Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

FAKTOR KERJA

Untuk memenuhi tugas

PRAKTIKUM ERGONOMI PERANCANGAN SISTEM


KERJA

Oleh:
Kelompok 5
1. Putri Luciana NIM. 2018-020-1177
2. Ewin Sofian Harefa NIM. 2018-020-1178
3. Vijay Fauzilah .I. NIM. 2018-020-1190
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN

Laporan Hasil Praktikum untuk modul faktor kerja yang telah di


susun oleh Kelompok 5 dengan beranggotakan :

1. Putri Luciana NIM. 2018-020-1177


2. Ewin Sofian Harefa NIM. 2018-020-1178
3. Vijay Fauzilah Irshada NIM. 2018-020-1190

Dinyatakan disetujui setelah Laporan ini diuji sebelumnya pada


Sidang Presentasi.Pertanggungjawaban Laporan yang dilaksanakan pada
hari Senin, tanggal 30 November 2020.Universitas Esa Unggul dan di
terima sebagai salah satu syarat kelulusan Praktikum Perancangan
Sistem Kerja dan Ergonomi pada Semester Genap 2020/2021, jenjang
Pendidikan Strata Satu ( S1 ), Jurusan Teknik Industri, Universitas Esa
Unggul.

Tangerang, 16 December 2020

Noer Sherraina Jesica Jefni


Asistem Pembimbing Asisten Pembimbing

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
penulisan Laporan Hasil Praktikum FAKTOR KERJA dengan baik dan
tepat pada waktunya. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Asisten dosen selaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan serta dukungannya
2. Orang tua serta teman-teman serta pihak Universitas Esa Unggul
yang telah memberikan semangat bagi kami.
Kami sangat menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki
banyak kekurangan.Karenanya, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan.

Tangerang,16 December 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN LAPORAN..................................….. i


KATA PENGANTAR.....................................................................…..ii
DAFTAR ISI....................................................................................….iii
DAFTAR TABEL............................................................................…..v
DAFTAR GAMBAR.......................................................................….vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................….1
1.2 Tujuan Praktikum.................................................................….1
1.3 Pembatasan Masalah………………………………………......2
1.4 Sistematika Penulisan............................................................…3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Faktor Kerja……………………………………………..…....4
2.1.1 Kondisi Umum Manusia…………………….............5
2.1.2 Faktor Faktor Lingkungan Kerja …………………..15
2.1.3 Kondisi Psikologis dari Lingkungan Kerja………...17
2.2 Kondisi Lingkungan………………………………………...18
2.2.1 Konteks Sosial……………………………………...18
2.2.2 Konteks Fisik ………………………………………20
BAB III PENGOLAHAN DATA
3.1 Pengelompokkan Data……………………………………...21
3.2 Perumusan Hipotesis…………………………………….....21
3.3 Uji Statistik ANOVA…………………………….………...21
3.3.1. Deraja kebebasan (Degree of Freedom)………….…..21
3.3.2 Jumlah Derajat…………………………….…….……22
3.3.2 Mean Of Square ………………………….….........23

iii
3.3.4 F Hitung………………………………………......23
3.3.5 F Tabel……………………………………………23
3.4 Tabel ANOVA…………………………………………….24
BAB IV ANALISA REKAPITULASI DATA
4.1 Analisa Uji Statistik ANOVA……………………………...25
4.2 Analisa Faktor-Faktor Terhadap Hasil…………………......25
4.2.1 Faktor Pencahayaan…………………………….25
4.2.2 Faktor Kebisingan ……………………………..26
4.3 Hubungan Antara factor Pencahayaan……………………..26
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………....27
5.2 Saran……………………………………………………….27
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..28

iv
DAFTAR TABEL

1.1 Tabel Pengelompokan Data………………………………21


3.4 Tabel Anofa………………………………………………24

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar goal theory………………………………………………….7

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan sosial, yang di
dalamnya terdapat orang-orang yang saling berinteraksi setiap jam
bahkan setiap hari. Kebanyakan dari kita akan menghabiskan lebih
banyak waktu untuk bekerja daripada melakukan hal lainnya.
Dalam bekerja kita akan berdampingan dengan  banyak orang.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu
organisasi adalah dengan memperhatikan lingkungan kerja.
Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam mejalankan
tugas

tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik dan


sebagainya. Lingkungan kerja fisik dalam suatu perusahaan
merupakan suatu kondisi pekerjaan untuk memberikan suasana dan
situasi kerja karyawan yang nyaman dalam pencapaian tujuan yang
diinginkan oleh suatu  perusahaan. Kondisi kerja yang buruk
berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah
stres, sulit berkonsentrasi dan menurunnya sirkulasi udara kurang
memadai, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang
bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja
karyawan. Dalam mencapai kenyamanan tempat kerja antara lain
dapat dilakukan dengan jalan memelihara prasarana fisik seperti
kebersihan yang selalu terjaga,  penerangan cahaya yang cukup,
ventilasi udara, suara musik dan tata ruang kantor yang nyaman.
Selain lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja nonfisik juga
mempengaruhi kinerja karyawan. Jika karyawan tidak mampu
menciptakan lingkungan kerja yang baik antara karyawan lain maka
akan mengganggu kinerja karyawan. Lingkungan kerja dapat
menciptakan hubungan kerja yang mengikat. Dalam hal ini banyak
sekali orang-orang melakukan inovasi-inovasi dalam mendesain
suatu ruangan untuk bekerja sehingga ruangan tersebut tidak
mengakibatkan seseorang merasa jenuh atau tidak nyaman.

