Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP GERONTIK

DOSEN PEMBIMBING : IMELDA ERMAN,S.Kep., M.Kes.

NAMA : THALIA NADIRA NORDI

NIM : PO.71.20.4.17.034

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

D IV KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP GERONTIK

A. PENGERTIAN
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Menurut Paris Constantinides, 1994 Menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti
dan mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap injury
(termasuk infeksi) tidak seperti pada saat kelahirannya,
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir. Di masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia
sebagai berikut:
1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
2. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
3. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium

B. ETIOLOGI
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun tidak
semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu
yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial (Padila, 2013:7).
1. Teori biologis
a. Teori jam genetic
Menurut Hay ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik sudah terprogram
bahwa material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait
dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-
spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia
yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya
diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami
deteriorasi.
b. Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya susunan molekular,
lama kelamaan akan meningkat kekakuanya (tidak elastis). Hal ini disebabkan oleh
karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang
sangat kuat (Padila, 2013:7).
c. Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik (Padila, 2013:8).
d. Teori imunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah.
System immune menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan
responsibilitas (Padila, 2013:8).
e. Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal kelebihan
usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai (Padila, 2013:8).
f. Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai) (Padila,
2013:8).
2. Teori psikososial
a. Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam
tiap tahap pekembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan
seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara
integritas ego dan keputusasaan adalah kebebasan (Padila, 2013:8).
b. Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan secara
stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit
otak (Padila, 2013:9).

C. TANDA & GEJALA

Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan
kognitif dan perubahan spiritual.
1. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua organ tubuh,
diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan
integumen.
a. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis
karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat dan
terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan
menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki
menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya. Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
diakibatkan oleh rendahnya aktifitas otot.
b. Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot akibat
menurunnya serabut otot, pada otot polos tidak begitu terpengaruh.
c. Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac output, berkurangnya heart rate
terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer, bertaTn.
Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima bertambah tebal, fibrosis.
d. Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang
akibatnya kurang mampu mempekatkan urin, BJ urin menurun, proteinuria, BUN
meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih
menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah, frekuensi berkemih meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan pada pria akibatnya retensi urin meningkat,
pembesaran prostat (75% usia di atas 65 tahun), bertambahnya glomeruli yang
abnormal, berkurangnya renal blood flow, berat ginjal menurun 39-50% dan
jumlah nephron menurun, kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh
ginjal menurun.
e. Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari biasa
dan jumlah berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg, berkurangnya
maximal oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.
f. Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan
absorbsi menurun, produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin menurun
pada lambung.
g. Sistem penglihatan
Kornea lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang pengamatan
sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat cahaya
gelap), berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya sensitivitas terhadap
warna yaitu menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala dan
depth perception).
h. Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran timpani menjadi
atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras
karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel, bertambahnya
obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.
i. Sistem syaraf
Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol, reaksi
menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan, berkurangnya aktifitas sel T,
hantaran neuron motorik melemah, kemunduran fungsi saraf otonom.
j. Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH, TSH, FSH dan
LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal metabolisme menurun,
menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonads yaitu
progesteron, estrogen dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin,
parathormon.
k. Sistem reproduksi
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan uterus, atropi
payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun adanya penurunan
berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai di atas usia 70 tahun, asal
kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat menopause.
l. Daya pengecap dan pembauan
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan pembauan,
sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula, garam, mentega, asam,
setelah usia 50 tahun.
2. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan
tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan
timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi. Faktor
yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:
a. Perubahan fisik, terutama organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
3. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja mendadak
diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia cukup
beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk pensiun dengan menciptakan
minat untuk memanfaatkan waktu, sehingga masa pensiun memberikan kesempatan
untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari
lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk duduk-duduk di
rumah. Perubahan psikososial yang lain adalah merasakan atau sadar akan kematian,
kesepian akibat pengasingan diri lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri
dan kematian pasangan hidup.
4. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
a. Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan
dan tugas tugas yang memerlukan memori jangka pendek.
b. Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
c. Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila tidak
ada penyakit.
5. Perubahan spiritual
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
b. Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler: universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan
cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.
D. PATOFISIOLOGI
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri. Proses menua juga tidak terlepas darifaktor penting
yang mempengaruhi perubahan fungsi sel dan kematian sel pada lansia seperti faktor
genetik dan lingkungan dimana genetik paling berperan karena kematian sel merupakan
seluruh program kehidupan dikaitkan dengan DNA. Kemudian lingkungan dimana jika
pada proses mitosis dan proses replikasi materi genetik yang dapat menyebabkan
kematian sel.
Teori radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas yang stabil dengan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak
beregenerasi. Pada membran sel radikal bebas bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh
sehingga menghalangi keluar masuknya zat-zat makanan dan dapat mempercepar
kematian sel.
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Stanley dan Patricia, 2011. Pemerksaan laboratorium yang rutin yang perlu
diperiksa pada passion lansia untuk mendeteksi dini gangguan kesehatan, yaitu:
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan urine rutin
3. Pemeriksaan glukosa
4. Pemeriksaan profil lipid
5. Pemeriksaan alkalin posfat
6. Pemeriksaan fungsi hati
7. Pemeriksaan fungsi ginjal
8. Pemeriksaan fungsi tiroid
9. Pemeriksaan fases rutin

