Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

ANALISIS PENCEMARAN AIR MENGGUNAKAN METODE SEDERHANA


PADA SUNGAI JANGKUK, KEKALIK DAN SEKARBELA KOTA MATARAN

Disusun Oleh:
Nadila Anggraini S.
171810301001

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak
ada kehidupan seandainya tidak ada air di bumi. Namun, air dapat menjadi malapetaka
jika tersedia dalam kondisi yang tidak benar, baik kualitas maupun kuantitas airnya. Air
yang bersih sangat dibutuhkan manusia, baik untuk keperluan sehari – hari, untuk
keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, dan sebagainya. Saat ini air menjadi
masalah yang memerlukan perhatian serius. Untuk mendapatkan air yang baik sesuai
dengan standar tertentu sudah cukup sulit untuk didapatkan. Hal ini dikarenakan air
sudah banyak tercemar oleh bermacam – macam limbah dari berbagai hasil kegiatan
manusia. Sehingga menyebabkan kualitas air menurun, begitupun dengan kuantitasnya.
Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan
memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek
pengamatan dan pelestarian sumber daya air harus ditanam pada segenap pengguna air
(Effendi, 2003).
Kondisi air tercemar bisa terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan, seperti di
Teluk Jakarta yang berakibat bagi para petambak. Bukan hanya beberapa spesies ikan
yang hilang, tetapi udang dan bandeng juga banyak yang mati. Secara kimiawi
pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta termasuk cukup parah. Sehingga indikator
pencemar seperti kerang hijau terlah berkembang secara pesat. Selain itu, penggunaan
pestisida yang berlebihan dan berlangsung lama juga akan berakibat terjadinya
pencemaran air. Seperti yang terjadi di NTB, dimana terjadi pencemaran air akibat
penggunaan pestisida yang berlebihan dalam waktu yang lama. Petani menggunakan
pestisida di sekitar mata air Lingsar dan Ranget (Bali Post, 14/8/03).
Kondisi pencemaran air bisa juga terjadi di beberapa daerah kecil yang memiliki
industri yang tidak terlalu banyak, Seperti di Lombok NTB. Hal ini bisa terlihat dari
kondisi sungai yang kotor jika terlihat secara fisik. Beberapa sungai yang terletak sangat
strategis di kota Mataram seperti sungai jangkuk, kekalik dan sekarbela secara fisik
lingkungan sekitar sungai sangat kotor. Air sungai ini digunakan oleh penduduk untuk
mandi, mencuci dan memancing ikan di lingkungan sungai, padahal, secara fisik
lingkungan sekitar sungai ini sangat kotor oleh sampah karena sungai ini digunakan
sebagai tempat pembuangan sampah. Dengan demikian, air sungai ini sangat mungkin
mengalami pencemaran. Menurut warga sekitar sungai, mereka yang telah menggunakan
air sungai untuk berbagai aktivitasnya mengalami gatal-gatal, sehingga perlu dibuktikan
pencemaran yang terjadi pada ketiga air sungai (jangkuk, kekalik dan sekarbela) melalui
beberapa metode sederhana sehingga masyarakat mengetahui kondisi sungai tersebut dan
bisa melakukan analisis sederhana untuk mengetahui kualitas air yang akan dikonsumsi,
dan mengetahui faktor-faktor penyebab pencemarannya dan bagaimana cara
menangguanginya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diperoleh berdasarkan latar belakang diatas adalah
1.2.1 Bagaimana hasil uji secara fisika sederhana pada sampel air sungai Jangkuk,
Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram?
1.2.2 Bagaimana hasil uji secara biologi sederhana pada sampel air sungai Jangkuk,
Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram?
1.2.3 Bagaimana hasil uji secara kimia sederhana pada sampel air sungai Jangkuk,
Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram?
1.2.4 Apa saja faktor yang mempengaruhi pencemaran air sungai?
1.2.5 Bagaimana cara mengatasi pencemaran air sungai?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui hasil uji secara fisika sederhana pada sampel air sungai Jangkuk,
Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram.
1.3.2 Mengetahui hasil uji secara biologi sederhana pada sampel air sungai Jangkuk,
Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram.
1.3.3 Mengetahui hasil uji secara kimia sederhana pada sampel air sungai Jangkuk,
Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram.
1.3.4 Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pencemaran air sungai.
1.3.5 Mengetahui cara mengatasi pencemaran air sungai.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Air sungai yang diteliti adalah sungai Jangkuk, Kekalik dan Sekarbela yang ada di
Kota Mataram.
1.4.2 Uji dilakukan dengan metode uji kimia sederhana, biologi sederhana dan fisika
sederhana.
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari percobaan adalah untuk mengetahui kondisi sungai Jangkuk,
Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram. Manfaat lainnya yaitu mengetahui faktor yang
mempengaruhi pencemaran air sungai dan cara mengatasinya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Air
Air yang secara kimia, hanya terdiri dari atom H dan O mempunyai sifat yang unik.
Tanpa air tidak akan mungkin terdapat kehidupan. Air di alam dijumpai dalam tiga
bentuk, yakni bentuk padat sebagai es, bentuk cair sebagai air, dan bentuk gas sebagai
uap. Bentuk mana yang akan ditemui, tergantung keadaan cuaca setempat. Kepadatan
(density), seperti halnya bentuk, juga tergantung pada temperatur dan tekanan barometris
(P).
Pada umumnya densitas meningkat dengan menurunnya temperatur, sampai tercapai

