Anda di halaman 1dari 18

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN ANAK

PERMAINAN BERHITUNG DENGAN MEDIA GAMBAR ATAU POLA


UNTUK ANAK USIA SEKOLAH

DISUSUN OLEH:
Ardhiyanningsih NIM: 21219025
Euis Dahlia Alawiyah NIM: 21219028
Reni Ovita NIM: 21219009
Yorawati NIM: 21219024
Rizka Rahma Ambarwati NIM: 21219045
Susanti NIM: 21219048
Sustina Syofianti NIM: 21219049
Yoyoh Sri Alfiah NIM: 21219052
Yuliana NIM: 21219053

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk
memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi, perkembangan
emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan
kognitif pada anak-anak (Landreth, 2001). Bermain juga dikatakan sebagai media
untuk eksplorasi dan penemuan hubungan interpersonal, eksperimen dalam peran
orang dewasa, dan memahami perasaannya sendiri. Bermain adalah bentuk ekspresi
diri yang paling lengkap yang pernah dikembangkan manusia. Erikson (Landreth,
2001) mendefinisikan bermain sebagai suatu situasi dimana ego dapat bertransaksi
dengan pengalaman dengan menciptakan situasi model dan juga dapat menguasai
realitas melalui percobaan dan perencanaan..

Sementara Landreth (2001) mendefinisikan terapi bermain sebagai hubungan


interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih dalam prosedur
terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi
perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya
mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan
perilakunya) melalui media bermain. International Association for Play Therapy
(APT), sebuah asosiasi terapi bermain yang berpusat di Amerika, dalam situsnya di
internet mendefinisikan terapi bermain sebagai penggunaan secara sistematik dari
model teoritis untuk memantapkan proses interpersonal dimana terapis bermain
menggunakan kekuatan terapiutik permainan untuk membantu klien mencegah atau
menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal . Beberapa definisi terapi bermain tersebut mengarah
pada beberapa hal penting, yaitu: (a) tipe dan jumlah permainan yang digunakan; (b)
konteks permainan; (c) partisipan yang terlibat; (d) urutan permainan; (e) ruang yang
digunakan; (f) gaya bermain; (g) tingkat usaha yang dicurahkan dalam permainan.
Terapi bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh
terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan psikososial
dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui kebebasan
eksplorasi dan ekspresi diri.

Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang mengalami
kejenuhan akibat pandemic dan sekolah secara daring, maka kelompok akan
mengadakan terapi bermain dengan sasaran usia School (6 tahun sampai 12 tahun)
yang berada di wilayah Petukanagan Jakarta Selatan. Kelompok berharap dengan
diadakannya terapi bermain ini, anak yang dirawat tetap dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sesuai tahap tumbuh kembangnya.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Setelah diberikan terapi bermain, diharapkan kreatifitas anak anak berkembang
baik dan dapat membantu mengurangi dampak psikologis yang dirasakan anak
selama pandemik dan sekolah secara daring.
2. Tujuan Khusus
a. Merangsang kreatifitas anak
b. Gerakan motorik halusnya lebih terarah
c. Mengembangkan kognitifnya
d. Mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya di lingkungan
rumah
e. Mampu mengurangi kejenuhan selama masa pandemik
f. Mampu beradaptasi secara efektif terhadap stress karena kuarangnya interaksi
dengan teman sebaya akibat pandemik
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Bermain


a. Pengertian
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial
dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-
anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak
serta suara (Wong, 2000).

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).

Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting
dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk
menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional
anak (Champbell dan Glaser, 1995).

Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti
halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan menemukan
kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan tugas-tugas
dalam bermain (Soetjiningsih, 1995).

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan
aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan fisik,
intelektual, emosional, dan sosial anak tersebut. Walaupun tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain anak akan menemukan kekuatan
serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam
bermain.
b. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi
yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk
anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas
motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan
melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan,
kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar
memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal
mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin
terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang
nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan
keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan
merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya
menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan
etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak
positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang
tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang
ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai
moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan
membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk
bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai
dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah,
permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang
tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan
mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi
antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan
dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui
ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui
interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok
bermainnya.

c. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan Isi Permainan
a. Sosial affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan
kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang
lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil
tersenyum dan tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku orang tuanya
misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh.
b. Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir,
anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat
dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak akan
melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke
botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan
semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan
yang dilakukannya sehingga susah dihentikan
c. Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil
memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke
tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan
tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di lakukan.
Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
d. Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa
dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang
modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
e. Unoccupied behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada
di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang di gunakannya
sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan
situasi serta lingkungannya tersebut.
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran
sebagai orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian
meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan
sebagainya yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan
terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.
Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu .
2. Berdasarkan Karakter Sosial
a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi,
anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan
yang sedang dilakukan temannya.
b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi
anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat
permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan
temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman
sepermainannya.
c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama
lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini
adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis
ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya,
pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan
main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan
bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke
gawang lawan mainnya.