G. PELAKSANAAN MEDIS
1. Pemeriksaan tambahan/ medis
a. Analisa darah
b. Kreatinin : Indeks massa otot
2. Pemeriksaan khusus pada lansia
a. Pengkajian status fungsional dengan pemeriksaan indeks
b. Pengkajian status kognitif
1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questions)
2) MMSE (Mental State Exam)

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Fisiologis/fisik
a. Stratus gizi

IMT = Kg (BB) normal laki laki = 18


(TB)2 wanita = 17 – 23
b. Intake cairan dalam 24 jam
c. Kondisi kulit
d. Kondisi bibir , mukosamulut, gigi
e. Riwayat pengobatan, alkhohol, zat adiktif lainnya
f. Evaluasi kemampuan penglihatan , pendengaran dan mobilitas
g. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi : gangguan sistem digestif,
nafsu makan, makanan yang disukai dan tidak disukai, rasa dan aroma
h. Kebiasaan waktu makan ( 2 –3 X sehari, snak dlll)
2. Psikososial/afektif
a. Kebiasaan saat makan ( makan sendiri, sambil nonton TV,dll)
b. situasi lingkungan(kapasitas penyediaan makanan, pengolahan dan
penyimpanan makanan)
c. sosiokultural yang berlaku yang mempengaruhi pola nutrisi dan
eleminasi
d. Kondisi depresi yang dapat mengganggu pemenuhan nutrisi
3. Pemeriksaan tambahan/laboratorium
a. Analisa darah
b. Kreatinin : indekz massa otot
4. Pemeriksaan khusus pada lansia
a. SPMQ (Short Portable Mental Questionerie)
b. MMSE (Mini Mental State Exam)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d asupan nutrisi yang tidak adekuat akibat
anoreksia
2. Resiko tinggi infeksi b/d penurunan asupan kalori dan protein
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skleletal,, nyeri, intoleransi aktifitas
4. Nyeri b/d proses inflamasi, destruksi sendi
5. Resiko cedera (dislokasi sendi) b/d otot hilang kekuatannya, rasa nyeri sendi

J. INTERVENSI/ IMPLEMENTASI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d asupan nutris kurang adekuat akibat
anoreksia

TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


Kebutuhan -Meningkatkan a. Buat tujuan BB a. Nutrisi yang
masukan oral
nutrisi -Menunjukkan ideal dan adekuat
peningkatan
terpenuhi kebutuhan nutrisi menghindari
BB
secara harian yang adanya
adekuat adekuat malnutrisi
b. Timbang setiap b. Deteksi dini
hari, pantau hasil perubahan BB
pemeriksaan dan masukan
laborat nutrisi
c. Jelaskan c. Dengan

pentingnya nutrisi pemahaman


yang adekuat yang benar

d. Ajarkan individu akan

menggunakan memotivasi

penyedap rasa klien untuk

(seperti bumbu) masukan

e. Beri dorongan nutrinya

individu untuk d. Aroma yang

makan bersama enak akan

orang lain membangkitkan

f. Pertahankan selera makan

kebersihan mulut e. Dengan makan

yang baik (sikat bersama sama

gigi) sebelum dan secara

sesudah psikologis

mengunyah meningkatakan

makanan selera makan

g. Anjurkan makan f. Dengan situasi

dengan porsi mulut yang

yang kecil tapi bersih

sering meningkatkan

h. Instruksikan kenyamanan

individu yang g. Mengurangi

mengalami perasaan tegang

penurunan nafsu pada lambung

makan untuk : h. Meningkatkan


-Makan-makan asupan
kering saat makanan
bangun tidur
-Hindari makanan
yang terlalu
manis, berminyak
-Minum sedikit-
sdikit melalui
sedotan
-Makan kapan
saja bila dapat
toleransi
-Makan dalam
porsi kecil rendah
lemak dan makan
Sering

2. Risiko tinggi infeksi b/d penurunan asupan kalori dan protein

TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL

Klien akan Tanda-tanda a. Kaji tanda- a. Mendeteksi dini


memperlihatk peradangan tanda radang untuk mencegah
an tidak umum secara terjadinya radang
kemampuan ditemukan : teratur b.Mencegah
terhindar dari panas, b. Ajarkan terjadinya infeksi
tanda-tanda bengkak, tentang akibat
infeksi nyeri, perlunya lingkungan dan
merah,gangg menjaga kebersihan diri
uan fungsi kebersihan yang kurang
diri dan sehat

lingkungan c. meningkatkan

c. Tingkatkan kadar protein

kemampuan dalam dalam

asupan nutris tubuh sehingga

TKTP meningkatkan

d. Perhatikan kemampuan

penggunaan kekebalan dalam

obat-obat tubuh

jangka d.Menurunkan

panjang yang resiko terjadinya

dapat infeksi

menyebabkan
imunosupresi

3.Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri

INTERVENS
TUJUAN KRITERIA RASIONAL
I

klien dapat Mendemontrasi a. Evaluasi a. Tingkat aktifitas


mobilisasi kan pemantauan tergantung dari
dengan tehnik/perilaku tingkat perkembangan
adekuat yang inflamasi/ra /resolusi dari
memungkinkan sa sakit proses inflamasi
melakukan b. bantu b. Mempertahanka
aktifitas dengan n fungsi sendi,

rentang kekuatan otot

gerak c. Menghilangkan
aktif/pasif tekanan pada

c. ubah posisi jaringan dan


dengan meningkatkan
sering sirkulasi
dengan d. Menghindari
personal cedera
cukup
d. Berikan
lingkungan
yang
nyaman
misaal alat
bantu

4. Nyeri ( akut/kronis) b/d proses inflamasi, destruksi sendi

TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL

Menunjukkan Terlihat a. Kaji keluhan a. Membantu


nyeri rileks, dapat nyeri, catat lokasi dalam
berkurang/ tidur dan nyeri dan menentukan
hilang berpartisipasi intensitas. Catat managemen
dalam faktor yang nyeri
aktifitas mempercepat b. Pada penyakit
tanda tanda neri berat tirah
b. Biarkan klien baring sangat
mengambil posisi diperlukan

yang nyaman untuk


pada waktu membatasi
istirahat ataupun nyeri
tidur c. Panas

c. Anjurkan klien meningkatkan

mandi air hangat, relaksasi otot

sediakan waslap dan mobilitas,

untuk kompres menurunkan

sendi rasa sakit dan

d. Berikan masase kekakuan

lembut sendi.

e. Kolaborasi d. Meningkatkan

pemberian obat- relaksasi/meng

obatan seperti : urangi

aspirin, ketegangan

ibuprofen, otot

naproksin, e. Sebagai anti

piroksikam, inflamasi dan

fenoprofen efek analgesik


ringan dalam
mengurangi
kekakuan.

