Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Durian
Durian (Durio zibethinus Murr) merupakan salah satu tanaman hasil
perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya
dimanfaatkan sebagai buah saja. Sebagian sumber literatur menyebutkan tanaman
durian adalah salah satu jenis buah tropis asli Indonesia (Rukmana, 1996).
Sebelumnya durian hanya tanaman liar dan terpencar-pencar di hutan raya
"Malesia",yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera dan Kalimantan.
Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian menyebar hingga ke seluruh
Indonesia, kemudian melalui Muangthai menyebar ke Birma, India dan Pakistan.
Adanya penyebaran sampai sejauh itu karena pola kehidupan masyarakat saat itu
tidak menetap. Hingga pada akhirnya para ahli menyebarluaskan tanaman durian ini
kepada masyarakat yang sudah hidup secara menetap (Setiadi, 1996).
Tanaman durian di habitat aslinya tumbuh di hutan belantara yang beriklim
panas (tropis). Pengembangan budidaya tanaman durian yang paling baik adalah di
daerah dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut dan
keadaan iklim basah, suhu udara antara 250-320C, kelembaban udara (rH) sekitar 50-
80%, dan intensitas cahaya matahari 45-50% (Rukmana, 1996). Klasifikasi ilmiah
tanaman durian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Durian
Kingdom Plantae (tumbuhan)
Divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo Malvaceae
Famili Bombacaceae
Genus Durio
Spesies Durio zibethinus Murr
Sumber: Rukmana (1996)
Buah khas daerah tropis ini termasuk ordo Malvaceae, family Bombacaceae,
dan genus Durio. Prof. Dr. A.J.G.H. Kostermans mencatat ada 27 spesies durian.
Sejumlah 19 spesies ditemukan di Kalimantan, 11 di Semenanjung Malaka, 7 di
Sumatera dan 1 di Myanmar. Dari sekian banyak spesies itu, yang bisa dimakan
hanya tujuh. Spesies lain tidak bisa dikonsumsi karena berbagai sebab; misalnya:
rasa tidak enak, buah terlalu kecil, atau daging buah tidak ada. Tujuh spesies durian
yang bisa dimakan itu terdiri dari: Durio zibethinus (durian), Durio kutejensis (lai),
Durio oxleyanus (kerantongan), Durio dulcis (lahong), Durio graveolens (labelak),
Durio grandiflorus (durian monyet), serta Durio testudinarium (durian kura-kura).
Dari ketujuh spesies itu hanya Durio zibethinus yang paling banyak dibudidayakan
karena buahnya enak (Untung, 1996).
Di Indonesia, ada 21 kultivar durian unggul yang dirilis oleh Dinas Pertanian,
yaitu: petruk, sukun, sitokong, kani, otong, simas, sunan, sihijau, sijapang, siriwig,
bokor, perwira, sidodol, bantal mas, hepe, matahari, aspar, sawah mas, raja mabah,
kalapet, dan lai mansau (Untung, 1996).
Buah durian berbentuk bulat, bulat panjang, atau variasi dari kedua bentuk
itu. Buah yang sudah matang panjangnya sekitar 30-45 cm dengan lebar 20-25 cm,
beratnya sebagian besar berkisar antara 1,5-2,5 kg. Setiap buah berisi 5 juring yang
didalamnya terletak 1-5 biji yang diselimuti daging buah berwarna putih, krem,
kuning, atau kuning tua. Besar kecilnya ukuran biji, rasa, tekstur dan ketebalan
daging buah tergantung varietas (Untung, 1996).
Daging buah strukturnya tipis sampai tebal, berwarna putih, kuning atau
kemerah-merahan atau juga merah tembaga. Buah durian berwarna hijau sampai
kecoklatan, tertutup oleh duri-duri yang berbentuk piramid lebar, tajam dan panjang
1 cm. Tiap pohon durian dapat menghasilkan buah antara 80-100 butir, bahkan
hingga 200 buah, terutama pada pohon durian berumur tua (Rukmana, 1996).
2.2 Manfaat dan Kandungan Gizi Durian
2.2.1 Manfaat Tanaman Durian
Manfaat tanaman durian selain buahnya sebagai makanan buah segar dan
olahan lainnya, juga terdapat manfaat dari bagian lainnya (AAK, 1997), yaitu:
1. Tanamannya sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring.
2. Batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga. Kayu durian
setaraf dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus.
3. Bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai
alternatif pengganti makanan.
4. Kulit dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus, dengan cara dijemur
sampai kering dan dibakar sampai hancur, dapat juga digunakan untuk
campuran media tanaman di dalam pot, serta sebagai campuran bahan baku
papan olahan serta produk lainnya.
5. Bunga dan buah mentahnya dapat dijadikan makanan, antara lain dibuat
sayur.