maksimum pada 4oC Celsius, apabila temperatur turun lagi, maka densitas akan turun
pula. Sekalipun demikian temperatur air tidaklah mudah berubah. Hal ini nampak dari
spesifik heat air, yakni angka yang menunjukkan jumlah kalori yang diperlukan untuk

menaikkan suhu satu gram air satu derajat celsius. Spesifik heat air adalah 1 /gram/ oC,
suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan spesifik heat elemen-elemen lain di alam.
Dengan demikian tranfer panas dari dan kedalam air tidak banyak menimbulkan
perubahan temperatur.
Kapasitas panas yang besar ini juga menyebabkan efek stabilitas badan air terhadap
udara sekitarnya. Kondisi ini sangat penting untuk melindungi kehidupan akuatik yang

sangat sensitif terhadap gejolak suhu. Pada tekanan atmosfir air mendidih pada 100 oC,
karena tekanan di daerah tinggi lebih rendah dari satu atmosfir, maka air mendidih pada
temperatur yang lebih rendah.

2.1.2 Pencemaran Air


Istilah pencemaran air atau polusi air dapat dipersepsikan berbeda oleh satu orang
dengan orang lainnya mengingat banyak pustaka acuan yang merumuskan definisi istilah
tersebut, baik dalam kamus atau buku teks ilmiah. Pengertian pencemaran air juga
didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan dari pengertian pencemaran
lingkungan hidup yang didefinisikan dalam undang-undang. Dalam praktek
operasionalnya, pencemaran lingkungan hidup tidak pernah ditunjukkan secara utuh,
melainkan sebagai pencemaraan dari komponen-komponen lingkungan hidup, seperti
pencemaran air, pencemaran air laut, pencemaran air tanah dan pencemaran udara.
Dengan demikian, definisi pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan hidup yang
ditetapkan dalam UU tentang lingkungan hidup yaitu UU No. 23/1997.
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air
didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk
hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat
diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek
penyebab atau pelaku dan aspek akibat (Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa
masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga
menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur
pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin,
misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam,
atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi
hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan
aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu.
Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang
menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan
tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar
baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No.
23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat,
harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas
tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air. Sedangkan parameter kualitas air minum/air bersih yang terdiri
dari parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan mikrobiologi, ditetapkan dalam
PERMENKES 416/1990 (Achmadi, 2001). Air yang aman adalah air yang sesuai dengan
kriteria bagi peruntukan air tersebut. Misalnya criteria air yang dapat diminum secara
langsung (air kualitas A) mempunyai kriteria yang berbeda dengan air yang dapat
digunakan untuk air baku air minum (kualitas B) atau air kualitas C untuk keperluan
perikanan dan peternakan dan air kualitas D untuk keperluan pertanian serta usaha
perkotaan, industri dan pembangkit tenaga air. Contoh criteria air A, B , C dan D dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Daftar Kriteria Kualitas Air Golonagan A (Air yang dapat digunakan sebagai
air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu)
Kadar
No Parameter Satuan Keterangan
Maksimum
A FISIKA
1 Bau - - Tidak berbau
2 Jumlah zat padat terlarut mg/liter 1.000
(TDS)
3 Kekeruhan NTU 5
4 Rasa - - Tak berasa
5 Suhu 0C
6 Warna Skala TCU 15
B KIMIA
KIMIA ANORGANIK
1 Air raksa mg/liter 0,001
2 Aluminium mg/liter 0,2
3 Arsen mg/liter 0,05
4 Barium mg/liter 1,0
5 Besi mg/liter 0,3
6 Flourida mg/liter 0,5
7 Kadmium mg/liter 0,005
8 Kesadahan mg/liter CaCO3 500
9 Klorida mg/liter 250
10 Kromium valensi 6 mg/liter 0,05
11 Mangan mg/liter 0,1
12 Natrium mg/liter 200
13 Nitrat sebagai N mg/liter 10
14 Nitrit sebagai N mg/liter 1,0
15 Perak mg/liter 0,05
16 pH - 6,5 – 8,5 Batas min. dan
maks.
17 Selenium mg/liter 0,01
18 Seng mg/liter 0,01
19 Sianida mg/liter 0,1
20 Sulfat mg/liter 400
21 Sulfida sebagai H2S mg/liter 0,005
22 Tembaga mg/liter 1,0
23 Timbal mg/liter 0,05
KIMIA ORGANIK
1 Aldrin dan dieldrin mg/liter 0,0007
2 Benzena mg/liter 0,01
3 Benzo (a) Pyrene mg/liter 0,00001
4 Chlordane (total isomer) mg/liter 0,0003
5 Chlordane mg/liter 0,03
6 2,4 D mg/liter 0,10
7 DDT mg/liter 0,03
8 Detergen mg/liter 0,5
9 1,2 Dichloroethena mg/liter 0,01
10 1,1 Dichloroethana mg/liter 0,0003

