Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS KOMPLIKASI DAN KEGAWAT

DARURATAN MATERNAL NEONATAL

Dosen Pengampu : Fazar Kumaladewi S. ST., M.Keb

Disusun Oleh :

1. Miftakhul Jannah 10180000100

2. Dian Islami 10180000098

3. Elza Hemas 10180000103

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

TAHUN 2019
ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PADA NY. A USIA 34 TAHUN DENGAN
GRANDE MULTIPARA DI BPM DELIMA

Seorang ibu bernama Ny. A usia 34 tahun G7P6A0 HPHT 14 Februari 2019 datang ke
BPM Delima ingin memeriksakan kehamilannya, Ia menegeluhkan keluar darah merah terang
encer dan tidak disertai nyeri.selama hamil ia baru melakukan 2 kali pemeriksaan kehamilan, dan
belum pernah USG sebelum nya

Nama : Ny. A Tanggal : 03 Oktober 2019


Usia : 34 Tahun Pukul : 10.00 WIB

S : Ny. A mengatakan ingin memeriksakan kehamilannya, ia mengeluhkan mengeluarkan


darah berwarna merah segar, encer dari jalan lahir pada pukul 07.00 WIB, tanpa disertai
nyeri perut dan ibu mengatakan masih merasakan adanya gerakan janin, ibu cemas
dengan kehamilannya

O : KU : Baik Kesadaran : Composmentis


KE : Stabil
TTV : TD : 120/70 mmHg, ND : 80 x/menit, S : 36,7 ℃, Rr : 20 x/menit
BB : 60 Kg TB : 158 Cm
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Rambut : Bersih, tidak rontok, hitam
Muka : Kelopak mata : Tidak oedema
Konjungtiva : Kemerahan
Sklera : Tidak ikterik
Mulut dan gigi : Lidah dan geraham : Bersih
Gigi : Tidak karies
Kelenjar Tiroid : Pembesaran Kelenjar : Tidak ada
Kelenjar Getah Bening : Pembesaran : Tidak ada
Dada : Normal
Jantung : Normal
Paru – paru : Normal
Payudara : Pembesaran : Ada
Puting Susu : Menonjol
Simetris : Ada
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : Belum ada
Rasa Nyeri : Tidak ada
Lain-Lain : Tidak ada
Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakakang : Normal
Pinggang (nyeri ketuk) : tidak
Ekstreminitas atas dan bawah : Oedema : Tidak ada
kekakuan Otot : Tidak ada
kemerahan : Tidak ada
varises : Tidak ada
reffleks : Kanan/kiri +/+
Abdomen
Bekas luka operasi : Tidak Ada Pembesaran : Sesuai Uk
Konsistensi : Normal Benjolan : Tidak ada
Pembesaran lien/liver : Tidak ada
Kandung kemih : Kosong

Pemeriksaan Kebidanan
Tinggi Fundus Uteri : 29 Cm
Palpasi uterus
Leopold I : Teraba bagian atas perut ibu bulat, lunak, tidak melenting yaitu bokong
Leopold II : Teraba bagian kanan perut ibu panjang, lebar keras seperti papan yaitu
Punggung
Teraba bagian kiri perut ibu bagian terkecil janin yaitu ekstermitas
Leopold III : Teraba bagian bawah perut ibu bulat, keras, melenting yaitu kepala
Leopold IV : Kepala bayi belum masuk PAP (Konvergen)
Kontraksi : Belum Ada
Fetus : Letak : Memanjang
Posisi : Normal
Penurunan : Konvergen
Pergerakan : > 11 kali Presentasi : Kepala
TBJ : 2.790 Gram

Auskultasi
Denyut jantung fetus : Positif
Puntum maksimum : Kanan bawah perut ibu
Frekuensi : 147x/Menit

Anoginetal (Inspeksi)
Perineum : Luka parut : Tidak ada
Vulva vagina : Warna : Kemerahan Luka : Tidak ada
Fistula : Tidak ada Varises : Tidak ada
Pengeluaran Pervagina : Ada Warna : Merah terang
Konsistensi : Encer Jumlah : ± 50 cc
Kelenjar bartholini : Pembengkakan : Tidak Ada
Anus : Hemeroid : Tidak ada
Pemeriksaan Inspekulo : terlihat perdarahan berasal dari segmen bawah rahim