2.2.2 Kandungan Gizi Daging Buah Durian


Bagian utama dari tanaman durian yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial
cukup tinggi adalah buahnya. Buah yang telah matang selain enak dikonsumsi segar,
juga dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis makanan maupun pencampur
minuman seperti dibuat kolak, bubur, keripik, dodol, tempoyak, atau penambah cita
rasa ice cream. Disamping itu, buah durian mengandung gizi cukup tinggi dan
komposisinya lengkap, seperti disajikan pada tabel berikut (Rukmana, 1996).
Tabel 2. 2 Kandungan Gizi Buah Durian Per 100 gr Bahan
Kandungan Gizi Jumlah Satuan
Energi 134.0 Kal
Protein 2.4 Gr
Lemak 3.0 Gr
Karbohidrat 28.0 Gr
Kalsium 7.4 Mgr
Fosfor 44.0 Mgr
Zat besi (Fe) 1.3 Mgr
Vitamin A 175.0 SI
Vitamin B1 0.1 Mgr
Vitamin C 53.0 Mgr
Air 65.0 Gr
Bagian dapat dimakan 22.0 %
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1993)
2.2.3 Kandungan Gizi Biji Durian
Biji durian berbentuk bulat-telur, berkeping dua, berwarna putih kekuning-
kuningan atau coklat muda. Tiap rongga terdapat 2-6 biji atau lebih. Biji durian
merupakan alat atau bahan perbanyakkan tanaman secara generatif, terutama untuk
batang bawah pada penyambungan (Rukmana, 1996).
Biji durian dapat diperoleh pada beberapa daerah yang mempunyai potensi
akan adanya buah durian dimana biji durian tersebut menjadi salah satu limbah yang
terbengkalai atau tidak dimanfaatkan, yang sebenarnya banyak mengandung nilai
tambah. Agar limbah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana sifat bahan tersebut dan
digunakan dalam waktu yang relatif lama, perlu diproses lebih lanjut, menjadi
beberapa hasil yang bervariasi.
Di Indonesia biji durian memang belum memasyarakat untuk digunakan
sebagai bahan makanan. Biasanya biji durian hanya dikonsumsi sebagian kecil
masyarakat setelah direbus atau dibakar (Rukmana, 1996), padahal biji durian dapat
diolah menjadi makanan lain yang lebih menarik dan enak. Produk pengolahan biji
durian antara lain keripik biji durian, bubur biji durian dan tepung biji durian.
Biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga berpotensi
sebagai alternatif pengganti bahan makanan atau bahan baku pengisi farmasetik,
contohnya pati biji durian diketahui dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam
formulasi tablet ketoprofen (Jufri, 2006). Winarti (2006), menyebutkan bahwa biji
durian, bila ditinjau dari komposisi kimianya, cukup berpotensi sebagai sumber gizi,
yaitu mengandung protein 9,79%, karbohidrat 30%, kalsium 0,27% dan fosfor 0,9%
(Wahyono, 2009).
Menurut Genisa dan Rasyid (1994) dalam Muhamad Afif (2007), komposisi
kimia biji durian hampir sama dengan biji-biji yang termasuk famili Bombacaceae
yang lain, komposisi kandungan yang terdapat pada biji durian yang dimasak kadar
airnya 51,1 gram, kadar lemak 0,2 gram, kadar protein 1,5 gram, dan kadar
karbohidrat 46,2 gram. Biji dari tanaman yang famili Bombacaceae kaya akan
karbohidrat terutama patinya yang cukup tinggi sekitar 42,1% dibanding dengan ubi
jalar 27,9% atau singkong 34,7% (Afif, 2007).

2.3 Tepung Biji Durian dan Manfaatnya


Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus.
Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka
dari singkong, maizena dari jagung, atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung
ikan (Wikipedia, 2009). Tepung biji durian adalah tepung yang berasal dari biji
durian melalui proses penyortiran, pencucian, pengupasan, pemblansingan,
perendaman, pengirisan, pengeringan, dan penepungan.
Berdasarkan komposisinya, tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung
tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan, misalnya tepung
beras, tepung tapioka, tepung ubi jalar dan sebagainya, dan tepung komposit yaitu:
tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan. Misalnya tepung komposit
kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras, atau tepung komposit kasava-
terigu-pisang (Widowati, 2009).
Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan
pangan dipertahankan keberadaannya, kecuali air. Teknologi tepung merupakan
salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan
disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi),
dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin
serba praktis (Widowati, 2009).
Dengan biji durian yang diolah menjadi tepung, dapat diolah lebih lanjut
menjadi makanan seperti dodol, kue telur blanak, wajik, kue kering, dan berbagai
produk lainnya dimana bahan tepungnya dapat disubstitusi dengan tepung biji
durian.

