Anda di halaman 1dari 13

BAB SALAM

Pengertian Dasar Akuntansi Salam

Salam berasal dari kata “As salaf” yang artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan

uangnya di muka.

Terminologi: Para fuqaha menamainya al mahawi’ij  (barang barang mendesak). Akad Salam

adalah sejenis jual beli yang mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada ditempat. Dilihat

dari sisi pembeli ia sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari sementara si penjual sangat

membutuhkan uang tersebut.(https://www.academia.edu/6756185/Bab_8_AKUNTANSI_SALAM)

Al-Salam atau salaf adalah jual beli barang secara tangguh dengan harga yang dibayarkan di muka,

atau dengan bahasa lain jual beli dimana harga dibayarkan di muka sedangkan barang dengan kriteria

tertentu akan diserahkan pada waktu tertentu.

1       Definisi fuqaha Syafi’iyah dan Hanbalih : Al-Salam adalah akad atau suatu barang dengan kriteria

tertentu sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang di bayarkan dalam majelis akad.

2       Definisi fuqaha Malikiyah : Al-Salam adalah jual beli dengan modal pokok yang dibayarkan dimuka

sedang barangnya diakhirkan atau ditunda penyerahannya sampai batas waktu tertentu. (Ghufron

A.Mas’adi, 2002: 43)

3       Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah : Salam  adalah jasa pembiayaan yang berkaitan

dengan jual beli yang pembiayaanya di lakukan bersamaan dengan pemesanan barang. (Mardani,

2012:113).

Dari beberapa definsi yang dikemukakan oleh ulama mazhab  tersebut dapat diambil intisari bahwa

salam adalah salah satu bentuk jual beli dimana uang harga barang dibayarkan secara tunai, sedangkan

barang yang dibeli belum ada, hanya sifat-sifat, jenis, dan ukurannya sudah disebutkan pada waktu

perjanjian dibuat.

Landasan Syari’ah
Landasan Syari’ah transaksi Ba’I as-Salam terdapat dalam Al-qur-an dan Al-Hadis.

1       Al-Qur’an

Terjemahannya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu

yang di tentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS.Al-Baqarah : 282)

2       Al- Hadis

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasullullah SAW. Datang ke Madinah di mana penduduknya

melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu, dua, dan tiga tahun.

Beliau berkata:

 ‫ف فِى شَئْ فَفِ ْي َك ْي ٍل َم ْعلُ ْو ٍم َو َو ْز ٍن َم ْعلُ ْو ٍم اِلَى اَ َج ٍل َم ْعلُ ْو ٍم‬


َ َ‫َم ْن اَ ْسل‬
 ”Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang

jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”

 Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasullulah saw, bersabda,:

“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah

(mudharabah),dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk

djual.”(HR.Ibnu Majah). (Muhammad Syafi’I Antonio, 2001:108)

B.        Ketentuan- Ketentuan dalam Akuntansi Salam

Ketentuan syar’I transaksi salam diatur dalam Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual

Beli Salam. Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, barang, salam parallel, waktu

penyerahan, dan syarat pembatalan kontrak. Ketentuan-ketentuan tersebut akan dibahas dalam aspek rukun

dan syarat salam berikut.

1       Rukun Salam

a.  Muslam (Pembeli atau pemesan)

b.  Muslam Ilaih  (Penjual atau penerima pesanan)


c.   Muslam fih  ( Barang yang di pesan)

d.  Ra’s al-mal  ( Harga pesanan/ modal yang dibayarkan)

e.  Shighat ijab qabul (ucapan serah terima)

2       Syarat Salam

a.  Syarat Aqidain : Muslam (pembeli atau pemesan) dan syarat Muslam Ilaih ( penjual atau penerima

pesanan).

1)    Harus cakap hukum (Berakal dan dapat membedakan)

2)    Suka rela, tidak dalam keadaan dipaksa/terpaksa/ dibawah tekanan.(M.Yazid Afandi,

M.Ag.,2009:162)

b.  Syarat Ra’s al mal (dana yang dibayarkan atau modal)

1)    Jenis  dan Jumlah Modal harus diketahui.

2)    Berbentuk tunai. Para ulama berbeda pendapat soal pembayaran berbentuk aset perdagangan.

Beberapa ulama menganggapnya boleh.

3)    Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau sebagai pelinasan utang. Hal

ini untuk mencegah praktek riba melalui mekanisme salam.

