Askep Emfisema
Askep Emfisema
KELAS : NERS 20 B
NIM : 1490120073R
NUSANTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)
saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.Empisema adalah sebuah keadaan dimana jaringan-
jaringan dalam paru-paru kehilangan keelasitasannya.Empisema biasanya melanda para
perokok.Nikotin yang terus mereka hisap setiap harinya lama-kelamaan dapat
mempengaruhi kerja paru-paru anda hingga mengakibatkan adanya kerusakan permanen
dari organ tubuh anda tersebut.Namun, empisema ternyata tidak hanya menyerang para
perokok.Kerusakan paru-paru yang permanen ini juga dapat melanda para penderita
asma.Hal ini disebabkan para penderita asma tidak mendapatkan obat-obatan dan
perawatan-perawatan yang benar untuk penyakit mereka tersebut.Resiko empisema
bahkan bisa lebih besar pada penderita asma daripada perokok berat.
Penderita asma yang terkena empisema, seperti yang dikemukakan dalam
ehow.com, akan merasakan kesulitan bernapas yang lebih parah lagi. Meskipun begitu,
kesulitan bernapas yang serius ini tidak terjadi setiap saat. Para penderita asma hanya
akan merasakan akibat dari empisema ini sebentar-sebentar saja.Kemungkinan empisema
untuk mengakibatkan penyakit jantung pada penderitanya bahkan semakin besar. Hal ini
tentu saja disebabkan oleh jantung anda harus bekerja jauh lebih berat lagi untuk
membantu paru-paru anda agar aliran udaranya tetap lancar.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah kmb “asuhan keperawatan dengan Empisema”
2. Tujuan Khusus
a. Agar Mahasiswa/i dapat memahami tentang pengertian Empisema
b. Agar mahasiswa/I dapat memahami tentang Etiologi Empisema
c. Agar mahasiswa/I dapat memahami tentang patofisiologi Empisema.
d. Agar mahasiswa/I dapat memahami tentang gejala dari Empisema
e. Agar mahasiswa/I dapat memahami pemeriksaan diagnostic Empisema
f. Agar mahasiswa/I dapat memahami penatalaksanaan Empisema
g. Agar mahasiswa/i dapat memahami komplikasi Empisema
h. Agar mahasiswa/I memahami gambaran klinis Empisema
i. Agar mahasiswa/I memahami perangkat diagnostic Empisema
j. Agar mahasiswa/I memahami tentang Asuhan Keperawatan Empisema
3. Metode Penulisan
Pada penulisan karya tulis ini kami menggunakan satu metode, yaitu metode kepustakaan
yaitu dengan mengumpulkan beberapa sumber buku dan internet
4. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari : latar belakang, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, ruang lingkup
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS yang terdiri dari :pengertian Empisema
dan Asuhan Keperawatan dengan Empisema
BAB III PENUTUP terdiri dari : kesimpulan dan saran
BAB 11
Tinjauan teoritis
1. Pengertian Empisema
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik penurunan
elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang berkurang akibat destruksi dinding
alveolus dan pelebaran ruang distal di udara bronkiolus terminal. Kerusakan dapat
terbatas hanya dibagian sentral lobus, dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah
intregitas dinding bronkiolus, atau dapat mengenai paru secara keseluruhan, yang
mengakibatkan kerusakan bronkus dan alveolus.hilangnya elastisitas paru dapat
mempengaruhi alveolus dan bronkus. Elastisitas berkurang akibat destruksi serabut
elastisdan kolagen yang terdapat diseluruh paru dari produk yang dihasilkan dengan
mengaktivasi makrofag alveolus. Penyebab pasti empisema masih belum jelas, tetapi
lebih dari 80 % kasus, penyakit biasanya muncul setelah bertahun-tahun merokok
(Lippincott Williams & Wilkins 2002)
Rokok diduga mengubah secara langsung struktur molekul elastic.Emfisema juga
memberi efek pada serabut elastic yang berhubungan dengan penyakit infeksius berulang
dengan keadaan inflamasi kronis yang menyertai infeksi.Sebagai akibatnya elastisitas
jalan nafas hilang dan kolaps alveolus, menurunkan ventilasi.Jalan nafas kolaps terutama
pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisa (recoil) paru secara
pasif setelah inpirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif udara akan
terperangkap didalam paru dan jalan nafas kolaps. Dinding di antara alveolus-alveolus
yang disebut septum alveolus juga dapat mengalami kerusakan.Keadaan ini
menyebabkan luas permukaan alveolus yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang dan
menurunkan kecepatan difusi.
Faktor resiko primer untuk emfisema adalah merokok.Akan tetapi, pajanan
berulang pada perokok pasif juga dapat menyebabkan emfisema.Selain itu, ada emfisema
bentuk familial yang berhubungan dengan defisiensi anti-protese, alfa-1
antitripsin.Bentuk emfisema ini jarang ditemukan dan terjadi pada individu yang tidak.