2.4 Proses Pengolahan Tepung Biji Durian


Pengubahan bentuk biji durian menjadi tepung akan mempermudah
pemanfaatan biji durian menjadi bahan setengah jadi yang fleksibel, karena selain
tahan lama daya simpannya juga dapat dipakai sebagai penganeragaman pengolahan
bahan makanan.
1. Penyortiran
Pemilihan biji durian yang baik yang diambil dari buah durian yang dalam
keadaan baik, tidak terserang hama maupun penyakit. Biji durian berukuran besar
atau setidaknya beratnya minimal 35 gr sehingga apabila dikupas daging bijinya
banyak.
Gambar 2. 1 Proses penyortiran biji durian
2. Pencucian
Biji durian yang sudah disortir kemudian dicuci berulang kali sampai
bersih,setiap kali cuci airnya diganti. Pencucian ini berfungsi untuk melepaskan
segala kotoran yang melekat pada biji durian, terutama untuk menghilangkan daging
buah durian yang masih melekat pada bijinya (Afif, 2006).

Gambar 2. 2 Proses Pencucian Biji Durian


3. Pengupasan
Pengupasan yaitu proses pemisahan biji durian dari kulit arinya dengan
menggunakan pisau, karena biasanya kulit bahan memiliki karakteristik yang
berbeda dengan isi bahan (Sulistyowati, 2001).
Gambar 2. 3 Proses Pengupasan Biji Durian

2. Pemblansingan
Blansing adalah proses pencelupan pada air panas atau pengukusan selama
beberapa menit. Tujuannya untuk inaktivasi enzim-enzim yang dapat menyebabkan
degradasi warna, penghasil getah dan pengempukkan tekstur pangan. Fungsi lain dari
blansing untuk mengurangi gas-gas terlarut dan memperbaiki tekstur (Jufri, 2006).

Gambar 2. 4 Proses Pemblansingan Biji Durian


3. Perendaman
Kapur yang digunakan dalam membuat air kapur yang digunakan dalam
proses perendaman pada tahap pembuatan tepung biji durian disebut juga kapur sirih,
kapur tohor, kapur mati, dan lain-lain. Sesuai dengan rumus kimia dan nama unsur
penyusunnya, kapur ini dikenal dengan nama kalsium hidroksida. Kalsium
hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2.
Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan
air (H2O). Kapur tohor Ca(OH)2 atau kalsium hidroksida merupakan zat padat yang
berwarna putih dan amorf. Kapur tohor (quick lime) dihasilkan dari batu gamping
yang dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu 6000C-9000C. Kapur tohor ini
apabila disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam
(hydrated/slaked quicklime) dengan mengeluarkan panas (Sudarmadji, 1989).
Perendaman dalam air kapur dalam pengolahan tepung biji durian diharapkan
dapat mengurangi getah atau lendir, membuat tahan lama, mencegah timbulnya
warna atau pencoklatan. Perendaman dalam larutan kapur sirih dapat berfungsi
sebagai pengeras atau memberi tekstur, mengurangi rasa yang menyimpang: sepet,
gatal, getir dan citarasa menyimpang (Jufri, 2006) dan juga menurunkan senyawa
oksalat yang ada pada biji durian yang tidak baik untuk tubuh kita (Sutrisno, 2007).
Alasan lainnya digunakan air kapur dalam proses pembuatan tepung biji durian ini
adalah harganya yang murah dan terjangkau serta mudah didapatkan, juga sifatnya
yang mudah larut dalam air. Biji durian direndam dalam air kapur 10% selama 1 jam.
Konsentrasi air kapur 10% berarti didalam 100 ml air kapur terdapat 10 gram kapur.

Gambar 2. 5 Proses Perendaman Biji Durian


4. Pengirisan
Biji durian yang telah direndam dalam air kapur dicuci kembali dengan air
bersih, kemudian diiris tipis dengan menggunakan pisau atau alat pengiris. Tujuan
pengirisan ini adalah untuk mempercepat proses pengeringan (Afif, 2007).