(https://www.academia.edu/6756185/Bab_8_AKUNTANSI_SALAM)

c.   Syarat Muslam fih (barang yang dipesan)

1)    Ditentukan dengan sifat-sifat tertentu, jenis, kualitas dan jumlahnya.

2)    Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan

tentang macam barang tersebut, tentang klasifikasi kualitas serta mengenai jumlahnya.

3)    Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.

4)    Tempat penyerahan barang harus disepakati oleh pihak-pihak yang berakad.

5)    Para ulama melarang penggantian barang yang dipesan (Muslam fih) dengan barang

lainnya. Penggantian ini tidak  diperkenankan, karena meskipun beum diserahkan, barang tersebut

tidak lagi milik Muslam alaih (penjual), tetapi sudah milik pemesan. Bila barang tersebut digant
dengan barang yang memiliki sfesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda,

para ulama membolehkannya.

6)    Satu jenis (tidak bercampur dengan jenis yang lain)

7)    Barang yang sah diperjual belikan.

d.  Syarat Ijab Qabul

1)    Harus jelas disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad.

2)    Antara ijab dan qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.

3)    Tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang

akan datang.

4)    Akad harus pasti, tidak boleh ada khiyar syarat. (M.Yazid Afandi, M.Ag.,2009:163-164)

3       Ketentuan umum pembiayaan salam adalah sebagai berikut:

a.    Pembelian hasil produksi harus di ketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu

dan jumlahnya. Misalnya, jual beli 100 Kg mangga harum manis kualitas A dengan harga Rp 5000,-/Kg,

akan diserahkan pada  panen dua bulan mendatang.

b.    Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka nasabah (produsen) harus

bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti

barang yang sesuai pesanan.

c.    Mengigat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka

dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti

BULOG, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme ini disebut parallel salam

4.     Ringkasan Tahapan Akad Salam dan Salam Parallel Menurut SOP Bank Syariah.

a.    Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada bank

syariah sebagai penjual.

b.    Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang yang

disepakati.
c.    Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan barang dimaksud (sesuai batas waktu yang disepakati

dengan harga yang lebih rendah)

d.    Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi

tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan

e.    Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal akad dan sisanya sebelum barang diterima

(atau sisanya disepakati untuk diangsur)

f.     Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk membeli barang dengan spesifikasi

tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan.

g.    Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah produsen pada saat pengikatan

dilakukan.

d.    Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah pembeli pada waktu yang di

tentukan. .(Mardani, 2012:123-124).

C.        Standar Akuntansi Salam dalam PSAK No.59 tentang Akuntansi Bank Syariah

Pengakuan dan Pengukuran Salam. PAR 69-80.

1.  Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam

ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang yang dipesan tsb diterima

sesuai dengan syarat-syarat tertentu .

Barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi. Tetapi penjual akan menyerahkannya

dikemudian hari setelah pembeli melakukan pembayaran di muka.

Keterangan:

(1)  Pembeli dan penjual menyepakati akad salam.

(2)  Pembeli membayar kepada penjual.

(3)  Penjual menyerahkan barang.


2.  Salam parallel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara bank dengan nasabah, dan antara

bank dan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya.( (Muhammad Syafi’I Antonio, 2001:110)

3.  Bank dapat bertindak sebagai pembeli (muslam) atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank

bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan

dengan cara salam maka hal ini disebut salam pararel, yaitu dilakukan dengan syarat:

a.    Akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir

b.    Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah

(Gambar (ii) salam parallel)

Syarat:

1)    Salam Parallel terjadi karena penjual tidak memiliki barang sehingga harus membeli dari suplier.

2)    Akad salam pertama ( 1a) terpisah atau tidak tergantung dengan akad salam pertama (1).

Keterangan:

1)  Pembeli dan penjual menyepakati akad salam.

2)  Pembeli membayar kepada penjual.

3)  Penjual menyerahkan barang.

c.    Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga

barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bank bertindak sebagai pembeli,

bankb syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari risiko yang merugikan bank.

d.    Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis,

kualitas, dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara

pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus

bertanggung jawab atas kelalaiannya.


Akuntansi Salam dan Salam Paralel

1.  Piutang salam diakui pada saat modal salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.

2.  Transaksi salam paralel diakui sebagai kewajiban pada saat bank menerima modal salam berupa kas atau

aktiva non-kas.

3.  Modal salam dapat berupa:

a.    kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan,

b.    aktiva non-kas diukur sebesar nilai wajar.