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai
kerusakan dinding alveolus.atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai
pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar(The
American Thorack Society 1962)
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan
terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi. (Kus Irianto.2004.216). Emfisema
merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara
distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan
luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
Emfisema adalah istilah, progresif-penyakit panjang dari paru-paru yang terutama
menyebabkan sesak napas.(Wikepidia, 2010).
terpajang demngan asap rokok, meskipun asap tembakau memperburuk penyakit
emfisema pada individu yang mengalami defisiensi ini. Empisema dibahgi menurut pola
asinus yang terserang. Meskipun beberapa pola marfologik telah diperken alkan , ada tiga
bentuk yang paling penting sehubungan dengan PPOM,
A. Empisema sentrilobular (CLE),
Secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius, dinding-dinding
mulai berlubang, membesar dan bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu
ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi.Mula-mula duktus alveolaris dan
sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan.Penyakit ini lebih seing kali
lebih berat menyerang bagian atas paru-paru.Tetapi akhirnya cenderung tersebar tidak
merata.empisema sentrilobular lebih banyak di temukan pada pria di bandingkan
dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.
d. Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan
kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat
penyakit obstruksi paru pada keluarga.Kondisi yang relatif jarang yang dikenal
sebagai kekurangan alpha 1-antitrypsin adalah kekurangan genetik dari kimia yang
melindungi paru dari kerusakan oleh proteases.
e. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dananti
elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan
menimbulkan jaringan elastik paru rusak.Arsitektur paruakan berubah dan timbul
emfisema.
f. Penuaan
Emphysema adalah juga komponen dari penuaan (aging).Ketika paru- paru
menua, sifat-sifat elastisnya berkurang, dan tegangan-tegangan yang berkembang
dapat berakibat pada area-area yang kecil dari emphysema.
Penyebab-penyebab yang kurang umum lain dari emphysema termasuk:
1) Penggunaan obat intravena dimana beberapa dari additive-additive yang bukan
obat seperti tajin jagung dapat beracun pada jaringan paru.
2) Kekurangan-kekurangan imun dimana infeksi-infeksi seperti Pneumocystis
jiroveci dapat menyebabkan perubahan-perubahan peradangan dalam paru.
3) Penyakit-penyakit jaringan penghubung (Ehlers-Danlos Syndrome, Marfan
syndrome) dimana jaringan elastis yang abnormal dalam tubuh dapat
menyebabkan kegagalan alveoli.
3. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus
yang akanmenyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan
tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya
kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan
selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum)
di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut
atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang
alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses
ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-
paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih
dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia
muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru.Yaitu penyempitan saluran
nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang.Penyebab dari elastisitas yang
berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.Dimana AAT merupakan suatu protein yang
menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak
jaringan paru.Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada
enzim proteolitik.Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik
elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.Perubahan keseimbangan
menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul
emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas.Asap rokok, polusi, dan infeksi
ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun
yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin).
Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan
terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-
paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu
yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang
menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup.
Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang
tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya
dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga
penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata.
Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.Emfisema paru merupakan suatu pengembangan
paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat
menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.Pengisian udara
berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu
bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar
dari pemasukannya.Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di
sebelah distal dari alveolus.
4. Gejala
a) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
b) Dispnea progestif saat olahraga,
c) Dispnea nocturnal paroksismal.
d) Edema kaki, batuk produktif.
e) Mengi.
f) Edema kaki atau perut kembung.
g) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
h) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai
membungkuk
i) Bibir tampak kebiruan
j) Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
k) Batuk menahun.
5. Pemeriksaan diagnostik
1. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma;
peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi
(asma).
2. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
3. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan
emfisema
4. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
5. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma
6. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada
bronkitis dan asma.
7. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronish. Bronkogram: dapat
menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi
kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis.
8. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil
(asma).
9. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer.
10. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
11. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial
(bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema);
aksis vertikal QRS (emfisema)
12. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,
mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit emfisema bertujuan menghilangkan gejala dan mencegah
pemburukan kondisi penyakit.Emfisema tidak dapat disembuhkan. Terapi antara lain:
1. Mendorong individu berhenti merokok.
2. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap
3. Memberi pengajaran mengenai teknik relaksasi dan cara untuk menghemat energy
4. Banyak pasien emfisema memerlukan terapi oksigen agar dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari. Terapi oksigen dapat memperlambat kemajuan penyakit dan
mengurang morbiditas dan mortalitas.
5. Terapi latihan yang dirancang dengan baik dapat memperbaiki gejala.
7. Komplikasi
1. Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksis paru kronis yang akhirnya
menyebabkan kor pulmonalise.