Gambar 2. 6 Proses Pengirisan Biji Durian


5. Pengeringan
Pengeringan dilakukan secara langsung dengan menggunakan tenaga
matahari, proses penjemuran dilakukan sampai kering. Karena dengan daging biji
yang kering tersebut guna mempermudah dalam proses penepungan pada biji durian
(Afif, 2006).
Tujuan pengeringan adalah menghilangkan atau mengurangi kadar air bahan
agar mikroba penyebab penyakit tidak bisa hidup, sehingga bahan pangan menjadi
awet dan tahan lama. Pengurangan air menurunkan bobot dan memperkecil volume
pangan sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penyimpanan. Selama
pengeringan terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang tidak semuanya diinginkan.
Selain penyusutan volume, pangan dapat mengalami perubahan warna yang tidak
disukai seperti pencoklatan, dapat pula terjadi penurunan nilai gizi, aroma dan rasa,
dan kemampuan menyerap air (Afif, 2007).
Gambar 2. 7 Proses Pengeringan Biji Durian
6. Penepungan
Irisan biji durian yang sudah kering ditumbuk atau dihaluskan untuk
memperkecil ukuran partikel, hingga menjadi bubuk halus/tepung. Kemudian diayak
sehingga diperoleh hasil berupa tepung yang halus dan homogen (Rukmana, 1996).

Gambar 2. 8 Proses Penepungan Biji Durian

7. Penyimpanan
Tepung biji durian agar tahan lama dalam penyimpanannya disimpan dalam
tempat yang rapat, tidak lembab suhunya. Apabila suhunya lembab dan tidak rapat
akan mengakibatkan kerusakan pada tepung seperti ditumbuhi jamur atau kutu.
Sehingga penyimpanannya dapat dilakukan dalam kantong plastik, karung kain,
kantong besar, dan lain-lain (Afif, 2007)
2.5 Syarat Mutu Tepung
Di bawah ini merupakan beberapa syarat mutu dari beberapa jenis tepung
menurut Standar Nasional Indonesia, di antaranya syarat mutu tepung terigu menurut
SNI 01‐3751‐2000, syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995, dan
syarat mutu tepung sagu menurut SNI 01-3729-1995.
Tabel 2. 3 Perbandingan Syarat Mutu Tepung Terigu, Tepung Jagung dan Tepung
Sagu
Persyaratan
No Kriteria Uji Satuan Tepung Tepung Tepung Sagu
Terigu Jagung
1. Keadaan
Bentuk - Normal - -
Warna - Normal Normal Normal
Rasa - Normal Normal Normal
Bau - - Normal Normal
2. Benda asing - Tidak boleh Tidak boleh Tidak boleh
ada ada ada
3. Serangga - Tidak boleh Tidak boleh Tidak boleh
ada ada ada
4. Jenis pati lain - - Tidak boleh Tidak boleh
ada ada
5. Kehalusan
Lolos ayakan %(b/b) - Min 99 -
60 mesh
Lolos ayakan %(b/b) - Min 70 -
80 mesh
Lolos ayakan %(b/b) Min95 - Min 95
100 mesh
6. Kadar air %(b/b) Maks 14.5 Maks 10 Maks 13
7. Kadar abu %(b/b) Maks 0.6 Maks 1.5 Maks 0.1
8. Serat kasar %(b/b) - Maks 1.5 Maks 1.0
9. Derajat asam ml.N.NaO/100 Maks 50/100 Maks 4.0 Maks 4.0
gr gr contoh
10. Cemaran
logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks 1.10 Maks 1.10 Maks 1.10
Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10 Maks 10 Maks 10
Seng (Zn) mg/kg - Maks 40.0 Maks 40.0
Raksa (Hg) mg/kg Maks 0.05 Maks 0.05 Maks 0.05
11. Cemaran arsen mg/kg Maks 0.5 Maks 0.5 Maks 0.5
12. Cemaran
mikroba
Angka Koloni/gr Maks 106 Maks 106 Maks 106
lempeng total
E. coli APM/gr Maks 10 Maks 10 Maks 10
Kapang Koloni/gr Maks 104 Maks 104 Maks 104
Sumber : Standar Nasional Indonesia

2.6 Parameter Analisa


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menganalisa tepung ubi jalar
ungu diantaranya analisa kadar air, kadar abu, lemak dan karbohidrat. Adapun
masing-masing karakteristik tersebut adalah:
2.6.1 Kadar Air
Kadar air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaiut
seberapa jumlah penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan
jalannya proses pengeringan. Air dalam bahan pangan terdapat dalam tiga bentuk
yaitu: (1) air bebas (free water) yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah
diuapkan, (2) air terikat (boundwater) secara fisik yaitu air yang terikat menurut
sistem kapiler atau air absorpsi karena tenaga penyerapan, (3) air terikat secara kimia
misalnya air kristal dan air yant terikat dalam suatu dispersi.kadar air suatu bahan
pangan dapat duinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan bahan kering (dry basis)
dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air secara “dry basis” adalah
perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat keringnya. Berat
bahan kering adalah berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air
secara “wet basis” adalah perbandingan antara berat air didalam bahan tersebut
dengan berat bahan mentah (Apriliyanti, 2010). Dalam penelitian ini analisa kadar air
menggunakan metode SNI-3451-2011.

