Anda di halaman 1dari 3

AJENG ELLIYA MAULIDIA ADKHA

08211940000017

REVIEW MORFOLOGI KOTA GEORGE TOWN PERIODE ABAD 19


George Town adalah ibu kota negara bagian Pulau Pinang, Malaysia. Pada abad ke-19,
George Town berkembang menjadi sebuah kota colonial yang makmur karena kota ini menjadi
pusat perdagangan dan perkembangan ekonomi dikarenakan kondisi topografinya dan letaknya
yang berada di tepi laut. Proses pembagian tanah dan pembangunan konstruksi bangunan mulai
muncul pada abad ini. Dalam masa George Alexander William Leith, sebagai pejabat kolonial di
Penang memperluas ruang lingkup perencanaan ke daerah rawa dan hutan dan merubahnya
menjadi desa, perkebunan, dan pinggiran kota yang mulai tertata.

Sumber : Long Zhao, dkk. 2018


Kota ini memiliki bentuk memanjang dan tidak berpola di sepanjang pantai sebagai
kawasan pelabuhan. Pada tahun 1800 - 1805, Gubernur Sir George Alexander William Leith dan
Sir Robert Townsend Farquhar memimpin proyek pembangunan konstruksi kota George Town
yang terdiri dari pembangunan rumah adat, rumah sakit, kantor administrasi, dan fasilitas
pasokan air. Perencanaan pembangunan kota ini meletakkan dasar untuk pemerintahan setempat
dan kesejahteraan bersama dari kelompok multi-etnis. Pembangunan kota ini kemudian
dilanjutkan oleh Farquhar, dengan tujuan utama untuk meningkatkan pertahanan kota dan
perkembangan persediaan fasilitas air, jaringan jaln utama, jembatan, dan dermaga. Menurut
uraian John Thomson pada tahun 1826, wilayah pemukiman yang cukup besar muncul di George
Town yang semuanya berupa bangunan ruko dua lantai. Dengan adanya pertumbuhan kawasan
perkotaan yang cepat, perkembangan Kota George Town menjadi tidak terencana dan menyebar
secara tidak teratur. Dari peta survei yang dilakukan oleh Letnan T. Woore pada tahun 1832,
terjadi perkembangan perdagangan entrepot dan beberapa pemukiman untuk para tenaga kerja
telah dibangun di sepanjang garis pantai untuk kepentingan pengiriman barang/transshipment.
Lalu pada tahun 1839, George Town memperluas wilayah perkotaan bagian selatan
dengan melakukan upaya reklamasi tepi lumpur. Tanah reklamasi ini kemudian difungsikan
untuk pemukiman penduduk asli kota tersebut. Perubahan yang cepat berdampak besar pada
morfologi kota karena perubahan tata letak jalan dengan lebar seragam dan blok kota yang
direncanakan dalam dimensi yang cukup seragam. Dari tahun 1867 - 1887, George Town
menjadi perkotaan yang ditutupi oleh ruko-ruko secara padat dan daerah perkotaan diperpanjang
hingga Prangin Ditch, sepanjang Western Arterial Road, dan Chulia Street di barat.
Pembangunan perkotaan masih tetap terfokus pada pelabuhan. Karena terus dilakukan
pembangunan, George Town mengalami masalah kekurangan lahan yang pada akhirnya
dilakukan kembali upaya reklamasi untuk memenuhi permintaan kebutuhan lahan untuk
membangun pelabuhan. Bagian pertama dari Weld Quay adalah dibangunnya kantor pemerintah
dan administrasi yang berada di tengah, lalu dibagun banyak fasilitas umum disekitarnya. Bagian
kedua dari Weld Quay disediakan untuk pedagang barat, mereka membangun sendiri kantor dan
gudang yang menghadap ke arah Beach Street.

(Source: Georgetown’s Historic Commercial and Civic Precincts, 2015)


Perkembangan terus dilakukan dengan memperluas tepian kota menjadi wilayah baru.
Reklamasi kedua dilakukan oleh pemerintah antara 1883 dan 1889. Reklamasi lebih lanjut
dilakukan pada tahun 1907 dengan memperpanjang Weld Quay sejauh dari seberang Bangunan
Boustead hingga China Street Ghaut. Pada tahun 1867, di bawah gubernur Mayor Jenderal
Edward Harbord Anson, hampir 22 jalan raya di George Town berada di bawah kendali kota,
jalan raya tersebut memiliki bentuk dan luas yang teratur. Secara deterministik, lingkungan fisik
dan perkembangan ekonomi George Town membentuk morfologi perkotaan, hal tersebut dapat
ditunjukkan oleh adanya blok ruko padat berskala besar yang ditempati oleh para imigran.
Dermaga dan gudang di Weld Quay melambangkan kemakmuran perdagangan entrepot di
George Town, terminal yang baru saja dibuka di tanjung menggambarkan bahwa George Town
merupakan perkotaan yang terbuka untuk seluruh orang dan memiliki masyarakat yang
majemuk. Pada abad ke-19 ini perkembangan ekonomi George Town mengalami puncak
kejayaannya.

Kesimpulan : George Town memiliki bentuk kota kompak tak berpola dengan grid-grid yang ada
di dalamnya. Bentuk kota George Town ini dipengaruhi oleh bentang alam dan kondisi geografis
di wilayah tersebut serta terjadinya perkembangan ekonomi yang menyebabkan perluasan
wilayah perkotaan.

Anda mungkin juga menyukai