1
1.2. Tujuan Penulisan

Adapun beberapa tujuan dari dilakukannya pratikum ini adalah


sebagai berikut:
1. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang keadaan
lingkungan fisik dam fisiologi yang mempengaruhi
keberhasilan kerja seseorang secara langsung atau tidak
langsung.
2. Membekali prktiktikan tentang pemanfaatan tentang penggunan
metoda-metoda statistik dalam menganalisa pengaruh
lingkungan kerja.
3. Memahami adanya suatu kondisi optimum dalam melakukan
suatu aktifitas kerja.
4. Dapat menentukan faktor-faktor lingkungan perantar yang
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan kerja.
5. Dapat menggunakan ilmu statistik sesuai bentuk mencari
faktor-faktor lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap
keberhasilan kerja.
6. Memahami dan melakukan perhitungan untuk meneliti jenis-
jenis  perlakuan mana dalam eksperimen yang paling
berpengaruh dengan menggunakan Uji Rentang Darab Duncan.
7. Memahami dan melakukan perhitungan yang berkaitan dengan
eksperimen faktor berganda/percobaan faktorial.

1.3. Pembatasan Masalah


Laporan Praktikum factor kerja ini memiliki beberapa batasan,
yaitu :
1. Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Teknik Industri
kampus UEU.
2. Universitas esa unggul. Saat Praktikum Analisis
3. Perancangan Kerja dan Ergonomi I yang dilaksanakan pada
tanggal 18  januari 2014.
4. Praktikum kali ini mengukur analisa percobaan yang
memperbaiki system dari factor kerja.

2
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam Laporan factor kerja ini adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, pembatasan
masalah, dan sistematika penulisan dari laporan ini.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori factor kerja serta berbagai hal yang
berkaitan dengan factor kerja.
BAB III PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi tentang data data yang di hasilkan dari pengamatan,
berupa pengelompokan data, perumusan hipotesis, uji statistic
anova ,F hitung dan F tabel
BAB IV ANALISA PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi tentang penjelasan dari data-data yang telah dibahas
di bab sebelumnya
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari
kegiatan praktikum factor kerja.

3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Faktor Kerja
Faktor kerja adalah salah satu sistem diantara data sistem-
sistem yang dikembangkan sebagai data waktu gerakan. Produksi
merupakan pusat pelaksanaan kegiatan yang konkrit bagi
pengadaan barang dan jasa pada suatu badan usaha dan perusahaan.
Proses produksi tersebut merupakan bagian yang terpenting dalam
perusahaan, karena apabila berhenti maka perusahaan akan
mengalami kerugian. Dalam kegiatan produksi faktor tenaga kerja
(manusia/karyawan) mempunyai pengaruh besar, karena tenaga
kerjalah yang melaksanakan proses produksi tersebut. Manusia pada
hakekatnya merupakan salah satu unsur yang menjadi sumber daya
dalam perusahaan. Sumber daya manusia inilah yang menjalankan
kegiatan sehari-hari. Manusia merupakan living organism
memungkinkan berfungsinya suatu sistem organisasi dan menjadi
unsur penting dalam manajemen.
Maka untuk mendapatkan hasil yang optimal itu sendiri ia
meningkatkan factor-faktor yang mendukung dan meminimalkan
factor-faktor yang menghambat performansi kerja.Hal itulah
mengapa manusia sebagai pembuat system harus memperhitungkan
dengan seksama factor-faktor yang akan berpengaruh terhadap
system kerja tersebut.

4
Menurut Stewart and Stewart, 1983: 53 : Kondisi Kerja adalah
Working condition can be defined as series of conditions of the
working environment in which become the working place of the
employee who works there. yang kurang lebih dapat diartikan
kondisi kerja sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan
kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para
karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang
dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan
mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan
baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan
yang dapat mempengaruh kinerja, serta keselamatan dan keamanan
kerja, temperatur, kelambapan, ventilasi, penerangan, kebersihan
dan lain–lain.

Menurut Newstrom (1996:469) Work condition relates to the


scheduling of work-the length of work days and the time of day (or
night) during which people work. yang kurang lebih berarti bahwa
kondisi kerja berhubungan dengan penjadwalan dari pekerjaan, lamanya
bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari atau malam selama orang-
orang bekerja.

Oleh sebab itu seorang perancang sistem kerja harus


memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

2.1.1 Kondisi Umum Manusia

Faktor ini mencakup kehidupan pribadi manusia terutama faktor-


faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik
kepribadian bawaan.

5
1. Faktor persoalan keluarga ; Survei nasional secara konsisten
menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan
pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga.
Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan
disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
2. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat
mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu
contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi
karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
3. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang
penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan
dasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada
pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang
itu.

Adapaun hubungan Hubungan Antara Job Performance Dengan


Motivasi Kerja terdapat dalam beberapa teori di bawah ini:

Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, job performance adalah


hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan yang bersangkutan. Teori tentang job performance dalam hal
ini adalah teori psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang
sehingga menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya.
Menurut Maier (1965) perbedaan performance kerja antara orang yang
satu dengan yang lainnya di dalam suatu situasi kerja adalah karena
perbedaan karakteristik dari individu. Di samping itu, orang yang sama
dapat menghasilkan performance kerja yang berbeda di dalam situasi

6
yang berbeda pula. Kesemuanya ini menerangkan bahwa performance
kerja itu pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor-
faktor individu dan faktor-faktor situasi.

Namun pendapat-pendapat ini masih belum menerangkan


tentang prosesnya. Khusus yang menyangkut proses, ada dua teori :

a) Goal Thery
Dikatakan oleh Wexley & Yukl (1977, hal 85) bahwa “another
motivation theory that explains employee behavior in terms of
consciouns mental processes is goal theory”. Teori ini
dikemukakan oleh Locke (1968) dari dasar teori Lewin’s
(1935). Locke berpendapat bahwa tingkah laku manusia
banyak didasarkan  untuk mencapai suatu tujuan. Teori yang
lain dikemukakan oleh Georgopoulos (1975) yang disebut
“path goal theory”. Menurut beliau, performance adalah fungsi
dari “facilitating procces” dan “inhibiting process”.
Prinsip dasarnya adalah kalau seseorang melihat bahwa
performance yang tinggi itu merupakan jalur (path) untuk
memuaskan needs (goal) tertentu, maka ia akan berhak
mengikuti jalur tersebut sebagai fungsi dari level of needs yang
bersangkutan (facilitating process). Kalau digambarkan sebagai
berikut:

7
 Namun demikian, apakah proses tersebut akan melahirkan
performance adalah tergantung dari tingkat kebebasan (level of
freedom) yang ada pada jalur itu. Apabila tidak ada hambatan yang
berarti (inhibiting process) maka dihasilkan performance, dan
sebaliknya jika pada jalur itu banyak hambatannya.
Disamping itu, apabila individu melihat bahwa berproduksi
rendah (low producer) itu justru merupakan jalur untuk menuju tujuan
etrtentu misalnya agar bisa diterima teman-teman sekerjanya, maka ia
cenderung menjadi low producer. Adapun syarat agar suatu jalur (path)
dipilih ialah apabila level neednya cukup tinggi, tujuannya cukup
menonjol, dan bila pada saat itu tidak ada jalur lain yang lebih efektif
serta ekonomis.
Kesimpulan dari teori ini bahwa performance kerja itu adalah
fungsi dari motivasi untuk berproduksi dengan level tertentu.
Motivasinya ditentukan needs yang mendasari tujuan yang bersangkutan
dan merupakan alat (instrumentality) dari tingkah laku produktif itu
terhadap tujuan yang diinginkan.
b) Teori Attribusi atau Expectancy Theory
Pertama kali dikemukakan oleh Heider (1958), (yang dikutip
dari Anderson & Butzin, 1974). Pendekatan teori aatribusi
mengenai performance kerja dirumuskan sebagai berikut :
P=MxA
Keterangan : P        = performance
                     M      = motivation
                     A      = ability
Konsep ini akhirnya menjadi sangat populer dan sering sekali
dikutip oleh ahli-ahli lainnya dalam pembicaraan mereka

8
tentang performance, seperti misalnya, oleh Maier (1965),
lawler dan Porter (1967) dan Vroom (1964). Berpijak dari
formula di atas, menurut teori ini performance  adalah hasil
interaksi antara motivation dengan ability (kemampuan dasar).
Dengan demikian, orang yang tinggi motivasinya tetapi
memiliki ability  yang rendah akan menghasilkan performance
yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya
berability tinggi tetapi rendah motivasinya.
Atas dasar ini Vroom (1064) menyarankan agar karyawan yang
akan ditraining (diupgrade, dilatih) haruslah orang yang
bermotivasi tinggi, sedangkan karyawan yang perlu dimotivasi
adalah mereka yang berability tinggi.Kalau dibandingkan
dengan teori yang terdahulu (path goal theory), maka teori ini
jauh lebih lengkap, karena ditambahkannya fungsi ability di
dalam proses terjadinya performance. Perkembangan teori
inipun cukup pesat dan sangat besar pengaruhnya dalam
perkembangan teori-teori tentang motivasi maupun teori tentang
ability itu sendiri.
Pada waktu sekarang ini, rumusan aljabar kognitif di atas
sudah banyak sekali variasinya. Variasi-variasi yang ada
terutama mengikuti perkembangan teori “Expectancy” tentang
motivasi. Mengapa demikian? Oleh karena motivasi merupakan
komponen penting dari teori ini, seperti tampak pada rumusan di
atas. Dari berbagai variasi-variasi maka ada tiga macam model
yang dianggap penting untuk dikemukakan, yaitu:
1. Model Vroomian (1964)
Model ini diwarnai pendapat dari Vroom (1964)
tentang motivasi dan ability. Menurut model ini
performance kerja seseorang (P) merupakan fungsi dari
interaksi perkalian antara Motivasi (M) dan Ability
9
(Kecakapan = K). Sehingga rumusnya  ialah :P = f ( M x
K).Alasan dari hubungan perkalian ini ialah jika
seseorang rendah pada salah satu komponennya maka
prestasi kerjanya pasti akan rendah pula. Dengan kata lain
apabila performance kerja (prestasi kerja) seseorang
rendah, maka ini dapat merupakan hasil dari motivasi
yang rendah, atau kemampuannya tidak baik, atau hasil
kedua komponen (motivasi) dan (kemampuan) yang
rendah.Menurut vroom tinggi rendahnya motivasi
seseorang tenaga kerja ditentukan oleh interaksi perkalian
dari tiga komponen, yaitu : Valence (nilai-nilai),
Instrumentality (I = alat) dan Expectancy (E = harapan).
Catatan : Menurut teori Expectancy yang dikemukakan
oleh Wahba and House, (1974), dikutip oleh Wexley &
Yukl, (1977), hal 82, mengenai komponen dari motivasi,
adalah :
1. Outcome
2. Valence
3. Expectancy
Dikatakan bahwa outcome ini sebagai : is any
potential need related consequence of behavior, misalnya yang
berhubungan dengan pay increase, promotion, recognatio, co-worker
acceptance, fatique dan accidents. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan valence menurut pendapat ini : is the degree to which it is
desirable or undesirable. Adapun mengenai Expectancy dimaksudkan
sebagai : is the perceived probility that in will infact occur if a given

10
behavior alternatif is chosen. Kembali pada teori dari Vroom maka
rumusnya adalah :
M = V x I x E.
Dengan bekerja maka setiap orang akan merasakan akibat-akibatnya.
Setiap orang mempunyai sasaran-sasaran pribadi yang ia harapkan dapat
ia capai sebagai akibat dari prestasi kerja yang ia berikan. Akibat-akibat
ini jelas akan mempunyai nilai (valence) yang berbeda-beda bagi setiap
individu, dimana nilainya bisa positif maupun negatif.
Perusahaan sebagai suatu organizational behavior mempunyai harapan-
harapan terhadap produktivitas setiap tenaga kerjanya, misalnya
mengharapkan prestasi kerja yang optimal. Kalau seseorang tenaga kerja
bisa berprestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan,
seberapa jauh sasaran pribadi karyawan tersebut bisa dipenuhi? Dengan
kata lain, sejauh mana atau sebesar bagaimanakah dapat diharapkan oleh
tenaga kerja bahwa prestasinya akan memberikan akibat-akibat yang
diharapkannya? Dalam hal ini kemungkinan tercapainya sasaran-sasaran
pribadi satu persatu melalui tercapainya produktivitas yang diharapkan
oleh perusahaan ini, dinamakan oleh Vroom sebagai Instrumentality.
Jika misalnya prestasi kerja yang tinggi itu merupakan
outputnya seseorang tenaga kerja, sejauh mana kemungkinan yang
dirasakan oleh tenaga kerja bahwa tenaga yang akan diberikan dan
usaha yang akan dilakukan dapat membuahkan prestasi kerja sesuai
dengan yang diharapkan oleh perusahaan dari dia? Pertanyaan-
pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan
dimaksudkan Vroom tentang Expectancy (harapan).
Jika seseorang karyawan mempunyai harapan yang besar dapat
berprestasi tinggi, dan jika ia menduga bahwa dengan tercapainya

11
prestasi yang tinggi ia akan merasakan akibat-akibat yang diharapkan,
maka ia akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk bekerja.
Sebaliknya jika karyawan merasa yakin bahwa ia tidak akan dapat
mencapai prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan perusahaan
daripadanya  maka ia akan kurang motivasinya untuk bekerja.
Selanjutnya tentang ability (kemampuan), menurut pendapat
Vroom (1964) adalah semua non motivational attributes yang dimiliki
oleh individu untuk melaksanakan suatu tugas. Jadi ability merupakan
suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, ability  adalah
what one can do dan bukanlah what he does do. Dikatakan selanjutnya,
bahwa ability itu ditentukan oleh tiga hal :
1. Kondisi Serisoris dan kognitif
2. Pengetahuan tentang cara response yang benar.
3. Kemampuan untuk melaksanakan respon tersebut
4. Model Lowler dan Porter ( 1967 ).
Kedua ahli ini mengemukakan variasi yang sedikit berbeda dari rumusan
P = M x A yang telah dibahas di muka. Adapun rumusan yang diusulkan
oleh Lawler dan Porter adalah sebagai berikut :
Performance = Effort x Abilities x Role Perceptions
Keterangan :
 Effort :adalah banyaknya energi yang dikeluarkan seseoarng
dalam situasi tertentu
 Ability  : adalah karakteristik individuil seperti intelegensi,
manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial
seseorang untuk berbuat dan sifatnya relatif stabil.

