daya sebar
d. Uji homogenitas
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran