Anda di halaman 1dari 12

Teori Kecerdasan Dalam Menanggapi Masalah

Kesulitan Finansial Untuk Menyelesaikan Tunggakan


Biaya Kampus

Charhlina P. Lolongan, Eli Agung, Juan Rikson, Mety Lidya Ta’ek


Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray Makassar

Abstrak
Dalam tiap penghujung semester perkuliahan, mahasiswa STFT Jaffray, banyak yang
mengalami masalah dalam menyelesaikan tunggakan biaya kampus. Hampir setiap
mahasiswa yang menghadapi masalah ini beralasan bahwa mereka tidak mempunyai
uang lagi untuk membayar tunggakan mereka. Ada juga mahasiswa yang beralasan
bahwa mereka belum menerima kiriman uang dari orang tua atau sponsor pribadi lain
untuk perkuliahan mereka. Sebenarnya, yang menjadi penyebab utama masalah ini
ialah karena faktor ekonomi dari mahasiswa bersangkutan yang masih di bawah
standar. Adapun mahasiswa yang lambat menerima transferan biaya kuliah dari
sponsor pribadi (selain orang tua) untuk perkuliahan, jika masih mempunyai keadaan
ekonomi yang baik dalam keluarga, kemungkinan akan tidak mendapat beban dan tidak
menjadi masalah besar bagi mereka. Hal tersebut (mahasiswa yang melihatnya sebagai
masalah) tentu tidak mendukung kelancaran dalam perkuliahan yang dijalani oleh
mahasiswa pada STFT Jaffray. Penulis melihat bahwa, teori kecerdasaan; IQ, SQ, CQ,
AQ, dan EQ, sebenarnya dapat membantu mahasiswa dalam hal ini. Melalui bagian-
bagian di dalamnya (IQ, SQ, CQ, AQ, dan EQ), mahasiswa bisa dimudahkan untuk
menentukan solusi yang baik untuk menghadapi masalah mereka Tidak hanya dengan
salah satu bagian dari teori ini, namun semua bagian dari teori kecerdasan ini dapat
dimanfaatkan. Jurnal ini akan membantu mahasiswa dalam menghadapi masalah ini
melalui teori kecerdasan. Bagaimana mahasiswa menggunakan IQ, SQ, CQ, AQ, serta
EQ-nya untuk memudahkan mencari solusi akan dijelaskan dalam penggalian ini.
Jurnal ini menggunakan metode kualitatif sebagai metodologi penelitian. Menjadi
harapan penulis agar jurnal ini dapat membantu mahasiswa STFT Jafrray lebih mudah
menentukan solusi terbaik saat menghadapi masalah kesulitan finansial untuk melunasi
biaya kampus.
Kata kunci: Teori kecerdasan, menghadapi masalah, dan kesulitan finansial

PENDAHULUAN
Sebagai manusia, dalam menjalani kehidupan tentu tidak lepas dari namanya
keperluan terhadap uang. Adalah suatu kebohongan, jika seseorang bisa hidup dengan
lebih sejahtera tanpa uang, dibandingkan dengan orang yang mempunyai uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Di balik latar belakang perekonomian yang berbeda,
kadang kala bisa menentukan seseorang bisa dengan bijak, atau pun bisa bersikap masa
bodoh dalam mengatur keuangannya. Arilwidayanto, dkk dalam bukunya: Manajemen
Keuangan dan Biaya Pendidikan, sempat mengatakan:
Konsepsi berpikir manusia dalam berbagai aktivitas dari dulu memandang uang memiliki
peran strategis seperti peribahasa (wisdom word) yang menyatakan ―uang memang
bukan segalanya, tapi jangan lupa, segalanya butuh uang, termasuk dalam mengelola
lembaga pendidikan.1

Lebih sempit lagi, dalam dunia perkuliahan sering kali ada saja mahasiswa yang
diperhadapkan dengan berbagai masalah tunggakan yang membuat para mahasiswa
bingung untuk mencari jalan keluarnya. Terlebih khusus dalam hal melunasi tunggakan
biaya kampus/perkuliahan. Dalam menghadapi permasalahan yang rumit ini, mahasiswa
pasti akan dibuat bingung, stress, dan mungkin akan pasrah saja. Di tengah keadaan
yang seperti ini, mahasiswalah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan biaya
pribadi yang diteruskan untuk biaya perkuliahannya. Intinya dari manajemen keuangan
pendidikan, mengelola uang yang ada dan menyiapkan dan melaksanakan instrumen
adminsitratif untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien.2
Mahasiswa STFT Jaffray sering kali mengalami kesulitan dalam melunasi
tunggakan biaya kampus. Bagaimana sikap mahasiswa STFT Jaffray menghadapi
masalah ini, yang menjadi pokok permasalahan. Ada banyak mahasiswa STFT Jaffray
yang ketika menghadapi masalah ini, begitu bingung harus berbuat apa; sulit bertindak
untuk menentukan nasib kedepannya. Ada pula mahasiswa yang dari awal menyadari
mmasalah seperti ini bisa saja terjadi padanya, sehingga sudah mempersiapkan diri dan
mencari persiapan jalan keluar dari awal. Juga ada mahasiswa yang ketika
diperhadapkan dengan masalah ini, baru memulai berusaha untuk mencari jalan
keluarnya dengan banyak jalan. Mahasiswa tentu ingin mempunyai solusi terbaik ketika
mempunyai masalah seperti ini. Kita sudah melihat bahwa ada banyak cara yang
ternyata bisa dilakukan oleh para mahasiswa yang menghadapi masalah ini. Namun,
kita tahu bahwa masing-masing cara mempunyai kesulitan dan hal khususnya tersendiri.
Tidak semua mahasiswa mungkin dapat memilih satu cara yang baik dan setara buat
mereka.
Penulis mencoba untuk melihat satu ide yang dari dalamnya kita bisa melihat
cara terbaik untuk menghadapi sebuah masalah, yang memaksa kita untuk menentukan
keputusan waktu dekat itu. Penulis merasa, bahwa teori kecerdasan mempunyai sisi
yang unik untuk dapat melihat masalah mahasiswa tadi sebagai masalah yang bisa
ditemukan solusinya. Dengan IQ, CQ, SQ, AQ, dan EQ yang terdapat dalam teori
kecerdasan, sebenarnya kita bisa dengan mudah menemukan solusi untuk mencari jalan
keluar dari masalah keuangan mahasiswa seperti ini juga. Untuk itulah teori kecerdasan
sangat dibutuhkan dalam menghadapi masalah ini. Dengan adanya teori kecerdsan ini,
sangat diharapkan mahasiswa tidak bisa mempunyai semangat berkuliah yang lebih
baik lagi, tanpa harus pusing hanya memikirkan masalah yang sama terus menerus.
Dalam jurnal ini, penulis mencoba menggunakan teori kecerdasan dalam
perspektif iman Kristen. Teori kecerdasan akan dibawa dalam sudut pandang yang
alkitabiah sehingga lebih meyakinkan bagi para pembaca, terlebih khusus para
mahasiswa. Penulis mengambil salah satu kisah Yesus Kristus, yang adalah contoh
teladan yang sempurna sebagai kisah yang dapat ditarik pelajarannya mengenai teori
kecerdasan. Penulis akan mengangkat salah satu kisah Yesus Kristus dalam menghadapi
1
Arilwidayanto, Nina Lamatenggo, dan Warni Tuna Sumar, Manajemen Keuangan dan Biaya
Pendidikan (Bandung: Widya Padjdjaran, 2017), 2.
2
Lamatenggo dan Tuna Sumar, 3.
masalah, yang rupanya terkandung teori kecerdasan di dalamnya. Jadi dalam jurnal ini,
kita akan melihat dan mempelajari bagaimana Yesus Kristus menggunakan teori
kecerdasan ini sebagai cara dalam menemukan solusi untuk penyelesaian masalah. Ini
merupakan hal yang baik karena pembaca dapat dengan mudah meyakini pembelajaran
ini.

KAJIAN TEORI
1. Teori Kecerdasan dalam Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi di STFT Jaffray Makassar
dengan jumlah siswa 450 orang, Realita yang ada saat ini menunjukkan bahwa para
mahasiswa kurang begitu memiliki semangat atau daya juang dalam menghadapi
kesulitan yang sedang mereka hadapi salah satu kesulitan yang sering kali dihadapi
adalah melunasi biaya pendaftaran registrasi di awal semester. Mereka terlalu
mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah yang mereka
hadapi, tanpa memikirkan mengenai kemampuan yang mereka miliki , Mereka kurang
memiliki atau bahkan tidak memiliki kemampuan kecerdasan IQ,EQ,CQ,SQ,dan AQ3
Kecerdasan dalam bahasa Inggris sama dengan Intelligence. Banyak para tokoh
yang mendefinisikan tentang Intelligence (kecerdasan). Seperti yang dikutip oleh
Hamzah B. Uno dari Feldam mendefinisikan kecerdasan sebagai “kemampuan
memahami dunia, berfikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara
efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan”. Selain itu, Hamzah B. Uno juga
mengutip dari Henmo yang mendefinisikan kecerdasan sebagai “daya atau kemampuan
untuk memahami”, sedangkan “Wechsler mendefinisikan intelegensi sebagai totalitas
kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional,
serta menghadapi lingkungan dengan efektif”.
Hagenhan dan Oslon mengungkapkan pendapat Piaget tentang kecerdasan
seperti yang dikutip oleh Hamzah B. Uno juga mengartikan bahwa “inteligensi
merupakan suatu tindakan yang menyebabkan terjadinya penghitungan atas kondisi-
kondisi yang secara optimal bagi organisme dapat hidup berhubungan dengan
lingkungan secara efektif”.
Adapun pengertian secara konvensional seperti yang ditulis oleh Umy Zahroh,
menjelaskan bahwa “kecerdasan diartikan sebagai kemampuan individu untuk berfikir
dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
kecerdasan adalah kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak secara terarah
dan hidup berhubungan dengan lingkungan secara efektif.
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah
ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional,
dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir
secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi
dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient,
adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya

3
Shofiyatus Saidah dan Lailatuzzahro Al-Akhda Aulia, “Hubungan Self Efficacy dengan
Adversity Quotient (AQ),” Jurnal Psikologi, No. 2, Vol. II (September 2014): 54–61.
memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak
menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari
pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd
Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman
dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet
dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal
sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual
(IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya
hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes
Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai
usia 13 tahun. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak
secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental
yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata
yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa
dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat
badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen
seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15
triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-
satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori
otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius
memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa
memori sekitar 94 %.4
Kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional quotient, disingkat EQ), EQ
tidak sekedar kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam kaitannya dengan
hubungan sosial tetapi juga mencakup kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam
kaitannya dengan pemenuhan psikofisik. Rifameutia (2004:194) berpendapat, dengan
kecerdasan emosional yang baik, seseorang akan memiliki kompetensi pribadi maupun
kompetensi sosial yang baik.5 Dimensi dari kecerdasan emosional menurut Yeung
(2009:3-4) ada tiga hal yaitu Kesadaran diri sendiri, arah diri sendiri, kecerdasan
interpersonal. Kesadaran diri sendiri berkaitan dengan kemampuan mengidentifikasi
suasana hati dan perasaan diri sendiri dan mempengaruhi orang lain.6 Mahasiswa yang
memiliki EQ yang tinggi mampu mengendalikan diri dengan baik, sabar dalam
menghadapi situasi, tekun, tidak mudah bertindak secara agresif apa lagi sampai
mencederakan diri sendiri, serta senantiasa berfikiran positif dalam menjalankan tugas
sebagai pendidik, untuk memperoleh EQ yang tinggi individu sepatutnya mendapatkan
bimbingan semenjak dari awal lagi, cara yang paling sederhana adalah melalui contoh
tauladan yang ditunjukkan oleh ibu bapak di rumah. Seseorang yang mempunyai
kecerdasan emosional yang baik memiliki daya kreatifitas pribadi yang tinggi, memiliki

4
Nur Muslimin, “Pendidikan Agama Islam Berbasis Iq, Eq, Sq Dan Cq,” Jurnal of Social
Community, No. 2, Vol. 1 (Desember 2016): 255–73.
5
“Hubungan Antara Adversity Quotient (Aq) Dan Minat Belajar Dengan Prestasibelajar
Matematika Pada Siswa Kelas Vsd Di Kelurahan Pedungan,” t.t.
6
Hari Nugroho Akimas dan Ahmad Alim Bachri, “Pengaruh Kecerdasan Intelektual (Iq),
Kecerdasan Emosional (Eq), Kecerdasan Spiritual (Sq) Terhadap Kinerja Pegawai Inspektorat Provinsi
Kalimantan Selatan,” Jurnal Wawasan Manajemen, No. 16, Vol. 4 (Oktober 2016): 260–71.
program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk
merealisasikannya, Kreatifitas merupakan perwujudan/pengaktualisasian diri dan
perwujudan/aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi dalam
hidup manusia.7
Kecerdasan spiritual (bahasa Inggris: spiritual quotient, disingkat SQ),
Kecerdasan spiritual adalah (Bowell, 2004:17-18) kecerdasan yang berfokus pada
pertanyaan “WHY” Hal ini membangun kesadaran pada diri dan bukan pada ide,
pandangan atau pendapat atau pengalaman. Ujungnya akan tercipta rasa terpesona dan
antusias, bahagia dalam menjalani hidup. Nggermanto (2002:123) mengatakan bahwa
seseorang yang memiliki SQ tinggi adalah orang yang memiliki prinsip dan visi yang
kuat, mampu memaknai setiap sisi kehidupan serta mampu mengelola dan bertahan
dalam kesulitan dan kesakitan.8
AQ berupaya memaksimalkan kemampuan akal fikir dan usaha untuk
memperoleh keberhasilan. AQ memasukkan IQ dan EQ dari setiap konsep praktis, yaitu
teori ilmiah dan penerapannya di dunia nyata (Thoyib, 2005). Salah satu aspek
kecerdasan AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. AQ merupakan penilaian
yang mengukur respon seseorang dalam menghadapi perubahan atau masalah untuk
dijadikan peluang. Faktor-faktor yang mempengaruhi AQ adalah daya saing,
produktivitas, kreativitas, motivasi, kesiapan menghadapi resiko, ketekunan, adaptasi,
dan keuletan (Stoltz, 2004). Adversity Quotient dan motivasi kerja adalah faktor yang
berpengaruh dalam upaya meningkatkan kinerja mahasiswa. Motivasi adalah dorongan
psikologis melibatkan gerakan fisik dan mental dan mempengaruhi seseorang mencapai
tujuan.9 Dalam kata lain Adversity Quotient (AQ) merupakan suatu penilaian yang
mengukur bagaimana seseorang da-lam menghadapi masalah untuk dapat diberdayakan
menjadi peluang.10
CQ Kecerdasan Kreativitas (Creativity Quotient) Potensi seseorng untuk
memunculkan sesuatu yang penemuan-penemuan baru dalam mencari solusi suatu
permasalahan serta semua bidang dalam usaha lainnya. Guil Ford mendeskripsikan 5
ciri kreativitas:
a. Kelancaran : Kemampuan memproduksi banyak ide.
b. Keluwesan : Kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan
jalan pemecahan masalah.
c. Keaslian : Kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinil sebagai hasil
pemikiran sendiri.
d. Penguraian : Kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci.
e. Perumusan Kembali : Kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan
melalui cara yang berbeda dengan yang sudah lazim.
Kreativitas terdiri dari dua unsur :
a. Kepasihan (kemampuan menghasilkan sejumlah gagasan dan ide prmecahan
masalah dengan lancar).
b. Keluwesan (Kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda dan luar
biasa untuk memecahkan suatu masalah)
7
Akhmad Asyari, “Kecerdasan Emosional Meningkatkan Kreativitas Guru Dalam Mengajar,”
Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam 10, No. 2 (Desember 2016): 180–88.
8
Akimas dan Bachri, “Pengaruh Kecerdasan Intelektual (Iq), Kecerdasan Emosional (Eq),
Kecerdasan Spiritual (Sq) Terhadap Kinerja Pegawai Inspektorat Provinsi Kalimantan Selatan.”
9
Endah Woro Utami dan Aryo Dewanto, “Pengaruh Adversity Quotient Terhadap Kinerja
Perawat Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Mediasi (Studi Di RSUD ”Ngudi Waluyo” Wlingi),”
JURNAL APLIKASI MANAJEMEN, NOMOR 1, VOLUME 11 (Maret 2013).
10
Saidah dan Aulia, “Hubungan Self Efficacy dengan Adversity Quotient (AQ).”
Cara memunculkan gagasan kreatif
a. Kuantitas gagasan : Teknik-teknik kreatif dalam berbagai tingkatan
keseluruhannya bersandar pada pengembangan pertama sejumlah gagasan
sebagai suatu cara untuk memperoleh gagasan yang baik dan kreatif.
b. Teknik brainstorming: Teknik ini cenderungmenghasilkan gagasan baru yang
orisinil untuk menambah jumlah gagasan konvensional yang ada.
c. Sinektik : Suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi
untuk menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam
permasalahan.
d. Memfokuskan tujuan : Membuat seolah-olah apa yang diinginkan akan terjadi
besok, telah terjadi saat ini dengan melakukan visualisasi yang kuat.

Hambatan untuk menjadi kreatif antara lain: kebiasaan, waktu, dibanjiri


masalah, tidak ada masalah, takut gagal, kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang,
kegiatan mental yang sulit diarahkan, tahut bersenang-senang, kritik orang lain.267 Nur
Muslimin ~ Pendidikan Agama Islam
Sumber Daya Manusia sebagai pelaksana suatu profesi dengan tingkat
kecerdasan kreativitas (CQ) yang tinggi, adalah mereka yang kreatif, mampu mencari
dan menciptakan terobosan-terobosan dalam membatasi berbagai kendala atau
permasalahan yang muncul dalam permasalahan yang sedang mereka geluti.11

2. Matius 4:1-11 sebagai landasan Penelitian


Telah dikatakan dalam pendahuluan di atas, bahwa jurnal ini akan melihat salah
satu kisah dari Yesus Kristus yang penulis rasa mempunyai kisah yang bisa menjadi
contoh. Matius 4:1-11 adalah bagian dari kisah perjalanan hidup Yesus Kristus yang
luar biasa. Dalam nas ini, kita akan melihat satu hal yang unik yang Yesus buat ketika
itu. Nas ini mengisahkan tentang pencobaan Yesus oleh Iblis di padang gurun. Dalam
nas ini, Yesus terlihat begitu luar biasa dalam menghadapi cobaan iblis – padahal ketika
itu Yesus sedang berpuasa. Secara logika, manusia akan berpikir bahwa berpuasa di
padang gurun begitu menguras keseimbangan daya tahan tubuh dan pola pemikiran.
Dengan kondisi tersebut, Yesus tentu dalam keadaan yang sangat buruk untuk
menghadapi pencobaan. Tetapi dalam kenyataannya, Yesus mampu menyelesaikan
pertandingan dalam pencobaan iblis terhadap diri-Nya.
Kisah Yesus yang luar biasa dalam menghadapi masalah di tengah kesulitan
pasti mempunyai alasan yang masuk akal, tapi tentu saja itu adalah akal yang hebat.
Penulis mencoba untuk mencari tahu bagaimana kondisi Yesus secara fisik, logika, dan
spiritual ketika menghadapi pencobaan tersebut. Fokus dari kisah Yesus yang hebat ini
ialah respon Yesus sendiri saat dihadapka dengan masalah ini. Respon yang benar telah
Yesus tunjukkan sehingga Ia berhasil dalam pencobaan ini. Di balik respon benar yang
ditunjukkan oleh Yesus, ada hal menarik yang ternyata Yesus gunakan. Yesus
memperhitungkan semua itu untuk menjadi batu loncatan menghadapi masalah.

11
Muslimin, “Pendidikan Agama Islam Berbasis Iq, Eq, Sq Dan Cq.”
3. Hubungan Matius 4:1-11 sebagai landasan Penelitian dengan Teori Kecerdasan

Kisah dalam nas Matius 4:1-11 bukan sekedar cerita/kisah biasa tentang Yesus
yang berhasil mengalahkan iblis dalam pencobaan terhadap-Nya. Dia memang Allah,
tetapi di satu sisi, kita tidak boleh melupakan bahwa Ia juga adalah 100% manusia.
Manusia biasa sangat sulit menjauhi apalagi sampai berhasil dengan mudah melalui
cobaan. Tetapi apa yang dilakukan oleh yesus Kristus saat itu sebagai 100% manusia
pula, telah membuat kita harus merubah pola pikir kita lebih baik; bahwa ada karunia
dari pada Tuhan untuk kita, supaya kita dapat mudah melalui kesulitan dengan
kemampuan yang sudah diberikan oleh Tuhan, yakni Teori kecerdasan itu sendiri.
Tuhan Yesus dalam nas ini ternyata menggunakan teori kecerdasan saat
menjauhi pencobaan terhadap-Nya oleh iblis. Dalam penjelasan sebelum-sebelumnya,
kita melihat bahwa Yesus sebenarnya dalam posisi yang sangat tidak diuntungkan untuk
berhadapan dengan iblis. Dalam posisinya sebaga 100% manusia – bentuk
partisipatif/solidaritas. Solidaritas Allah yang rela menjadi manusia dalam diri Yesus
Kristus dan yang rela menanggung penderitaan bersama manusia.12 Ia sedang berpuasa,
di padang gurun dan empat puluh hari empat puluh malam pula. Yesus sudah dalam
keadaan lapar lalu dihampiri dan dicobai oleh iblis. Otak manusia dalam keadaan
tersebut pasti terganggu konsentrasinya. Yesus sangat tidak diuntungkan, tetapi Yesus
berhasil. Ini sesuai dengan satu gagasan yang mengatakan bahwa teori kecerdasan
sering juga disebut inteligensi, yang berarti kemampuan kognitif yang dimiliki suatu
organisme untuk menyesuaikan diri secara efektif pada lingkungan.13 Yesus berhasil
menjaga kecerdasan spiritualnya dengan terus tenang; Yesus berhasil menjaga
kecerdasan emosionalnya – dalam artian kesadaran diri sendiri yang berkaitan dengan
kemampuan mengidentifikasi suasana hati dan perasaan diri sendiri dan mempengaruhi
pihak lain14, kemudian mencakup kemampuan untuk mengendalikan emosi15; Yesus
cakap merespon iblis dengan kecerdasan kreatifitasnya – jangan lupakan bahwa
kemampuan inteligen juga mempengaruhi berpikir kreatif16; Yesus merespon dengan
kebijakan yang luar biasa oleh karena kecerdasan intelektualnya; dan pula Yesus cermat
menghadapi kesulitan yang mengiring-Nya saat itu dengan kecerdasan adversitas-Nya.
Inilah letak inti dari hubungan nas Alkitab Matius 4:1-11 dengan teori kecerdasan.
Yesus mengajakan kita untuk menerapkan teori kecerdasan dalam menghadapi masalah.
Yesus adalah guru yang cemerlang dengan mempunyai atribusi atau domain kecerdasan
emosi seperti empati dan kemahiran sosial.17

12
Elvin Atmaja Hidayat, “IMAN DI TENGAH PENDERITAAN: SUATU INSPIRASI
TEOLOGIS-BIBLIS KRISTIANI,” MELINTAS, 2016, 294.
13
I Cenik Ardana, Lerbin R. Aritonang, dan Elizabeth Sugiarto Dermawan, “KECERDASAN
INTELEKTUAL, KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASAN SPIRITUAL, DAN KESEHATAN
FISIK UNTUK MEMPREDIKSI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKUNTANSI,” Jurnal
Akuntansi, No. 3, Volume XVII (September 2013): 445.
14
Akimas dan Bachri, “Pengaruh Kecerdasan Intelektual (Iq), Kecerdasan Emosional (Eq),
Kecerdasan Spiritual (Sq) Terhadap Kinerja Pegawai Inspektorat Provinsi Kalimantan Selatan,” 263.
15
“Hubungan Antara Adversity Quotient (Aq) Dan Minat Belajar Dengan Prestasibelajar
Matematika Pada Siswa Kelas Vsd Di Kelurahan Pedungan.”
16
Guntur Suhandoyo dan Pradnyo Wijayanti, “PROFIL KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL HIGHER ORDER THINKING DITINJAU DARI
ADVERSITY QUOTIENT (AQ),” Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, No. 5, Volume 3 (2016): 157.
17
NORIAH MOHD. ISHAK dkk., “KECERDASAN EMOSI DAN HUBUNGANNYA
DENGAN NILAI KERJA,” Jurnal Teknologi, 2003, 78.
METODE
Penjelasan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif.18Dengan mengumpulkan
data-data dari hasil penelitian teori kecerdasan, dan hasil intrepretasi Alkitab.Metode
dalam penelitian yang dilaksanakan ialah menggunakan metode ajar 5P.19 Dalam
penggunaannya, praktek mengajar dalam kelas menjadi kegiatan penelitian. Adapun
kegiatan mengajar yang ada dalam metode ajar 5P ini mencangkup: penghubung,
pelajaran, penerapan, perubahan, penutupan. Berikut adalah penjelasan penelitian
menggunakan 5P yang telah digunakan dalam suatu kelas. Penelitian dalam praktek 5P
berikut mengaitkan kisah pencobaan terhadap Yesus ketika di padang gurun oleh Iblis.
Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif berbasis
media sosial.20 Dasar teologi yang digunakan adalah teologi sistematika karangan
Daniel Ronda.21
Penjelasan Penelitian Metode Ajar 5P
Fokus: Peserta didik dapat mengembangkan intelektual, emosional, spiritual, adversitas,
dan kreativitas.
1. Penghubung
Dalam bagian penghubung ini pengajar berusaha untuk mencoba memulai kelas dengan
membawa suasana yang bisa dikaitkan langsung dengan teori kecerdasan. Pertama-tama
kita bisa memulainya dengan bermain game. Penulis menyarankan untuk menggunakan
game Cerdas Cekatan Alkitab. Dalam game ini, peserta didik bisa diasa, dinilai dan
dipicu kecerdasan intelektual, kreativitas, emosional, serta adversitasnya. Dalam praktek
game, pertama-tama peserta didik akan dibagi menjadi beberapa kelompok yang
anggota kelompoknya tidak terlalu banyak. Kemudian mereka akan diajak bermain
dalam cerdas dan cekatan mencari nas/kata yang ditentukan dari Alkitab oleh pengajar.
Pengajar bisa mengakhiri penghubung dengan sedikit memberi tahu bahwa ketika
peserta didik bermain games, mereka ternyata sedang menggunakan kecerdasan
intelektual, kreativitas, emosional, serta adversitasnya. Kemudian pengajar bisa lanjut
untuk bagian kedua.

2. Pelajaran
Dalam bagian pelajaran ini, pengajar akan membawakan cerita singkat saat Yesus
dicobai di padang gurun dan bagaimana Yesus merespons keadaan saat itu. Setelah
pengajar telah selesai menceritakan cerita tersebut, pengajar lalu membagikan sebuah
kertas untuk tiap-tiap kelompok, lalu pengajar menanyakan tentang cara Yesus
menghadapi cobaan iblis pada-Nya. Jawaban yang diminta berpatokan pada nas alkitab,
lalu dikaitkan dengan kelima bagian dari teori kecerdasan; apakah Yesus menggunakan

18
Hengki Wijaya dan Helaluddin Helaluddin, Analisis Data Kualitatif Sebuah Tinjauan Teori &
Praktik (Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar, 2019).
19
Roland Walker, “Learning that LASTS,” t.t., https://wycliffe.fi/wp-
content/uploads/2018/12/intro-to-learning-that-lasts-walker.pdf.
20
Hengki Wijaya dan Arismunandar Arismunandar, “Pengembangan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Berbasis Media Sosial,” Jurnal Jaffray 16, no. 2 (6 Oktober 2018): 175–96,
https://doi.org/10.25278/jj71.v16i2.302.
21
Daniel Ronda, Dasar Teologi yang Teguh: Panduan Teologi Sistematika Di Perguruan Tinggi
(Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar, 2013).
salah satu kecerdasan dalam teori ini, ataukah justru lebih dari satu. Tiap-tiap kelompok
akan memberi jawaban dan mereka akan melihat ragam jawaban semua kelompok.
Bagian kedua ini akan diakhiri dengan penyadaran pada tiap mahasiswa bahwa Yesus
pun menggunakan teori kecerdasan dalam menghadapi kesulitan.
3. Penerapan
Dalam bagian ketiga ini, peserta didik akan masuk pada penerapan teladan Yesus.
Pengajar akan memberikan contoh kasus bagi peserta didik, lalu peserta didik akan
mencoba menggunakan IQ, EQ, SQ, AQ, dan CQ-nya dalam menghadapi masalah yang
diberikan. Contoh kasus yang diberikan pada mereka ialah: “Kasus kesulitan melunasi
tunggakan biaya kampus/perkuliahan di tengah-tengah kesulitan ekonomi dalam
keadaan mendesak.” Setelah diberi contoh kasus tersebut, para pesesrta didik akan
menjawab (perindividu) dalam sebuah kertas dan kemudian dikumpulkan.
4. Perubahan
Dalam bagian perubahan ini, pengajar akan membacakan hasil yang telah dikumpulkan
di depan peserta didik dan menyeleksi bersama peserta didik; apakah tindakan ini tepat
atau kurang tepat. Jawaban yang tepat dan yang kurang tepat akan dipisahkan dan
dikelompokkan. Jawaban yang tepat adalah saran cara meerespon bagi peserta didik
ketika menghadapi masalah yang sama seperti contoh kasus.
5. Penutupan
Untuk sesi penutupan ini kita akan merefleksikan karunia IQ, EQ, SQ, AQ, dan CQ
yang ada pada diri manusia. Meskipun ada pada tiap-riap orang untuk dikembangkan,
tetapi belum tentu akan dapat kita gunakan sehebat Yesus dan di luar Yesus, dengan
demikian peserta didik diharapkan juga mengerti akan Firman Tuhan yang telah kita
pelajari, yakni bahwa Yesus menghadapi permasalahan dengan juga dengan teori
kecerdasan: IQ, EQ, SQ, AQ, serta CQ. Pada bagian akhir, kita bisa mengajak peserta
didik lebih memaknai pelajaran dengan aktifitas menarik yang berkaitan. Penulis
menyarankan untuk menyanyikan lagu:“Bila Iblis Mengodaku” disertai gerakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sesuai metode yang sudah dijelaskan dalam penjelasan di atas, penelitian yang
dilaksanakan dilakukan dalam sebuahaktifitas kelas terhadap beberapa mahasiswa.
Dalam penelitian tersebut, pengajar mencoba untuk membawa pola pikir mahasiswa
bahwa setiap masalah mempunyai jalan keluarnya, tinggal bagaimana mahasiswa
tersebut mencari jalan itu menggunakan teori kecerdasan.
Menurut contoh kasus yang telah diberikan dalam penelitian, ada banyak
jawaban dari para mahasiswa untuk menjawab bagaimana penyelesaian masalah
kesulitan finansial saat adanya desakan untuk melunasi tunggakan kampus. Jawaban-
jawaban tersebut sudah penulis rangkum dan menyimpulkan dengan singkat untuk
jawaban teratas. Jawaban dari tiap-tiap jawaban berkisar sebagai berikut:
Hasil Jawaban
1.5, 15%