12
 Role Perceptions   : adalah kesesuaian antara effort yang
dilakukan seseorang dengan pandangan evaluator atau atasan
langsung tentang Job requierementnya.
Hal yang baru ditambahkan pada model ini adalah Role Perceptions,
yang dikatakannya sebagai jenis aktivitas tingkah laku yang dirasakan
subjek paling cocok untuk dilakukan agar dapat sukses, dinamikanya
mengikuti perubahan situasi, berperan sebagai penentu arah dari effort,
dan merupakan moderator atas korelasi antara effort  dengan
performance.
Menurut lawler dan Porter (1967), effort ditentukan oleh dua
hal, yaitu : value or rewards (ini kira-kira sama dengan istilah valensi
dari Vroom) dan instrumentality of effort (persepsi individu tentang
besarnya peluang bahwa rewards itu bergantung pada effort.
Menurut Lawler dan Porter, langkah-langkah dalam
menghitung ramalan performance individu adalah pertama diukur
dahulu value of rewards. Caranya ialah meminta subjek meranking
beberapa rewards yang potensial, atau memintanya merangking
beberapa rewards tertentu. Selanjutnya diukur persepsi subjek tentang
sejauh mana rewards itu bergantung pada effort yang akan
dilakukannya. hasilyang akan dilakukannya. Hasil perkalian dua skor
dari pengukuran ini adalah skor effort. Setelah itu dibuat pengukuran
atas ability dan ketepatan dari Role Perceptions. Kalau skor effort itu
bergerak dari angka nol (tidak ada effort) sampai dengan sepuluh (effort
yang maksimum), dan begitu pula halnya dengan ability. Kemudian
Role Perceptions  dinyatakan dalam nol persen (completely inaccuratei)
sampai dengan seratus persen (completely accuratei), maka hasil

13
perkaliannya itu adalah performance yang diharapkan dari individu
tertentu dalam situasi tertentu.

2. Model Aderson dan Butzin (1974)


Pada mulanya Anderson dan Butzin mempersoalkan
rumusan P = M x A, sejauh mana kebenaran dari model
perkalian (multiplicative) antara motivasi dan ability
tersebut. Lalu mereka mulai menguji dengan mengadakan
penelitian-penelitian, apakah model perkalian tersebut
lebih baik dan tepat hasilnya bila dibandingkan dengan
model tambahan (additive).Ternyata mereka menemukan
bahwa model perkalian itu tidaklah lebih baik daripada
model tambahan, karena sama-sama mempunyai
kelemahan tertentu. Akhirnya mereka mengajukan
formula baru yang menggunakan perkalian dan tambahan
sekaligus, yang rumusnya sebagai berikut:
Future performance = [past performance + (motivation x
ability)].
Semua teori job performance dimana di dalamnya melibatkan
motivasi individu adalah bersifat perhitungan tentang kemungkinan
achievement seseorang, sehingga bukanlah pengukuran tentang
performance yang sudah ada. Oleh sebab itu formula yang sudah
diajukan di muka tidaklah biasa untuk mengukur performance dalam
rangka penilaian jabatan. Namun demikian, apabila telah didapat skor
performance yang sebenarnya, kemudian dimiliki pula skor ability atau
motivasinya, maka akan dapat diterka level dari salah satu yang lain

14
(motivasi atau abilitynya itu) yang belum diketahui, dengan
menggunakan formula diatas.

2.1.2 Faktor-Faktor Lingkungan kerja


a) Illumination
Menurut Newstrom (1996:469-478), cahaya atau penerangan
sangat besar manfaatnya bagi para karyawan guna menbdapat
keselamatan dan kelancaran kerja. Pada dasarnya, cahaya dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: cahaya yang berasal dari
sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu. Oleh sebab itu
perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang
tetpai tidak menyilaukan. Dengan penerangan yang baik para
karyawan akan dapat bekerja dengan cermat dan teliti sehingga
hasil kerjanya mempunyai kualitas yang memuaskan. Cahaya
yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan
kurang jelas, sehingga pekerjaan menjadi lambat, banyak
mengalami kesalajhan, dan pada akhirtnya menyebabkan
kurang efisien dalam melaksanbkan pekerjaan, sehingga tujuan
dari badan usaha sulit dicapai.
b) Temperature
Menurut Newstrom (1996:469-478), bekerja pada suhu yang
panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja.
Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung
meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat,
sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan
menurun.