A :
Diagnosa Ibu : Ny. A usia 34 tahun G7P6A0 Hamil 33 Minggu dengan dugaan plasenta previa
Dasar : HPHT 14 Februari 2019 ibu mengatakan ia pernah melahirkan 6 kali dan belum
pernah keguguran
Masalah potensial :
- Antisipasi terjadinya perdarahan antepartum
- Antisipasi terjadinya syok hipovolemik
Diagnosa Janin : Janin tunggal hidup intra uteri presentasi kepala
Dasar : Djj : 147 x/menit
Leopold I : Bokong, Leopold II : Kanan Puka, Kiri Puki, Leopold III : Kepala,
Leopold IV : Konvergen
Masalah Potensial : Antisipasi terjadinya asfiksia intra uterin

P :
1. Bina hubungan baik bidan dengan ibu hamil
2. Memberitahu hasil pemeriksaan ibu dan janin, hasil TTV : TD : 120/70 mmHg, ND : 80 x
/menit, S : 36,7 ℃, Rr : 20 x/menit, Djj : 147x/menit
3. Mengatasi keluhan ibu dengan cara memberitahu bahwa perdarahan yang ibu alami diduga
plasenta previa, dan jelaskan pada ibu bahwa plasenta previa adalah plasenta yang letaknya
tidak normal sehingga menyebabkan ibu mengalami perdarahan.
4. Anjurkan ibu untuk jangan terlalu banyak bergerak, dan inform consent kepada ibu dan
keluarga bahwa ibu akan dirujuk ke Rs untuk penanganan yang lebih lanjut, seperti USG
untuk mengetahui lebih jelas keadaaan yang dialami ibu sekarang.
5. Anjurkan ibu untuk tetap menjaga personal hygiene seperti mengganti pembalut jika sudah
terasa penuh
6. Anjurkan ibu untuk tidak berhubungan suami istri terlebih dahulu
7. Mendokumentasikan

E :
1. Ibu sudah mengertahui keadaan diri dan janinnya
2. Ibu sudah mengerti dan memahami apa yang sudah dijelaskan oleh bidan dan ibu mau
melaksakan anjuran bidan
3. ibu sudah di rujuk dan sudah mendapat penanganan dari dokter.
4. dokumentasi telah dilakukan
Resiko atau Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan Grande multipara :

A. Plasenta previa
a. Definisi
Plasenta yang berimplantasi diatas atau mendekati ostium serviks interna.
Jenis-jenis Plasenta previa berdasarkan lokasinya :
1 Plasenta previa totalis : ostium interna ditutupi seluruhnya oleh plasenta
2 Plasenta previa parsialis : ostium interna ditutupi sebagian oleh plasenta
3 Plasenta previa marginalis : tepi plasenta terletak ditepi ostium internal
4 Plasenta previa letak rendah : plasenta berimplementasi di segmen bawah uterus
sehingga tepi plasenta terletak dengan ostium
b. Faktor presdiposisi
1. Kehamilan dengan ibu usia lanjut
2. Multiparitas
3. Riwayat secsio sesaria sebelumnya
4. Vaskularisasi plasenta yang terganggu
5. Gemeli (plasenta pada kehamilan kembar memerlukan luas permukaan yang lebih
besar bagi perlekatannya)
c. Diagnosis
1. Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan >22 minggu
2. Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia
3. Syok
4. Tidak ada kontraksi uterus
5. Palpasi abdomen akan mendapatkan uterus yang teraba lunak dan tidak nyeri
6. Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul
7. Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin
Penegakan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG
d. Patofisiologis
Implementasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan :
1. Endomentriumdi fundus uteri belum siap menerima implantasi
2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu
memberikan nutrisi ke janin
3. Vili korealis pada korion leave (korion yang gundul yang persisten)
Sebuah penyebab utama pada perdarahan trimester tiga yaitu plasenta previa
yang memiliki tanda khas dengan perdarahan tanpa rasa sakit perdarahan
diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen bawah rahim
pada trimester tiga, dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim lebih
melebar lagi dan serviks mulai membuka, apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah rahim, pelebaran segmen bawah rahim dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa diikuti tanpa terlepasnya sebagian
plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan, darahnya
bewarna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta
yang bewarna kehitam-hitaman.
Sumber perdarahannya ialah sinus uteri yang robek karena terlepasnya
plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen
bawah rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu,sebagaimana serabut
otot uterus menghentikan perdarahan pada kala tiga dengan plasenta yang letanya
normal, makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.
e. Tatalaksana
“Tatalaksana umum”
1. “Perhatian” tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia
kesiapan untuk seksio sesarea, pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati-hati,
untuk menetukan sumber perdarahan.
2. Perbaiki kekurangan cairan / darah dengan infus cairan intravena (NaCl) 0,9 % atau
Ringer Laktat
3. Lakukan penilaian jumlah perdarahan
4. Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan
5. Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi premature, timbangkan
terapi ekspektatif
“Tatalaksana Khusus”
Terapi Konservatif
Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasif
1. Syarat terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan
atau tanpa pengobatan tokolitik
b. Belum ada tanda inpartu
c. Keadaan umum ibu cukup baik ( kadar Hb dalam batas normal )
d. Janin masih hidup dan kondisi janin baik
2. Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis
3. Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta
4. Berikan tolitik bila ada kontraksi
a. MgSO4 4g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, atau
b. Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethasone 12 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru janin
5. Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferrous fumarat per oral 60 mg selama 1
bulan.
6. Pastikan tersedianya sarana tranfusi
7. Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mg masih lama, ibu dapat
dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke RS jika terjadi perdarahan.