Tabel 2.2 Daftar Kriteria Kualitas Air Golongan B (Air yang dapat digunakan sebagai air
baku air minum)
Kadar
No Parameter Satuan Keterangan
Maksimum
A FISIKA
1 Suhu 0C Suhu air Normal ± 30 C
2 Zat padat terlarut mg/liter 1.000
B KIMIA
KIMIA ANORGANIK
1 Air raksa mg/liter 0,001
2 Amonia bebas mg/liter 0,5
3 Arsen mg/liter 0,05
4 Barium mg/liter 1
5 Besi mg/liter 5
6 Flourida mg/liter 1,5
7 Kadmium mg/liter 0,018
8 Klorida mg/liter 600
9 Kromium valensi 6 mg/liter 0,05
10 Mangan mg/liter 0,5
11 Nitrat sebagai N mg/liter 10
12 Nitrit sebagai N mg/liter 1
13 Oksigen terlarut (DO) mg/liter - Air permukaan
dianjurkan ≥ 6
14 pH - 5-9
15 Selenium mg/liter 0,01
16 Seng mg/liter 5
17 Sianida mg/liter 0,1
18 Sulfat mg/liter 400
19 Sulfida sebagai H2S mg/liter 0,1
20 Tembaga mg/liter 1
21 Timbal mg/liter 0,1
KIMIA ORGANIK
1 Aldrin dan dieldrin mg/liter 0,017
2 Chlordane mg/liter 0,003
3 DDT mg/liter 0,042
Tabel 2.3 Daftar Kriteria Kualitas Air Golongan C (Air yang dapat digunakan untuk
keperluan perikanan dan peternakan)
Kadar
No Parameter Satuan Keterangan
Maksimum
A KIMIA
KIMIA ANORGANIK
1 Air raksa mg/liter 0,002
2 Amonia bebas mg/liter 0,02
3 Arsen mg/liter 1
4 Flourida mg/liter 1,5
5 Kadmium mg/liter 0,01
6 Klorin bebas mg/liter 0,003
7 Kromium valensi 6 mg/liter 0,05
8 Nitrit sebagai N mg/liter 0,06
9 Oksigen terlarut mg/liter - Disyaratkan ≥ 3
10 pH - 6–9
11 Selenium mg/liter 0,05
12 Seng mg/liter 0,02
13 Sianida mg/liter 0,02
14 Sulfida sebagai H2S mg/liter 0,002
15 Tembaga mg/liter 0,02
16 Timbal mg/liter 0,03
KIMIA ORGANIK
1 BHC mg/liter 0,21
2 DDT mg/liter 0,002
3 Endrin mg/liter 0,004
4 Fenol mg/liter 0,001
5 Minyak dan lemak mg/liter 1
6 Organofosfat dan karbamat mg/liter 0,1
7 Surfactant mg/liter 0,2
B RADIOAKTIVITAS
1 Aktivitas Alfa (Gross Alpha Bq/liter 0,1 Bq = Becquerel
Activity)
2 Aktivitas Beta (Gross Beta Bq/liter 1,0
Activity)

Tabel 2.4 Daftar Kriteria Kualitas Air Golongan D (Air yang dapat digunakan untuk
keperluan pertanian serta usaha perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air)
Kadar
No Parameter Satuan Keterangan
Maksimum
A FISIKA
1 Suhu 0C Suhu normal Sesuai dengan
kondisi
setempat
2 Zat padat terlarut (TDS) mg/liter 2.000 Tergantung jenis
tanaman. Kadar
maksimum
tersebut
untuk tanaman
yang tidak peka
3 Daya hantar listrik Mmhos/cm 2.250 Tergantung jenis
tanaman. Kadar
maksimum
tersebut
untuk tanaman
yang tidak peka
B KIMIA
KIMIA ANORGANIK
1 Air raksa mg/liter 0,005
2 Arsen mg/liter 1
3 Boron mg/liter 1
(Effendi, 2003)