2. Penurunan kualitas hidup pada pengidap penyakit ini yang parah.
3. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
4. Daya tahan tubuh kurang sempurna
5. Proses peradangan yang kronis di saluran napas
6. Tingkat kerusakan paru makin parah.
8. Gambaran klinis
a) Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas peru penyebab dada
mengembang (peningkatan diameter anterior-posterior).
b) Bunyi nafas tidak ada pada saat aukultasi
c) Penggunaan otot aksesori pernafasan
d) Takipnea (peningkatan frekuensi pernafasan) akibat hipoksia dan hiperkapnia.
Karena peningkatan kecepatan pernafasan pada penyakit ini efektif. Sebagian besar
individu mengidap emfisema tidak memperlihatkan pengubahan gas darah arteri
yang bermakna sampai penyakit tahap lanjut pada saat kecepatan pernafasan tidak
dapat mengatasi hipoksia atau hiperkarnia. Pada akhirnya, semua nilai gas darah
memburuk dan terjadi hipoksia, hiperkapnia dan asidosis.
e) Depresi system saraf pusat dapat terjadi akibat tingginya kadar karbondioksida
(narcosis karbon dioksida )
f) Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronchitis kronis adalah pada emfisema
tidak terjadi pembentukan sputum.
9. Perangkat diagnostic
Hasil yang abnormal pada pemeriksaan fungsi paru, termasuk penurunan hasil
pengukuran FEV1, (volume ekspirasi paksa), oenurunan kapasitas vital, dan peningkatan
volume residual(udera yang tersisa didalam saluran nafas setiap kali berbafas).
Mengakibatkan penurunan elastisitas paru.seiring perkembangan penyakit, analisis gas
darah yang pertama kali menunjukan hipoksia. Pada tahap lanjut penyakit, kadar karbon
dioksida juga dapat mengalami peningkatan.
B. Riwayat
a) Riwayat merokok aktif atau pasi
b) riwayat pekerjaan
c) infeksi saluran nafas berulang
d) keterbatasan olahraga yang progestif,
e) riwayat keluarga, terutama pada bukan perokok
f) penurunan berat badan
g) produksi sputum.
C. Diagnosa keperatan
a) Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme
b) Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan
napas oleh bronkospasme
c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia
D. Intervensi keperawatan
1. Menunjukkan
2. Awasi tanda vital 2. Takikardia,
perbaikan
disritmia, dan
ventilasi dan
perubahan TD
oksigenasi
dapat
2. GDA dalam
menunjukkan
rentang
efek
normal
hipoksemia
3. Bebas gejala
pada fungsi
distres napas
jantung
3. Pada klien
emfisema
3. Awasi GDA dan
biasanya
nadi oksimetri
PaCO2
meningkat dan
PaO2 menurun,
sehingga
hipoksia terjadi
dengan derajat
lebih kecil atau
lebih besar
4. Dapat
memperbaiki/m
4. Kolaborasi
encegah
pemberian
memburuknya
oksigen
hipoksia.
tambahan sesuai
dengan indikasi
hasil GDA dan
toleransi pasien
6. Berikan
vitamin/mineral/elekt 6. Mengatasi
rolit sesuai indikasi kekurangan
keefektifan
terapi nutrisi
7. Kolaborasi dengan
dokter untuk 7. Menurunkan
memberikan oksigen dispnea dan
tambahan selama meningkatkan
makan sesuai indikasi energi untuk
makan
meningkatkan
masukan
E. Iplementasi
Implementasi sesuai dengan intervensi di atas
F. Evaluasi
1. jalan napas pasien berbunyi vesikuler
2. pasien Mampu batuk efektif
3. pasien dapat Mengeluarakan sekret tanpa bantuan
4. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
5. GDA dalam rentang normal.
6. Pasien dapat Bebas dari gejala distres napas.
7. BB pasien meningkat /ideal
8. Porsi makan yg diberikan habis.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik
penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang berkurang akibat
destruksi dinding alveolus dan pelebaran ruang distal di udara bronkiolus
terminal. Kerusakan dapat terbatas hanya dibagian sentral lobus, dalam hal ini
yang paling berpengaruh adalah intregitas dinding bronkiolus, atau dapat
mengenai paru secara keseluruhan, yang mengakibatkan kerusakan bronkus dan
alveolus.hilangnya elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus. ada
tiga bentuk yang paling penting sehubungan dengan PPOM, yaitu Empisema
sentrilobular (CLE), Empisema panlobular (PLE) atau panasinar, dan Empisema
dan bronchitis kronis. Dan juga ada tiga diagnose yang di dapat dari penyakit
empisema yaitu: Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme, Kerusakan
pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh
bronkospasme, dan Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
anoreksia.
B. Saran.
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca ataupun pembuat
makalah.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perawat dalam memberikan
tindakan asuhan keperawatannya kepada pasien.
Daftar Pustaka