Terapi Aktif
1. Rencana terminasi kehamilan jika :
a. Usia kehamilan cukup bulan
b. Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi kelangsungan
hidupnya (misal anensefali )
c. Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa memandang
usia kehamilan
d. Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi
kepala, maka dapat dilakukan pemecahan selaput ketuban dan persalinan
pervaginam masih dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea.
2. Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari tempat
plasenta :
a. Jahit lokasi perdarahan dengan benang
b. Pasang infus oksitosin 10 unit 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau RL) dengan
kecepata 60 tetes / menit.
c. Jika perdarahan terjadi pasca salin, segera lakukan penanganan yang sesuai,
seperti ligase arteri dan histerektomi.

B. Atonia uteri
a. Definisi
kegagalan otot-otot rahim untuk mempertahankan kontraksi setelah melahirkan
bayi sehingga tidak dapat menekan pembuluh darah yang berada di tempat menempelnya
plasenta.
b. Faktor predisposisi
1. Melahirkan bayi kembar
2. Melahirkan bayi yang lebih besar dari kebanyakan bayi lainnya
3. Berusia lebih dari 35 tahun
4. Mengalami obesitas
5. Memiliki terlalu banyak cairan ketuban (polyhidramnion)
6. Memiliki riwayat melahirkan yang banyak
7. Persalinan lama atau cepat
8. Gangguan gizi pada ibu hamil
9. Anemia selama masa kehamilan
c. Diagnosis
1 Keluarnya darah yang sangat banyak dan tidak terkontrol setelah bayi dilahirkan
2 Tekanan darah menurun
3 Peningkatan denyut jantung
4 Rasa nyeri
5 Nyeri punggung
d. Patofisiologi
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan
setelah melahirkan, ataonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini, perdarahan post
partum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut myometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisi daerah implantasi plasenta, atonia
uteri terjadi apabila serabut-serabut myometrium tersebut tidak berkontraksi.
e. Tatalaksana
Tatalaksana Umum
1. Penilaian kegawatdaruratan tanda-tanda syok, dan pemberian oksigen
2. Kenali dan tegakan diagnose kerja atonia uteri
3. Sementara pemasangan infus dan pemberian uterotornika, lakukan kompres bimanual
4. Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal,
lakukan evaluasi sisa plasenta) dan tidak ada laserasi jalan lahir
5. Lakukan katerisasi jika kandung kemih penuh
6. Pantau terus tanda-tanda vital pasien
7. Berikan tranfusi darah jika diperlukan
Tatalaksana Khusus
1. Lakukakan pemijatan uterus
2. Pastikan plasenta lahir lengkap
3. Berikan 20-40 unit oksitoksin dalam 1000 ml larutan NaCL 0,9 % / RL dengan
kecepatan 60 tetes per menit dan 10 unit IM lanjutkan infus oksitoksin 20 unit dalam
1000 ml larutan NACL 0,9% / RL dengan kecepatan 40 tetes /menit hingga
perdarahan berhenti.
4. Bila tidak tersedia oksitoksin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan ergometrin
0,2 mg IM atau IV (lambat) dapat di ikuti pemberian 0,2 ml IM setelah 15 menit, dan
pemberian 0,2 ml IM atau IV (lambat) setiap 4 jam di perlukan jangan berikan lebih
dari 5 dosis (1 mg). catatan : jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitoksin, jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi
berat/ tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh darah tepi
5. Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 gr asam traneksamat IV (bolus selama 1
menit,dapat di ulang setelah 30 menit)
6. Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5 menit
7. Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih memadai sebagai
antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.
8. Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus tidak
membaik, dimulai dari yang konserfratif.