2.1.3 Indikator Pencemaran Air


Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan
atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
2.1.3.1 Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan
rasa
2.1.3.2 Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat
kimia yang terlarut, perubahan pH
2.1.3.3 Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau
konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen
biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi
(Chemical Oxygen Demand, COD).
1. pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar
6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di
bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di
atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH
air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH
antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya
proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas
biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel 2.5 Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan
Nilai pH Pengaruh Umum
6,0 – 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami
perubahan
5,5 – 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos
semakin tampak
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih
belum mengalami perubahan yang berarti
3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral
5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
plankton, perifilton dan bentos semakin besar
2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa
zooplankton dan bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
plankton, perifilton dan bentos semakin besar
2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan
bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
(Efendi, 2003)
Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap
pH rendah. Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu bertahan
pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.
2. Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup
karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam air.
Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang
dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan
digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya.
Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir.
Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air
pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985).
Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi
manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah
cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam
berta yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme
akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat
dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992
dalam Effendi, 2003).
Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses
fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen
yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar
oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari,
tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini
mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar
oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari.
3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Dekomposisi bahan organic terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organic
menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan
anorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat
(nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan,
sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu.
Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan
organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses
oksidasi bahan organic berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978
(Effendi, 2003) proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh
mikroorganisme atau oleh bakteri aerobic adalah :
CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 – 3c/4) O2 → n CO2 + (a/2 – 3c/2) H2O + c NH3
Bahan organic oksigen bakteri aerob
Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap lengkap selama 20 hari, tetapi
penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup lama. Penentuan BOD ditetapkan
selam 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Selain memperpendek waktu yang
diperlukan, hal ini juga dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia
yang menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% - 80%
bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003).
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan
air. Air yang bersih relative mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan
yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic atau
bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya,
jumlah mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya,
maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh adalah
kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang
kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0 mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP,
1992. Sedangkan berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD 5 untuk baku mutu
limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150
mg/L.
4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam
air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis
maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh
kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas
CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O7 2- + H +→CO2 + H2O + Cr 3+
Jika pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi biologis,
misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan
pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat
dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam,
diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar
biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200
mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP,
1992).

2.1.4 Faktor – Faktor Penyebab Pencemaran Air Sungai


Perubahan pola pemamfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan
pemukiman serta meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap
kondisi hidrologis dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Selain itu, berbagai aktivitas
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah
tangga dan pertanian akan menghasilkan limbah yang memberikan dampak negatif dan
menurunkan kualitas air sungai (Suriawiria, 2003).
Pada dasarnya pencemaran air sungai di kota Mataram disebabkan oleh beberapa factor.
Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah (Chandrataruna, 2014):
1) Berkembangnya industri.
Saat ini industri – industri di Indonesia semakin berkembang, baik jumlah,
teknologi, tingkat produksi maupun limbah yang dihasilkan. Industri – industri khususnya
industri tahu dan tempe yang berada di daerah Kekalek dan hasil penyulingan emas yang
berada di daerah Sekarbela yang berada di dekat aliran sungai cenderung akan membuang
limbahnya ke dalam sungai yang dapat mencemari ekosistem air, karena pembuangan
limbah industri ke dalam sungai dapat menyebabkan berubahnya susunan kimia,
bakteriologi, serta sifat fisik air. Polutan yang dihasilkan oleh pabrik dapat berupa:
Logam berat: raksa (Hg) hasil penyulingan emas di Sekarbela. Panas: air yang tinggi
temperaturnya yang dihasilkan dari pembuatan tahu dan tempe di Kekalek sulit menyerap
oksigen (O2) yang pada akhirnya akan mematikan biota air.
2) Belum tertanganinya pengendalian limbah rumah tangga.
Limbah rumah tangga yang belum terkendali merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya air sungai. Karena dari limbah rumah
tangga dihasilkan beberapa zat organik dan anorganik yang dibuang dan dialirkan melalui
parit dan akhirnya bermuara ke sungai. Selain dalam bentuk zat organik dan anorganik,
dari limbah rumah tangga bisa juga membawa bibit – bibit penyakit yang dapat menular
pada hewan dan manusia sehingga menimbulkan epidemik yang luas di masyarakat.
3) Pembuangan limbah pertanian tanpa melalui proses pengolahan.
Limbah pertanian biasanya dibuang ke aliran sungai tanpa melalui proses
pengolahan, sehingga dapat mencemari air sungai karena limbah pertanian mengandung
berbagai macam zat pencemar seperti pupuk dan pestisida. Penggunaan pupuk di daerah
pertanian akan mencemari air yang keluar dari pertanian karena air ini mengandung
bahan makanan bagi ganggang dan tumbuhan air seperti kangkung sehingga ganggang
dan tumbuhan air tersebut mengalami pertumbuhan dengan cepat yang dapat menutupi
permukaan air dan berpengaruh buruk pada ikan – ikan dan komponen ekosistem biotik
lainnya. Penggunaan pestisida juga dapat mengganggu ekosistem air kerena pestisida
bersifat toksit dan akan mematikan hewan – hewan air, burung dan bahkan manusia.
4) Pencemaran air sungai karena proses alam
Proses alam juga berpengaruh pada pencemaran air sungai misalnya terjadinya
gunung meletus, erosi dan iklim. Gunung meletus dan erosi dapat membawa berbagai
bahan pencemaran salah satunya berupa endapan/sediment seperti tanah dan lumpur yang
dapat menyebabkan air menjadi keruh, masuknya sinar matahari berkurang, dan air
kurang mampu mengasimilasi sampah. Iklim juga berpengaruh pada tingkat pencemaran
air sungai misalnya pada musim kemarau volume air pada sungai akan berkurang,
sehingga kemampuan sungai untuk menetralisir bahan pencemaran juga berkurang.