2.5, 25%
Bekerja, 2,
4, 40% 20%

Berdoa Bekerja Bekerja dan berdoa jawaban lain

Dari hasil jawaban tersebut, bekerja dan berdoa mendapat posisi teratas. Bekerja dalam
jawaban ini memiliki artian bahwa mahasiswa akan mencoba mencari pekerjaan
sampingan. Banyak dari mereka yang berkata bahwa mereka dapat mencari pekerjaan
sampingan untuk membantu pelunasan tunggakan biaya perkuliahan. Kemudian berdoa
disini memiliki artian bahwa mereka tidak akan melepaskan hubungan dengan Tuhan;
mereka tetap berserah dan percaya bahwa Tuhan tidak sedang meninggalkan mereka.

KESIMPULAN
Berdasarkan urain diatas penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa
integralitas pendidikan karakter dan kecerdasan IQ,EQ,SQ,CQ, dan AQ memiliki peran
yang begitu berarti untuk menciptakan penyelesaian masalah yang lebih kondusif secara
jelas.
Kita harus menyadari bahwa setiap manusia lahir ke dunia dengan keadaan yang
tidak sepenuhnya sempurna; tanpa cacat. Ada saat di mana manusia akan diperhadapkan
dengan kesulitan-kesulitan tertentu. Tetapi jangan melupakan adanya pemberian teori
kecerdasan dari pada Tuhan. Kita bisa menggunakannya sama seperti Yesus
menggunakannya untuk mencari jalan keliar dalam menghadapi masalah-Nya.
Yesus dalam menghadapi setiap cobaan dan godaan untuk menguji-Nya, Ia
menggunakan kecerdasan IQ,EQ,SQ,CQ, dan AQ untuk menghadapi di jahat yang
berusaha menjatuhkannya. Ini menandakan bahwa pada saat yang bersamaan Yesus
yang adalah 100% Allah dan 100% Manusia ini dapat menghadapi si jahat dengan
begitu mudah dengan menggunakan teori kecerdasan ini. Hal ini terlihat dengan jelas
bahwa Yesus memiliki kecerdasan IQ karena Ia berbipikir secara kristis untuk
menjawab godaan dari si jahat. Yesus juga memiliki kecerdasan EQ, karena Ia dapat
mengontrol emosinya dengan sangat baik dan jelas dalam keadaan sedang lapar karena
berpuasa. Sangat jelas pula bahwa Yesus memiliki kecerdasan SQ, ini terlihat bahwa
Yesus tidak mengandalkan pikirannya yang kritis saja tapi Ia mengetahui bahwa si jahat
tidak hanya mampu dikalahkan dengan menggunakan IQ semata tetapi harus dipimpin
oleh Bapa-Nya yang ada di sorga, sehingga Yesus menjawab setiap pertanyaan si jahat
menggunkan firman-firman yang ada dalam kitab taurat. Juga dapat di simpulkan bahwa
Yesus menjawab si jahat dengan sangat creative ini menggunakan kecerdasan CQ yang
menarik karena Yesus tidak langsung menanggapi perkataan-perkataan si jahat, tetapi
secara kreatif Yesus menjwab pertanyaan si jahat dengan sekali jawab yang tidak bisa di
tentang lagi oleh si jahat, ini membuat si jahat kalah telak dalam berargumen bersama
Yesus. Yesus mempunyai kecerdasan AQ yang sempurna karena Ia sendiri tahu
bagaimana harus keluar dari pencobaan yang dilakukan oleh si jahat yaitu dengan cara
tidak menanggapi pertanyaan si jahat secara bertele-tele tetapi Yesus tidak mau
menjatuhkan dirinya sendiri sehingga Yesus tahu bagiamana mengalahkan si jahat
secara telak sehingga si jahat tidak dapat berkata apa-apa lagi untuk menentang
perkataan Yesus ( Yesus menghindari hal yang akan membuat-Nya jatuh dalam dosa
dengan menggunakan Firman Allah dalam kitab Taurat).
Dari hasil penelitian dan jawaban di atas pula, telah membuktikan bahwa teori
kecerdasan bisa membantu/mempermudahkan mahasiswa mencari cara untuk jalan
keluar. Kemudian untuk jawaban dari kasus kesulitan finansial dalam desakan
pelunasan biaya perkuliahan, ada jawaban yang bisa menolong mahasiswa untuk
menentukan jalan penyelesaian masalah, yakni bekerja dan berdoa. Tetapi, semua
kembali kepada pribadi masing-masing dalam menentukan jalan keluar tersebut. Jurnal
ini telah memberikan keyakinan bahwa teori kecerdasan sangat mampu untuk
membantu kita mencari dengan mudah jalan keluar dalam menghadapi masalah
finansial untuk menyelesaikan pelunasan tunggakan biaya kampus/perkuliahan.
Ini berarti teori kecerdasan kecerdasan IQ,EQ,SQ,CQ, dan AQ sangatlah
dibutuhkan oleh mahasiswa untuk menghadapi segala situasi , bukan hanya dengan
mengandalkan Tuhan saja tetapi dapat berpikir, dapat mengendalikan emosi dan situasi
yang menekan , dengan kreatif bisa mencari cara untuk terlepas dari masalah atau
keadaan biaya yang menjepit kebutuhan mahasiswa dan juga memiliki mental untuk
mencari jalan keluar terbaik yang dapat dilakukan oleh mahasiswa itengah kesulitan
yang melanda para mahasiswa , maka dengan kecerdasan IQ,EQ,SQ,CQ, dan AQ
mahasiswa dapat dengan sangat muda mengalahkan situasi dan keluar dari situasi atau
keadaan yang sulit yang sedang dihadapi oleh mahasiswa.22