4.  Pengakuan dan pengukuran penerimaan barang pesanan:

a.     barang pesanan cocok, dinilai sesuai  nilai akad;

b.     jika barang pesanan berbeda kualitas:

1)     jika nilai pasar > = nilai (akad) barang pesanan, dinilai sesuai akad;

2)     jika jika nilai pasar < nilai (akad) barang pesanan, dinilai sebesar nilai pasar dan diakui kerugian.

c.    Jika bank tak menerima sebagian/seluruh barang pesanan:

1)     piutang salam tetap sesuai akad, jika tanggal pengiriman diperpanjang;

d.    jika bank tak menerima sebagian/seluruh barang pesanan:

1)     piutang salam berubah menjadi piutang jatuh tempo oleh nasabah sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi,

jika akad salam dibatalkan.

2)     jika ada jaminan atas barang pesanan:

a)   hasil penjualan  jaminan < nilai piutang salam, selisihnya diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada

nasabah, atau

b)   hasil penjualan jaminan > nilai piutang salam, selisihnya menjadi hak nasabah.

3)     bank dapat mengenakan denda kepada nasabah.

e.    Barang pesanan yang telah diterima:

1)     diakui sebagai persediaan;


2)     pada akhir periode, persediaan diukur sebesar nilai terendah antara biaya perolehan dan nilai tunai yang

dapat direalisasi, dan;

3)     jika nilai tunai yang dapat direalisasi lebih rendah maka selisihnya diakui sebagai kerugian pada laporan

laba rugi.

f.     Apabila bank melakukan transaksi salam paralel:

1)     selisih antara jumlah yang dibayar oleh nasabah dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai

keuntungan atau kerugian pada saat pengiriman barang pesanan oleh bank ke nasabah.

(https://www.pernyataan-standar-akuntansi-keuangan-psak-no-59:power point)

D.        Perlakuan Akuntansi Salam

1.     Pengakuan & Pengukuran

Seperti yang disebutkan dalam PSAK No. 103, bahwa Salam adalah akad jual beli muslam

fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya

dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat

tertentu. Transaksi salam terjadi karena pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk

memungkinkan penjual (produsen) menyediakan barangnya. Transaksi salam diselesaikan pada saat

penjual menyerahkan barang kepada pembeli.

Dengan demikian transaksi Salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih

dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen) memproduksi barang yang diinginkannya melalui pesanan

lebih dahulu. Barang yang dipesan memiliki spesifikasi khusus dan pembeli membutuhkan kepastian dari

pihak penjual. Transaksi Salam berakhir pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli.

Karakteristik dan harga barang harus sudah disepakati di awal akad. Jika ada ketidaksesuaian

karakteristik barang yang dikirimkan ke pembeli maka menjadi tanggung jawab penjual. Ketentuan harga

barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Alat pembayaran dapat berupa kas, barang atau
manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada saat akad disepakati dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan

hutang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain. Jaminan dapat diminta untuk menghindari

risiko yang merugikan.

Pada situasi dimana pihak penjual tidak dapat menyediakan sendiri barang pesanan dari pembeli maka

dilakukan Salam Paralel, yaitu entitas yang bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak

lain untuk menyediakan barang pesanan dengan transaksi Salam juga.

Ada kemungkinan kontrak salam dibatalkan oleh pembeli jika barang yang dipesan tidak tersedia pada

waktu yang ditentukan, barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad,

dan barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah.

2.     Penyajian

Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur

sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang

dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

a.    Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai Piutang salam.

b. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam

transaksi Salam disajikan secara terpisah dari Piutang salam.

c. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai Hutang Salam.

3.     Pengungkapan

Dalam catatan atas laporan keuangan, pembeli dan penjual dalam transaksi salam mengungkapkan hal-

hal berikut :

a.    Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama

dengan pihak lain;

b. Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan

c. Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK N0. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah.

(file:///C:/Users/user/Downloads/AKUNTANSI SALAM/Perlakuan Akuntansi Transaksi Salam Istutik’s Blog.html)


E.        Contoh Akad Salam

Kewajiban salam berakhir saat penyerahan barang salam oleh penjual (LKS) kepada pembeli

(nasabah). Jika penjual melakukan transaksi salam paralel dalam pengadaan barang, maka selisih antara

jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir (nasabah) dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai

keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan pesanan oleh penjual kepada pembeli akhir.