2.1.5 Dampak Pencemaran Air


Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum,
meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan ekosistem sungai dan
danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam dsb. Di badan air, sungai dan danau,
nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air
yang di luar kendali yang disebut eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan
tersebut menyebabkan oksigen yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh
hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati,
dekomposisinya menyedot lebih banyak oksigen. Akibatnya ikan akan mati dan aktivitas
bakteri akan menurun.
Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 kategori (KLH, 2004)
1. Dampak terhadap kehidupan biota air
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar
oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air
yang membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu
kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan
pada tanaman dan tumbuhan air.
Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang
seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi sulit
terurai. Panas dari industri juaga akan membawa dampak bagi kematian organisme,
apabila air limbah tidak didinginkan dahulu.
2. Dampak terhadap kualitas air tanah
Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan faecal coliform telah
terjadi dalam skala yang luas. Hal ini telah dibuktikan oleh suatu survey sumur dangkal di
Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya pencemaran tersebut.
3. Dampak terhadap kesehatan
Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara lain :
i. air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen
ii. air sebagai sarang insekta penyebar penyakit
iii. jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia bersangkutan tak dapat
membersihkan diri
iv. air sebagai media untuk hidup vector penyakit.
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-borne diseases, atau
penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah.
Penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam
sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri, protozoa dan metazoa.

Tabel 2.6 Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agennya


Agen Penyakit
Virus
Rotavirus Diare pada anak
Virus Hepatitis A Hepatitis A
Virus Poliomyelitis Polio (myelitis anterior acuta)
Bakteri
Vibrio cholerae Cholera
Escherichia Coli Diare/Dysenterie
Enteropatogenik
Salmonella typhi Typhus abdominalis
Salmonella paratyphi Paratyphus
Shigella dysenteriae Dysenterie
Protozoa
Entamuba histolytica Dysentrie amoeba
Balantidia coli Balantidiasis
Giarda lamblia Giardiasis
Metazoa
Ascaris lumbricoides Ascariasis
Clonorchis sinensis Clonorchiasis
Diphyllobothrium latum Diphylobothriasis
Taenia saginata/solium Taeniasis
Schistosoma Schistosomiasis
(KLH, 2004)
4. Dampak terhadap estetika lingkungan
Dengan semakin banyaknya zat organic yang dibuang ke lingkungan perairan, maka
perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang
menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika lingkungan. Masalah
limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika. Selain bau, limbah tersebut
juga menyebabkan tempat sekitarnya menjadi licin. Sedangkan limbah detergen atau
sabun akan menyebabkan penumpukan busa yang sangat banyak. Inipun dapat
mengurangi estetika.

2.1.6 Cara Mencegah Pencemaran Air Sungai


Jumlah manusia terus bertambah dan kebutuhannya pun terus meningkat. Kebutuhan
tersebut dapat berupa kebutuhan primer maupun sekunder. Kebutuhan primer merupakan
kebutuhan pokok yaitu makanan, pakaian, perumahan, sedangkan kebutuhan sekunder
merupakan kebutuhan tambahan berupa kebutuhan rekreasi, transportasi dan lain lain.
Berbagai kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat
diperbarui. Pengambilan yang dilakukan secara terus menerus berdampak pada semakin
berkurangnya cadangan sumberdaya alam, khususnya yang tidak dapat diperbarui.
Pengambilan dan pemanfaatan sumberdaya alam juga menimbulkan kerusakan lingkungan
yang mengancam keberadaan manusia itu sendiri.
Kondisi diatas salah satu penyebab terjadinya pencemaran air, beberpa cara bisa
dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran air adalah:
a) Melestarikan hutan di hulu sungai.
Agar tidak menimbulkan erosi tanah di sekitar hulu sungai sebaiknya pepohonan
tidak digunduli atau ditebang atau merubahnya menjadi areal pemukiman penduduk.
Dengan adanya erosi otomatis akan membawa tanah, pasir, dan sebagainya ke aliran
sungai dari hulu ke hilir sehingga menyebabkan pendangkalan sungai.
b) Tidak membuang kotoran manusia di sungai.
Buang air kecil dan air besar sembarangan adalah perbuatan yang salah. Kesan
pertama dari tinja atau urin yang dibuang sembarangan adalah bau dan menjijikan. Tinja
juga merupakan medium yang paling cepat untuk perkembangan bibit penyakit dari yang
ringan sampai yang berat, oleh karena itu janganlah buang air besar sembarangan
khususnya di sungai.
c) Tidak membuang sampah di sungai.
Sampah yang dibuang sembarangan di sungai akan menyababkan aliran air di sungai
terhambat. Selain itu juga sampah juga akan menyebabkan sungai cepat dangkal dan
akhirnya memicu terjadinya banjir di musim penghujan, sampah juga membuat sungai
tampak kotor menjijikan dan terkontaminasi.
d) Tidak membuang limbah rumah tangga dan industri ke sungai.
Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri atau limbah rumah
tangga yang berupa cairan adalah dengan mambuangnya ke sungai. Limbah yang dibuang
secara langsung tanpa ada pengolahan terlebih dahulu tentu saja dapat menimbulkan
pencemaran mulai dari bau yang tidak sedap, pencemaran air, bahaya penyakit kulit serta
masih banyak lagi. Kondisi ini yang terjadi pada ketiga sungai yang diamati.
BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah dan kertas label, gelas
kimia, erlenmeyer, pipet tetes, botol air minum plastic, termometer, gelas ukur,
kertas indikator ph, hot plate, cawan petri, plastic, karet, botol kaca bening.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Sampel air sungai
sekarbela, air sungai jangkuk, air sungai kekalik, aquades dan air teh.