C. Ruptur uteri
a. Definisi
Rupture uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya
regang myometrium.
b. Faktor predisposisi
Secara teori robekan Rahim dapat dibagi sebagai berikut :
1. Spontan :
 Karena dinding rahim lemah seperti pada luka SC, luka myomenukleasi,
hypolapsia uteri. Mungkin juga karena curettage, pelepasan placenta manual, dan
sepsis postpartum dan pasca abortus.
 Dinding Rahim baik, tapi rupture terjadi karena bagian depan tidak maju,
misalnya pada panggul sempit dan kelainan letak, kelainan bentuk panggul, janin
besar seperti janin penderita DM, hydropfetalis, post maturitas dan grande
multipara.
 Campuran
2. Violent (Rudapaksa) :
 Kerana trauma, kecelakaan.
 Karena pertolongan versi dan ekstraksi (ekspressi kristeller), ekstraksi forsep,
embriotomi, versi Braxton hicks, sindroma tolakan (pushing sindrom), manual
placenta, curetase, pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan serta trauma
tumpul dan tajam dari luar.
c. Diagnosis
1 Perdarahan intraabdominal, dengan atau tanpa perdarahan pervagina
2 Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah rupture terjadi)
3 Syok atau takipkardi
4 Adanya cairan bebas intraabdominal
5 Hilangnya gerak dan denyut jantung janin
6 Bentuk uterus abdomal / kontur nya tidak jelas
7 Dapat di dahului oleh lingkaran kontriksi (bandls ring)
8 Nyeri raba atau tekan dinding perut
9 Bagaian-bagian janin mudah dipalpasi
d. Patofisiologi
1. Rupture uteri spontan
Rupture uteri ini terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut).
Faktor pokok disini adalah persalinan tidak berjalan dengan baik karena ada halangan
mislanya panggul yang sempit, hidrosefalus, janin letak lintang, dan lain-lain.
Sehingga segmen bawah uters semakin lama makin diregangkan, pada suatu saat
peregangan terus bertambah melaupaui batas kekuatan jaringan myometrium, maka
terjadilah rupture uteri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan rupture uteri adalah multiparitas,
stimulus oksitosin dll. Disini di tengah-tengah myometrium sudah terdapat banyak
jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga
regangan lebih mudah menimbulkan robekan. Pada persalinan yang kurang lancar,
dukun-dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah terus menerus pada fundus
uterus hal ini dapat menambahkan tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah
regang dan mengakibtkan terjadinya rupture uteri, pemberian oksitosin dalam dosis
yang tinggi dapat menyebabkan rupture uteri.
2. Rupture uteri traumatic
Rupture uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh,
kecelakaan. Robekan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang
terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih
serig terjadi adalah rupture uteri yang dinamakan rupture uteri violent.
e. Tatalaksana
1. Tatalaksana umum
 Berikan oksigen
 Perbaiki kehilangan volume darah dengan pemberian infus cairan intra vena
( NaCl 0,9 % / RL ) sebelum tindakan pembedahan.
 Jika kondisi ibu setabil , lakukan seksio sesarea untuk melahirkan bayi dan
plasenta
2. Tatalaksana khusus
 Jika uterus dapat diperbaiki dengan resiko operasi lebih rendah daripada
histerektomi dan tepi robekan uterus tidak nekrotik, lakukan reparasi uterus
(histerorafi) tindakan ini membutuhkan waktu yang lebigh singkat dan
menyebabkan kehilangan darah yang lebih sedikit dibanding histerektomi.
 Jika uterus tidak dapat diperbaiki, lakukan histrektomi subtotal, jika robekan
memanjang hingga servik dan vagina, histerektomi total mungkin diperlukan.
D. Pathway