Berikut ini contoh akuntansi salam dimana LKS sebagai penjual:

Contoh Kasus 1

Tanggal 1 April 2015 Bank Berkah Syariah menerima pembayaran modal salam sebesar Rp

100.000.000 dari BULOG atas pemesanan beras jenis beras putih pandan wangi sebanyak 5 ton.

Penyerahan barang akan dilakukan 2 bulan kemudian.

Jurnal transaksi:

1 April 2015 Dr Kas Rp 100.000.000

Cr Hutang Salam Rp 100.000.000

Tanggal 30 Mei 2015 barang salam telah selesai pengerjaannya atau telah jadi dengan harga

perolehan sebesar Rp 80.000.000.

Jurnal transaksi:

1 Juni 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000

Cr Kas Rp 80.000.000

Tanggal 1 Juni 2015 berdasarkan kesepakatan Bank Berkah Syariah menyerahkan barang salam

yang dipesan oleh tuan Ahmad.

Jurnal transaksi:

1 Juni 2015 Dr Hutang Salam Rp 100.000.000

Cr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000


Cr Pendapatan Margin Salam Rp 20.000.000

Lembaga Keuangan Syariah (LKS)  Sebagai Pembeli

Pada umumnya atas pemesanan barang dengan akad salam oleh nasabah, LKS akan melakukan

salam paralel kepada pihak lain. Maka posisi LKS adalah sebagai pembeli.

Pada saat LKS menyerahkan modal salam kepada penjual diakui sebagai piutang salam sebesar

jumlah yang dibayarkan.

Berikut ini contoh akuntansi salam dimana LKS bertindak sebagai pembeli:

Contoh kasus 2

Tanggal 2 April 2015 Bank Berkah Syariah menyerahkan modal salam sebesar Rp 80.000.000

kepada KUD Petani Mandiri untuk pemesanan beras jenis “beras putih pandan wangi” sebanyak 5 ton.

Penyerahan barang akan dilakukan pada  tanggal 28 Mei 2015.

Jurnal transaksi:

2 April 2015 Dr Piutang Salam Rp 80.000.000

Cr Kas Rp 80.000.000

Barang pesanan yang diterima diakui sebagai persediaan. Pada saat penerimaan barang diakui dan

diukur sebagai berikut:

a.  Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati

Contoh :

Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima barang salam dari

KUD Petani Mandiri senilai Rp 80.000.000.

Jurnal :

28 Mei 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000


Cr Piutang Salam Rp 80.000.000
b.  Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:

1)  Barang pesanan yang diterima dinilai sesuai dengan nilai akad, jika nilai wajar dari barang pesanan yang

diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.

Contoh:

Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima barang salam dari KUD

Petani Mandiri senilai Rp 90.000.000.

Jurnal :

28 Mei 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 90.000.000

Cr Piutang Salam Rp 80.000.000


2)  Barang pesanan yang diterima dinilai diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya

diakui sebagai kerugian, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai barang

pesanan yang tercantum dalam akad

Contoh:

   Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima barang salam dari KUD

Petani Mandiri senilai Rp 70.000.000.

Jurnal :

28 Mei 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 70.000.000

Dr Beban Kerugian Salam Rp 10.000.000

Cr Piutang Salam Rp 80.000.000


(file:///C:/Users/user/Downloads/AKUNTANSI SALAM/Panduan Lengkap Akuntansi Salam Berdasarkan PSAK 103-

Akuntansi Keuangan.html)

F.        Manfaat dan Kelemahan Akad Salam


1.     Manfaat Akad Salam

Orang yang mempunyai perusahaan sering membutuhkan uang unuk keperluan perusahaan mereka,

bahkan sewaktu-waktu kegiatan perusahaan sampai terhambat Karena kekurangan bahan pokok.

Sedangkan pembeli selain akan mendapat barang yang sesuai dengan yang diinginkannya, maka ia pun

sudah menolong kemajuan perusahaan saudaranya. Untuk kepentingan itu, Allah swt. Membolehkan

akad salam.(Lukman Hakim, 2012:118)

2.     Kelemahan Akad Salam

Akan dimanfaatkan oleh orang yang sangat membutuhkan untuk menekan harga kepada penjual.

Sebagaimana islam sangat mengiginkan hambanya untuk mempermudah dan membantu pihak lain,

melakukan eksploitasi pihak lain atas nama syariat dan agama, untuk itu Nabi mencegah jual beli yang

dilakukan oleh orang yang sangat membutuhkan.(Abdul Sami’ Al-Mishri, 2006:107)

Anda mungkin juga menyukai