3.2 Diagram Alir

Sampel (air sungai jangkuk, kekalik


dan sekarbela)

-Diukur suhu masing- -Diukur pH dengan kertas


masing indikator -Dimasukkan
-Ditambahkan akuades -Ditambahkan air teh masing-masing
-Diperhatikan perubahan masing-masing sampel sample dalam botol
berupa warna, kekeruhan, -Dibiarkan selama kaca bening
suhu dan bau semalaman pada kondisi -Didiamkan selama
terbuka lalu diamati 5 hari dan diamati
Warna, perubahannya
kekeruhan, suhu, Perubahan sampel Perubahan sampel
bau sampel

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Uji fisika sederhana
Sampel (air sungai jangkuk, kekalik dan sekarbela) 50 ml dalam erlenmeyer
masing- masing diukur suhu air dan ditambahkan 25 ml aquades, dan diperhatikan
perubahan yang terjadi berupa perubahan warna, kekeruhan, suhu dan bau.
Sebagai kontrol aquades 25 ml dalam erlenmeyer tanpa sampel.
3.3.2 Uji kimia sederhana
Pengukuran pH air sampel menggunakan kertas indikator. Dalam 100 ml air
sampel masing-masin sungai dalam erlenmeyer ditambahkan 50 ml air teh, dan
dibiarkan selama semalam pada kondisi terbuka baru diamati.
3.3.3 Uji biologi
Masing-masing sampel air dimasukkan ke dalam botol kaca bening dan
didiamkan selama lima hari dan diamati perubahannya.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1 Tabel Hasil Uji Fisika
Uji Fisika Tawal ( □ Tcampuran ( □ Warna dan bau
C) C)
Sampel Air 30 29 Warna awal keruh setelah ditambah
Sungai aquades
Jangkuk kekeruhan air berkurang, bau
menyengat
Sampel Air 29 28,5 Warna awal keruh setelah ditambah
Sungai aquades
Kekalek kekeruhan air berkurang, bau
menyengat
Sampel Air 30 29 Warna awal keruh setelah ditambah
Sungai aquades
Sekarbela kekeruhan air berkurang, bau
menyengat

4.1.2 Tabel Hasil Uji Kimia


Uji Kimia pH Perubahan

Sampel Air Sungai 5

Jangkuk

Sampel Air Sungai 5


terdapat gumpalan hitam, warna menjadi
gelap dan terdapat lapisan minyak pada
Kekalek
permukaan air
Sampel Air Sungai 5

Sekarbela

4.1.3 Tabel Hasil Uji Biologi


Uji Biologi Hari 1-2 Hari 3 Hari 4
Sampel Air keadaan terdapat terdapat lumut pada dasar wadah
Sungai air biasa endapan sampel air sungai.
saja kotoran
berwarna
coklat ++
Jangkuk
Sampel Air terdapat
Sungai endapan
kotoran
berwarna
coklat +++
Kekalek
Sampel Air terdapat
Sungai endapan
kotoran
berwarna
coklat ++
Sekarbela