15
c) Noise
Menurut newstrom (1996:469-478) bising dapat didefinisikan
sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau
bunyi yang menjengkelkan suara bising adalah suatu hal yang
dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu
pekerjaan, karena konsentrasi perusahaan akan dapat
terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka
pekerjaan yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan
ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian.
d) Motion
Menurut Newstrom (1996:469-478) kondisi gerakan secara
umum adalah getaran. Getaran-getaran dapat menyebabkan
pengaruh yang buruk bagi kinerja, terutama untuk aktivitas
yang melibatkan penggunaan mata dan gerakan tangan secara
terus-menerus.
e) Pollution
Menurut Newstrom (1996:469-478) pencemaran ini dapat
disebabkan karena tingkat pemakaian bahan-bahan kimia di
tempat kerja dan keaneksragaman zat yang dipakai pada
berbagai bagian yang ada di tempat kerja dan pekerjaan yang
menghasilkan perabot atau perkakas. Bahan baku-bahan baku
bangunan yang digunakan di beberapa kantor dapat dipastikan
mengandung bahan kimia yang beracun. Situasi tersebut akan
sangat berbahaya jika di tempat tersebut tidak terdapat ventilasi
yang memadai.

16
f) Aesthetic Factors
Menurut newstrom (1996:469-478) faktor keindahan ini
meliputi: musik, warna dan bau-bauan. Musik, warna dan bau-
bauan yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja
dalam melaksankan pekerjaanya.

2.1.3 Kondisi Psikologis dari Lingkungan Kerja


Rancangan fisik dan desain dari pekerjaan, sejumlah ruangan
kerja yang tersedia dan jenis-jenis dari perlengkapan dapat
mempengaruhi perilaku pekerja dalam menciptakan macam-macam
kondisi psikologi.
Menurut newstrom (1996:494) Psychological conditions of the work
environment that can affect work performance include feelings of
privacy or crowding, the status associated with the amount or location of
workspace, and the amount of control over the work environment.
Kondisi psikologis dari lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja
yang meliputi perasaan yang bersifat pribadi atau kelompok, status
dihubungkan dengan sejumlah lokasi ruang kerja dan sejumlah
pengawasan atau lingkungan kerja :
a). Feeling of privacy
Menurut Newstrom (1996:478), privasi dari pekerja dapat dirasakan dari
desain ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang
pekerja, adapula yang didesain untuk beberapa orang, sehingga penyelia
untuk mengawasi interaksi antar karyawan.
b). Sense of status and impotance
Menurut Newstrom (1996: 478), para karywan tingkat bawah senang
dengan desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada
karyawan untuk berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para
17
manajer merasa tidak puas dengan desain ruang yang terbuka karena
banyak gangguan suara dan privasi yang dimiliki terbatas.

2.2 Kondisi Lingkungan


Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga merasakan bahwa factor
lingkungan dapat menaikan dan menurunkan performasi kita. Dan
kondisi lingkungan kerja yang kurang baik akan menuntu tenaga dan
waktu yang lebih banyak yang tentunya tidak mendukung diperolahnya
rancangan system kerja yang efisien dan produktif.Konteks ini terdiri
dari 2 pengertian yaitu konteks social dan konteks fisik.

2.2.1 Konteks Sosial


Tidak semua kebutuhan seseorang dapat dipenuhi dengan
materi, bahkan kadang kadang kebutuhan social dapat mengalahkan
kebutuhan materi. Herzberg (1959) dengan “two factor theory”
membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terdapat
pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu :
1. Kelompok Satifier ( Motivator )
Adalah factor atau situasi yang merupakan sumber kepuasaan
kerja yang terdiri dari : pencapaian tujuan, penghargaan, kerja
itu sendiri, tanggung jawab, dan promosi. .Dikatakan bahwa
hadirnya factor itu akan menimbulkan kepuasaan tetapi tidak
hadirnya factor ini tidaklah selalu mengakibatkan
ketidakpuasaan.
2. Kelompok Disatisfier
Adalah factor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasaan,
terdiri dari : administrasi dan kebijaksaan perusahaan,