5. Resiko cedera b/d hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri

TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL

Klien Klien berada a. Kaji tingkat Mengatur

terhindar dari pada perilaku kekuatan otot tindakan


cedera yang aman b. Kaji tingkat selanjutnya
dan pergerakan pasif
lingkungan c. Beri alat bantu
yang nyaman sesui kebutuhan
d. Ciptakan
lingkungan
yang aman
(lantai tidak
licin)
e. Bantu klien
untuk
memenuhi
kebutuhan yang
tidak bisa
dilakukan
secara mandiri

K. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikassi sejauh mana tujuan dari rencana kecerawatan tercapai atau
tidak. Evaluasi yang diharapkan dari diagnose diatas meliputi:
1. Nutrisi pasien adekuat
2. Pasien tidak mengalami infeksi
3. Pasien dapat mobilisasi dengan adekuat
4. Nyeri berkurang/ hilang
5. Pasien terhindar dari cedera
DAFTAR PUSTAKA

Maryam, S, Dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika

Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia, Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suparyanto, M. 2014. Konsep Lansia (Lanjut Usia) Atau Manula (Manusia Usia
Lanjut) http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/12/konsep-lansia-lanjut-usia-
atau-manula.html . Diakses tanggal 02 Juni 2020 pukul 09.00 WIB.

Capernito Lynda juall (2008), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6 ,


Alih Bahasa Yasmin Asih EGC jakarta

Doenges Marilyn E (2001), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Alih


bahasa I Made Kariasa, EGC Jakarta

Wahyudi Nugroho ( 2012), Keperawatan Gerontik Edisi 2 , EGC Jakarta


LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI PADA LANSIA

DOSEN PEMBIMBING : IMELDA ERMAN,S.Kep., M.Kes.

NAMA : THALIA NADIRA NORDI

NIM : PO.71.20.4.17.034

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

D IV KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI PADA LANSIA

A. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian dalam
arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan darah tidak
pernah konstan. Tekanan darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert Benson,dkk,2012).
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah
penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada
arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi
berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik baik diastolik maupun
sistolik atau kedua-duanya secara terus-menerus (Sutanto,2010).
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Rohaendi, 2008).
WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of
Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH
Kategori Tekanan darah Tekanan darah
sistol (mmHg) diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99
Sub group (perbatasan) 150-159 90-94
Grade 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90
Sub-group (perbatasan) 140-149 <90
Sumber: (Suparto, 2010)
B. ETIOLOGI
Penyebab hipertensi pada lansia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3. Menurunnya kemampuan jantung dalam memompa darah
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Namun ada beberapa faktor lain penyebab intervensi, seperti
1. Faktor keturunan
2. Ciri perseorangan, umur, jenis kelamin, ras, kebiasaan hidup

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala-gejala hipertensi, yaitu: sakit kepala, mimisan, jantung berdebar-
debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah lelah, wajah
memerah, telinga berdenging, vertigo, pandangan kabur. Pada orang yang
mempunyai riwayat hipertensi kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak
adekuat ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer
yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi temporer (Kaplan N.M, 2010).

D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan
volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas
jantung.

E. PATHWAY

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, stress, kurang


olahraga, genetik, konsentrasi garam.