Gambar 2. 9 Proses Pengujian Kadar Air.

2.6.2 Kadar Abu


Abu adalah zat organik sisa pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Penentuan
abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:
a. untuk menentukan baik atau tidaknya suatu proses pengolahan
b. untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
c. penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asamyang cukup
tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.
Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau
cara langsung dan dapat pula secara basah atau tidak langsung (Sudarmadji, 2003)
Ash adalah kadar abu yang ada pada tepung yang mempengaruhi proses dan
hasl akhir produk antara laim: warna produk (warna crumb pada roti, warna mi) dan
tingkat kestabilan adonan. Semakin tinggi kadar abu semakin buruk kualitas tepung
dan sebaliknya semakin rendah kadar abu semakin baik kualitas tepung. Dalam
penelitian ini analisa kadar abu menggunakan metode SNI-3451-2011.

Gambar 2. 10 Proses Pengujian Kadar Abu

2.6.3 Kadar Lemak


Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan
lipida. Salah satu sifat yang khas mencirikan golongan lipida (termasuk minyak dan
lemak adalah daya larutnya dalam pelarut organik atau sebaliknya ketidak-larutannya
dalam air. Lipid umumnya didefenisikan sebagai senyawa biokimia yang
mengandung satu atau lebih rantai panjang asam lemak dan kurang larut dalam air.
Lemak atau lipid adalah suatu senyawa yang heterogen tetapi digolongkan bersama
terutama karena kesamaan sifat larutannya (Sudarmadji, 2003). Dalam penelitian ini
analisa kadar lemak menggunakan metode SNI-3451-2011.
Gambar 2. 11 Proses Pengujian Kadar Lemak

2.6.4 Kadar Karbohidrat


Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton dan meliputi
kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Nama karbohidrat dipergunakan pada
senyawa-senyawa tersebut, mengingat rumus empirinya CnH2nOn atau mendekati
Cn(H2O)nyaitu karbon yang mengalami hidratasi. Karbohidrat mempunyai peranan
penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa, warna,
tekstur, dan lain-lain. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa
gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohidrat dengan berat molekul yang
tinggi seperti pati, pectin, selulosa, dan lignin. Secara alami ada tiga bentuk
karbohidrat yang terpenting yaitu: monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida.
Monosakarida merupakan suatu molekul yang terdiri dari lima atau enam atom C,
sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada
umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer
monosakarida (Winarno, 2002). Dalam penelitian ini analisa kadar karbohidrat
menggunakan metode SNI-3451-2011.
Gambar 2. 12 Proses Pengujian Kadar Karbohidrat

2.7 Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Fisiokimia


Selama pengeringan bahan akan kehilangan kadar air, yang menyebabkan
naiknya kadar zat gizi di dalam masa yang tertinggal. Jumlah protein, lemak, dan
karbohidrat yang ada per satuan berat di dalam bahan pangan kering lebih besar dari
pada dalam bagan pangan segar. Selain itu, pada bahan pangan yang dikeringkan
mengalami penurunan maupun kehilangan vitamin. Untuk bahan yang mengandung
banyak karbohidrat, pengeringan dan pemanasan dapat mengakibatkan perubahan
warna karena adanya reaksi pencoklatan enzimatis maupun non enzimatis.
Pengeringan bahan pangan dapat mengubah sifat fisik dan kimianya. Selama proses
pengeringan antosianin akan mengalami kerusakan, semakin lama waktu pengeringan
dan makin tinggi suhu pengeringan maka akan semakin banyak zat warna yang
berubah yaitu semakin pucat atau pudar (Muljohardjo, 1988).
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan peningkatan nilai gizi
bahan pangan (misalnya karena terjadinya destruksi senyawa anti-nutrisi, terjadinya
denaturasi molekul, sehingga meningkatkan daya cerna dan ketersediaan zat gizi).
Akam tetapi proses pengolahan dengan suhu tinggi bila tidak terkontrol akan
menurunkan nilai gizi bahan pangan (misalnya terjadi reaksi antar molekul nutrien,
hancurnya nutrien yang tidak tahan panas, atau terbentuknya molekul kompleks yang
tidak dapat teruraikan/dicerna oleh enzim tubuh)

Anda mungkin juga menyukai