1. Pathway Plasenta Previa

1. Operasi Sc sebelumnya Merokok Kehamilan Vaskularisasi Zygot tertanam


kembar sangat rendah pada
2. Wanita usia > 30 tahun kavum uteri
Kadar O2 Aliran darah
3. Plasenta previa Plasenta
dalam keplasenta
sebelumnya besar Membentuk
tubuh jalan
plasenta yang
4. Jumlah kehamilan
berdekatan
sebelumnya Membentang Plasenta
dengan ostium
Merangsang luas pada meluaskan
internam servisis
pertumbuhan daerah permukaan
plasenta uterus
besar Plaaenta tertanam
kuat pada ostium
internam servisis

Plasenta berimplantasi
disekitar segmen
bawah rahim

Menutup sebagian atau


seluruh osteum uteri
interaum

Plasenta Previa
2. Atonia Uteri

ATONIA UTERI

Gangguan retraksi kontraksi


otot uterus, uterus flaccid

Sinus-sinus maternalis tetap


terbuka penutup pembuluh
darah terlambat

Perdarahan banyak pervagina

Darah keluar Berkurangnya volume Perdarahan terus- Ancaman


banyak intravaskuler menerus kematian ibu

Eritrosit Cairan tubuh Respon psikologik


Transport O2 Volume sekuncup
keluar, Hb

Fungsi organ Kekurangan Gelisah, cemas


Mukosa pucat terganggu volume cairan Curah jantung
konjungtiva
anemis lemah,
pandangan Depresi sum- Kelemahan Suplai darah ke Ansietas
berkunang” sum tulang tubuh jaringan

Resiko anemia Pembekuan Defisit


perawatan diri TD, nadi cepat dan
leukosit
kecil, akral dingin pucat
CPR memanjang
Resiko infeksi

Resiko tinggi
syok
3. Rupture Uteri

SPONTAN

Dinding Rahim lemah, luka VIOLET


seksio, lukaenoldean mioma,
Trauma, penolongan awal dan
bypoplasia uteri,
ekstrasi
kuretase,pelapasan plasenta
secara manual sepsis pasca
persalinan/pasca abortus

Dinding korpus uteri menebal


dan volume korpus uteri lebih
His korpus uteri berkontraksi
kecil

Tubuh janin menepati korpus


SBR lebih lebar uteri terdorongnya kebawah dan
kedalam SBR

Dinding SBR menipis


karena tertarik keatas Lingkaran retralgi fisiologis
oleh kontraksi SAR meninggi kearah pusat
kuat melewati fisiologis menjadi
partofisiologis

SBR tertarik dan his


berlangsung kuat terus Lingkaran bundle meningkat
menerus

Tentukan diserviks Bagian bawah janin tidak


dan his berlangsung kunjung turun kebawah
kuat terus menerus melalui jalan lahir

Lingkaran retraksi
semakin meningkat
Robekan pada SBR
Rupture
Untuk menghindari berbagai
uteriresiko kehamilan grande multipara, sebaiknya rencanakan

kehamilan dengan baik sehingga menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang masih cukup

tinggi di Indonesia. Jika sudah terlanjur mengalami grande multipara, sebaiknya deteksi

kehamilan sejak dini sehingga kemungkinan kelainan dan komplikasi masih bisa diatasi sejak

dini.
DAFTAR PUSTAKA

WHO. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Hesti Kurniasih, F. S. (2017). Buku Saku Kebidanan Kegawatdarutatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta: CV Trans Info Media
lokcharat, A. (2014). Asuhan Kebidanan Patologi. Tanggerang: BINARUPA AKSARA.

Anda mungkin juga menyukai