22
Buhari Luneto, “PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS IQ, EQ, SQ,” Jurnal Irfani, No. 1,
Vol. 10 (Juni 2014): 131–44.
KEPUSTAKAAN
Akimas, Hari Nugroho, dan Ahmad Alim Bachri. “Pengaruh Kecerdasan Intelektual
(Iq), Kecerdasan Emosional (Eq), Kecerdasan Spiritual (Sq) Terhadap Kinerja
Pegawai Inspektorat Provinsi Kalimantan Selatan.” Jurnal Wawasan
Manajemen, No. 16, Vol. 4 (Oktober 2016): 260–71.
Ardana, I Cenik, Lerbin R. Aritonang, dan Elizabeth Sugiarto Dermawan.
“KECERDASAN INTELEKTUAL, KECERDASAN EMOSIONAL,
KECERDASAN SPIRITUAL, DAN KESEHATAN FISIK UNTUK
MEMPREDIKSI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKUNTANSI.”
Jurnal Akuntansi, No. 3, Volume XVII (September 2013): 444–58.
Arilwidayanto, Nina Lamatenggo, dan Warni Tuna Sumar. Manajemen Keuangan dan
Biaya Pendidikan. Bandung: Widya Padjdjaran, 2017.
Asyari, Akhmad. “Kecerdasan Emosional Meningkatkan Kreativitas Guru Dalam
Mengajar.” Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam 10, No. 2 (Desember
2016): 180–88.
Hidayat, Elvin Atmaja. “IMAN DI TENGAH PENDERITAAN: SUATU INSPIRASI
TEOLOGIS-BIBLIS KRISTIANI.” MELINTAS, 2016, 285–308.
“Hubungan Antara Adversity Quotient (Aq) Dan Minat Belajar Dengan Prestasibelajar
Matematika Pada Siswa Kelas Vsd Di Kelurahan Pedungan,” t.t.
ISHAK, NORIAH MOHD., RAMLEE MUSTAPHA, SITI RAHAYAH ARIFFIN, dan
SYED NAJMUDDIN SYED HASSAN. “KECERDASAN EMOSI DAN
HUBUNGANNYA DENGAN NILAI KERJA.” Jurnal Teknologi, 2003, 77–84.
Luneto, Buhari. “PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS IQ, EQ, SQ.” Jurnal Irfani,
No. 1, Vol. 10 (Juni 2014): 131–44.
Muslimin, Nur. “Pendidikan Agama Islam Berbasis Iq, Eq, Sq Dan Cq.” Jurnal of
Social Community, No. 2, Vol. 1 (Desember 2016): 255–73.
Ronda, Daniel. Dasar Teologi yang Teguh: Panduan Teologi Sistematika Di Perguruan
Tinggi. Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar, 2013.
Saidah, Shofiyatus, dan Lailatuzzahro Al-Akhda Aulia. “Hubungan Self Efficacy
dengan Adversity Quotient (AQ).” Jurnal Psikologi, No. 2, Vol. II (September
2014): 54–61.
Suhandoyo, Guntur, dan Pradnyo Wijayanti. “PROFIL KEMAMPUAN BERPIKIR
KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL HIGHER ORDER
THINKING DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ).” Jurnal Ilmiah
Pendidikan Matematika, No. 5, Volume 3 (2016): 156–65.
Utami, Endah Woro, dan Aryo Dewanto. “Pengaruh Adversity Quotient Terhadap
Kinerja Perawat Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Mediasi (Studi Di
RSUD ”Ngudi Waluyo” Wlingi).” JURNAL APLIKASI MANAJEMEN,
NOMOR 1, VOLUME 11 (Maret 2013).
Walker, Roland. “Learning that LASTS,” t.t. https://wycliffe.fi/wp-
content/uploads/2018/12/intro-to-learning-that-lasts-walker.pdf.
Wijaya, Hengki, dan Arismunandar Arismunandar. “Pengembangan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Media Sosial.” Jurnal Jaffray 16,
no. 2 (6 Oktober 2018): 175–96. https://doi.org/10.25278/jj71.v16i2.302.
Wijaya, Hengki, dan Helaluddin Helaluddin. Analisis Data Kualitatif Sebuah Tinjauan
Teori & Praktik. Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar, 2019.

Anda mungkin juga menyukai