B. Konsep Dasar Preschool


1. Anak usia Preschool ( >3 tahun sampai 6 tahun)
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia prasekolah
mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada
anak usia toddler. Anak sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Demikian juga
kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya semakin
meningkat.

Oleh kerena itu jenis permainan yang sesuai adalah “associative play, dramatic
play dan skill play”. Anak melakukan permainan bersama-sama dengan temannya
dengan komunikasi yang sesuai dengan kemampuan bahasanya. Anak juga sudah
mampu memainkan peran orang tua tertentu yang diidentifikasinya, seperti ayah,
ibu dan bapak atau ibu gurunya. Permainan yang menggunakan kemampuan
motorik (skill play) banyak dipilih anak usia prasekolah.

2. Reaksi Hospitalisasi
a. Sering bertanya
b. Menangis perlahan
c. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
d. Kehilangan kontrol
e. Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga ada
perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah,
berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat.

C. Konsep Dasar School


Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu
bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan teman
menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian,
permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan
ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat mengembangkan
sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya.
Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi
lain manfaat bermain bagi anak usia sekolah adalah mengembangkan
kemampuannya untuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima
kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis
kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang
akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-
laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan
yang dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran dan
sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk
memasak dan boneka.
BAB III
ANALISA JURNAL

A. Jurnal Utama
1. Judul jurnal : Meningkatkan Kemampuan Anak Usia Dini “Berbahasa dan
Berhitung’ dengan Pendekatan Media Gambar
2. Peneliti : Datulina Ginting, Eva Margaretha Saragith.
3. Populasi dan Teknik sampling : populasi yang digunakan yaitu 15 anak dengan
menggunakan random sampling.
4. Bentuk penelitian : PTK dengan metode deskriptif.
5. Instrumen yang digunakan : Pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan
lembar observasi dan anak di arahkan untuk presentasi di depan kelas secara
berkelompok menggunakan media gambar tentang berbahasa dan berhitung.
6. Hasil penelitian: rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan
pendekatan media gambar dapat meningkatkan kemampuan anak usia dini
berbahasa dan berhitung dan pengetahuan anak juga meningkat dalam berbahasa
dan berhitung.

B. Jurnal lain yang digunakan


1. Judul jurnal : Studi Tentang Kegiatan Bernyanyi Pada Pembelajaran “Calistung”
Untuk Anak Usia Dini di TK Sekolah Alam Bandung.
2. Peneliti : Putri Prahapitania Iswara, Diah Latifah, dan Dewi Suryati Budiwati.
3. Populasi dan Teknik sampling : populasi pada penelitian ini ialah berjumlah
sampel sebanyak 14 anak.
4. Bentuk penelitian: Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
deskriptif.
5. Instrumen yang digunakan : observasi, wawancara, dan dokumentasi.
6. Hasil penelitian : pendekatan metode bernyanyi untuk mengenal dan memahami
pembelajaran “calistung” yang dilakukan kepada anak TK B mampu mendorong
anak untuk memahami membaca, menulis, dan berhitung.
C. Analisa jurnal keperawatan PICO

Kiteria Justifikasi & Critical Thinking


Problem Tugas perkembangan anak usia 4-5 tahun terdapat
kemampuan kognitif yang harus dikembangkan,
meliputi kemampuan pengetahuan umum dan sains,
konsep bentuk, warna, ukuran pola dan huruf.
Kemampuan kognitif berkaitan dengan kemampuan
berpikir dan kemampuan memecahkan masalah. Tanpa
kemampuan kognitif anak tidak dapat memahami
materi yang disampaikan untuk anak.
Pembelajaran berhitung permulaan di TK yang
mengutamakan keterampilan tidak sama dengan
pembelajaran matematika di SD, SMP, dan SMA.
Untuk itu diperlukan media yang berbeda yang
berkaitan dengan tujuan pembelajaran berhitung di
TK.
Kemampuan berbahasa anak pada usia 4-5 tahun
merupakan suatu hal yang sangat penting karenda
dengan bahasa tersebut, anak dapat berkomunikasi
dengan teman atau orang-orang sekitarnya.

Intervention Peserta didik TK Katholik Asisi Yayasan Sekolah


Kkatholik Tanjungbalai Selatan, Sumatera Utara. Pada
kelompok usia 4-5 tahun yang berjumlah 15 anak
dengan kegiatan membaca, menulis, dan berhitung.