18
supervisor dilantai produksi, gaji, hubungan antar personal,
kondisi kerja, dan status.Perbaikan terhadap kondisi atau situasi
ini akan mengurangi atau meghilangkan ketidakpuasaan , tetapi
tidak akan menimbulkan kepuasaan karena bukan merupakan
sumber kepuasaan.
Selanjutnya dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang biasa memacu orang
agar bisa bekerja baik dan bergairah hanyalah kelompok satifier.Oleh
karna itu, seorang pimpinan yang baik harus mengadakan hubungan
terbuka baik secara formal maupun nonformal dengan
bawahannya,melakukan system pengapahan yang baik, system
penghargaan dan hukuman yang tepat, pembagian tugas dan tanggung
jawab yang memadai dan sebagainya.Beberapa syarat yang harus di
penuhi untuk mewujudkan system penguapahan yang baik menurut
hasley yaitu :
1. Adil bagi pekerja dan pimpinan perusahaan artinya karyawan
jangan dijadikan alat untuk mengejar tingkat produksi saja,
tetapi juga harus diperhatikan.
2. System kerja upah sebaiknya bisa mempunyai potensi untuk
mendorong semangat kerja karyawan dalam produktivitas
kerja..
3. Selain upah dasar perlu disediakan pula upah perangsang
imbalan tenaga yang dikeluarkan oleh karyawan.
4. Sistem upah itu sebaiknya harus mudah dimengerti, artinya
jangan berbelit-belit sehingga karyawan akan sulit
memahaminya ini penting untuk menghilangkan adany kesan
prasangka bagi karyawan terhadap perusahaan.

19
2.2.2 Konteks Fisik
Kontek fisik berarti semua keadaan yang terdapat disekitar
tempat kerja yang akan mempengaruhi pekerja baik secara langsung
maupun tidak langsung.Konteks fisik dapat digolongkan kedalam 2
kategori yaitu :
1. Berhubungan langsung dengan pekerja
Kategori ini lebih menekan kepada hubungan antara manusia
sebagai pekerja dengan mesin sebagai peralatan kerja yang
dianggap sebagai suatu hubungan yang unik dimana sering
terjadi permasalahan dalam suatu rangkaian pekerjaan.Dalam
kategori ini, kita harus mengetahui hal hal yang apa yang dapat
menyebabkan suatu rangkaian peningkatan atau penurunan
performansi yang meliputi : Jenis pekerjaan sesuai dengan
kemampuan pekerja, tugas apa yang harus dikoordinasi serta
pelatihan apa yg perlu dilakukan dlm menjalankan pekerjaan
tersebut dengan baik.
2. Berhubungan berupa perantara.
Kategori ini lebih menekankan kepada hubungan antara
manusia sebagai dengan lingkungan fisik
sekitarnya.Lingkungan fisik yg dapat mempengaruhi
performasi kerja manusia contohnya, temperature, cahaya,
kebisingan, dll.

20
BAB III
PENGOLAHAN DATA

3.1 Pengelompokan data


Faktor Kebisingan
  Normal Bising
Terang 51 43
Faktor Pencahayaan

  27 42
Jumlah 78 85 163
Redup 69 45
  44 46
Jumlah 113 91 204
Total 191 176 367
3.2 Perumusan Hipotesis
1) Pencahayaan
H0(1) = X1=X2
HI (1) = X1 ≠ X2
2). Kebisingan
H0 (2) = B1=B2
HI (2) = B1 ≠ B2
3). Interaksi
Ho (3) = (XB )1= (XB)2
Hi ( 3) = (XB)1 ≠ (XB)2
3.3 Uji Statistik ANOVA
3.3.1 Derajat Kebebasan ( Degree of Freedom )

a). DFA = α-1

= 2-1 = 1

21
b). DFB = b-1

= 2-1 = 1

c). DFAB = ( α -1 ) (b-1)

= (2-1) (2-1)

=1

d). DFE = ab (n-1 )

= 2.2 ( 2-1)

=4

3.3.2 Jumlah derajat ( Sum of Degree )


a b 2
y
a). SST = ∑ ❑ ∑ ❑ y ij - abn 2

i=1 i=1

= ( 51 + 272 + 432+ 422+ 692+442+452+462 ) -


2

3672
= 17.781 – 16.836 = 945
2x 2x 2
b
1 y2
b). SSA =
bn ∑ ❑ y2i - abn
i= y

=
1
( 1632 + 2042) -
3672 = 17.046 -945 =
2x 2 2x 2x 2
16.101
b 2
1 y
c). SSB=
bn ∑ ❑ y i - abn 2

i= y

22
=
1
( 1912+ 1762) -
3672 = 16.864 – 945 =
2x 2 2x 2x 2
15.919

1 a b
y 2 - SS -SS
d). SSAB = ∑ ❑ ∑ ❑ y2ij -
n i=1 i=1 abn
A B

=
1
( 782+ 852+ 1132+912)-
3672 - 16.101-
2 2x 2x 2
15.919
= 17.179-945-16.101-15.919 = -15.786
e). SSE = SST- ( SSA + SSB + SSAB )
= 945 (16.101+ 15.919+ (-15.786)
= 945 -16.234 = -15.289
3.3.3 Mean Of Square
SSa 16.101
a). MSA = = = 16.101
DFa 1
SSb 15.919
b). MSb = = = 15.919
DFb 1
SSab −15.786
c). MSab = = = - 15.786
DFab 1
SSe −15.289
d). MSe = = = 3,82
DFe 4
3.3.4 F Hitung

MSa 16.101
a). F0 A = = = 4,21
MSe 3.82

MSb 15.919
b). F 0 B = = = 4,16
MSe 3.82

23
MSab −15.786
c). F 0 AB = = = -4.13
MSe 3.82

3.3.5 F Tabel
a). F t A = F (1- λ ) ( DFA,DFE)
= F ( 1-0.05 ) (1,4)
= 7.71
b). F t B = F (1- λ ) ( DFB,DFE)
= = F ( 1-0.05 ) (1,4)
= 7.71
c). F t AB = = F (1- λ ) ( DFB,DFE)
= F ( 1-0.05 ) (1,4)
= 7.71

3.4 Tabel Anova

Source Degree Sum of Mean Of F0


Variation Of Square Square
Freedom

Pencahayaan 1 16.101 16.101 4.21

Kebisingan 1 15.919 15.919 4.16

Erorr 4 -15.289 3.82 -

Total 7 945 16.237 4.24

a). Kesimpulan Pencahayaan

F0 A >/ < F t A

24
b). Kesimpulan Kebisingan
F 0 B >/ < F t B
c). Kesimpulan Interaksi
F 0 AB >/ < F t AB

BAB IV
ANALISA REKAPITULASI DATA

4.1 Analisa Uji Statistik ANOVA


Dari tabel ANOVA di atas, kita dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut :
 FoA : Nilai F < F tabel, maka tidak cukup bukti untuk menolak
Ho, sehingga dalam simulasi factor kerja antara cahaya dan
kebisingan tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara
statistik.
 FoB : Nilai F < F tabel, maka tidak cukup bukti untuk menolak
Ho, sehingga dalam simulasi factor kerja antara cahaya dan
kebisingan tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara
statistik.

25
 FoAB : Nilai F < F tabel, maka tidak cukup bukti untuk
menolak Ho, sehingga dalam simulasi factor kerja antara cahaya
dan kebisingan tidak memberikan pengaruh yang signifikan
secara statistik.

4.2 Analisa Faktor-Faktor Terhadap Hasil yang diperoleh


4.2.1 Faktor Pencahayaan
Pada saat keadaan Pencahayaan Terang (abaikan
factor kebisingan) diperoleh hasil 51, 27, 43 dan
42, sedangkan pada saat keadaan redup angka
yang diperoleh lebih besar daripada yang terang
dengan nilai 69, 44, 45, dan 46. Dari hasil
tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa
operator performansi operator tidak efektif pada
saat keadaan terang, operator mengalami
kesilauan sehingga hasilnya tidak besar.
4.2.2 Faktor Kebisingan
Dari lembar pengamatan diperoleh jumlah
kebisingan normal (abaikan factor pencahayaan)
sebesar 78 dan 113, sedangkan pada keadaan
bising diperoleh jumlah 85 dan 91. Dapat
dikatakan hasil tersebut persis sama karena
selisih keduanya tidak terlalu berbeda jauh,
berarti operator tidak terlalu berpengaruh
terhadap factor kebisingan.

26
4.3 Hubungan Antara factor Pencahayaan dan Faktor
Dilihat dari sub-bab 4.2 bahwa factor pencahayaan paling
berpengaruh terhadap performansi kerja operator,  dalam
keadaan redup hasilnya lebih baik dibandingkan dalam
keadaan terang. Mengetahui hal tersebut kita dapat
merubah pencahayaan yang tepat untuk dapat
meningkatkan perfomansi dari operator dengan cara
menambah daya/watt lampu dari keadaan redup.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dalam praktikum factor kerja ini kita memperoleh berbagai


kesimpulan, yaitu :
 Kita dapat menerapkan pengukuran untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh faktor lingkungan terhadap performansi kerja operator.
 Dapat menentukan, merancang dan memperbaiki kondisi kerja
dengan tetap memperhatikan keselamatan kerja operator.
 Memahami standar OHSAS.
 Menyusun laporan ini dengan baik.

27
5.2 Saran

Mohon diberikan asistensi laporan agar tidak ada kesalahan dalam


penulisan laporan ini.
Diadakannya perbaikan laporan jika ada kesalahan dalam pembuatan
laporan ini secepatnya (beserta laporan lain) agar kita dapat lebih
mengerti bagaimana menyusun laporan yang baik dan benar, sebagai
pembelajaran untuk kami pula dalam memyusun laporan akhir kami
nanti.

Sekian dan terima kasih

DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.academia.edu/10094989/Work_Sampling
(diakses 13/12/2020 jam 14:39 wib)
2. https://www.academia.edu/40890143/LAPORAN_PRAKT
IKUM_SISTEM_KERJA_DAN_ERGONOMI_SAMPLIN
G_PEKERJAAN_WORK_SAMPLING ( diakses
12/12/2020 jam 0959 wib)
3. http://krintig.blogspot.com/2014/03/laporan-faktor-
kerja.html ( diqakses hari minggu, jam 14:40)

28

Anda mungkin juga menyukai