4.2. Pembahasan
4.2.1 Uji Fisika
Hasil uji secara fisika pada ketiga sampel air sungai tersebut menunjukkan
bahwa air sungai dari ketiga daerah telah tercemar dengan ciri-ciri fisik seperti
bau yang menyengat, warna air sangat keruh, dan suhu yang tinggi yang dapat
merusak ekosistem dan biota air. Perbandingan ketiganya air jangkuk lebih bersih
dibanding air kekalik dan sekarbela., ketiga air sungai sangat keruh, kekeruhan
sampel air disebabkan oleh partikel-partikel yang tersuspensi dalam air, baik yang
bersifat anorganik maupun organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan
tanaman dan hewan. Buangan industri juga dapat menyebabkan kekeruhan. Zat
organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung perkembang
biakannya. Kualitas air yang baik adalah jernih (bening) dan tidak keruh.
Ketiga sampel air sungai memiliki bau yang sangat menyengat. Air yang
mempunyai kualitas baik adalah tidak berbau. Bau dapat dirasakan langsung oleh
indera penciuman. Air yang mempunyai bau mengindikasikan ada terjadi proses
dekomposisi bahan – bahan organic oleh mikroorganisme dalam air, disebabkan
oleh senyawa fenol yang terdapat dalam air atau penyebab lainnya yang
menyebabkan air tidak tidak layak dikonsumsi. Air minum yang berbau selain
tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi
petunjuk akan kualitas air. Misalnya, bau amis dapat disebabkan oleh tumbuhnya
Algae.
Suhu ketiga sungai berkisar antara 29-30 C, air yang baik mempunyai suhu
normal yakni 25 □ C. Suhu air yang melebihi batas normal menunjukkan indikasi
terdapat bahan kimia yang terlarut dalam jumlah yang cukup besar atau sedang
terjadi proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Warna pada air
dapat disebabkan oleh macam – macam bahan kimia atau organik. Air yang layak
dikosnsumsi harus jernih dan tidak berwarna.
Air dalam keadaan normal memiliki karakteristik yang bersih dan tidak
bewarna. Biasanya perubahan warna dikarenakan adanya macam-macam warna
bahan buangan dari suatu industri seperti industri tekstil. Namun belum tentu air
bewarna lebih berbahaya dari pada air yang tidak bewarna. Sedangkan perubahan
bau biasanya dikarenakan kandungan protein yang berasal dari limbah industri.
Perubahan rasa dikarenakan adanya perubahan asam dan basa tercampur bahan
tercemar lainnya. Industri yang melakukan pembuangan limbah disekitar sungai
jangkuk dan kekalik sebagian besar adalah industri rumah tangga pembuatan tahu
tempe, sedang untuk sungai sekarbela ada pembuangan limbah industri kerajinan
emas.
Secara keseluruhan perubahan warna, bau, rasa, pH dan suhu dikarenakan
masuknya limbah ke dalam aliran sungai secara langsung tanpa adanya
pengolahan limbah terlebih dahulu. Dari kondisi fisik sungai bisa dikatakan
sungai mengalami pencemaran. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup No 4 Tahun 1982).
Sumber-sumber air semakin dicemari oleh limbah industri yang tidak
diolah atau tercemar karena penggunaan yang melebihi kapasitasnya untuk dapat
diperbaharui. Kalau kita tidak mengadakan perubahan radikal dalam cara kita
memanfaatkan air, mungkin saja suatu ketika air tidak lagi dapat digunakan tanpa
pengolahan khusus yang biayanya melewati jangkauan sumber daya ekonomi bagi
kebanyakan negara (Midleton, 2004). Sumber kehidupan ini persediaannya
terbatas dan semakin hari semakin terpolusi oleh kegiatan manusia sendiri, namun
masih terlalu banyak orang yang tidak mempunyai akses ke air. Sekalipun air
merupakan sumber daya yang terbatas, konsumsi air telah meningkat dua kali
lipat dalam 50 tahun terakhir dan kita gagal mencegah terjadinya penurunan mutu
air.
4.2.2 Uji Kimia
Setelah disimpan sehari semalam, sampel air sungai yang telah dicampur seduhan
teh terdapat gumpalan hitam, perubahan warna menjadi gelap dan lapisan minyak
pada permukaan air yang menunjukkan kualitas air tidak dapat dijadikan bahan
baku air minum. Alasan penggunaan seduhan air teh pada uji kimia ini adalah
karena kemampuan air untuk mengekstraksi komponen teh terutama kafein pada
teh. Kemampuan air untuk mengekstraksi akan berkurang bila kandungan zat
terlarutnya pada sampel air sungai sangat tinggi. Jika air yang digunakan untuk
menyeduh teh bersifat sadah sementara, maka Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2 akan
bereaksi dengan asam dan membentuk garam – garam Ca dan Mg dengan
melepaskan CO2 sehingga warna seduhan menjadi gelap. Sesuai dengan
persamaan berikut ini:
Ca(HCO3)2 (aq) + H+(aq) ---> CaCO3(s) + CO2 (g) + H3O+(aq)
Mg(HCO3)2 (aq) + H+ ---> MgCO3 (s) + CO2 (g) + H3O+(aq)
Semakin cepat perubahan yang terjadi pada air teh menunjukkan semakin
tinggi kandungan kimiawi air tersebut. Bila perubahannya lambat atau baru
berubah setelah pengamatan satu malam, kandungan kimiawinya lebih sedikit,
namun tetap air itu kurang baik dikonsumsi. Dapat digunakan untuk keperluan
lain, kecuali untuk dikonsumsi. Air yang mengandung tingkat kesadahan dan
kandungan logam tinggi dapat terlihat bila air teh berubah menjadi hitam, ungu
atau biru. Bila air tetap berwarna seperti air teh, maka secara kimia kualitas air itu
baik.
Selain menggunakan seduhan teh untuk uji kimia, dilakukan uji
menggunakan indikator universal untuk mengetahui pH dari ketiga sampel air
sungai. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa pH dari sampel air adalah 5.
Dari hasil ini menunjukkan bahwa air sungai Jangkuk, Sekarbela dan Kekalek
bersifat asam dan tidak layak untuk digunakan. Hal ini sesuai dengan peraturan
Permenkes bahwa air yang memiliki kualitas baik adalah air yang memiliki pH 7
(pH netral).
Parameter pH atau tingkat asiditas atau alkalinitas suatu sampel diukur
berdasarkan skala pH yang dapat menunjukkan konsentrasi ion hydrogen dalam
larutan tersebut. Reaksi kimia banyak dikendalikan oleh nilai pH dan demikian
pula aktivitas biologi yang biasanya dibatasi oleh rentang pH yang sangat sempit
(pH antara 6–8). Air yang terlalu asam atau basa tidak dikehendaki oleh karena
akan bersifat korosif atau kemungkinan akan sulit diolah.
Parameter pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan
intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan. pH juga merupakan satu cara
untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan satu
faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air
akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya
dalam melakukan koagulasi kimiawi, pelunakan air (water softening) dan
pencegahan korosi.
pH air dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat
tingkat keasaman atau kebasaan air, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada
proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses
pembahasan. Angka indeks yang umum digunakan 0 sampai 14 dan merupakan
angka logaritmik negatif dari konsentrasi ion hydrogen di dalam air. Angka pH 7
adalah netral, sedangkan angka pH lebih besar dari 7 menunjukkan air bersifat
basa dan terjadi ketika ion-ion karbonat dominan, dan pH lebih kecil dari 7
menunjukkan air bersifat asam (Asdak, 1995).
4.2.3 Uji Biologis
Analisa kualitas air secara biologis bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya bakteri dalam air. Secara langsung tidak dapat diketahui keberadaan
mikroorganisme. Namun, ini dapat dilakukan dengan uji sederhana yaitu dengan
cara mendiamkan air selama beberapa hari, pada penelitian ini didiamkan selama
lima hari. Dari hasil perlakuan uji biologis ini diperoleh data bahwa:
- hari pertama sampai hari kedua : keadaan air biasa saja
- hari ketiga : terdapat endapan kotoran berwarna coklat
- hari keempat dan kelima : terdapat lumut pada dasar wadah sampel air
sungai.
Endapan kotor berwarna coklat lebih banyak ditemukan pada air sungai
Kekalek daripada air sungai Sekarbela dan Jangkuk. Dan lumut lebih banyak
tumbuh pada sampel air sungai Sekarbela daripada air sungai Kekalik dan
Jangkuk. Adanya endapan dan lumut pada sampel air tersebut menunjukkan
bahwa adanya aktivitas biologis dan kimiawi mikroorganisme yang
mengkontaminasi kandungan air dan dapat merusak ekosistem serta biota air.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu
5.1.1. Berdasarkan pengujian secara fisik sampel air dari ketiga sungai tersebut
tercemar dari segi bau, warna dan suhu.
5.1.2. Berdasarkan pengujian secara biologi dapat diamati pada dasar wadah
sampel air terdapat lumut yang disebabkan aktivitas biologis dan kimiawi
mikroorganisme yang mengkontaminasi kandungan air dan dapat merusak
ekosistem serta biota air.
5.1.3. Berdasarkan pengujian secara kimia, dapat diketahui pH sampel air
sebesar 5 (bersifat asam), kemudian pengujian kimia ini juga dilakukan dengan
cara mencampurkan larutan sampel dengan teh, maka dapat diamati pada larutan
tersebut terdapat gumpalan hitam, perubahan warna menjadi gelap dan lapisan
minyak pada permukaan air yang menunjukkan kualitas air tidak dapat dijadikan
bahan baku air minum.
5.1.4. Faktor – faktor yang mempengaruhi pencemaran air sungai yakni,
berkembangnya industri – industri, belum tertanganinya pengendalian limbah
rumah tangga, pembuangan limbah pertanian tanpa melalui proses pengolahan
dan pencemaran air sungai karena proses alam.
5.1.5. Cara mengatasi pencemaran air sungai tersebut yakni melestarikan hutan
di hulu sungai, tidak membuang kotoran manusia di sungai, tidak membuang
sampah di sungai, tidak membuang limbah rumah tangga dan industri ke sungai.