Comparison Jurnal lain yang digunakan


1. Judul Jurnal
Studi Tentang Kegiatan Bernyanyi Pada Pembelajaran
“Calistung” Untuk Anak Usia Dini di TK Sekolah
Alam Bandung.
2. Peneliti
Putri Prahapitania Iswara, Diah Latifah, dan Dewi
Suryati Budiwati.
3. Hasil Penelitian
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar
(73,3%) mampu mengenali dan memahami calistung
sederhana dengan cepat (2 minggu), sisanya
memerlukan waktu sedang (3 hingga 4 minggu).
Dalam pemahaman berhitung diperlukan waktu sedang
(4 minggu) dibanding dengan membaca dan menulis.
Berdasarkan perbedaan gender anak didik perempuan
umumnya lebih cepat memahami calistung daripada
laki-laki. Pemahaman membaca dibanding dengan
menulis dan berhitung sebagian besar (73,3%)
memerlukan waktu cepat (2 minggu). Berdasarkan
gender, kelompok anak didik perempuan, kecuali satu
orang (rentang waktu 3 minggu), semuanya mampu
membaca sederhana dalam waktu yang cepat (2
minggu). Sementara anak didik laki-laki terdapat tiga
orang yang mampu membaca memerlukan waktu
antara 3 minggu hingga 4 minggu.. Lainnya mampu
membaca dengan waktu cepat (2 minggu). Dalam
menulis, sebanyak sepuluh orang (66,7 %) mampu
menulis dengan waktu cepat (2 minggu). Lima orang
anak didik (33,3 %) memerlukan waktu sedang (3–4
minggu). Kelompok perempuan, hampir seluruhnya
mampu memahami cara menulis dengan waktu cepat
dibanding dengan kelompok laki-laki. Dalam
berhitung sebanyak 8 orang (53,3 %) anak didik
mampu berhitung dengan cepat (dalam 2 minggu).
Sisanya diperlukan waktu sedang (3–4 minggu).
Kelompok perempuan dalam berhitung lebih baik
dibanding dengan kelompok laki-laki. Hanya dua
orang perempuan diperlukan waktu sedang hingga 4
minggu. Kelompok anak didik yang meluangkan
waktu hingga 4 minggu untuk memahami cara
berhitung lebih banyak yakni tiga orang. Sedangkan
satu orang lagi sedikit lebih pendek
yakni 3 minggu.
Outcome 1. Perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa dan berhitung, dengan
melakukan proses pembelajaran yaitu memilih tema,
memilih bahan permainan, menentukan pendekatan
pembelajaran serta membuat penilaian hasil belajar, 2.
Pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa dan berhitung dengan
menggunakan media gambar untuk anak yang berumur
4-5 tahun, adapun pelaksanaan yang dilakukan yaitu:
melakukan kegiatan pembelajaran, membuka
pembelajaran, melakukan kegiatan inti pembelajaran
serta menutup kegiatan pembelajaran. 3. Respon anak
dalam pembelajaran berbahasa dan berhitung pada usia
4-5 tahun dengan kegiatan pembelajaran yaitu:
menghitung angka dengan media gambar, mengenal
nama benda dengan media gambar.

BAB IV
ANALISA PENERAPAN INTERVENSI
1. Analisa ruangan
Kegitan peningkatan membaca, menulis, dan berhitung diawali dengan penyusunan
program sosialisasi guru terkait dengan media gambar. Setelah itu kemudian
dilakukan kegiatan pembelajaran dengan membagi siswa ke dalam 4-5 kelompok
belajar melalui pendampingan. Di akhir kegiatan, dilakukan presentasi kelompok
belajar menggunakan media yang sudah disediakan.

2. Analisa SWOT  
Strength/ kekuatan
Penelitian dilakukan dengan partisipasi dari pendidik. Pendidik masih terlibat aktif
dalam pendampingan selama pembelajaran menggunakan media gambar atau pola.
Pembelajaran bersifat student center learning yang artinya peserta didik
mempraktekkan kembali pembelajaran yang sudah pernah diterimanya.

Weakness/ Kelemahan
Penelitian yang dilakukan hendaknya memperhatikan siklus pengambilan data
pengamatan agar bisa dilihat kekurangan dan tindakan jika ada langkah-langkah
pembelajaran yang belum sesuai.
Media gambar yang digunakan belum dijelaskan secara eksplisit sehingga kami
sebagai pereview jurnal belum dapat mengambil inspirasi.
Bentuk presentasi yang dipakai secara berkelompok belum bisa menunjukkan
perkembangan anak secara individual secara maksimal.

Opportunity/Efesienis
Pembelajaran menggunakan media gambar dilakukan secara efisien untuk
meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik dengan bimbingan guru dan tim
pengabdian.

Threat/ Ancaman
Anak-anak saat ini kurang diperkenalkan dengan pembelajaran yang mudah dan
sederhana, anak -anak saat ini lebih tertarik dengan gadget yang lebih canggih, karena
anak-anak saat ini lebih diperkenalkan gadget atau smartphone dibandingkan dengan
kegiatan membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam bermain anak
akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak adalah suatu
kebutuhan selayaknya bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di rumah
sangat diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang diasakan
oleh anak. Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh kembangnya tanpa
terhambat oleh adanya dampak dari pandemi yang mengharuskan sekolah dilakukan
secara daring.

B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin
penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan
dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Peneliti/Perawat
Peneliti/perawat diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
pandemi terhadap psikis anak dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap
tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat
terus melanjutkan tumbuh kembang anak.

Anda mungkin juga menyukai