Kerusakan vaskuler pembuluh darah


Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak

Resistensi pembuluh darah otak

Nyeri tengkuk/kepala

Gangguan pola tidur

Sumber : Huda Nurarif & Kusuma H., (2015)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.
c. Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat di akibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan adanya
DM.
2. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. RKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan ginjal.
5. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
G. PENATALAKSANAAN
Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Penanganan secara farmakologi
Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan penghambat
konversi rennin angiotensi (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
2. Penanganan secara non-farmakologi
a. Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah,
dan inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot tegang akan meningkatkan
keseimbangan dan koordinasisehingga tidur bisa lebih nyenyak dan sebagai
pengobat nyeri secara non-farmakologi.
b. Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas).
c. Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.
d. Mengurangi asupan natrium.
e. Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015).

H. PENGKAJIAN
1. Pengkajian secara umum
a. Identitas
b. Riwayat atau adanya faktor resiko
c. Aktivitas/ istirahat
d. Integritas ego
e. Makanan dan cairan
f. Nyeri/ ketidaknyamanan
2. Pengkajian persistem
a. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup dan
penyakit cerebra vaskuler
b. Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi/ obstruksi/ riwayat
penyakit ginjal masa lalu
c. Neurosensori
1) Keluhan pusing
2) Berdenyut, sakit kepala suboksipital
d. Pernapasan
1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/ kerja
2) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktural paroksimal
3) Batuk dengan / tanpa sputum
4) Riwayat merokok

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
2. Insomnia berhubungan dengan ansietas
3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan

J. INTERVENSI / IMPLEMENTASI

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Pain management
berhubungan asuhan keperawatan selama 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan proses 3x 12 jam nyeri dapat secara komprehensif.
penyakit berkurang dengan kriteria 2. Observasi reaksi non verbal
hasil : dari ketidak nyamanan.
Pain level 3. Monitor TTV
1. Nyeri berkurang dari 5 4. Ajarkan tehnik non
menjadi 2 dengan men farmakologi (relaksasi
ggunakan menejemen dengan tarik nafas dalam dan
nyeri. senam ergonimis)
2. Pasien merasa nyaman
setelah nyeri
berkurang.
3. TTD dalam batas
normal TD sekitar
130/80 mmHg, Nadi:
60-100x/menit, R:20-
24x/menit, S:36,5-
37°C.
2 Insomnia Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
berhubungan keperawatan selama 3x12 2. Lakukan penyuluhan tentang
dengan ansietas jam, diharapkan masalah tekhnik relaksasi otot progresif
insomnia dapat teratasi kepada klien
dengan kriteria hasil: 3. Latih klien untuk melakukan
1. Klien tampak bergairah tekhnik relaksasi otot progresif
saat mengikuti kegiatan 4. Evaluasi tekhnik relaksasi otot
pagi di panti progresif yang dilakukan oleh
2. Mata klien tidak nampak klien
merah (mengantuk)
3. Tidak terbangun pada
malam hari
4. Melaporkan secara verbal
bahwa insomnia
berkurang
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penyuluhan tentang
keperawatan selama 3x12 jam apa saja bahaya lingkungan
Klien tidak mengalami jatuh, yang ada disekitar wisma
dengan kriteria: yang dapat menyebabkan
1. Mampu mengidentifikasi resiko jatuh
bahaya lingkungan yang 2. Anjurkan untuk memakai alat
dapat meningkatkan bantu jalan (jika
cedera membutuhkan)
2. Mampu menggunakan 3. Ajarkan gerakan latihan
alat bantu untuk keseimbangan
menghindari cidera
3. Mampu mempraktekan
gerakan latihan
keseimbangan

K. EVALUASI
Evaluasi terhadap kondisi pasien di sesuaikan dengan kriteria hasil, yaitu :
1. Nyeri klien berkurang/ hilang
2. Masalah insomnia Klien dapat teratasi
3. Klien tidak mengalami jatuh

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.

Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.

Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi
Action.
Sutanto. 2010. Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern Hipertensi, Stroke,
Jantung, Kolestrol, dan Diabetes. Yogyakarta: C.V Andi Offset

Anda mungkin juga menyukai