5.2 Saran

Diperlukan pendekatan yang komprehensif dan holistic bagi


penanggulangan pencemaran air, agar dapat dipertahankan kualitas lingkungan
yang baik. Masyarakat juga harus memiliki kesadaran betapa bahayanya
percemaran air bagi kesehatan. Pemerintah juga hendaknya mengeluarkan
kebijakan yang pada dasarnya merangsang pengguna air untuk melakukan
efisiensi dengan menganggap bahwa air merupakan sumberdaya yang terbatas.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fachmi, Prof. Dr.MPH, Ph.D. Peranan Air Dalam Peningkatan
Kesehatan Masyarakat. www.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/berita/200104/lap-
perananair.pdf. Diakses pada tanggal 5 Maret 2004.
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Penelolaah Daerah Aliran Sungai. Penerbit
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Bali Post, 2003. Penggunaan Pestisida Pengaruhi Air.
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/8/14/nt1hl.htm. Diakses pada
tanggal 5 Maret 2004.
Chandrataruna, Ahmad. 2010. Apa Penyebab Polusi Air. http://id.shvoong.com/
exact- sciences/astronomy/2011490-apa- penyebab-polusi-air/. Diakses pada
tanggal 6 Mei 2014.
Effendi, Hefni, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup, 2004. Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Setiawan, Hendra, 2001. Pengertian Pencemaran Air Dari Perspektif Hukum.
http://www.menlh.go.id/airnet/Artikel01.htm. Diakses pada tanggal 7 Mei
2004.
Suriawiria., Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat.
Penerbit Alumni. Bandung.
Wardhana, Wisnu Aria, 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi
Offset Jogyakarta, Jogyakarta.
Warlina, Lina, 1985. Pengaruh Waktu Inkubasi BOD Pada Berbagai Limbah.
FMIPA Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai